Anda di halaman 1dari 6

prajabatan

FILOSOFI PENDIDIKAN INDONESIA

BIDANG STUDI
PGSD

Disusun Oleh:
Kelompok 2

Muhammad fadhlil kholik atsmar (249012485044)


Mohamad syamsul Nukuhaly (249012485019)
Muhamad takdir (249012485080)
Muhammad amrian (249012485073)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI GURU


UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR TAHUN
2024

Topik 2
prajabatan
Ruang Kolaborasi – Nilai Luhur Sosial Budaya sebagai Tuntunan

1. Apa kekuatan konteks sosio-kultural (nilai-nilai luhur budaya) di daerah Anda yang
sejalan dengan pemikiran KHD?
Jawab:
Kekuatan konteks sosio-kultural, khususnya nilai-nilai luhur budaya di daerah Bugis,
memiliki banyak persamaan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Beberapa kekuatan
yang sejalan antara konteks sosio-kultural di daerah Bugis dan pemikiran Ki Hadjar
Dewantara adalah sebagai berikut:
a. Pentingnya Pendidikan untuk Membangun Karakter:
Baik dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara maupun dalam budaya Bugis, pendidikan
dianggap sebagai sarana untuk membentuk karakter yang kuat dan bertanggung jawab.
Nilai-nilai seperti kejujuran, keberanian, dan disiplin merupakan bagian integral dari
kedua tradisi ini.
b. Kebudayaan Pembelajaran yang Kolaboratif:
Budaya Bugis memiliki tradisi yang kuat dalam kolaborasi dan gotong royong. Hal ini
sejalan dengan pendekatan pembelajaran Ki Hadjar Dewantara yang menekankan
pentingnya kerja sama dan partisipasi aktif dalam proses pendidikan.
c. Pentingnya Penghargaan terhadap Budaya Lokal:
Sama seperti Ki Hadjar Dewantara yang mengadvokasi pendidikan berbasis budaya
lokal, budaya Bugis juga menempatkan nilai tinggi pada penghargaan terhadap tradisi
dan kearifan lokal. Ini menciptakan kesempatan untuk memperkaya kurikulum dengan
konten-konten lokal yang relevan dan bermakna bagi anak-anak.
d. Keterbukaan terhadap Nilai-nilai Modern dan Tradisional:
Budaya Bugis dikenal dengan keberagaman nilai-nilai modern dan tradisional yang
berdampingan. Hal ini sejalan dengan gagasan Ki Hadjar Dewantara tentang
pentingnya menyelaraskan pendidikan dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan
akar budaya dan nilai-nilai tradisional.
e. Pentingnya Kemandirian dan Pemberdayaan:
Baik dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara maupun dalam budaya Bugis, kemandirian
dan pemberdayaan individu sangat dihargai. Pendekatan pendidikan yang
memungkinkan murid untuk mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran,
mengembangkan keterampilan, dan mencapai potensi penuh mereka sangat sesuai
dengan nilai-nilai ini.
Dengan demikian, kekuatan konteks sosio-kultural di daerah Bugis memiliki banyak
kesamaan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, terutama dalam hal pentingnya
pendidikan untuk membentuk karakter, penghargaan terhadap budaya lokal, kolaborasi,
kemandirian, dan pemberdayaan. Ini menunjukkan bahwa implementasi pemikiran Ki
Hadjar Dewantara dalam konteks budaya Bugis dapat menjadi landasan yang kuat untuk
pengembangan pendidikan yang relevan dan bermakna bagi masyarakat setempat.
prajabatan
2. Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan nilai-nilai luhur
kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter peserta didik
sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks lokal sosial budaya
di daerah Anda?
Jawab:
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dapat dikontekstualkan dengan nilai-nilai luhur kearifan
budaya daerah asal, seperti dalam konteks budaya Bugis, untuk memperkuat karakter
peserta didik sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat. Berikut adalah
beberapa cara di mana hal ini dapat dilakukan:
a. Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal:
Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya pendidikan karakter. Kontekstualisasi
pemikirannya dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya Bugis dapat menghasilkan
pendidikan karakter yang kuat. Misalnya, mengajarkan nilai-nilai seperti kejujuran,
keberanian, kesetiakawanan, dan tanggung jawab, yang merupakan nilai-nilai yang juga
dianut dalam budaya Bugis.
b. Penghargaan terhadap Tradisi dan Adat Istiadat:
Ki Hadjar Dewantara mendorong penghargaan terhadap budaya lokal. Di daerah Bugis,
mempelajari dan menghormati tradisi, adat istiadat, serta nilai-nilai leluhur merupakan
bagian integral dari pendidikan. Ini membantu memperkuat identitas budaya anak-anak
Bugis dan meningkatkan kebanggaan terhadap warisan budaya mereka.
c. Pendidikan Kolaboratif dalam Konteks Komunikatif:
Konsep pendidikan kolaboratif yang ditekankan oleh Ki Hadjar Dewantara dapat
diterapkan dalam konteks masyarakat Bugis. Melibatkan komunitas dalam proses
pembelajaran, seperti melibatkan tokoh masyarakat, pemimpin adat, atau para tetua,
dapat membantu memperkaya pengalaman belajar dan menguatkan ikatan sosial di
antara peserta didik.
d. Pengembangan Keterampilan Sosial dan Kepemimpinan:
Ki Hadjar Dewantara menggemakan pentingnya pengembangan keterampilan sosial
dan kepemimpinan. Kontekstualisasi pemikirannya dengan budaya Bugis dapat
menghasilkan pendekatan yang memperkuat keterampilan sosial, kepemimpinan, dan
kerjasama dalam konteks nilai-nilai tradisional Bugis, seperti sistem sosial "siri'na
pacce".
e. Pemberdayaan sebagai Agen Perubahan:
Ki Hadjar Dewantara menekankan pemberdayaan individu sebagai agen perubahan
dalam masyarakat. Dalam konteks Bugis, pemberdayaan peserta didik dapat dipahami
sebagai memberi mereka keterampilan, pengetahuan, dan kepercayaan diri untuk
berkontribusi dalam meningkatkan kondisi masyarakat mereka, dengan tetap
menghormati nilai-nilai luhur budaya setempat.
Dengan mengintegrasikan pemikiran Ki Hadjar Dewantara dengan nilai-nilai luhur
kearifan budaya daerah Bugis, pendidikan dapat menjadi lebih relevan, bermakna, dan
efektif dalam memperkuat karakter peserta didik sebagai individu yang tangguh dan
bertanggung jawab, serta sebagai anggota yang berkontribusi dalam masyarakat setempat.
prajabatan

3. Sepakati satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku peserta didik di kelas atau
sekolah Anda sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di daerah Anda yang dapat
diterapkan.
Jawab:
Salah satu kekuatan pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD) yang dapat diterapkan dalam
konteks lokal sosial budaya di daerah Bugis adalah konsep "Pendidikan yang
Memerdekakan Murid." Konsep ini menekankan pentingnya memberdayakan peserta
didik untuk menjadi agen perubahan yang aktif dalam proses pembelajaran dan dalam
masyarakat mereka.
Dalam konteks Budaya Bugis, kekuatan pemikiran ini dapat diterapkan dengan
mengintegrasikan nilai-nilai luhur kearifan budaya setempat, seperti gotong royong,
keberanian, dan kesetiakawanan, dalam lingkungan pembelajaran. Berikut adalah cara
penerapannya:
Pemberdayaan Melalui Kolaborasi Komunitas:
Konsep: Mendorong kolaborasi antara sekolah dan komunitas lokal di daerah Bugis.
Penerapan: Mengundang tokoh masyarakat, pemimpin adat, atau anggota komunitas
lainnya untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Misalnya, mereka
dapat memberikan ceramah tentang nilai-nilai tradisional, mengajarkan keterampilan
tradisional, atau membagikan pengalaman hidup mereka yang relevan dengan tema
pembelajaran.
Kemandirian dalam Pembelajaran:
Konsep: Memberdayakan peserta didik untuk mengambil peran aktif dalam proses
pembelajaran.
Penerapan: Memberikan ruang bagi peserta didik untuk mengusulkan dan mengelola
proyek-proyek pembelajaran yang berkaitan dengan budaya Bugis. Mereka dapat
mengumpulkan informasi tentang tradisi lokal, melakukan penelitian lapangan tentang
warisan budaya, atau mengadakan pertunjukan seni tradisional di sekolah.
Penghargaan terhadap Budaya Lokal:
Konsep: Menghargai dan merayakan kekayaan budaya lokal.
Penerapan: Menyelenggarakan acara budaya tahunan di sekolah yang menampilkan seni,
musik, tarian, dan kuliner tradisional Bugis. Peserta didik dapat terlibat dalam
perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan acara ini, sehingga mereka merasa bangga akan
warisan budaya mereka.
Dengan menerapkan konsep "Pendidikan yang Memerdekakan Murid" dari pemikiran Ki
Hadjar Dewantara dan mengintegrasikannya dengan nilai-nilai luhur budaya Bugis,
sekolah dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang memberdayakan, relevan, dan
menghargai identitas budaya setempat. Hal ini tidak hanya memperkuat karakter peserta
prajabatan
didik, tetapi juga memperkaya pengalaman pendidikan mereka dan memperkuat ikatan
sosial dalam masyarakat Bugis.

Anda mungkin juga menyukai