Anda di halaman 1dari 3

Filosofi Pendidikan Indonesia

Topik 2
Ruang Kolaborasi: Nilai Luhur Sosial Budaya sebagai Tuntunan

Nama Mahasiswa : Agung Priyatna


Erischa Rahma S
Setia Purnama
Royas Aulia Subagja
Muhamad Wafi F.
Prodi/Bidang Studi : Sejarah
Sekolah PPL : SMAN 3 Ciamis

1. Apa kekuatan konteks sosio-kultural (nilai-nilai luhur budaya) di daerah Anda yang sejalan
dengan pemikiran KHD?

Silih asah, silih asuh, silih asih. Nilai tersebut salah satu nilai luhur masyarakat Sunda. Nilai
mendiktekan bahwa sesame anggota masyarakat Sunda mesti dapat mengayomi satu sama lain
dalam berbagai hal dan tidak terbatas pada hal-hal tertentu saja. Perlu diketahui, nilai ini sangat
sesuai dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara.

Dalam pidatonya, tokoh nasional tersebut mengadvokasikan bahwa pendidikan haruslah dapat
memperkaya kehidupan para generasi penerus dalam segi spiritual, emosional, dan intelektual.
Dengan demikian, tidak hanya berfokus pada materi baku semata. Dedikasi secara totalitas
dalam nilai masyarakat Sunda tersebut dengan demikian bersifat komprehensif dengan
pemikiran Ki Hadjar Dewantara.

Contoh nyata dari penerapan pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut berikut nilai silih asah,
silih asuh, dan silih asih tersebut dapat dilihat dari sekolah-sekolah yang ada di Jawa Barat.
Yang sekolah-sekolah di daerah tersebut tak hanya memperkaya wawasan siswa namun juga
diajarkan ketika yang dan agama yang masing-masing menambah kecerdasan spiritual dan
emosional mereka.

2. Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan nilai-nilai luhur kearifan
budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter peserta didik sebagai individu
sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks lokal sosial budaya di daerah Anda?
a. Masyarakat Suku Sunda

Konteks pemikiran Ki Hajar Dewantara yang berkesinambungan dengan masyarakat


jawa barat khususnya suku Sunda adalah nilai guyub. Masyarakat suku Sunda cenderung
memiliki nilai guyub atau secara sederhana dapat di artikan rasa kebersamaan. Nilai ini
bila dikaitkan dalam nilai umum bangsa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai gotong
royong. Pada dasarnya nilai ini dipaparkan oleh Ki Hajar dalam pembagian peran dalam
pendidikan yakni ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani,
kalimat yang memaknai nilai gotong royong bangsa Indonesia, kembali pada masyarakat
suku Sunda nilai guyub sering kali terlihat di masyarakat sudan dan masuk dalam ruang
pendidikan. Pada bagian ini merupakan institusi sekolah formal.

Ketia ada perhelatan atau masalah yang membutuhkan kolektifitas untuk diselesaikan,
masyarakat bahu-membatu. Contoh ketika ada perbaikan rumah, panen padi dan acar
lainnya. Masyarakat silih membantu dengan suka rela, nilai ini pula terbawa di institusi
pendidikan. Bila terdapat acara pentas seni atau siswa maupun guru yang kesulitan
masyarakat yang merasa jadi bagi dari sekolah bahu-membahu membantu. Rasa
kekeluargaan ini sanga mengakar dalam jati diri bangsa Indonesia.

b. Masyarakat Belitung

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang menyatakan bahwa pendidikan tidak bisa


dilepaskan dari kebudayaan dapat dikontekstualisasikan dengan salah satu kearifan lokal
budaya Belitung yang dikenal sebagai “makan bedulang”. Makan bedulang merupakan
salah satu kearifan lokal masyarakat Belitung yang biasanya dilakukan dalam perayaan
hari-hari besar atau upacara adat yang mana terdapat nilai budi pekerti.

Tradisi makan bedulang adalah prosesi makan bersama yang dilakukan menurut adat
Belitung, dengan tata cara dan etika tertentu. Seperti halnya suatu tradisi pasti ada nilai
filosofinya. Begitu juga tradisi makan bedulang mengandung banyak nilai-nilai
pendidikan yang secara turun temurun diwariskan orang tua kepada generasi berikutnya.
Dalam makan bedulang ini kita diajarkan tentang kearifan lokal yaitu nilai kebersamaan
dan akhlak, contoh Sebelum makan harus cuci tangan, anggota keluarga yang lebih muda
bertugas mengambil lauk pada anggota keluarga yang lebih tua. Manfaat dari makan
bedulang bagi masyarakat ialah mengandung nilai sosial yaitu, sarana pengikat tali
silaturahmi, menunjukan kesetaraan dan kebersamaan, kerukunan, tali persaudaraan,
toleransi, rasa bersyukur, saling menghargai, saling membantu.

3. Sepakati satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku peserta didik di kelas atau
sekolah Anda sesuai dengan konteks lokal budaya di daerah Anda yang dapat diterapkan.

Salah satu pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang menebalkan laku peserta didik di kelas sesuai
konteks lokal sosial budaya adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student
centered learning). Prinsip pembelajaran ini menekankan bahwa peserta didik bukanlah objek
pembelajaran, melainkan subjek dalam pembelajaran, Dengan demikian peserta didik bukan
hanya sebagai pendengar dan penerima informasi saja, melainkan juga berperan aktif dalam
proses pembelajaran. Jika dikaitkan dengan sekolah PPL yang sedang kita ampu di SMAN 3
Ciamis, ada suatu kegiatan di sekolah yang sudah menjadi budaya bernama “Smantic Got
Talent”.
Dalam kegiatan ini peserta didik dari perwakilan seluruh kelas tampil di lapangan sekolah di
depan para peserta didik yang lainnya, untuk menunjukkan keahlian dan bakatnya masing-
masing. Kegiatan ini memiliki nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa Indonesia seperti
membangun kerja sama/gotong royon dan kepedulian sosial terhadap satu sama lain. Nilai-
nilai ini dapat diintegrasikan pada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Dengan
demikian peserta didik dapat memiliki pembelajaran yang lebih bermakna dan dapat
mengembangkan karakter mereka sesuai dengan nilai-nilai luhur yang telah disebutkan.

Anda mungkin juga menyukai