Anda di halaman 1dari 2

A.3.1.

Wiraga-wirama Ki Hadjar Dewantara

Setiap insan manusia memiliki cara pandangnya sendiri terhadap dunia sesuai
dengan usia dan tahap tumbuh-kembangnya. Ki Hadjar Dewantara meyakini bahwa proses
belajar harus selaras dengan kodrat anak. Beliau paham bahwa dalam tiap periode usia
anak memiliki kekhususan yang harus dijadikan bahan pertimbangan dalam proses belajar.
Ki Hadjar Dewantara membagi periode usia anak ke dalam 3 tingkatan jiwa tiap 8 tahun
(windu):

Gambar 7. Wiraga-Wirama: Tingkatan Jiwa Anak (Ki Hadjar Dewantara)

1. Wiraga (periode usia 0-8 tahun): Dalam periode ini jasmani (raga) dan indera anak
tumbuh pesat sekali. Dengan demikian, mereka harus banyak bergerak (melatih otot
kasar/besar), melatih otot halus, mengeksplorasi indera mereka (pendengaran, perasa,
pengecap, penciuman, peraba, termasuk imajinasi), dan mengenali simbol-simbol. Tak
heran jika Ki Hadjar Dewantara juga menyebutnya sebagai Taman Indria. Para guru di
periode ini terus berupaya fokus pada pemberian akses dan penyediaan pengalaman
belajar agar anak makin merdeka dalam mengeksplorasi “dunia”nya (diri, sesama, dan
lingkungan di dekatnya).
2. Wiraga-Wirama (periode usia 9-16 tahun): Pada periode usia ini, anak mulai
berkembang pikirannya. Maka, selain melanjutkan pendidikan untuk mengakomodasi
kebutuhan perkembangan jasmani dan indera mereka yang belum usai, pendidik juga
mulai fokus dalam menuntun proses berpikir anak agar mereka semakin selaras (seirama)
dengan sesamanya dan lingkungannya. Guru pada periode ini menuntun anak untuk
melakukan, membiasakan, menginsyafi, hingga akhirnya menyadari mengapa mereka
(misalnya) melakukan kebiasaan baik yang mereka lakukan di sekolah, bukan sekedar
menuruti/mengikuti suatu aturan/kebiasaan saja.
3. Wirama (periode usia 17-24 tahun): Guru pada rentang usia ini, menuntun dan
menantang anak dalam hal pengelolaan diri dan pengenalan potensi dirinya. Anak dalam
periode ini mulai menata bagaimana agar masa depannya senantiasa seirama dengan
sesama dan semesta. Anak dipaparkan pada keputusan-keputusan mengenai bagaimana
menebalkan jati dirinya di tengah masyarakat dan lingkungan. Mereka sadar bagaimana
membawa diri sebagai manusia yang merdeka. Mereka sadar betul bahwa ini hidup
mereka, ini negara-bangsa-dan tanah air mereka.
[sumber:https://www.salamyogyakarta.com/proses-belajar-harus-sejalan-dengan-kodrat-anak-anak/]

Anda mungkin juga menyukai