Anda di halaman 1dari 17

PEMBELAJARAN BERBASIS BUDAYA DALAM

MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI SEKOLAH


DASAR (CULTURALLY RESPONSIVE TEACHING)

Tugas ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Fida C, M.Pd

Oleh :
Mishbahatul Lailiyah Daeng Lala (2202101110)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI MADIUN
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan adalah aspek terpenting untuk kehidupan yang berbudaya,
berbangsa dan bernegara. Tingkat pendidikan yang diperoleh masyarakat sangat
berpengaruh pada kemajuan bangsa. Penetapan sistem pendidikan nasioal menjadi
sumber perolehan pendidikan bagi masyarakat. Pelaksanaaan sistem inj bertujuan
meningkatkan kehidupan bangsa agar bermutj baik dengan kata lain moral
spiritual dan intelektual profesional.
Budaya adalah bagian yang sangat penting dalam membentuk generasi
bangsa. Siswa yang sudah mengerti tentang budaya berarti siswa tersebut sudah
mengenal budaya nya sendiri dan mencintai budaya lokal, Malatuny dan Ritiauw
(2018:35). Siswa dapat melakukan proses belajar budaya yang utuh dan
menyeluruh dengan beraneka ragam bentuk yang dihasilkan.
Sehingga metode budaya di sekolah adalah untuk pencapaian akademik
siswa, membudayakan sikap, pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan yang
terdapat pada suatu kelompok budaya serta untuk mengembangkan budaya
dengan melalui pencapaian akdemik yang dimiliki siswa.
Budaya sekolah menjadi pola, nilai, norma, kebiasan yang tersusun panjang
di suatau sekolah. Suatu sekolah terdapat pemimpinya yaitu kepala sekolah dan
guru guru lainya seperti staf, guru, serta siswa yang nantinya sebagai pemecahan
persoalan yang terdapat di sekolah. Dapat dikatan bahwa budaya sekah
merupakan pikiran, sikap, kata-kata, perilaku, perbuatan dan kelebihan yang
menonjol pada siswa.
Mutu pendidikan dapat ditingkatkan dan diperluaskan melalui indikator-
indikator yang meliputi
(1) ketersediaan sumber, kualitas, dana, sarana untuk belajar.
(2) mutu untuk kegiatan belajar mengajar agar siswa lebih efektif dalam belajar.
(3) mutu keluaran dalam bentuk pengetahuan, sikap keterampilan, dan nilai-nilai
(Nanang Fattah, 2009).
Budaya mutu di sekolah dapat kita lihat dalam pengelolaan program
perpustakaan yang berhubungan dengan literasi di sekolah dasar. Manajemen
pengelolaan program akan berhubungan erat dengan kejadian tersebut.
Permasalahanya tidak hanya tenaga pendidik dan sarana sekolah saja yang
memadahi tetapi manajemen penyusunan program literasi tersebut sangat
berpengaruh pada kualitas pembelajaran dan juga mutu pendidikan di sekolah
dasar. Sehingga perlu adanya manajemen pengelolaan literasi melalui kegiatan
perpustakaan.
Dalam meningkatkan mutu pendidikan berbasis budaya maka terdapat
masalah-masalah yang mengharuskan sekolah untuk mengembangkan budaya
sekolah, contohnya : budaya kebiasan dalam memecahan masalah, kejujuran,
tanggung jawab, disiplin, giat belajar dan sebagainya. Pengembangan budaya di
sekolah akan membuat siswa menjadi disiplin, giat belajar siswa menjadi peuh
optimis, berani untuk tampil didepan banyak orang, memiliki tingkah laku yang
kooperstif dan pastinya memiliki tanggung jawab serta rasa kebersamaan siswa.
Berdasarkan penjelasan tersebut alasan menulis dan sasaran aratikel ini
ditujukan sebagai suatu konsep budaya sekolah yang lebih memfokuskan pada
penghayatan segi-segi simbolik, tradisi, riwayat sekolah yang menajdikan sekolah
tersebut yakin, percaya diri dan bangga.

1.2. Tujuan Penulisan


1. Mengetahui dan memahami definisi pembelajaran berbasis budaya dalam
meningkatkan mutu pendidikan di Sekolah Dasar (CRT)
2. Memahami karakteristik pembelajaran berbasis budaya di Sekolah Dasar.
3. Memahami Jenis-jenis atau macam pembelajaran berbasis budaya di Sekolah
Dasar
4. Mengetahui dan memahami kekurangan dan kelebihan pembelajaran berbasis
budaya di Sekolah Dasar.
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup ini meliputi pendekatan pembelajaran berbasis budaya yang
dilakukan seorang guru untuk memotivasi peserta didik, Media ajar sebagai sarana
dan prasarana, serta pola pembinaan dengan kebudayaan untuk menekankan siswa
dalam menyelesaikan masalah

1.4. Keterbatasan
Dalam proses melakukan penelitian ini, terdapat keterbatasan yang mungkin dapat
mempengaruhi hasil penelitian, yaitu :
1. Keterbatasan waktu penelitian, tenaga, dan kemampuan peneliti sehingga
kurang maksimal.
2. Keterbatasan pengetahuan penulis dalam membuat dan munyusun artikel ilmiah
ini, sehingga perlu diuji kembali keandalannya di masa depan.
3. Keterbatasan data yang digunakan dalam penelitian ini membuat hasil kurang
maksimal.
4. Penelitian ini jauh dari sempurna, maka untuk penelitian berikutnya diharapkan
lebih baik dari sebelumnya.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Definisi
A. Pengertian Budaya
Budaya dapat didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,
kepercayaan, sikap, nilai, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan
ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi serta sekelompok besar dari
zaman ke zaman melalui usaha individu dan kelompok. (Deddy Mulyana dan
Jalaludin Rahmat, 2006: 18)
Djoko Widagdho (2010 : 18) mengatakan bahwa budaya merupakan dari
kata budi-daya yang memiliki arti daya dari budi. Budaya ini lebih megarah pada
cipta,rasa dan karsa. Koentjaraningrat (Djoko Widagdho, 2010 : 19-20) juga
mengatakan bahwa semua manusai dari tingkah laku dan hasil dari tingkah laku
tersebut tersusun oleh tata kelakuan yang wajib diperoleh melalui belajar karena
tidak semuanya terdapat di lingkungan masyarakat.
B. Pengertian Pembelajaran Berbasis Budaya
Belajar budaya dapat dikatakan sebagai proses kesatuan yang utuh dan
menyeluruh dari tingkah laku yang kita lakukan. Menurut Arend ( Trianto, 2011 :
51) Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Gray
(1999) menyatakan bahwa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan
mencerminkan pencapaian upaya manusia pada saat tertentu yang terpaku pada
budaya saat itu.
Proses pembelajaran berbasis budaya tidak hanya sebagai penyampaian
budaya atau perwujudan budaya melainkan budaya menjadikan siswa bisa
menciptakan makna dan kreativitasnya.Berbagai ragam mata pelajaran yang
terdapat di sekolah sebagian bukan dari budaya kita, Karena kita mempelajari
pelajaran tersebut di lokal budaya kita maka kita mengajak siswa untuk belajar
mata pelajaran tersebut di sekolah.
2.2. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Budaya di Sekolah Dasar
Pembelajaran berbasis budaya di Sekolah Dasar diharapkan dapat memperbaiki
mutu, kinerja sekolah serta mutu kehidupan sehingga memiliki ciri yang sehat,
aktif, dan professional. (diadaptasi dari Brooks & Brooks, 1993, dan Krajcik,
Czerniak, Berger, 1999) Adapun karakteristik dalam pembelajaran
berbasis budaya yaitu:
1. Mempersiapkan materi dalam menentukan desain proses pembelajaran yang
akan dibentuk.
2. Menganalisis materi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran yang
dapat memudahkan siswa untuk mengkaitkan dengan budaya atau pengalaman
awal siswa.
3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan berbagai rasa
keingintahuannya, terlibat dalam proses analisis dan eksplorasi yang kreatif untuk
mencari jawaban, serta terlibat dalam proses pengambilan kesimpulan yang unik.
4. Berinteraksi aktif untuk menciptakan arti dalam pembelajaran berbasis budaya
dan memberikan keleluasaan serta kebebasan bagi siswa untuk bertanya,
berdialog dengan siswa lain, guru, dan tokoh (knowledgable others) untuk
merumuskan masalah, menganalisis, dan mencari solusi permasalahan,
berdasarkan konteks komunitas budaya.
5. Memanfaatan beragam sumber mulai dari pemanfaatan bahasa sebagai alat
komunikasi ide dan pemanfaatan komunitas budaya sebagai konteks proses
pembelajaran. Guru dapat membantu siswa untuk menggunakan bahasa secara
aktif dalam proses interaksi aktif melalui beragam kegiatan, misalnya debat,
penyajian hasil kelompok, diskusi kelompok, membuat catatan harian atau catatan
kegiatan, membuat makalh, dan lain lain
6. Menilai hasil belajar siswa dengan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengekspresikan pemahamannya yang berkenaan dengan ilmu, budaya,
interaksi dengan tokoh, pengenalan lingkungan dan lain-lain, dalam tahap ini
penilaian hasil belajar menggunakan beragam teknik sesuai karakteristik siswa.
2.3. Jenis-jenis atau Macam Pembelajaran Berbasis Budaya di SD
Pembelajaran berbasis budaya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
belajar tentang budaya, belajar dengan budaya, dan belajar melalui budaya.
a. Belajar tentang Budaya
Selama ini kita sudah mempelajari budaya, contohnya kerajinan tangan,
melukis dan menggambar. Budaya dipelajari dalam satu mata pelajaran yang tidak
berhubungan satu sama lain. Dalam mempelajari budaya, ada sekolah yang
mempunyai fasilitas lengkap seperti alat musik dan peralatan drama sehingga
mata pelajaran budaya di sekolah tersebut berkembang baik. Tetapi, ada banyak
sekolah yang tidak memiliki fasilitas yang memadai sehingga hanya bisa
menggunakan buku yang nantinya siswa akan menghafalnya dan membacanya
tanpa mempraktikannya. Akibat dari kondisi tersebut, pembelajaran berbasis
budaya menjadi tidak bermakna bagi siswa.
b. Belajar dengan Budaya
Belajar dengan budaya memuat pemanfaatan dan pengimplementasian
budaya. Dalam mempelajari budaya akan menjadi media pembelajaran dalam
proses belajar menjadi konteks seperti contoh tentang konsep dalam suatu mata
pelajaran.
c.Belajar melalui Budaya
Belajar melalui budaya adalah metode yang diberikan kepada siswa untuk
menunjukkan pemahaman yang sudah dipelajari dalam mata pelajaran melalui
ragam perwujudan budaya. Belajar melalui budaya memungkinkan siswa untuk
memperhatikan kedalam pemikirannya, penjiwaanya terhadap konsep atau prinsip
yang dipelajari dalam suatu mata pelajaran, serta imajinasi kreatifnya dalam
mengekspresikan pemahamannya (Daryanto dan Muljo Rahardjo, 2012:
163)
2.4. Kekurangan Pembelajaran Berbasis Budaya di SD
a. Karakteristik peserta didik yang beragam sehingga sulit untuk dalam
mengetahui minat dan bakatnya.
b. Keterbatasan dana yang dialokasikan dalam manajemen pembelajaran berbasis
budaya.
c. Sarana dan Prasarana sekolah yang masih kurang dalam rangka memfasilitasi
keterlaksanaannya program-program di sekolah tersebut.

2.5. Kelebihan Pembelajaran Berbasis Budaya di SD


a. Melatih peserta didik dalam memecahkan suatu permasalahan secara lebih
mandiri sehingga secara tidak langsung hal ini berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa yang semakin meningkat.
b. Adanya pembelajaran berbasis budaya mendorong peserta didik lebih aktif di
kelas.
c. Meningkatkan motivasi belajar pada peserta didik.
d. Memperoleh pengalaman baru dalam mengelola pembelajaran dan pemahaman
di kelas.
BAB III
PELAKSANAAN

Menurut Mahananingtyas (2019 : 16 ) mengemukakan bahwa self efficacy


merupakan keyakinan seseorang untuk menyelesaikan segala hal. Menurut
Bandura (1997 : 384 ) mengemukakan bahwa orang lebih mungkin terlibat dalam
perilaku disiplin ketika mereka memiliki self efficacy yang tinggi. Dalam
pembelajaran berbasis budaya di Sekolah Dasar diharapkan peserta didik
menghasilkan pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga peserta didik
mengalami peningkatan sikap positif disiplin dalam menyelesaikan tugas-tugas
yang diberikan oleh guru. Oleh karena itu dengan adanya penelitian yang
dilakukan di jurnal ini peserta didik mampu dalam mengambil keputusan
erdasarkan keyakinan yang dimilikinya. Terdapat 8 langkah-langkah
pembelajaran berbasis budaya yang akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran
diantaranya :
1. Identifikasi budaya di daerah setempat
2. Identifikasi pengetahuan pribadi siswa mengenai budaya lokal daerah setempat
3. Mendefinisikan materi pembelajaran berbasis budaya lokal
4. Menyajikan contoh-contoh yang berkaitan dengan materi pembelajaran berbasis
budaya lokal
5. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengekspresikan pikirannya
6. Memotivasi siswa agar menyadari pentingnya mengenal budaya lokal
7. Diskuai kelompok atau curah pendapat materi yang sedang dipelajari
8. Penarikan kesimpulan mengenai pembelajaran yang telah dilaksanakan
Sekolah memiliki tantangan yang besar agar bisa mempunyai mutu
pelayanan dan mutu penampilan yang meningkat secara efektif. Sekolah
memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan budaya mutu
tersebut. Untuk menciptakan budaya sekolah yang kuat dan posited (Daryanto :
2015 : 12) perlu dibarengi dengan rasa saling percaya dan saling memiliki yang
tinggi terhadap sekolah, memerlukan perasaan bersama dan intensitas nilai yang
memungkinkan adanya control perilaku. Budaya sekolah memiliki banyak
manfaat mulai dari menciptakan kebersamaan, dapat beradaptasi dengan baik,
lebih terbuka dan lain-lain. Manfaat tersebut tidak dirasakan di lingkungan
sekolah saja tetapi dapat dirasakan dimana saja karena jika terjadi pelanggaran
tidak dikenai hukuman. Tujuan budaya sekolah untuk mencapai hasil yang lebih
tinggi dengan masukan yang relative sama.
Budaya sekolah memuat semua kegiatan yang terjadi di sekolah salah
satunya adalah interaksi. Interaksi ini terjadi meliputi peserta didik dengan peserta
didik, guru dengan guru, guru dengan siswa dan lain lain. Dalam pelaksanaanya
dilakukan dengan penuh kesadaran karena perilaku alami yang dibentuk oleh
lingkungan agar menciptakan pemahaman yang sama. Budaya dapat berpengaruh
terhadap perkembangan siswa karena meliputi lingkungan fisik, suasana
psikologis, dan lingkungan sosio-budaya sekolah. Dalam pengembangan budaya
sekolah di sekolah dasar, terdapat enam aspek yang perlu diperhatikan
diantaranya: (1) Budaya moral spiritual, (2) Budaya bersih-rapi, (3) Budaya cinta
tanah air, (4) Budaya setia kawan, (5) Budaya belajar dan (6) Budaya mutu.
Modal dasar dalam memahami budaya sekolah adalah perbaikan mutu sekolah.
Melalui hal tersebut berbagai permasalahan dapat diketahui. Hasil penelitian
mutakhir dibidang pendidikan yang dilakukan oleh The Third International Math
and Science Study (TIMSS) menunjukkan bahwa faktor penentu kualitas
pendidikan bukan hanya yang menekankan faktor fisik saja, seperti keberadaan
guru yang berkualitas, kelengkapan peralatan laboratorium dan buku
perpustakaan.
Menurut (Dalmeri, 2014) pengembangan pendidikan budaya dan karakter
bangsa merumuskan 18 nilai-nilai karakter yang akan ditanamkan akan tetapi
peneliti hanya mengfokuskan ke nilai 5 karakter saja. Menurut Robbins (Eva,
2016) budaya dapat diukur berdasarkan karakteristik umu seperti : 1) Inisiatif
individual. 2) Toleransi terhadap tindakan beresiko, 3) Arah, 4) Integras, 5)
Dukungan dari manajemen, 6) Kontrol, 7) Identitas, 8) Sistem imbalan, 9)
Toleransi terhadap konflik dan, 10) Pola-pola komunikasi. Dalam membangun
budaya sekolah pastinya mempunyai tujuan yaitu siswa menjadi terinspirasi
untuk belajar, mengembangkan hubungan saling peduli, keterampilan social
meningkat, mengurangi perilaku berisiko, dan mendorong pencapaian dalam
akademik
Pembudayan mutu yang terdapat di Sekolah Dasar salah satunya adalah
gerakan literasi. Dengan adanya gerakan literasi tersebut peserta didik
mendapatkan ilmu dan wawasan yang banyak. Jika mutu dan kualitas pendidik
baik maka proses pembelajaran akan terlaksana dengan baik. Agar kualitas
pendidikan itu tercapai dengan baik, pemerintah dan sekolah harus bekerja sama
secara harmonis. SDN Percobaan 2 menerapkan program budaya mutu sekolah
sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah tersebut.
Program budaya mutu di SDN Percobaan 2 dilakukan dalam berbagai tahap.
Sebelum mendapatkan hasil yang sesuai,SDN Percobaan 2 melakukan rapat yang
diadakan secara tercuka bersama komite sekolah dan wali murid yang dihadiri
oleh guru, kepala sekolah, staf Tata Usaha. Tujuan dari rapat tersebut untuk
menginventarisasi kebutuhan kelas, perpustakaan, dan sekolah pada umumnya.
Hasil yang diperoleh dari rapat ini yaitu SDN Percobaan 2 merencanakan program
budaya mutu yang dimana program ini merupakan program unggulan literasi
sekolah untuk membantu finalisasi sekolah agar lebih terarah dan sistematis.
Dalam penerapan budaya mutu dengan keunggulan program literasi di SDN
Percobaan 2, terdapat beberapa prestasi yang diraih baik di bidang akademik
ataupun nonakademik. Prestasi di SDN Percobaan 2 ini yaitu Perpustakaan
sekolah tersebut mendapat akreditasi Nasional dan juga program literasi sekolah
mendapatkan juara II di tingkat Kabupaten Sleman. SDN Percobaan 2 mewakili
DIY untuk berlomba di tingkat nasional dalam lomba budaya mutu.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pertama, menurut E.B Tylor (1832-1917) dalam bukunya yang berjudul


“primitive culture” bahwa kebudayan adalah keseluruhan kompleks yang
didalamnya terkandung ilmu pengetahuan lain serta kebiasaan yang didapat
manusia sebagai anggota masyarakat. Kedua, menurut Koentjaraningrat (1985-
1963) kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya
manusia dalam masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Ketiga, menurut R. Linton (1893-1953), kebudayaan dapat dipandang sebagai
konfigurasi tingkah laku yang dipelajari, di mana unsur pembentuknya didukung
dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya. Keempat, menurut Herkovits
(1985-1963), kebudayan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan
oleh manusia. Kelima, J.Verkuyl mendefinisikan kebudayaan sebagai suatu
manusia yang diajarkan manusia, segala sesuatu yang dibuat oleh manusia. Dari
berbagai pendapat para pakar diatas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan
meliputi apa yang didefinisikan oleh Koentjaraningrat yaitu kebudayaan sebagai
sistem gagasan,perbuatan dan hasil karya.
Dari kelima pendapat pakar tentang budaya dan kebudayaan tersebut setelah
saya bandingkan dengan jurnal-jurnal yang saya dapatkan sebagai sumber acuan
artikel ilmiah ini saya menemukan perbedaan dan persamaan pendapat dari
kelima jurnal saya yang pertama yakni Mahananingtyas (2019:16)
mengungkapkan bahwa self efficacy merupakan keyakinan seseorang untuk
menyelesaikan segala hal. Pendapat tersebut berbeda dengan pendapat para pakar.
Kedua, Menurut Deal dan Peterson (1999), John (2010) dan Garatt (1990), budaya
ialah inti keseluruhan yang kompleks. Pendapat tersebut memiliki maksud sama
dengan pendapat E.B. Tylor (1832-1917). Ketiga, Selo Sumarjan merumuskan
budaya sebagai semua hasil karya,rasa dan cipta masyarakat. Pendapat tersebut
memiliki definisi yang sama dengan kelima pendapat pakar. Keempat, menurut
Gretz budaya mempresentasikan sebuah pola makna yang diturunkan secara
historis yang terwujud dalam symbol-simbol. Simbol-simbol tersebut terdiri dari
pesan-pesan tertulis dan tersembunyi yang dikodekan dalam bahasa. Budaya
memiliki elemen-elemen penting, yaitu norma, nilai kepercayaan, dan mitos yang
diterjemahkan oleh sekelompok orang. Symbol-simbol memiliki makna yang
tertulis maupun yang tak tertulis dalam mendukung interaksi manusia. Pendapat
tersebut bermakna sama dengan pendapat kelima pakar diatas. Terakhir, Menurut
Dalmeri (2014) pengembangan pedndiikan budaya dan karakter bangsa
merumuskan 18 nilai-nilai karakter yang akan ditanamkan akan tetapi peneliti
hanya mengfokuskan ke nilai 5 karakter saja. Pendapat tersebut belum sesuai
dengan pendapat kelima pakar tersebut.
Aliran pendidikan dari pelaksanaan di BAB IV ini masuk ke aliran
Constructivism. Constructivism merupakan suatu aliran pembelajaran yang
menjelaskan bagaimana peserta didik belajar. Ausubel (1967) menyatakan bahwa,
salah satu faktor yang sangat mempengaruhi proses belajar adalah apa yang telah
di ketahui oleh peserta didik. Selama pembelajaran dimulai peserta didik dapat
menggunakan berbagai keterampilan seperti psikomotorik, proses, kognitif, dan
sikap untuk melakukan penemuan. Pada dasarnya peserta didik kurang memahami
konsep tentang pembelajaran berbasis budaya di kelas. Jean Peaget mengatakan
bahwa peserta didik membangun pengetahuan yang telah mereka miliki pada
pengalaman baru, dan memodifikasi struktur pengetahuannya itu. Pandangan
inilah yang disebut dengan aliran constructivism, yang memberi penekanan peran
aktif peserta didik di dalam perumbuhan mental mereka sebagai pemikiran yang
selalu ingin tahu. Dalam hal ini peserta didikklah yang mengkontruksu bahkan
menciptakan pengetahuannya dalam basis pengetahuan yang di milikinya.
Constructivism digunakan oleh para pakar untuk mengembangkan teori belajar
yang menjelaskan bagaimana seseorang belajar. Menurut Vygotsky orang dewasa
yang peka, akan memberikan perhatian terhadap kesiapan peserta didik terhadap
kesempatan baru, dan merencanakan aktivitas yang sesuai untuk membantu
peserta didik mengembangkan keterampilannya. Intinya adalah pembelajaran
berbasis budaya dalam aliran constructivism ini menjelaskan bagaimana peserta
didik mengintegrasikan daya ke dalam penalaran mereka, interaksi social, dan
pemahaman teori juga menjelaskan mengapa peserta didik berkembang dengan
cepat pada lingkungan sosial yang berbeda-beda dan memiliki keterampilan yang
berbeda-beda juga secara berkala dan signifikan.
Alasan memilih aliran constructivism ini adalah constructivism
berhubungan erat dengan budaya. Aliran constructivism ini menekankan bahwa
proses dan hasil akhir belajar seorang peserta didik merupakan tanggung jawab
peserta didik sendiri. Hal ini dapat dipahami karena proses pengetahuan yang
dilakukan berdasarkan pengetahuan awal yang sudah dimilikinya. Mulai dari
pengalaman, budaya social, dan aspek-aspek lain dari bentuk pendekatannya.
Dalam aliran constructivism peranan guru bukan berarti tidak diperlukan, tetapi
sebaliknya justru guru di tuntut untuk menjadi fasilitator yang dapat
mengantisipasi arah berfikir peserta didik. Oleh karena itu, saya memilih aliran
constructivism ini.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari paparan atau penjelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa, Budaya dapat didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,
kepercayaan, sikap, nilai, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan
ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi serta sekelompok besar dari
zaman ke zaman melalui usaha individu dan kelompok. (Deddy Mulyana dan
Jalaludin Rahmat, 2006: 18).
Pembelajaran berbasis budaya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
belajar tentang budaya, belajar dengan budaya, dan belajar melalui budaya.
Kekurangan pembelajaran berbasis budaya di SD yaitu : a) Karakteristik peserta
didik yang beragam sehingga sulit untuk dalam mengetahui minat dan bakatnya.
b) Keterbatasan dana yang dialokasikan dalam manajemen pembelajaran berbasis
budaya. c) Sarana dan Prasarana sekolah yang masih kurang dalam rangka
memfasilitasi keterlaksanaannya program-program di sekolah tersebut. Kelebihan
pembelajaran berbasis budaya di SD yaitu : a) Melatih peserta didik dalam
memecahkan suatu permasalahan secara lebih mandiri sehingga secara tidak
langsung hal ini berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang semakin
meningkat.
b) Adanya pembelajaran berbasis budaya mendorong peserta didik lebih aktif di
kelas. c) Meningkatkan motivasi belajar pada peserta didik. d) Memperoleh
pengalaman baru dalam mengelola pembelajaran dan pemahaman di kelas.
Menurut Mahananingtyas (2019 : 16 ) mengemukakan bahwa self efficacy
merupakan keyakinan seseorang untuk menyelesaikan segala hal. Menurut
Bandura (1997 : 384 ) mengemukakan bahwa orang lebih mungkin terlibat dalam
perilaku disiplin ketika mereka memiliki self efficacy yang tinggi. Untuk
menciptakan budaya sekolah yang kuat dan posited (Daryanto : 2015 : 12) perlu
dibarengi dengan rasa saling percaya dan saling memiliki yang tinggi terhadap
sekolah, memerlukan perasaan bersama dan intensitas nilai yang memungkinkan
adanya control perilaku. Aliran pendidikan dari pelaksanaan di BAB IV ini masuk
ke aliran Constructivism. Constructivism merupakan suatu aliran pembelajaran
yang menjelaskan bagaimana peserta didik belajar. Ausubel (1967) menyatakan
bahwa, salah satu faktor yang sangat mempengaruhi proses belajar adalah apa
yang telah di ketahui oleh peserta didik. Selama pembelajaran dimulai peserta
didik dapat menggunakan berbagai keterampilan seperti psikomotorik, proses,
kognitif, dan sikap untuk melakukan penemuan.

B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih focus dan detail dalam menjelaskan tentang artikel ilmiah ini
dengan sumber-sumber yang lebih banyak lagi yang tentu nya dapat di
pertanggungjawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan
juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan artikel ilmiah yang
telah di jelaskan.
DAFTAR PUSTAKA

https://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt/article/view/1110/548

https://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/mmp/article/view/5071/3867

http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/tarbawi/article/download/65/66

http://journal.upy.ac.id/index.php/PLB/article/view/857

https://www.jbasic.org/index.php/basicedu/article/view/1701/pdf

Anda mungkin juga menyukai