Anda di halaman 1dari 4

1.1.a.

5 Ruang kolaborasi-Mendesain Kerangka Pembelajaran Sesuai dengan Pemikiran


KHD

1) HAL-HAL POSITIF YANG TELAH ANDA PELAJARI DAN PEMIKIRAN KHD


YANG JUGA ANDA DILIHAT PADA BUDAYA DI DAERAH ANDA

Hal -Hal positif yang kami pelajari terkait pemikiran KHD, antara lain:

 Pendidikan itu adalah tuntunan agar anak menjadi bijaksana


 Pendidikan hendaknya memerdekakan anak atau memberikan kebebasan anak dalam
belajar
 Pendidikan harus memahami kodrat anak, potensi, bakat dan minat anak-anak
 Pendidikan didasarkan pada kodrat alam dan kodrat zaman
 ‘Menghamba pada anak’ (memandang anak dengan rasa hormat dan pembelajaran yang
berorientasi pada anak)
 Pendidikan adalah persemaian benih-benih kebudayaan yang menghasilkan budi pekerti
(olah cipta, olah rasa, olahrasa dan olahkarsa
 Pendidikan adalah taman bermain
 Konsep trilogi pendidikan, yaitu: Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso,
dan Tut Wuri Handayani
 Trisentra pendidikan yaitu pelibatan sekolah, orang tua dan masyarakat dalam proses
pendidikan.
 Anak adalah sehelai kertas yang masih samar-samar dan pendidik berfungsi untuk
mengarahkan serta menebalkan bagian yang samar sehingga anak-anak berkembang
sesuai kodratnya.

Pemikiran KHD yang juga dilihat pada budaya di daerah Anda.

a) Pendidikan itu adalah benih-benih kebudayaan yang dapat mengantarkan murid pada budi
pekerti (olah cipta, olah rasa, olah karsa dan olahraga) yang luhur serta kebijaksanaan.

Pemikiran positif ini dapat dilihat pada budaya di daerah kami yaitu Nganjuk. Nganjuk
memiliki potensi kebudayaan yang dapat dikembangkan dan diintegrasikan dalam proses
pembelajaran dalam berbagai jenjang (TK-SMA). Salah satu budaya yang terkenal di Kabupaten
Nganjuk adalah Jaranan dan Bersih Desa. Bersih desa mampu mengarahkan peserta didik untuk
melakukan olah cipta, olah rasa, olah karsa dan olah raga menuju murid yang bahagia dan
bijaksana.
b) Pendidikan itu adalah taman bermain (kodrat anak adalah bermain)

Pemikiran ini dapat dilihat pada konteks budaya di daerah Nganjuk dimana murid cenderung
suka bermain baik melakukan permainan tradisional dan atau permainan berbasis digital. Potensi
ini dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran yaitu pembelajaran berbasis permainan.

c) Pendidikan pada anak disesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman

Di daerah kami khususnya Kabupaten Nganjuk sebagai .pendidikan Artinya, secara alam,
murid-murid telah tumbuh, lahir dan berkembang dalam lingkungan pendidikan yang baik.
Semangat murid-murid untuk belajar juga sangat baik didukung oleh orang tua sehingga iklim
kondusif terbangun secara alami. Sementara, kodrat zaman, murid-murid atau anak-anak
diKabupaten Nganjuk memiliki kemampuan yang baik dalam mengikuti perkembangan zaman
khususnya dalam perkembangan teknologi dan komunikasi.

d) Trilogi Pendidikan

Pemikiran positif dari Ki Hadjar Dewantara yang dikenal dengan Trilogi Pendidikan, yaitu:
Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. Trilogi ini
berusaha diterapkan oleh pendidik/rekan sejawat dalam proses pembelajaran. Pendidik berusaha
memberikan teladan yang baik jika berada di depan, memberikan semangat Ketika berada di
tengah dan memberikan dorongan Ketika berada di belakang.

e) Pemikiran tentang Trisentra Pendidikan

Pemikiran positif tentang trisentra pendidikan ini terwujud dengan adanya sinergi antara guru,
orang tua dan masyarakat dalam proses pendidikan dan pembelajaran yang ada di sekolah.

2) SEPAKATI SATU HAL POSITIF DARI PEMIKIRAN KHD YANG AKAN


DITERAPKAN DI KELAS/SEKOLAH ANDA?

Hal positif pemikiran KHD yang akan kami terapkan dalam konteks kelas/sekolah adalah“
Kemerdekaan dalam belajar dengan berorientasi pada kebudayaan daerah/kearifan lokal”

Penjabaran

Kemerdekaan dalam belajar yang kami maksud adalah pembelajaran yang berpusat pada
murid. Murid bukanlah obyek dari pembelajaran tetapi menjadi subyek. Artinya, pembelajaran
harus didesain berdasarkan kebutuhan, karakteristik, kodrat dan potensi anak-anak. Pembelajaran
memberikan kesempatan yang lebih untuk murid dapat mengeksplorasi diri, mengembangkan
diri, menciptakan sesuatu, berkolaborasi, berdiskusi, memecahkan masalah namun dengan cara-
cara yang menyenangkan. Setiap murid/anak harus merasa merdeka dan bahgia Ketika mengikuti
proses pembelajaran tertentu.
Kemerdekaan belajar dalam pengaplikasiannya hendaknya mengintegrasikan kebudayaan
lokal atau kearifan budaya sehingga anak menjadi pebelajar yang berbudaya dan siap hidup di
masyarakat.

Dasar Pemikiran Kontekstual

 Pembelajaran yang kita temui masih sering bersifat teacher centered yaitu didominasi
oleh guru.
 Pembelajaran masih bersifat mentransfer ilmu pengetahuan dan berbasis kompetensi
pengetahuan kognitif semata
 Penilaian dominan dari segi kognitif
 Pembelajaran belum berdiferensiasi dimana murid diajarkan secara homogen meskipun
memiliki keunikan masing-masing
 Pembelajaran masih minim mengintegrasikan kebudayaan lokal setempat sehingga
perlahan-lahan murid mulai melupakan bahkan tidak mengenali kebudayaannya sendiri
 Pembelajaran yang masih sering dilakukan hanya dalam sekat-sekat ruang kelas dan
belum memanfaatkan sepenuhnya lingkungan sebagai sumber belajar.
 Potensi Kabupaten Nganjuk ada beberapa tempat wisata, budaya untuk dikembangkan
dan dijadikan sumber pembelajaran.
 Kemampuan kolaborasi dan komunikasi peserta didik masih kurang
 Masih banyak dijumpai anak-anak yang dapat menerima dan menghargai perbedaan

Contoh ide/gagasan pembelajaran merdeka belajar berbasis kebudayaan daerah/kearifan lokal

Membuat survey non kognitif dan kognitif untuk mengetahui profile murid sehingga
dapat ditentukan strategi/metode/model pembelajaran
Merancang pembelajaran berpusat pada murid dengan menggunakan model pembelajaran
inovatif dan kooperatif untuk membentuk kemampuan kolaboratif dan komunikasi
Murid belajar dalam kelompok-kelompok kecil sesuai dengan minat dan potensinya
(pendidikan yang berdiferensiasi)
Proses pembelajaran tidak hanya dikelas tetapi dapat dilaksanakan di luar kelas (outdoor
learning) dengan beragam aktivitas, seperti: bermain peran, percobaan, mengukur
lapangan, membuat proyek dan lain-lain.
Pembelajaran memanfaatkan sumber belajar dari lingkungan
Mengintegrasikan kebudayaan lokal daerah Nganjuk dalam pembelajaran seperti budaya
Jaranan dan Bersih Desa dalam bentuk pembelajaran berbasis proyek atau proyek dengan
pendekatan STEAM.

Tantangan yang mungkin dihadapi dan solusi


Murid belum terbiasa dengan aktivitas pembelajaran konsep ‘merdeka belajar’ berbasis
budaya lokal. Solusinya: membangun kesepakatan kelas dan memberikan scaffolding oleh guru.
Scaffolding adalah metode pembelajaran dengan memberikan dukungan belajar secara
terstruktur. Dukungan belajar bisa berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah
ke dalam langkah-langkah pembelajaran, memberikan contoh ataupun yang lain sesuai
kemampuan siswa sehingga memungkinkan siswa tumbuh mandiri. Alasan metode scaffolding
diterapakan di Indonesia

1. Memungkinkan peserta didik terlatih belajar secara mandiri. Tugas atau materi
pembelajaran yang diberikan lebih kompleks ketimbang metode biasanya. Hal ini sengaja
dilakukan agar peserta didik mempelajarinya secara mandiri. Belajar secara mandiri artinya
dia tidak selalu bergantung pada guru atau mentor serta waktu dan tempat yang lebih
fleksibel. Selain arahan di awal-awal, peran guru atau mentor hanya membimbing di saat
peserta didik mengalami kesulitan.
2. Sifatnya yang konstruktif dan luwes, membuat peserta didik berkesempatan belajar dengan
ahli sesuai bidangnya. Artinya, metode ini tidak hanya cocok diterapkan untuk anak-anak
sekolah, tapi juga untuk semua kalangan.
3. Sistem belajar yang luwes maksudnya fleksibel dari segi waktu, tempat dan konten. Jika
perkembanganmu pesat, maka semakin banyak materi atau konten yang bisa kamu
selesaikan.
4. Dengan metode ini, tidak hanya wawasan yang akan kamu peroleh. Dalam prosesnya,
kecerdasan sosial dalam dirimu pun ikut terasah. Kamu jadi lebih sering berkomunikasi
dengan guru maupun mentormu terkait kesulitan dan saran yang bisa kamu terapkan.
Selain itu, inisiasi untuk mencari mentor tambahan yang ahli di bidangnya pun
membuatmu terbiasa memilah kata dan etika terbaik agar tujuan belajar tercapai.
5. Tujuan lain metode atau pendekatan scaffolding adalah mempercepat perkembangan
belajar siswa. Tidak hanya cepat tapi juga sejalan dengan kualitas yang bisa diraihnya.

Kemampuan guru dalam merancang pembelajaran merdeka belajar berbasis budaya lokal.
Solusinya dapat bekerjasama dengan pihak/mitra lain (masyarakat)

Proses pembelajaran merdeka belajar akan kompleks dan memerlukan waktu yang lama
sehingga capaian kurikulum tidak tercapai. Solusinya : kolaborasi antar guru mata pelajaran.

Anda mungkin juga menyukai