Anda di halaman 1dari 3

KELOMPOK : SLB Negeri 11 Jakarta

ANGGOTA : 1. Khayla Putri Dwi Sari


2. Nurhusni
3. Muhammad Rofiudin
4. Tri Afriyanti
5. Viena Arshani
MATA KULIAH : Filosofi Pendidkan Indonesia
TUGAS : Topik 2-Ruang Kolaborasi

1. Apa kekuatan konteks sosio-kultural (nilai-nilai luhur budaya) di


daerah Anda yang sejalan dengan pemikiran KHD?

JAWABAN
Kekuatan sosio-kultural didaerah yang sejalan dengan pemikiran Ki
Hajar Dewantara adalah gotong royong yang dilakukan oleh warga
secara suka rela dan bahu membahu mengerjakan kegiatan sosial
dengan bersama-sama, kegiatan ini sudah menjadi kebiasaan dan
tradisi turun temurun hingga sekarang. Masih dalam bagian
gotong royong, namun ini bukan hanya dilingkungan masyarakat
melainkan lingkungan pendidikan, yaitu kemandirian dan
kreativitas. Hal ini tertuang pada yang diperjuangkan oleh Ki Hajar
Dewantara, beliau menekankan pada pembelajaran yang
mendukung kemandiriazn serta kebebasan berkarya. Saat ini
Indonesia terutama daerah

lingkungan rumah sudah menerapkan hal itu, terlihat dari mural


yang ada di dinding- dinding gang atau tembok yang kosong, kini
diisi oleh gambar yang positif sebagai bentuk kreativitas dan
kebebasan masyaakat dalam menuangkan ide pemikirannya. Tak
hanya itu, ada juga gapura disetiap pintu masuk gang sebagai
tanda gotong royong dan kreativitas masyarakat untuk menghias
daerah rumahnya.
Tahun 2024

2. Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan


nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi
penguatan karakter peserta didik sebagai individu sekaligus sebagai
anggota masyarakat pada konteks lokal sosial budaya di daerah Anda?
JAWABAN
Ki Hadjar Dewantara sebagai bapak pendidikan nasional sangat
bercita-cita untuk membuat dan mengembangkan pendidikan
Indonesia agar tak hanya semata untuk mencerdaskan peserta
didik dalam kekuatan intelektual saja, melainkan kekuatan batin
atau budi pekerti,dan jasmani. Berdasarkan cita-cita tersebut maka
pendidikan seyogyanya berorientasi kepada kebutuhan, minat, dan
kodrat anak sesuai dengan zamannya. Pada zaman sekarang di
mana segala aspek dalam kehidupan telah banyak berkembang
dan mengalami digitalisasi, pendidikan dihadapkan pada
tantangan mengenai kebermanfaatan atau makna dan karakter
yang bersinggungan dengan pengaruh-pengaruh negatif yang
dihasilkan dari perkembangan zaman. Pendidikan nasional
menurut Ki Hadjar Dewantara “... merupakan pendidikan yang
berdasarkan garis-garis bangsanya (kultural-nasional) dan
ditujukan untuk keperluan perikehidupan (maatschappelijk), yang
dapat mengangkat derajat negeri dan rakyatnya...”. Pernyataan
KHD tersebut mengisyaratkan bahwa pendidikan nasional perlu
memiliki prinsip kontekstual baik dalam kondisi lingkungan dalam
arti kondisi fisik maupun kearifan budaya di sekitar lingkungan
peserta didik.

Dalam implementasinya pada daerah Jakarta dengan mayoritas


penduduknya merupakan suku Betawi, maka pendidikan yang
berkontekstual dapat diterapkan dengan mengajak peserta didik
menghargai keberagaman budaya Betawi. Wawasan Betawi baik
berupa kekayaan budaya maupun prinsip dan pandangan yang
dipegang orang Betawi dalam berkehidupan; dapat disisipkan dan
dipelajari dalam pembelajaran seni dan budaya lokal (musik, tari,
dan seni rupa khas Betawi).
Tahun 2024

3. Sepakati satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku peserta


didik di kelas atau sekolah Anda sesuai dengan konteks lokal sosial
budaya di daerah Anda yang dapat diterapkan!

JAWABAN
Salah satu kekuatan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang dapat
diterapkan dengan baik dalam konteks lokal, sosial, dan budaya di
daerah saya adalah konsep "Pendidikan sebagai Penghidupan"
atau dalam bahasa Jawa disebut "Ing ngarsa sung tulada, ing
madya mangun karso, tut wuri handayani". Konsep ini
menekankan pentingnya mempersiapkan pesertadidik untuk
menjadi bagian aktif dalam kehidupan masyarakat, sambil tetap
memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal dan budaya.Dalam
konteksdaerah saya, pendekatan ini dapat diimplementasikan
dengan mengintegrasikan pembelajaran dalam kegiatan nyata di
masyarakat. Misalnya,melalui program magang atau kerja sama
dengan komunitas lokal, peserta didik dapat belajar langsung
tentang kebutuhan dan dinamika masyarakat sekitar mereka.
Mereka dapat mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan
sikap yang relevan dengan konteks lokal sambil tetap menghormati
dan memperkaya warisan budaya setempat. Dengan
menggunakan pendekatan ini, pendidikan tidak hanya menjadi
tentang pengetahuan, tetapi juga tentang pengembangan
keterampilan sosial, kepemimpinan, dan tanggungjawab sosial. Hal
ini sejalan dengan visi Ki Hajar Dewantara yang melihat pendidikan
sebagai sarana untuk mempersiapkan generasi yang tidak hanya
cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kesadaran sosial dan
kemampuan untuk berkontribusi secara positif dalam membangun
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai