Anda di halaman 1dari 10

Rangkuman Materi Pedagogik

Pembelajaran KB 1-4
KB 1- KONSEP DASAR, RASIONAL, DAN LANDASAN ILMU PENDIDIKAN

A. Konsep Dasar Dan Rasional Perlunya Landasan Pendidikan Sebagai Dasar Dalam
Praktik Pendidikan.
Guru yang kompeten adalah guru yang menguasai softskill atau pandai berteori saja,
melainkan juga kecakapan hardskill.Adanya keseimbangan kompetensi tersebut menjadikan
guru sebagai agen perubahan mampu menyelesaikan masalah pendidikan atau pembelajaran
yang dihadapi sebagai dampak kemajuan zaman. Pendidik yang mampu menghadapi tantangan
tersebut adalah pendidik yang profesional yang memiliki kualifikasi akademik dan memiliki
kompetensi-kompetensi antara lain kompetensi profesional, kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial yang berkualitas dan seimbang antara softskill
dan hardskill.
B. Landasan Ilmu Pendidikan
Landasan mengandung arti sebagai dasar atau tumpuan. Istilah landasan dikenal pula
sebagai fondasi. Mengacu pada arti kata tersebut maka dapat dipahami bahwa landasan
merupakan suatu dasar pijakan atau fondasi tempat berdirinya sesuatu.
Berdasarkan sifatnya, landasan dibedakan menjadi dua jenis yaitu landasan yang bersifat material
dan konseptual (Robandi,2005: 1). Landasan material lebih bersifat fisik atau berwujud seperti
sarana prasarana, peserta didik, dan lingkungan, sedangkan landasan konseptual lebih bersifat
asumsi atau teori-teori, contohnya adalah UUD 1945 dan teori pendidikan. Macam-macam
landasan konseptual ilmu pendidikan yang terdiri dari landasan filosofis, landasan empiris,
yuridis, dan landasan religi.
C. Penerapan Berbagai Landasan Ilmu Pendidikan Dalam Praktik Pendidikan
1) Landasan Filosofis
Landasan filosofis pendidikan telah melahirkan berbagai aliran pendidikan yang muncul
sebagai implikasi dari aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat. Berbagai macam aliran filsafat
tersebut adalah idealisme,realisme, pragmatisme. Landasan filsafat pendidikan tercermin di
dalam semua keputusan serta perbuatan pelaksanaan tugas-tugas pendidik baik instruksional
maupun non instruksioanal
2) Landasan Yuridis
Landasan yuridis telah banyak memberikan kontribusi landasan dalam pelaksanaan praktik
pendidikan di Indonesia, sebagai contoh adalah penerapan UU No.20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Syarifudin, 2006). Pada pasal 33 UU tersebut mengatur mengenai
bahasa pegantar pendidikan nasional Indonesia yaitu menggunakan Bahasa Indonesia,
sedangkan bahasa asing digunakan untuk menunjang kemampuan bahasa asing peserta didik
dan bahasa daerah digunakan dapat digunakan sebagai pengantar untuk mempermudah
penyampaian pengetahuan.
3) Landasan Empiris
a) Landasan Psikologis
Penerapan landasan psikologis dalam praktik pembelajaran, salah satunya dapat
dilihat dari layanan pendidikan terhadap anak dibuat bertingkat berdasarkan perkembangan
individu yang bertahap baik perkembangan biologis, kognitif, afektif maupun psikomotor,
yang pada setiap perkemangannya setiap individu memiliki tugas-tugas yang harus
diselesaikannya.
b) Landasan Sosiologis
Implikasi landasan sosiologis dalam praktik pendidikan dapat tercermin melalui
adanya struktur sosial di berbagai lingkungan pendidikan atau tri pusat pendidikan.
c) Landasan Historis
Salah satu implikasi landasan historis dalam pendidikan adalah lahirnya pancasila,
sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif historis
telah dimiliki oleh bangsa indonesia, Sehingga asal nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila tidak lain adalah jati diri bangsa indonesia yang berjuang menemukan jati dirinya
sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan
hidup serta filsafat hidup.
4) Landasan Religius
Implikasi landasan religius dalam pendidik di sekolah tercermin melalui tugas
utama guru yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan
mengevaluasi peserta didik. Kegiatan mendidik bagi guru merupakan bagian dari ibadah,
karena mendidik merupakan kegiatan pengabdian yang secara tidak langsung tertuju
kepada Tuhan YME. Tuhan menciptakan manusia tidak lain untuk beribadah. Hal ini yang
menjadi dasar setiap pendidik dalam kehidupan sehari-hari, demikian juga dalam mendidik
anak di sekolah. Anak adalah amanah yang harus dijaga dan dididik dengan nilai-nilai
agama. Pendidik juga memiliki peran penting dalam membantu membentuk kepribadian
anak pada masa yang akan datang.klien atau peserta didik. Konselor

KB 2 - KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK


A. Pengertian Karakteristik Peserta Didik
Karakteristik peserta didik dapat diartikan keseluruhan pola kelakukan atau kemampuan
yang dimiliki peserta didik sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan, sehingga
menentukan aktivitasnya dalam mencapai cita-cita atau tujuannya.
Dapat disimpulkan bahwa pemahaman atas karakteristik peserta didik dimaksudkan untuk
mengenali ciri-ciri dari setiap peserta didik yang nantinya akan menghasilkan berbagai data
terkait siapa peserta didik dan sebagai informasi penting yang nantinya dijadikan pijakan
dalam menentukan berbagai metode yang optimal guna mencapai keberhasilan kegiatan
pembelajaran.
B. Ragam Karakteristik Peserta Didik
Suatu proses pembelajaran akan dapat berlangsung secara efektif atau tidak, sangat
ditentukan oleh seberapa tinggi tingkat pemahaman pendidik tentang karakteristik yang
dimiliki peserta didiknya. Pemahaman karakteristik peserta didik sangat menentukan hasil
belajar yang akan dicapai, aktivitas yang perlu dilakukan, dan assesmen yang tepat bagi peserta
didik.
Karakteristik peserta didik meliputi: etnik, kultural, status sosial, minat, perkembangan
kognitif, kemampuan awal, gaya belajar, motivasi, perkembangan emosi, perkembangan
sosial, perkembangan moral dan spiritual, dan perkembangan motorik.
1. Etnik
Pendidik dalam melakukan proses pembelajaran perlu memperhatikan jenis etnik apa
saja yang terdapat dalam kelasnya. Data tentang keberagaman etnis di kelasnya menjadi
informasi yang sangat berharga bagi pendidik dalam menyelenggarakan proses
pembelajaran. Seorang pendidik yang menghadapi peserta didik hanya satu etnik di
kelasnya, tentunya tidak sesulit yang multi etnik.
2. Kultural
Pendidik dapat menerapkan pendidikan multikultural. Pendidikan multicultural
menurut Choirul (2016: 187) memiliki ciri-ciri:
1) Tujuannya membentuk “manusia budaya” dan menciptakan manusia
berbudaya (berperadaban).
2) Materinya mangajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa,dan nilai-
nilai kelompok etnis (kultural).
3) Metodenya demokratis, yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan
keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis (multikulturalisme).
4) Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang
meliputi aspek persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya.
Atas dasar definisi dan ciri-ciri pendidikan multikultural tersebut di atas, maka
pendidik dalam melakukan proses pembelajaran harus mampu mensikapi
keberagaman budaya yang ada di sekolahnya/kelasnya.
3. Status Sosial
Peserta didik dengan bervariasi status ekonomi dan sosialnya menyatu untuk saling
berinteraksi dan saling melakukan proses pembelajaran. Perbedaan ini hendaknya tidak
menjadi penghambat dalam melakukan proses pembelajaran. Namun tidak dapat
dipungkiri kadang dijumpai status sosial ekonomi ini menjadi penghambat peserta didik
dalam belajar secara kelompok. Implikasi dengan adanya variasi status-sosial ekonomi ini
pendidik dituntut untuk mampu bertindak adil dan tidak diskriminatif.
4. Minat
Minat belajar merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran, dan perlu
untuk selalu ditingkatkan. Implikasinya dalam proses pembelajaran terutama menghadapi
tantangan abad 21, pendidik dapat menerapkan berbagai model pembelajaran yang
menyenangkan (enjoyable learning), menantang dan inovatif, menyampaikan
tujuan/manfaat mempelajari suatu tema/mata pelajaran, serta menggunakan beragam
media pembelajaran
Minat belajar peserta didik memegang peran yang sangat penting. Sehingga perlu untuk
terus ditumbuh kembangkan sesuai dengan minat yang dimiliki seorang peserta didik.
Namun sebagaimana kita ketahui bahwa minat belajar peserta didik tidaklah sama, ada
peserta didik yang memiliki minat belajarnya tinggi, ada yang sedang, dan bahkan rendah.
Indikator minat meliputi: perasaan senang, ketertarikan peserta didik perhatian dalam
belajar, keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran, manfaat dan fungsi mata
pelajaran.
5. Perkembangan Kognitif
Tingkat perkembangan kognitif yang dimiliki peserta didik akan mempengaruhi guru
dalam memilih dan menggunakan pendekatan pembelajaran, metode, media, dan jenis
evaluasi
6. Kemampuan/pengetahuan awal
Kemampuan/pengetahuan awal peserta didik. Kemampuan awal atau entry behavior
menurut Ali (1984: 54) merupakan keadaan pengetahuan dan keterampilan yang harus
dimiliki terlebih dahulu oleh peserta didik sebelum mempelajari pengetahuan atau
keterampilan baru. Pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki terlebih dahulu
maksudnya adalah pengetahuan atau keterampilan yang lebih rendah dari apa yang akan
dipelajari.
7. Gaya belajar
Gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih/digunakan oleh peserta didik dalam
menerima, mengatur, dan memproses informasi atau pesan dari komunikator/pemberi
informasi. Gaya belajar peserta didik merupakan hal yang penting untuk diperhatikan
dalam melakukan proses pembelajaran karena dapat mempengaruhi proses dan hasil
belajarnya. Gaya belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu visual, auditif, dan
kinestetik. Hal ini juga diungkapkan oleh Connell (dalam Yaumi: 2013: 125) yaitu visual
learners, auditory learners, dan kinesthetic learners.
Gaya belajar sesorang merupakan gabungan dari beberapa gaya belajar meskipun
terkadang ada salah satu yang lebih dominan.
8. Motivasi
Seorang pendidik pada abad 21 ini perlu memahami motivasi belajar peserta
didiknya dan bahkan harus selalu dapat menjadi motivator peserta didiknya, karena pada
abad 21 ini banyak godaan di sekeliling peserta didik seperti game pada computer personal,
dan game online, dan film-film pada pesawat televisi ataupun lewat media massa atau
sosial lainnya. Upaya yang dapat dilakukan pendidik untuk memotivasi peserta didik
diantaranya: menginformasikan pentingnya/manfaat mempelajari suatu topik tertentu
menginformasikan tujuan/kompetensi yang akan dicapai dari proses pembelajaran yang
dilakukannya, memberikan humor, menggunakan media pembelajaran, dan juga memberi
reward/hadiah/pujian.
9. Perkembangan emosi
Emosi sangat berperan dalam membantu mempercepat atau justru memperlambat
proses pembelajaran. Emosi juga berperan dalam membantu proses pembelajaran tersebut
menyenangkan atau bermakna. Goleman, (dalam Sugihartono, 2013: 21) menyatakan
bahwa tanpa keterlibatan emosi, kegiatan saraf otak kurang mampu “merekatkan”
pelajaran dalam ingatan. Pendidik dalam melakukan proses pembelajaran perlu membawa
suasana emosi yang senang/gembira dan tidak memberi rasa takut pada peserta didik.
Untuk itu bisa dilakukan dengan model pembelajaran yang menyenangkan (enjoy
learning), belajar melalui permainan (misalnya belajar melalui bermain monopoli
pembelajaran, ular tangga pembelajaran, kartu kwartet pembelajaran) dan media
sejenisnya.
10. Perkembangan social
Perkembangan sosial peserta didik merupakan kemampuan peserta didik untuk
menyesuaikan diri terhadap norma-norma dan tradisi yang berlaku pada kelompok atau
masyarakat, kemampuan untuk saling berkomunikasi dan kerja sama.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial yaitu keluarga,
kematangan, teman sebaya, sekolah, dan status sosial ekonomi.
Upaya yang dapat dilakukan pendidik untuk mengembangkan sikap sosial peserta
didik menurut Masganti (2012: 124) antara lain a). melaksanakan pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif akan mengembangkan sikap kerjasama dan saling menghargai
pada diri peserta didik, menghargai kemampuan orang lain, dan bersabar dengan sikap
orang lain, b) Pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif akan mengembangkan
sikap membantu dan berbagi dalam pembelajaran.Siswa yang pintar bersedia membantu
temannya yang belum memahami materi pelajaran. Model pembelajaran ini akan
menumbuhkan sikap saling menyayangi.
11. Perkembangan Moral dan Spiritual
Moralitas dalam diri peserta didik dapat tingkat yang paling rendah menuju ke
tingkatan yang lebih tinggi seiring dengan kedewasaannya. Kohlberg (dalam Suyanto,
2006: 135), Sunardi dan Imam Sujadi (2016: 7-8) perkembangan moral anak/peserta didik
dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu 1) preconventional, 2) Conventional, 3)
Postconventional.
Pendidik disamping perlu memahami perkembangan moral peserta didiknya juga
perlu dan penting memahami perkembangan spiritualnya. Istilah spiritual pada beberapa
tahun terakhir sangat banyak dibicarakan orang manakala dimunculkan istilah kecerdasan
spiritual (spiritual intelegence). Kecerdasan spiritual ini bersifat individu dan perlu
dikembangkan khususnya dalam proses pembelajaran
12. Perkembangan Motorik
Jenis keterampilan motoric entah motoric kasar dan motoric halus dari peserta didik
penting untuk dikenali dan dipahami guru agar proses pembelajaran yang dilakukan dapat
mengembangkan potensi dan memaksimalkan hasil peserta didiknya. Disamping itu
dengan dikenali dan dipahaminya perkembangan motorik anak, pendidik dan sekolah dapat
menggunakan strategi pembelajaran, metode yang tepat, dan dapat menyediakan,
memanfaatkan alat, media, dan sumber belajar yang memadai.

KB 3- TEORI BELAJAR DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN

A. Teori Belajar Behavioristik Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran


1) Pandangan Teori Belajar Behavioristik
Menurut teori behavioristik, apa yang terjadi di antara stimulus dan
respon dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak
dapat diukur, yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja
yang diberikan guru merupakan stimulus, dan apa saja yang dihasilkan peserta didik
merupakan respon, semuanya harus dapat diamati dan dapat diukur. Behavioristik
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk
melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
2) Implikasi Dalam Pembelajaran
Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan
telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau peserta didik.
Peserta didik diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan
yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pendidik atau guru itulah yang harus
dipahami oleh murid.
B. Teori Belajar Kognitif Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran
1) Pandangan Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif memandang bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh
persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.
Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat
sebagai tingkah laku yang nampak
2) Implikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Teori kognitif menekankan pada proses perkembangan peserta didik. Meskipun proses
perkembangan peserta didik mengikuti urutan yang sama, namun kecepatan dan
pertumbuhan dalam proses perkembangan itu berbeda. Dalam proses pembelajaran,
perbedaan kecepatan perkembangan mempengaruhi kecepatan belajar peserta didik, oleh
sebab itu interaksi dalam bentuk diskusi tidak dapat dihindarkan
C. Teori Belajar Konstruktivistik Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran
1) Pengertian Belajar Menurut Pandangan Konstruktivistik
Teori belajar konstruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukan
(kontruksi) pengetahuan oleh peserta didik itu sendiri. Teori belajar konstruktivistik
mengakui bahwa peserta didik akan dapat menginterpretasi-kan informasi ke dalam
pikirannya, hanya pada konteks pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri, pada
kebutuhan, latar belakang dan minatnya. Guru dapat membantu peserta didik
mengkonstruksi pemahaman representasi fungsi konseptual dunia eksternal.
2) Implikasi Teori Belajar konstruktivistik dalam Pembelajaran
Implikasi teori konstruktivistik jika dikaitkan dengan pembelajaran proses
pembelajaran modern adalah berkembangnya pembelajaran dengan web (web learning)
dan pembelajaran melalui social media (social media learning). Smaldino, dkk (2012)
menyatakan bahwa pembelajaran pada abad ke 21 telah banyak mengalami perubahan,
intergrasi internet dan social media memberikan perspektif baru dalam pembelajaran.
Pembelajaran dengan social media memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk berinteraksi, berkolaborasi, berbagi informasi dan pemikiran secara bersama
D. Teori Belajar Humanistik Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran
1) Pengertian Belajar Menurut Teori Belajar Humanistik
Teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal
tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman
diri, serta realisasi diri orang yang belajar,secara optimal.
2) Implikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran
Pada teori humanistik, guru diharapkan tidak hanya melakukan dilakukan untuk
menjawab pertanyaan bagaimana agar peserta didik dapat belajar dengan baik.
Inti dari pembelajaran humanistic adalah bagaimana memanusiakan peserta didik
dan membuat proses pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. Dalam
prakteknya teori humanistic ini cenderung mengarahkan peserta didik untuk berfikir
induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan peserta didik secara
aktif dalam proses belajar.
KB 4 - KURIKULUM PENDIDIKAN DI INDONESIA

A. Konsep Dasar Kurikulum


1) Kurikulum sebagai daftar mata pelajaran
Kurikulum sebagai mata pelajaran yang harus dikuasai peserta didik, dalam proses
perencanaannya harus memiliki beberapa ketentuan. Dalam menentukan dan menyeleksi
kurikulum perlu memperhitungkan tingkat kesulitan, minat peserta didik dan urutan bahan.
Perencanaan dan implementasi kurikulum ditekankan kepada penggunaan metode dan
strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menguasai materi pembelajaran.
2) Kurikulum sebagai pengalaman belajar siswa
Pandangan baru t menganggap bahwa belajar bukan hanya mengumpulkan sejumlah
pengetahuan, akan tetapi proses perubahan tingkah laku. Peserta didik dianggap telah
belajar manakala telah memiliki perubahan perilaku. Tentu saja perubahan perilaku akan
terjadi manakala siswa memiliki pengalaman belajar. Oleh sebab itu dalam proses belajar
pengalaman dianggap lebih penting dari pada menumpuk sejumlah pengetahuan.
3) Kurikulum sebagai rencana atau program belajar
Kurikulum sebagai suatu rencana rencana pembelajaran harus bermuara pada
perolehan pengalaman peserta didik yang sengaja dirancang untuk mereka miliki. Dengan
demikian kurikulum harus mencakup dua sisi yang sama penting, yaitu perencanaan
pembelajaran serta bagaimana perencanaan itu diimplementasikan menjadi pengalaman
belajar siswa dalam rangka pencapaian tujuan yang diharapkan
B. Pembaharuan Kurikulum Di Indonesia
Sebagai salah satu komponen penting dalam system pendidikan, kurikulum tidak hanya
dirumuskan sebagai tujuan yang hendak dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan, akan
tetapi juga memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh
peserta didik. Oleh karena itu sudah semestinya dalam perjalanan suatu kurikulum perlu untuk
terus ditelaah dan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.
Perkembangan kurikulum yang terjadi di Indonesia setelah Indonesia merdeka pada tahun
1945, setidaknya kita telah mengalami sepuluh kali perubahan kurikulum. Mulai dari
kurikulum 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, kurikulum berbasis kompetensi 2004,
KTSP 2006 dan kurikulum 2013.
Dari kesepuluh kurikulum tersebut jika dilihat dari jenisnya terbagi menjadi 3 yaitu :
1) kurikulum sebagai rencana pelajaran (kurikulum 1947 – 1968),
2) kurikulum berbasis pada pencapaian tujuan (kurikulum 1975 – 1994) dan
3) kurikulum berbasis kompetensi (kurikulum 2004 – 2013).
C. Peran, Fungsi Dan Komponen Kurikulum
Sebagai salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan, paling tidak kurikulum
memiliki tiga peran (Wina Sanjaya;2008) yaitu peran konservatif, peran kreatif dan peran
kritis evaluatif.
1) Peran Konservatif
Peran konservatif menekankan bahwa kurikulum dijadikan sebagai sarana untuk
mentransmisikan nilai-nilai budaya masa alalu yang dianggap masih sesuai dengan masa
kini
2) Peran Kreatif
Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu peserta didik
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya untuk memperoleh pengetahuan atau
kemampuan baru serta cara berpikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya di masa
mendatang
3) Peran Kritis dan evaluative
Nilai-nilai kehidupan dan budaya dalam masyarakat senantiasa berkembang atau
mengalami perubahan maka peran kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya
melainkan juga berperan untuk menilai dan memilih nilai budaya serta pengetahuan baru
yang akan diwariskan. Dalam hal ini fungsi kurikulum sebagai kontrol atau filter sosial.
Nilai-nilai sosial yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan atau realitas keadaan dan
tuntutan masa kini dihilangkan dan dilakukan suatu modifikasi atau penyempurnaan-
penyempurnaan.
Dilihat dari cakupan dan tujuannya menurut Mcneil (2006) isi kurikulum memiliki
empat fungsi, yaitu 1) fungsi pendidikan umum (common and general education), 2)
suplementasi (suplementation), 3) eksplorasi dan 4) keahlian.
D. Hakikat Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum pada hakikatnya adalah proses penyusunan rencana tentang isi
dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana harus mempelajarinya. Namun,
dalam rangka proses pengembangan kurikulum ini harus berangkat dari visi, misi, serta tujuan
yang ingin dicapai oleh masyarakat.
Ada dua hal yang harus dipertimbangan dalam menentukan isi pengembangan kurikulum,
yaitu rentangan kegiatan, misi, dan visi sekolah.
1) Rentangan Kegiatan (Range of Activity)
2) Pengembangan isi kurikulum biasanya diawali dengan rancangan kebijakan kurikulum,
rancangan bidang studi, program pengajaran, unit pengajaran dan rencana pembelajaran.
Guru sebagai pengembang kurikulum setidaknya harus memiliki kemampuan untuk
memilih bahan ajar yang akan di laksanakan di dalam pembelajaran.
Kajian yang penting untuk diketahui oleh seorang pendidik tentang kurikulum adalah
terkait konsep kurikulum ideal dan kurikulum aktual, serta kurikulum tersembunyi (hidden
curriculum).
a. Kurikulum ideal dan kurikulum actual
Melalui kurikulum ideal, guru setidaknya adapat menentukan hal-hal berikut :
1) Merumuskan tujuan dan kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa
2) Menentukan isi atau materi pelajaran yang harus dikuasai untuk mencapai tujuan
atau penguatan kompetensi
3) Menyusun strategi pembelajaran untuk guru dan siswa sebagai upaya pencapaian
tujuan
4) Menentukan keberhasilan pencapaaian tujuan atau kompetensi
Jika ada kurikulum yang menjadi acuan dan menjadi standar maka kurikulum yang
terlaksana atau dilaksanakan di lapangan berdasarkan kurikulum standar itulah yang
dinamakan sebagai kurikulum actual. Atau dengan kata lain kurikulum ini merupakan hal
yang terlaksana di lapangan.
b. Kurikulum tersembunyi
Kurikulum disusun sebagai tujuan yang tidak tertulis namun perlu dipertimbangkan
setiap pencapaiannya dan ada unsur tidak direncanakan sebuah kurikulum. Dalam sebuah
pengembangan kurikulum guru memerlukan beberapa prinsip untuk mengembangkan
kurikulum. Diantara beberapa prinsipnya adalah prinsip relevansi, prinsip fleksibilitas,
prinsip efektivitas, prinsip efisiensi.
E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kurikulum
Menurut Chaudry (2015) faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum adalah
faktor guru, peserta didik, sarana dan fasilitas, lingkungan sekolah, peminatan grup, budaya
dan ideologi, supervisi pembelajaran, dan proses asesmen sebelum pelaksanaan sebuah
implementasi kurikulum.
 Faktor Guru
Guru merupakan orang yang secara langsung bersentuhan dengan murid dan
melakukan proses pembelajaran dengan peserta didik.
 Faktor Peserta didik
Kualitas peserta didik, kemudian latar belakang ekonomi, keluarga, dan juga
kecenderungan peserta didik. Lalu, ada satu hal yang bisa dilakukan peserta didik
adalah melakukan serangkaian seleksi terhadap pengalaman belajar yang dibutuhkan
oleh peserta didik dalam implementasi kurikulum.
 Faktor Sarana dan Fasilitas
Keberadaan sarana dan fasilitas memiliki pengaruh yang baik untuk mengingat
pengalaman belajar yang dilakukan oleh peserta didik.
 Faktor Lingkungan Sekolah
Lokasi lingkungan sekolah, lingkungan sosial dan ekonomi, dan beberapa hal terkait
manusia dan sumber daya, maka itulah lingkungan sekolah yang akan mendukung proses
pengimplementasian kurikulum
 Faktor Budaya dan Ideologi
Setiap daerah memiliki budaya dan ideologi tertentu. Sudah seharusnya kurikulum
bisa diimplementasikan dengan mengintegrasikan antar kebudayaannya. Implementasi
kurikulum yang baik adalah dimana kurikulum tidak mencabut akar budaya masyarakat
sekitanya.
F. Strategi Penerapan Kurikulum Dan Tantangannya Di Masa Depan
Strategi dalam penerapan kurikulum dipengaruhi oleh kesiapan mental guru dalam
menyikapi perubahan yang akan terjadi di masa depan, sehingga kita perlu mengkaji
tantangan-tantangan apa saja di masa depan yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan
strategi dalam penerapan kurikulum.
a. Kesiapan guru menerima perubahan
Diperlukan kondisi perubahan mental yang kuat dan perubahanmodel mental .
b. Keterbukaan pola berpikir
Pola pikir mempengaruhi berbagai macam perilaku yang dihasilkan oleh manusia.
Konsekuensinya, manusia dengan pola pikir tetap akan sulit untuk mencapai keinginan
karena sudah menetap dan lambat. Sedangkan orang yang memiliki pola pikir bertumbuh,
akan selalu bisa bertahan dalam kondisi apapun karena selalu bertumbuh dan bisa
menyesuaikan dengan berbagai macam cara

Tantangan kurikulum dalam konteks ke Indonesiaan di masa mendatang berdasar pada


kondisi Indonesia dengan banyak pulau yang luas dan berbagai macam budaya. Adapun
tantangan kurikulum yang harus dihadapi adalah :
1) Bonus demografi
Bonus demografi adalah keadaan dimana sumber daya manusia dalam usia
produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari pada usia non produktif. Dengan adanya bonus
demografi, diharapkan masyarakat Indonesia, terutama praktisi bidang Pendidikan, bisa
memanfaatkan momentum ini. Bonus demografi merupakan sesuatu yang harus
dipersiapkan dari sekarang.
2) Teknologi di ruang kelas
Untuk mengatasi kesenjangan antara adaptasi manusia dengan perkembangan
teknologi adalah dengan adanya akselerasi proses belajar agar manusia dapat
menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Salahsatu cara dalam mengakselerasi
proses adaptasi adalah dengan mengalukan integrasi teknologi di ruang kelas, tentu
disesuaikan dengan kebutuhan anak untuk belajar bersama teknologi. Perubahan
penggunaan teknologi di ruang kelas akan berpengaruh kepada fungsi guru di dalam kelas.
3) Globalisasi dan perubahan kebijakan pendidikan
Dampak dari globalisasi yang menuntut perubahan, maka pemerintah seperti
“berusaha” untuk menyesuaikan pendidikan sehingga akan terjadi perubahan
kurikulum. Namun, meskipun kurikulum berganti-ganti dan pemerintah mengganti
kebijakan, faktor penentu ada pada guru itu sendiri. Indonesia merupakan negara yang
besar dan cukup kompleks, dan membutuhkan beberapa perubahan revolusioner
(Purwanto, 2008).
4) Pendidikan abad 21
Menurut UNESCO tujuan pendidikan di abad 21 membutuhkan berbasis sintesis
yang tinggi, sebuah keterpaduan baru, kebutuhan individual adan tanggungjawab sosial.
Menurut Jenifer Nichols ada beberapa prinsip yang harus diterapkan dalam
kurikulum masa depan yaitu
a) pembelajaran harus selalu menjadi berpusat pada peserta didik yang menjadi pusat
belajar dan pusat kegiatan belajar sedangkan guru menjadi fasilitator,
b) pendidikan harus selalu berkolaborasi dengan lembaga lain, untuk meningkatan
berbagai mutu pendidikan selain itu menambah keilmuan bidang-bidang tertentu
yang tidak didalami dalamkurikulum.
c) belajar harus memiliki konteks dimana dalam sebuah proses pembelajaran harus
bisa dikaitkan dengan berbagai macam kasus dalam kehidupan sehari-hari sehingga
belajar itu memiliki pijakan yang nyata untuk anak,
d) sekolah harus berintegrasi dengan lingkungan sosial masyarakat Jangan sampai
sekolah mencabut akar-akar kemasyarakatan, tapi sekolah juga menyambungkan
antar elemen masyarakat dengan kegiatan-kegiatan.

Anda mungkin juga menyukai