Anda di halaman 1dari 4

Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. M. Sulthon Masyhud, M. Pd.

Mata Kuliah : Filosofi Pendidikan Indonesia


Kelompok 1
Ishlah Alwaritsa (250211105689)
Desi Yulisa Patma Sari (250211105738)
Diana Rifa Ulfia (250211105791)
Inez Amalia Az Zahra (250211105805)
Izma Muammaroh Jadidah (250211105847)
Selly Aprilia Mardiyanti (250211105854)

01.01.2-T2-4. Ruang Kolaborasi - Nilai Luhur Sosial Budaya


sebagai Tuntunan
TUGAS
1. Apa kekuatan konteks sosio-kultural (nilai-nilai luhur budaya) di daerah Anda yang sejalan
dengan pemikiran KHD?
2. Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan nilainilai luhur kearifan
budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter peserta didik sebagai individu
sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks lokal sosial budaya di daerah Anda?
3. Sepakati satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku peserta didik di kelas atau
sekolah Anda sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di daerah Anda yang dapat
diterapkan.

JAWABAN
1. Konteks sosio-kultural sangatlah unik dan beragam. Kekuatannya dapat mencerminkan
pendidikan yang menghormati budaya lokal, seperti nilai-nilai, tradisi, dan adat istiadat yang
mampu menjadi pilar kuatnya pembentukan identitas masyarakat. Sejalan dengan pemikiran
Ki Hajar Dewantara, penekanan pendidikan berbasis karakter sudah sesuai dengan semangat
kearifan lokal. Nilai gotong royong, kebersamaan dan solidaritas, permusyawaratan dalam
pengambilan keputusan, penghargaan terhadap budaya lokal, keterlibatan masyarakat dalam
pendidikan, serta adat istiadat dan norma sosial yang dihormati merupakan kekuatan konteks
sosio-kultural di daerah saya yang sejalan dengan pemikiran KHD. Pendidikan yang
mengintegrasikan konteks tersebut akan mampu membentuk pendidikan yang berarti dan
relevan. Tidak hanya itu, pribadi pelajar yang kuat dan siap berkontribusi pada masyarakat
juga akan terbentuk. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara merupakan jalan terang agar kita
mampu terus menggali akar kebudayan yang kaya dan mampu memandang masa depan
dengan cerah dalam masyarakat yang lebih baik dan bermartabat. Kekuatan konteks sosio-
kultural yang sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara tetap menjadi pijakan yang kuat
dalam pembangunan pendidikan Indonesia. Oleh karena itu, kekuatan konteks sosiokultural
berdasarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara akan sangat berpengaruh terhadap
keberlangsungan kehidupan pendidikan kultural bagi masyarakat Indonesia. Kekuatan
konteks sosio-kultural di daerah-daerah yang sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara
yaitu sebagai berikut.
1) Nilai Kerjasama atau gotong royong antar sesama seperti; kerja bakti membersihkan
lingkungan dan berkerja sama mendirikan pondasi rumah pertama kali.
2) Saling memberi antar sesama seperti; tradisi hari raya yang biasa dilakukan kerumah
saudara yang dilakukan dengan silaturahmi, dan saat memiliki rezeki lebih umunya saling
memberi antar tetangga.
3) Kegiatan yang bersifat kekeluargaan seperti; adat istiadat hajatan selamatan desa atau
kecamatan setempat dan rewang yang umumnya dilakukan oleh ibu-ibu membantu salah
satu hajatan yang diadakan saudara atau tetangga.
4) Menghormati leluhur terdahulu seperti; melakukan selametan dengan menyiapkan
beberapa kue dan makanan untuk didoakan kemudian dibagikan pada tetangga.
2. Pemikiran Ki Hajar Dewantara menekankan pendidikan sebagai sarana dalam pembentukan
karakter dan kewarganegaraan dapat dikontekstualkan dengan nilainilai luhur kearifan budaya
daerah Jember. Penerapan nilai-nilai tersebut dalam pendidikan dapat menjadi penguatan
karakter peserta didik sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat. Beberapa cara
kontekstualisasi pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya
Jember di antaranya sebagai berikut.
a) Gotong Royong dan Solidaritas: Ki Hajar Dewantara mendorong pembentukan karakter
melalui kerjasama dan kebersamaan. Konsep gotong royong dan solidaritas yang kental
dalam budaya Jember dapat diintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran. Proyek
bersama, kegiatan sosial, atau kegiatan keagamaan dapat menjadi wadah untuk
mengajarkan nilai-nilai gotong royong.
b) Seni dan Kebudayaan Lokal: Pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menekankan
pentingnya seni dan kebudayaan dalam pendidikan dapat dikaitkan dengan kekayaan
budaya Jember. Memasukkan seni tradisional, tarian, musik, dan budaya lokal dalam
kurikulum dapat menjadi cara untuk membangun rasa cinta dan kepedulian terhadap
warisan budaya setempat.
c) Religiusitas dan Moralitas: Nilai-nilai religius dan moralitas, yang merupakan inti dari
pemikiran Ki Hajar Dewantara, sejalan dengan nilainilai agama yang kuat di Jember.
Pendidikan karakter dapat diperkuat dengan mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dan
moral yang diajarkan dalam konteks lokal.
d) Pendidikan untuk Kemandirian: Ki Hajar Dewantara mendorong kemandirian dan
kreativitas. Di Jember, pendekatan ini dapat diaplikasikan melalui pembelajaran berbasis
proyek yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan ide-ide inovatif yang
dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat.
e) Keterlibatan Orang Tua dan Masyarakat: Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya
keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam pendidikan. Inisiatif seperti melibatkan
orang tua dalam kegiatan sekolah, mengundang tokoh masyarakat untuk memberikan
pengalaman, atau melibatkan peserta didik dalam kegiatan sosial masyarakat dapat
memperkuat keterlibatan ini.
f) Pendidikan Berbasis Lingkungan: Pemikiran Ki Hajar Dewantara yang peduli terhadap
lingkungan dapat diimplementasikan dengan memanfaatkan lingkungan di Jember.
Pendidikan lingkungan yang mempromosikan pelestarian alam dan keberlanjutan dapat
membentuk karakter peserta didik sebagai penghuni yang bertanggung jawab terhadap
lingkungannya.
g) Keberagaman dan Toleransi: Jember dikenal sebagai daerah dengan keberagaman etnis
dan agama. Pemikiran Ki Hajar Dewantara dapat menginspirasi pembelajaran yang
mendorong toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, dan pembentukan karakter
inklusif dalam keberagaman budaya. Dengan memadukan pemikiran Ki Hajar Dewantara
dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya, pendidikan dapat menjadi sarana yang kuat
untuk membentuk karakter peserta didik yang tidak hanya berkompeten secara akademis,
tetapi juga memiliki moralitas, kemandirian, dan rasa kepedulian terhadap lingkungan dan
masyarakat setempat.
3. Salah satu kekuatan pemikiran KHD yang dapat ditekankan di kelas atau sekolah dengan
konteks lokal sosial budaya di Indonesia salah satunya adalah penerapan nilai-nilai budaya
gotong-royong yang sejalan dengan prinsip kolaborasi dalam KHD. Penerapan konsep
kolaborasi atau kerja sama sejalan dengan nilai-nilai gotong-royong di Indonesia. Kegiatan ini
juga menekankan kerjasama, tolong-menolong, dan keterlibatan bersama dalam mengerjakan
sesuatu untuk kepentingan bersama. Pendidikan di sini adalah sebuah tuntunan dalam diri
siswa. Hal ini menjelaskan bahwa perkembangan hidup anak-anak terjadi di luar kendali kita
sebagai pendidik. Anak anak sebagai manusia mereka hidup dan tumbuh sesuai kodratnya
sendiri. Anak-anak sebagai individu yang hidup, memiliki jalannya sendiri untuk tumbuh dan
berkembang. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kodrat anak mengacu pada segala
potensi yang terdapat dalam dimensi batin dan fisik mereka. Kita sebagai pendidik berperan
untuk membimbing dan mengarahkan perkembangan potensi mereka, agar dapat mengasah
perilaku mereka. Beberapa kekuatan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang dapat kita
diskusikan termasuk nilai moral, nilai estetika, nilai budaya, nilai pendidikan, dan nilai
kebinekaan.

Anda mungkin juga menyukai