Ruang Kolaborasi - Nilai Luhur Sosial Budaya sebagai Tuntunan
Nama Anggota Kelompok : 1. Mohammad Rozak Banyu Alamsyah 2. Muhammad ‘Afwan Mufti 3. Muhammad Rizki Gunawan 4. Salsa Nurivana 5. Sike Aflia N.
1. Apa kekuatan konteks sosio-kultural (nilai-nilai luhur budaya) di daerah Anda
yang sejalan dengan pemikiran KHD? Di Indonesia, konteks sosio-kultural sangat kuat dalam membentuk nilai-nilai luhur budaya yang sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) dalam konteks kodrat zaman dan kodrat alam peserta didik. KHD memandang pendidikan sebagai upaya untuk membentuk karakter dan kepribadian peserta didik yang sesuai dengan kodrat alamnya. Dalam budaya Indonesia, terdapat nilai-nilai luhur seperti gotong-royong, kebersamaan, dan rasa sosial yang sangat mewarnai masyarakat. Nilai-nilai ini mencerminkan pemikiran KHD tentang pentingnya pendidikan yang menciptakan peserta didik yang peduli terhadap sesama dan mampu berkontribusi positif dalam masyarakat. Selain itu, Indonesia memiliki warisan budaya yang kaya, seperti seni tradisional, sastra, dan filosofi Jawa. Pemikiran KHD yang menekankan pendekatan holistik dalam pendidikan sangat cocok dengan pendekatan-pendekatan tradisional ini. Pembelajaran yang mencakup aspek seni, budaya, dan moral dapat memperkaya pemahaman peserta didik tentang kodrat alam dan kodrat zaman mereka. Dengan memanfaatkan warisan budaya ini dalam pembelajaran, peserta didik dapat mengembangkan nilai-nilai luhur, seperti rasa hormat terhadap leluhur, dalam konteks yang relevan dengan pemahaman KHD. Lebih lanjut, dalam konteks sosio-kultural Indonesia, terdapat juga tradisi ajaran lisan, seperti pepatah dan peribahasa, yang seringkali mengandung nilai-nilai kehidupan. Pemikiran KHD tentang pendidikan yang berakar pada budaya dan kearifan lokal sejalan dengan memanfaatkan tradisi ini sebagai sumber belajar. Peserta didik dapat diajak untuk merenungkan makna pepatah atau peribahasa dalam pembelajaran mereka, sehingga mereka dapat mengaitkan nilai-nilai luhur budaya dengan pemahaman tentang kodrat alam dan kodrat zaman. Secara keseluruhan, konteks sosio-kultural Indonesia yang kaya dengan nilai-nilai luhur budaya memiliki potensi besar untuk mendukung pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai budaya ini dalam pembelajaran, kita dapat membantu peserta didik untuk memahami kodrat alam dan kodrat zaman mereka, serta mengembangkan karakter yang sesuai dengan visi KHD tentang pendidikan yang holistik dan bernilai luhur. Di daerah Jawa Timur, konteks sosio-kultural juga memainkan peran penting dalam membentuk nilai-nilai luhur budaya yang sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD). Jawa Timur memiliki warisan budaya yang kaya, termasuk seni tradisional seperti wayang kulit, tari, dan musik gamelan. Nilai-nilai seperti keselarasan, keteraturan, dan rasa hormat terhadap leluhur sangat kuat dalam seni tradisional ini, yang sejalan dengan visi KHD tentang pendidikan yang membentuk karakter peserta didik. Selain itu, dalam masyarakat Jawa Timur, terdapat tradisi gotong-royong yang masih kuat. Konsep gotong-royong mencerminkan pemikiran KHD tentang pentingnya kerjasama dan rasa sosial dalam pendidikan. Peserta didik dapat diajak untuk memahami dan mengaplikasikan konsep gotong-royong dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai bagian dari pembelajaran yang holistik. Pada sisi lain, dalam pemahaman kodrat zaman dan kodrat alam peserta didik di Jawa Timur, lingkungan alamnya yang subur dan beragam menciptakan peluang untuk pendidikan berbasis alam. Peserta didik dapat belajar tentang konservasi lingkungan dan kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam dengan bijak. Ini sejalan dengan pemikiran KHD tentang pendidikan yang memberikan pemahaman tentang hubungan antara manusia, alam, dan masyarakat. Pemikiran KHD juga menekankan pentingnya akses pendidikan untuk semua, tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi. Di Jawa Timur, terdapat berbagai program pendidikan dan bantuan sosial yang mendukung akses pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu. Hal ini sejalan dengan visi KHD tentang pendidikan yang inklusif dan merata. Secara keseluruhan, di daerah Jawa Timur, konteks sosio-kultural yang kaya dengan seni tradisional, nilai-nilai gotong-royong, dan kearifan lokal, bersama dengan lingkungan alam yang subur, dapat memberikan kontribusi besar dalam mendukung pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam konteks kodrat zaman dan kodrat alam peserta didik. Dengan memanfaatkan nilai-nilai dan sumber daya budaya ini, pendidikan dapat menjadi lebih relevan, berarti, dan inklusif bagi masyarakat Jawa Timur. 2. Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter peserta didik sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks lokal sosial budaya di daerah Anda? Pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) sangat relevan dengan kontekstualisasi nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal untuk memperkuat karakter peserta didik sebagai individu dan anggota masyarakat dalam konteks lokal sosial budaya di daerah kami. KHD menekankan pentingnya pendidikan yang berakar pada budaya, yang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman peserta didik. Dalam konteks ini, kami akan menjelaskan bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan dalam situasi di daerah kami. Di daerah kami, terdapat nilai-nilai luhur kearifan budaya yang mencerminkan rasa hormat terhadap leluhur, kerjasama, dan gotong-royong. Pemikiran KHD sejalan dengan pendekatan ini, di mana pendidikan harus mengembangkan karakter peserta didik yang menghormati tradisi, mampu bekerja sama dalam kebersamaan, dan peduli terhadap kesejahteraan bersama. Dalam konteks sosial budaya lokal, pendidikan dapat mengintegrasikan nilai-nilai ini ke dalam pembelajaran. Misalnya, melibatkan peserta didik dalam kegiatan gotong-royong bersama masyarakat setempat untuk membersihkan lingkungan sekolah atau membantu warga yang membutuhkan. KHD juga menyoroti pentingnya pendidikan berbasis alam, yang relevan dengan kodrat alam peserta didik. Di daerah kami, lingkungan alam yang subur dan beragam memberikan peluang untuk pembelajaran tentang kelestarian alam dan pertanian. Peserta didik dapat belajar bagaimana menjaga lingkungan dan mengembangkan pertanian berkelanjutan, sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal. Ini sejalan dengan pemikiran KHD tentang pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi tantangan zaman dan memahami hubungan mereka dengan alam. Dalam pembelajaran di kelas, pendidik dapat menggunakan cerita-cerita atau mitos lokal sebagai sarana untuk mengajarkan nilai-nilai kearifan budaya. Misalnya, cerita-cerita rakyat setempat dapat digunakan untuk mengilustrasikan nilai-nilai seperti kejujuran, keberanian, dan rasa hormat terhadap alam. Dengan demikian, peserta didik dapat menginternalisasi nilai-nilai ini dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dalam kesimpulan, pemikiran KHD dapat dikontekstualkan dalam konteks sosial budaya lokal di daerah kami dengan mengintegrasikan nilai-nilai luhur kearifan budaya setempat dalam pendidikan. Hal ini akan membantu memperkuat karakter peserta didik sebagai individu dan anggota masyarakat yang peduli terhadap tradisi, lingkungan, dan kesejahteraan bersama. Dengan demikian, pendidikan dapat menjadi sarana untuk membangun masyarakat yang lebih harmonis dan berkelanjutan, sesuai dengan visi KHD tentang pendidikan yang berakar dalam budaya, kodrat alam, dan kodrat zaman. Di daerah Jawa Timur, pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) dapat sangat relevan dan kuat dalam mengintegrasikan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah ke dalam pendidikan. Jawa Timur memiliki kekayaan budaya yang mencakup seni tradisional, adat istiadat, dan filosofi yang memengaruhi cara masyarakat berinteraksi dengan lingkungannya. Pemikiran KHD yang menekankan pendidikan yang berakar pada budaya sangat cocok dengan keberagaman budaya Jawa Timur. Salah satu aspek penting adalah seni tradisional, seperti tari, wayang kulit, dan musik gamelan, yang mencerminkan nilai-nilai seperti harmoni, keteraturan, dan rasa hormat terhadap leluhur. Pemikiran KHD mendukung integrasi seni tradisional ini dalam pembelajaran untuk mengembangkan karakter peserta didik. Misalnya, melalui pengajaran tari atau musik tradisional, peserta didik dapat belajar tentang kerjasama, kedisiplinan, dan rasa hormat terhadap seni dan budaya setempat. Selain seni tradisional, dalam kearifan budaya Jawa Timur terdapat juga konsep gotong-royong yang kuat. Pemikiran KHD tentang pendidikan yang mendorong kebersamaan dan rasa sosial sangat relevan di sini. Peserta didik dapat diajak untuk terlibat dalam kegiatan gotong-royong dalam lingkungan sekolah atau masyarakat setempat. Hal ini akan membantu mereka memahami dan menginternalisasi nilai-nilai solidaritas, kerjasama, dan tanggung jawab sosial. Pemahaman tentang kodrat zaman dan kodrat alam peserta didik di Jawa Timur juga bisa ditingkatkan dengan memanfaatkan lingkungan alamnya yang beragam. Peserta didik dapat belajar tentang pentingnya menjaga lingkungan alam, menjalankan pertanian berkelanjutan, dan beradaptasi dengan perubahan zaman dengan bijak. Pemikiran KHD tentang pendidikan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik sangat sesuai dengan pendekatan ini. Dalam pembelajaran di kelas, pendidik dapat memanfaatkan cerita-cerita rakyat Jawa Timur, yang seringkali berisi pesan moral dan nilai-nilai budaya. Cerita-cerita ini dapat digunakan untuk mengilustrasikan konsep-konsep seperti kejujuran, keberanian, dan keadilan. Dengan demikian, peserta didik dapat mengaitkan nilai-nilai ini dengan pemahaman mereka tentang kodrat zaman dan kodrat alam. Dalam kesimpulan, di daerah Jawa Timur, pemikiran Ki Hajar Dewantara dapat diterapkan dengan mengintegrasikan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah ke dalam pendidikan. Ini akan membantu memperkuat karakter peserta didik sebagai individu dan anggota masyarakat yang peduli terhadap budaya, lingkungan, dan nilai-nilai lokal. Dengan pendidikan yang berakar dalam budaya dan kearifan lokal, masyarakat Jawa Timur dapat melahirkan generasi yang lebih harmonis dan terdidik, sesuai dengan visi KHD tentang pendidikan yang holistik dan berlandaskan pada nilai-nilai luhur. 3. Sepakati satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku peserta didik di kelas atau sekolah Anda sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di daerah Anda yang dapat diterapkan. Salah satu kekuatan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang sangat menebalkan dan relevan untuk mendorong laku peserta didik di kelas atau sekolah di daerah kami adalah konsep "Kurikulum Merdeka." Konsep ini sangat sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di daerah kami yang kaya akan tradisi, kearifan lokal, dan nilai-nilai budaya yang unik. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, peserta didik diberikan kebebasan untuk menggali potensi dan minat mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan pemikiran KHD tentang kodrat zaman dan kodrat alam peserta didik, di mana setiap peserta didik memiliki potensi unik yang harus ditemukan dan dikembangkan sesuai dengan panggilan dan kecenderungan mereka. Dalam situasi lokal, ini memungkinkan peserta didik untuk menggali kearifan lokal dan nilai-nilai budaya setempat sesuai dengan minat dan bakat mereka. Mereka dapat terlibat dalam proyek-proyek yang relevan dengan kearifan lokal, seperti pelestarian lingkungan, seni tradisional, atau kerajinan khas daerah. Pemikiran KHD juga menekankan pentingnya pendidikan yang berakar dalam budaya lokal. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, ini berarti bahwa kurikulum harus mencerminkan dan menghormati nilai-nilai lokal, adat istiadat, dan kebijaksanaan tradisional. Peserta didik dapat belajar tentang sejarah dan budaya daerah mereka dengan mendalam, yang akan membantu mereka lebih memahami konteks sosial budaya di mana mereka hidup. Ini juga memungkinkan mereka untuk mengintegrasikan nilai-nilai luhur ke dalam laku mereka sehari-hari dan menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab. Selain itu, konsep Kurikulum Merdeka dapat mempromosikan keterlibatan peserta didik dalam kegiatan sosial dan pelayanan masyarakat. Ini sangat relevan dengan pemikiran KHD tentang pendidikan yang menanamkan rasa sosial dan tanggung jawab kepada peserta didik. Peserta didik dapat terlibat dalam kegiatan gotong-royong, proyek sosial, atau kampanye lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan lokal. Hal ini akan membantu mereka memahami kodrat zaman mereka yang mengharuskan mereka berkontribusi positif dalam masyarakat. Dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, pendidik dapat berperan sebagai fasilitator dan pemandu yang membantu peserta didik mengeksplorasi minat dan bakat mereka. Dengan demikian, pendidik dapat membantu peserta didik dalam menemukan peran mereka dalam masyarakat yang sesuai dengan kodrat alam dan kecenderungan mereka. Dalam kesimpulan, konsep Kurikulum Merdeka yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara sangat relevan dalam konteks lokal sosial budaya di daerah kami. Ini memungkinkan pendidikan untuk menjadi lebih relevan, inklusif, dan berakar dalam kearifan lokal. Dengan memanfaatkan kearifan lokal dan nilai-nilai budaya, pendidikan dapat menjadi alat untuk membangun karakter peserta didik dan membantu mereka memahami kodrat zaman dan kodrat alam mereka. Dengan demikian, pendidikan dapat menjadi sarana untuk menciptakan warga negara yang sadar akan budayanya dan bertanggung jawab terhadap masyarakatnya.