Anda di halaman 1dari 6

01.01.2-T2-4.

Ruang Kolaborasi - Nilai Luhur Sosial Budaya sebagai Tuntunan


Nama Anggota Kelompok :
1. Mohammad Rozak Banyu Alamsyah
2. Muhammad ‘Afwan Mufti
3. Muhammad Rizki Gunawan
4. Salsa Nurivana
5. Sike Aflia N.

1. Apa kekuatan konteks sosio-kultural (nilai-nilai luhur budaya) di daerah Anda


yang sejalan dengan pemikiran KHD?
Di Indonesia, konteks sosio-kultural sangat kuat dalam membentuk nilai-nilai luhur budaya yang
sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) dalam konteks kodrat zaman dan kodrat
alam peserta didik. KHD memandang pendidikan sebagai upaya untuk membentuk karakter dan
kepribadian peserta didik yang sesuai dengan kodrat alamnya. Dalam budaya Indonesia, terdapat
nilai-nilai luhur seperti gotong-royong, kebersamaan, dan rasa sosial yang sangat mewarnai
masyarakat. Nilai-nilai ini mencerminkan pemikiran KHD tentang pentingnya pendidikan yang
menciptakan peserta didik yang peduli terhadap sesama dan mampu berkontribusi positif dalam
masyarakat.
Selain itu, Indonesia memiliki warisan budaya yang kaya, seperti seni tradisional, sastra, dan
filosofi Jawa. Pemikiran KHD yang menekankan pendekatan holistik dalam pendidikan sangat
cocok dengan pendekatan-pendekatan tradisional ini. Pembelajaran yang mencakup aspek seni,
budaya, dan moral dapat memperkaya pemahaman peserta didik tentang kodrat alam dan kodrat
zaman mereka. Dengan memanfaatkan warisan budaya ini dalam pembelajaran, peserta didik
dapat mengembangkan nilai-nilai luhur, seperti rasa hormat terhadap leluhur, dalam konteks
yang relevan dengan pemahaman KHD.
Lebih lanjut, dalam konteks sosio-kultural Indonesia, terdapat juga tradisi ajaran lisan, seperti
pepatah dan peribahasa, yang seringkali mengandung nilai-nilai kehidupan. Pemikiran KHD
tentang pendidikan yang berakar pada budaya dan kearifan lokal sejalan dengan memanfaatkan
tradisi ini sebagai sumber belajar. Peserta didik dapat diajak untuk merenungkan makna pepatah
atau peribahasa dalam pembelajaran mereka, sehingga mereka dapat mengaitkan nilai-nilai luhur
budaya dengan pemahaman tentang kodrat alam dan kodrat zaman.
Secara keseluruhan, konteks sosio-kultural Indonesia yang kaya dengan nilai-nilai luhur budaya
memiliki potensi besar untuk mendukung pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan.
Dengan mengintegrasikan nilai-nilai budaya ini dalam pembelajaran, kita dapat membantu
peserta didik untuk memahami kodrat alam dan kodrat zaman mereka, serta mengembangkan
karakter yang sesuai dengan visi KHD tentang pendidikan yang holistik dan bernilai luhur.
Di daerah Jawa Timur, konteks sosio-kultural juga memainkan peran penting dalam membentuk
nilai-nilai luhur budaya yang sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD). Jawa Timur
memiliki warisan budaya yang kaya, termasuk seni tradisional seperti wayang kulit, tari, dan
musik gamelan. Nilai-nilai seperti keselarasan, keteraturan, dan rasa hormat terhadap leluhur
sangat kuat dalam seni tradisional ini, yang sejalan dengan visi KHD tentang pendidikan yang
membentuk karakter peserta didik.
Selain itu, dalam masyarakat Jawa Timur, terdapat tradisi gotong-royong yang masih kuat.
Konsep gotong-royong mencerminkan pemikiran KHD tentang pentingnya kerjasama dan rasa
sosial dalam pendidikan. Peserta didik dapat diajak untuk memahami dan mengaplikasikan
konsep gotong-royong dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai bagian dari pembelajaran
yang holistik.
Pada sisi lain, dalam pemahaman kodrat zaman dan kodrat alam peserta didik di Jawa Timur,
lingkungan alamnya yang subur dan beragam menciptakan peluang untuk pendidikan berbasis
alam. Peserta didik dapat belajar tentang konservasi lingkungan dan kearifan lokal dalam
memanfaatkan sumber daya alam dengan bijak. Ini sejalan dengan pemikiran KHD tentang
pendidikan yang memberikan pemahaman tentang hubungan antara manusia, alam, dan
masyarakat.
Pemikiran KHD juga menekankan pentingnya akses pendidikan untuk semua, tanpa memandang
latar belakang sosial atau ekonomi. Di Jawa Timur, terdapat berbagai program pendidikan dan
bantuan sosial yang mendukung akses pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu. Hal ini
sejalan dengan visi KHD tentang pendidikan yang inklusif dan merata.
Secara keseluruhan, di daerah Jawa Timur, konteks sosio-kultural yang kaya dengan seni
tradisional, nilai-nilai gotong-royong, dan kearifan lokal, bersama dengan lingkungan alam yang
subur, dapat memberikan kontribusi besar dalam mendukung pemikiran Ki Hajar Dewantara
dalam konteks kodrat zaman dan kodrat alam peserta didik. Dengan memanfaatkan nilai-nilai
dan sumber daya budaya ini, pendidikan dapat menjadi lebih relevan, berarti, dan inklusif bagi
masyarakat Jawa Timur.
2. Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan nilai-nilai
luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter
peserta didik sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks
lokal sosial budaya di daerah Anda?
Pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) sangat relevan dengan kontekstualisasi nilai-nilai luhur
kearifan budaya daerah asal untuk memperkuat karakter peserta didik sebagai individu dan
anggota masyarakat dalam konteks lokal sosial budaya di daerah kami. KHD menekankan
pentingnya pendidikan yang berakar pada budaya, yang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat
zaman peserta didik. Dalam konteks ini, kami akan menjelaskan bagaimana pemikiran KHD
dapat dikontekstualkan dalam situasi di daerah kami.
Di daerah kami, terdapat nilai-nilai luhur kearifan budaya yang mencerminkan rasa hormat
terhadap leluhur, kerjasama, dan gotong-royong. Pemikiran KHD sejalan dengan pendekatan ini,
di mana pendidikan harus mengembangkan karakter peserta didik yang menghormati tradisi,
mampu bekerja sama dalam kebersamaan, dan peduli terhadap kesejahteraan bersama. Dalam
konteks sosial budaya lokal, pendidikan dapat mengintegrasikan nilai-nilai ini ke dalam
pembelajaran. Misalnya, melibatkan peserta didik dalam kegiatan gotong-royong bersama
masyarakat setempat untuk membersihkan lingkungan sekolah atau membantu warga yang
membutuhkan.
KHD juga menyoroti pentingnya pendidikan berbasis alam, yang relevan dengan kodrat alam
peserta didik. Di daerah kami, lingkungan alam yang subur dan beragam memberikan peluang
untuk pembelajaran tentang kelestarian alam dan pertanian. Peserta didik dapat belajar
bagaimana menjaga lingkungan dan mengembangkan pertanian berkelanjutan, sesuai dengan
nilai-nilai kearifan lokal. Ini sejalan dengan pemikiran KHD tentang pendidikan yang
mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi tantangan zaman dan memahami hubungan
mereka dengan alam.
Dalam pembelajaran di kelas, pendidik dapat menggunakan cerita-cerita atau mitos lokal sebagai
sarana untuk mengajarkan nilai-nilai kearifan budaya. Misalnya, cerita-cerita rakyat setempat
dapat digunakan untuk mengilustrasikan nilai-nilai seperti kejujuran, keberanian, dan rasa
hormat terhadap alam. Dengan demikian, peserta didik dapat menginternalisasi nilai-nilai ini dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Dalam kesimpulan, pemikiran KHD dapat dikontekstualkan dalam konteks sosial budaya lokal di
daerah kami dengan mengintegrasikan nilai-nilai luhur kearifan budaya setempat dalam
pendidikan. Hal ini akan membantu memperkuat karakter peserta didik sebagai individu dan
anggota masyarakat yang peduli terhadap tradisi, lingkungan, dan kesejahteraan bersama.
Dengan demikian, pendidikan dapat menjadi sarana untuk membangun masyarakat yang lebih
harmonis dan berkelanjutan, sesuai dengan visi KHD tentang pendidikan yang berakar dalam
budaya, kodrat alam, dan kodrat zaman.
Di daerah Jawa Timur, pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) dapat sangat relevan dan kuat
dalam mengintegrasikan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah ke dalam pendidikan. Jawa
Timur memiliki kekayaan budaya yang mencakup seni tradisional, adat istiadat, dan filosofi yang
memengaruhi cara masyarakat berinteraksi dengan lingkungannya. Pemikiran KHD yang
menekankan pendidikan yang berakar pada budaya sangat cocok dengan keberagaman budaya
Jawa Timur.
Salah satu aspek penting adalah seni tradisional, seperti tari, wayang kulit, dan musik gamelan,
yang mencerminkan nilai-nilai seperti harmoni, keteraturan, dan rasa hormat terhadap leluhur.
Pemikiran KHD mendukung integrasi seni tradisional ini dalam pembelajaran untuk
mengembangkan karakter peserta didik. Misalnya, melalui pengajaran tari atau musik
tradisional, peserta didik dapat belajar tentang kerjasama, kedisiplinan, dan rasa hormat terhadap
seni dan budaya setempat.
Selain seni tradisional, dalam kearifan budaya Jawa Timur terdapat juga konsep gotong-royong
yang kuat. Pemikiran KHD tentang pendidikan yang mendorong kebersamaan dan rasa sosial
sangat relevan di sini. Peserta didik dapat diajak untuk terlibat dalam kegiatan gotong-royong
dalam lingkungan sekolah atau masyarakat setempat. Hal ini akan membantu mereka memahami
dan menginternalisasi nilai-nilai solidaritas, kerjasama, dan tanggung jawab sosial.
Pemahaman tentang kodrat zaman dan kodrat alam peserta didik di Jawa Timur juga bisa
ditingkatkan dengan memanfaatkan lingkungan alamnya yang beragam. Peserta didik dapat
belajar tentang pentingnya menjaga lingkungan alam, menjalankan pertanian berkelanjutan, dan
beradaptasi dengan perubahan zaman dengan bijak. Pemikiran KHD tentang pendidikan yang
relevan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik sangat sesuai dengan pendekatan ini.
Dalam pembelajaran di kelas, pendidik dapat memanfaatkan cerita-cerita rakyat Jawa Timur,
yang seringkali berisi pesan moral dan nilai-nilai budaya. Cerita-cerita ini dapat digunakan untuk
mengilustrasikan konsep-konsep seperti kejujuran, keberanian, dan keadilan. Dengan demikian,
peserta didik dapat mengaitkan nilai-nilai ini dengan pemahaman mereka tentang kodrat zaman
dan kodrat alam.
Dalam kesimpulan, di daerah Jawa Timur, pemikiran Ki Hajar Dewantara dapat diterapkan
dengan mengintegrasikan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah ke dalam pendidikan. Ini akan
membantu memperkuat karakter peserta didik sebagai individu dan anggota masyarakat yang
peduli terhadap budaya, lingkungan, dan nilai-nilai lokal. Dengan pendidikan yang berakar
dalam budaya dan kearifan lokal, masyarakat Jawa Timur dapat melahirkan generasi yang lebih
harmonis dan terdidik, sesuai dengan visi KHD tentang pendidikan yang holistik dan
berlandaskan pada nilai-nilai luhur.
3. Sepakati satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku peserta didik di
kelas atau sekolah Anda sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di daerah Anda
yang dapat diterapkan.
Salah satu kekuatan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang sangat menebalkan dan relevan untuk
mendorong laku peserta didik di kelas atau sekolah di daerah kami adalah konsep "Kurikulum
Merdeka." Konsep ini sangat sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di daerah kami yang
kaya akan tradisi, kearifan lokal, dan nilai-nilai budaya yang unik.
Dalam konteks Kurikulum Merdeka, peserta didik diberikan kebebasan untuk menggali potensi
dan minat mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan pemikiran KHD tentang kodrat zaman dan
kodrat alam peserta didik, di mana setiap peserta didik memiliki potensi unik yang harus
ditemukan dan dikembangkan sesuai dengan panggilan dan kecenderungan mereka. Dalam
situasi lokal, ini memungkinkan peserta didik untuk menggali kearifan lokal dan nilai-nilai
budaya setempat sesuai dengan minat dan bakat mereka. Mereka dapat terlibat dalam
proyek-proyek yang relevan dengan kearifan lokal, seperti pelestarian lingkungan, seni
tradisional, atau kerajinan khas daerah.
Pemikiran KHD juga menekankan pentingnya pendidikan yang berakar dalam budaya lokal.
Dalam konteks Kurikulum Merdeka, ini berarti bahwa kurikulum harus mencerminkan dan
menghormati nilai-nilai lokal, adat istiadat, dan kebijaksanaan tradisional. Peserta didik dapat
belajar tentang sejarah dan budaya daerah mereka dengan mendalam, yang akan membantu
mereka lebih memahami konteks sosial budaya di mana mereka hidup. Ini juga memungkinkan
mereka untuk mengintegrasikan nilai-nilai luhur ke dalam laku mereka sehari-hari dan menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab.
Selain itu, konsep Kurikulum Merdeka dapat mempromosikan keterlibatan peserta didik dalam
kegiatan sosial dan pelayanan masyarakat. Ini sangat relevan dengan pemikiran KHD tentang
pendidikan yang menanamkan rasa sosial dan tanggung jawab kepada peserta didik. Peserta
didik dapat terlibat dalam kegiatan gotong-royong, proyek sosial, atau kampanye lingkungan
yang sesuai dengan kebutuhan lokal. Hal ini akan membantu mereka memahami kodrat zaman
mereka yang mengharuskan mereka berkontribusi positif dalam masyarakat.
Dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, pendidik dapat berperan sebagai fasilitator
dan pemandu yang membantu peserta didik mengeksplorasi minat dan bakat mereka. Dengan
demikian, pendidik dapat membantu peserta didik dalam menemukan peran mereka dalam
masyarakat yang sesuai dengan kodrat alam dan kecenderungan mereka.
Dalam kesimpulan, konsep Kurikulum Merdeka yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara sangat
relevan dalam konteks lokal sosial budaya di daerah kami. Ini memungkinkan pendidikan untuk
menjadi lebih relevan, inklusif, dan berakar dalam kearifan lokal. Dengan memanfaatkan
kearifan lokal dan nilai-nilai budaya, pendidikan dapat menjadi alat untuk membangun karakter
peserta didik dan membantu mereka memahami kodrat zaman dan kodrat alam mereka. Dengan
demikian, pendidikan dapat menjadi sarana untuk menciptakan warga negara yang sadar akan
budayanya dan bertanggung jawab terhadap masyarakatnya.

Anda mungkin juga menyukai