Makna silih asih, silih asah, silih asuh (Silas) sebagai kearifan budaya Sunda mengandung nilai
keharmonisan dalam membangun kualitas kemanusiaan, sehingga digunakan sebagai metode
pemberdayaan masyarakat miskin. Dalam perspektif filsafat nilai, makna nilai tersebut memiliki relevansi
bagi pemberdayaan masyarakat miskin, karena secara sistematika filsafat menunjukkan bahwa, silih
asih mengandung makna nilai ontologis, silih asah mengandung makna nilai epistemologis, dan silih
asuh mengandung nilai aksiologis. Pada hakikatnya, manusia miskin diakibatkan oleh ketidakberdayaan
mengoptimalkan fungsi susunan hakikat kodrat berupa jiwa (akal, rasa, karsa) dan raganya melalui
kehidupannya, sehingga dibutuhkan transformasi nilai pemberdayaan dalam hakikat kodrat manusia
yang menjadi subtansi dasarnya. Esensi makna nilai Silas bersifat universal sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila yang digunakan sebagai metode pemberdayaan masyarakat miskin dengan memiliki ciri-ciri
berfikir kefilsafatan, bersifat konseptual, runtut, dan sistematis. Dalam menginternalisasikan makna
tersebut, ternyata lebih kondusif pada masyarakat perdesaan daripada perkotaan, tetapi menghadapi
kendala mulai tergerusnya nilai tersebut dalam akulturasi dengan budaya luar, sehingga dibutuhkan
refungsionalisasi makna Silas dengan melakukan redefinisi dalam dimensi kekinian dan tidak mengubah
kandungan subtansi nilainya yang disosialisasikan kepada masyarakatnya.
Kata Kunci: Silas, kearifan, filsafat nilai.
Abstract : The meaning of silih asih (loving each other), silih asah ( educating each other), and
silih asuh (caring each other) (Silas) as the Sundanese Local Wisdon contains the harmony value in
constructing the quality of humane, so that it is used as a method of empowering the poor society. In
the perspective philosophy of value, the meaning of that value has relevance toward the empowerment
of the poor society, since based upon the philosophical way; it shows that loving each other contains
the ontological value; educating each other contains the meaning of epistemological value, and caring
each other contains axiological value. Essentially, the poor people was caused by having lack power
to optimize the functions of basic capacity in the form of soul (mind, feeling, and deed/action) and the
physical appearance through a life. Therefore, it needs a transformation of empowerment value in the
essence of human being that becomes the essential substance. The essence of Silas meaning is universal
that is in accordance with Pancasila values used as the method of empowering the poor society having
the characteristics of: philosophical thinking, conceptual, coherent, and systematic. In internalizing
those meanings, it is more conducive in suburb people than the rural ones. However, this encounters
some obstacles of decreasing those values in acculturation with outside culture, that it requires to re-
functionalize the meaning of Silas by conducting redefinition in present dimension without changing the
content of its value essence.
Key words: Silas, wisdom, philosophy of value.
158
Sosiohumaniora, Volume 15 no. 2 Juli 2013: 158 - 166
Gambar 1. Alur Kajian Makna Silas Menurut Kearifan Budaya Sunda Perspektif Filsafat Nilai: Rel vansinya bagi
Pemberdayaan Masyarakat Miskin
‘fenomena’ realitas objektif yang merupakan rapkan konsep Silas sebagai kearifan lokal
bagian tidak terpisahkan dengan metode her- yang direnungkan secara menyeluruh untuk
meneutika; interpretasi, digunakan meng mengungkap kandungan makna nilainya;
interpretasikan makna yang terkandung analisis, untuk menganalisis keseluruhan
dalam objek penelitian pada dimensi ruang data yang diabstaksi untuk menangkap
dan waktu untuk menjelaskan bagaimana makna subtansial yang menjadi esensi
perubahan terjadi; deskripsi, digunakan un- objek penelitian; komprehensi, bertujuan
tuk mengungkapkan objek material yang menganalisis keseluruhan data dengan
dikaji agar mendapat gambaran secara menggunakan metode penelitian filsafat
jelas adanya peristiwa yang dinilai akurat untuk memecahkan rumusan masalah pe-
berhubungan dengan objek material pene- nelitian secara utuh dan evaluasi, bertujuan
litian. Pada teknik tahapan analisis data ini, untuk meneliti konsistensi logis antara ke-
juga digunakan pendekatan secara filosofis seluruhan data yang dianalisis melalui cara
melalui refleksi kefilsafatan dalam bentuk, dan prosedur penelitian untuk menjawab ru-
pendekatan: spekulasi, bertujuan memahami musan masalah sesuai dengan landasan teori
pengalaman masyarakat Sunda dalam mene- yang dipilih dalam penelitian filsafat.
160
Sosiohumaniora, Volume 15 no. 2 Juli 2013: 158 - 166
dunia atas ‘asih’nya Tuhan Yang Pengasih, dalam bentuk materi dan non-materi kepada
sehingga kedudukan hakikat kodratnya se- warga masyarakat lainnya yang mengalami
bagai makhluk Tuhan dan juga makhluk kekurangberdayaan diri sebagai makhluk
berdiri sendiri sebagai satu-kesatuan bersifat sosial melalui proses pemberdayaan dalam
monodualis. Nilai asih yang dari Tuhan kehidupan masyarakat.
inilah menjadi landasan dalam membangun Proses pemberdayaan masyarakat
hubungan harmonisasi kehidupan untuk yang terkandung dalam konsep Silas me-
meningkatkan kualitas kemanusiaan. Nilai nurut kearifan budaya Sunda memiliki ciri-
asih sesama manusia merupakan nilai moral ciri berfikir kefilsafatan. Menurut Kattsoff
kebaikan dalam diri manusia bersumber dari (1987: 6-15), bahwa berfikir kefilsafatan
hati nurani yang dilandasi nilai religius yang berusaha menyusun suatu bagan konseptual
bersumber dari dalam jiwa diri manusia. yang harus bersifat koheren (runtut) dan
Karena itu, nilai asih dalam bentuk rasa asih sistematis, tidak terdapat suatu pertentangan
pada setiap orang akan berbeda-beda, ada dan terdapat suatu hubungan yang memiliki
yang bependapat sebagai suatu ‘kewajiban saling keterkaitan mencapai satu tujuan.
moral’ sebagaimana pemikiran filsuf Im- Tahapan pemberdayaan yang dimulai dari
manuel Kant dan landasan yang digunakan tahap ‘penyadaran’ dilandasi nilai asih
masyarakat kita lebih dipengaruhi oleh nilai dalam interaksi sosial berupa silih asih,
religius, tetapi ada yang berpendapat sebagai tahap ‘pengkapasitasan’ dilandasi nilai
suatu ‘kesukarelaan’ yang didasarkan pa- asah dalam interaksi sosial berupa silih
da kesadaran dirinya saja sebagaimana asah, tahap ‘pendayaan’ dilandasi nilai
pemikiran Mix Scheler (Wahana, 2004). asuh dalam interaksi sosial berupa silih
Karena itu, manusia sebagai makhluk asuh. Keberhasilan membangun nilai silas
Tuhan berkewajiban moral melakukan silas adalah meningkatkan kualitas kemanusiaan
dalam pemberdayaan masyarakat miskin dalam interaksi sosial masyarakat yang
yang dilandasi nilai moral kebaikan, yang menunjukkan terjadinya men-Silih-Wangi-
diamanatkan Tuhannya untuk membangun keun. Artinya, wangi menunjukkan kualitas
kualitas kemanusiaan. Upaya ini dilakukan kemanusiaan yang dapat ditrasformasikan
untuk mengoptimalkan fungsi susunan dari masyarakat yang kurang berdaya menjadi
hakikat kodrat jiwa (akal, rasa, karsa) dan manusia utama yang disebut Manusa Sunda
raganya yang merupakan esensi makna Nu-nyunda, dengan bercirikan ‘salapan
nilai silas dalam proses pemberdayaan mas- rawayan’ manusia utama berupa : cageur,
yarakat miskin. bageur, bener, pinter, singer, teger, pangger,
Dalam kehidupan sosial sifat hakikat wanter, cangker, sehingga menunjang
kodrat manusia ialah selalu berusaha mem- tercapainya kehidupan masyarakat yang
bangun keseimbangan sebagai makhluk tengtrem kartaraharja (Saleh, 2010:33).
individu meningkatkan kualitas diri, sehingga Silas merupakan kearifan lokal (local
pada saat mengalami kekurangberdayaan wisdom) budaya Sunda, tetapi makna nilai
membutuhkan transformasi nilai pem- yang terkandung di dalamnya bersifat uni-
berdayaan dari orang lain. Sebaliknya, pada versal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,
saat manusia mengalami keberdayaan diri baik terkandung dalam nilai Ketuhanan,
sebagai makhluk sosial, maka merupakan Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, mau-
kewajiban moral mentransformasikan pun Keadilan. Nilai-nilai yang bersifat
nilai pemberdayaan kepada orang lain universal berlaku umum yang terdapat
yang mengalami kekurangberdayaan se- dalam Silas diakui kebenarannya, berkaitan
bagaimana mestinya. Dalam membangun dengan kemanusiaan sebagai wawasan
kehidupan masyarakat yang berharkat dan umat manusia di dunia yang bertumpu
bermartabat inilah dibutuhkan pemahaman pada pengakuan pada martabat manusia
warga masyarakat agar dalam realitasnya berlandaskan kodratnya (Magnis Suseno,
dapat menyeimbangkan dirinya sebagai 1999: 90). Adapun nilai-nilai Pancasila
makhluk individu berkualitas agar peduli digali dari kearifan budaya masyarakat
164
Sosiohumaniora, Volume 15 no. 2 Juli 2013: 158 - 166
Indonesia yang berasal dari berbagai kearifan kemanusiaan pada kehidupan masyarakatnya
budaya dari ragam suku-bangsa termasuk di terdapat dalam konsep silas. Makna silas
dalamnya budaya Sunda sebagaimana hasil dalam kearifan budaya Sunda menurut pers-
penelitian disertasi Hilmiana (2009). pektif sistematika filsafat menunjukkan
Kebudayaan Sunda mengalami akul- bahwa, silih asih mengandung makna nilai
turasi dengan berbagai kebudayaan mas- ontologis, silih asah mengandung makna
yarakat lainnya termasuk dengan budaya nilai epistemologis, silih asuh mengandung
global, sehingga berpengaruh positif maupun makna nilai aksiologis. Manusia miskin pada
negatif dalam perkembangan kebudayaan hakikatnya diakibatkan ketidakberdayaan
masyarakatnya. Pengaruh negatif terhadap mengoptimalkan fungsi susunan hakikat
kebudayaan Sunda dari adanya akulturasi kodrat berupa jiwa (akal, rasa, karsa) dan
dengan budaya global, menunjukkan bahwa raganya dalam kehidupannya, sehingga di-
nilai-nilai individualistik dan materialistik butuhkan transformasi nilai pemberdayaan
yang dikembangkan kapitalisme modern dalam hakikat kodrat manusia yang menjadi
telah mempengaruhi pola kebudayaan esensi pemberdayaan masyarakat miskin.
(pattern of culture) masyarakatnya, yang Dalam proses pemberdayaan mas-
terindentifikasi mulai tergerusnya nilai-nilai yarakat dilakukan melalui suatu tahapan
sosial dalam membangun kebersamaan yang
yang memiliki relevansi dengan konsep
terkandung dalam nilai silas ini. Karena
itu, dalam menginternalisasikan nilai silas silas, yang dimulai dari tahap ’penyadaran’
dalam program pemberdayaan masyarakat berlandaskan nilai asih melalui silih asih,
miskin menghadapi kendala berupa: tahap ’pengkapasitasan’ berlandaskan
(a) mulai tergerusnya nilai silas dalam nilai asah melalui silih asah, dan tahap
akulturasi dengan budaya luar, (b) kurangnya
’pendayaan’ berlandaskan nilai asuh
pemahaman masyarakat mengenai hubungan
relevansi makna nilai silas dengan program melalui silih asuh. Keberhasilan proses
tersebut, (c) kurangnya kesadaran kolektif pemberdayaan masyarakat berlandaskan
mereaktualisasikan dalam realitas kehidupan nilai silas yang berjalan baik dan benar dalam
melalui program ini, sehingga diperlukan kehidupan masyarakat akan menghasilkan
refungsionalisasi makna nilai silas dalam silih wangi, yang menunjukkan bahwa
berbagai program pemberdayaan masyarakat
makna nilai wangi sebagai kualitas ma-
miskin yang disosialisasaikan kepada
masyarakatnya. Dalam menginternalisasikan nusia utama dalam perspektif makhluk
nilai silas dalam program pemberdayaan individu, sehingga dalam kehidupan sosial
masyarakat miskin melalui Program akan menghasilkan masyarakat tengtrem
Nasional Pemberdayaan Masyarakat kartaraharja. Oleh karena itu, esensi makna
(PNPM) Mandiri Perkotaan dan Perdesaan,
nilai silas ini bersifat universal sesuai nilai-
ternyata lebih kondusif pada masyarakat
perdesaan karena lebih kuat membangun nilai Pancasila yang digunakan sebagai
kebersamaan hidup dalam mengembangkan metode pemberdayaan masyarakat memiliki
nilai sosial daripada masyarakat perkotaan. ciri-ciri berfikir kefilsafatan, yaitu bersifat;
SIMPULAN konseptual, koheren (runtut), dan sistematis.
Menginternalisasikan makna ni-
Esensi kearifan budaya Sunda me- lai silas dalam program pemberdayaan
ngandung nilai moral kebaikan dalam ke- masyarakat miskin lebih kondusif pada
hidupan masyarakat Sunda masa lalu hingga masyarakat perdesaan daripada perkotaan,
kini menjadi pedoman dan pandangan karena tergerusnya nilai-nilai sosial lebih
hidup masyarakatnya, yang muncul
kuat terjadi pada masyarakat perkotaan yang
dalam wujud budaya dan unsur-unsur
lebih bersifat individualistik. Kendala lain
kebudayannya. Nilai moral kebaikan dalam
yang dihadapi dalam menginternalisasikan
membangun kebersamaan meningkatkan kualitas
165
Makna “Silas” Menurut Kearifan Budaya Sunda Perspektif Filsafat Nilai: Relevansinya Bagi Pemberdayaan Masyarakat Miskin
( Firdaus Saleh, Soejadi, dan Lasiyo )
166