SUNDA
Ilmu Budaya Sunda – Ade Priangani
FALSAFAH
• “Sunda dan kesundaan sangat kaya akan pelajaran dan falsafah hidup.” Pernyataan
seperti sering kita dengar, lalu benarkah orang Sunda mempunyai tradisi berfilsafat?
• Tradisi menulis di kalangan orang Sunda, walaupun ada naskah bahasa Sunda
yang berasal dari abad ke-16 dan sejak abad ke-19 banyak sekolah didirikan di
Tatar Sunda, namun kebiasaan menulis, apalagi menuliskan pikiran-pikiran secara
kritis dan rasional mengenai eksistensi kehidupan, dan mengenai teori ilmu
pengetahuan tidak pernah berkembang.
• Sejak abad ke-19, orang Sunda menuliskan bahasa Sunda yang diterbitkan berupa
buku, tetapi seperti juga naskah-naskah isi buku-buku itu kebanyakan berupa cerita
atau uraian tentang agama. Hampir tidak ada yang bersifat hasil pemikiran, apalagi
yang kritis! Bersikap kritis dalam masyarakat Sunda dianggap kurang ajar. Henteu
Nyunda.
TRADISI FILSAFAT H. HASAN MUSTAPA
• Berbicara tentang “filsafah Sunda” atau “falsafah orang Sunda”, kita tidak akan banyak
menemukan hasil pemikiran orang Sunda yang tertulis.
• Orang Sunda banyak mempergunakan cara lisan dalam menyampaikan kearifan hidupnya,
karena tradisi tulisan belum melembaga dalam masarakat.
• Tapi sejak beberapa dasawarsa lembaga-lembaga lisan yang dahulu menjadi cara
menurunkan kearifan hidup orang Sunda sudah tidak berfungsi lagi. Kearifan hidup dari
nenek moyang tidak lagi disampaikan kepada anak cucu, karena masarakat Sunda
mengalami perubahan yang sangat mendasar.
• Hanya sebagian kecil saja kearifan nenek moyang orang Sunda yang sempat dicatat dan
dengan demikian tersimpan. Artinya kalaupun ada “falsafah Sunda”, namun hampir tidak
dikenal lagi oleh komunitas manusia yang sekarang disebut orang Sunda. Karena “falsafah”
itu merupakan pandangan tentang hidup (dan juga tentang mati) yang dianut seseorang
atau sekelompok orang,
PANDANGAN HIDUP ORANG SUNDA
• Sundanologi ketika dipimpin oleh Prof. Dr. Édi Ékadjati pada 1980-an mengadakan
penelitian tentang “Pandangan hidup Orang Sunda” dan menghasilkan tiga judul buku
yang dikerjakan oleh tim yang berlainan.
• Pertama Pandangan Hidup orang Sunda seperti tercermin dalam Tradisi lisan dan
Sastra Sunda (1987), ditulis oleh Prof. Dr. Suwarsih Warnaén (Ketua Tim), Dr. Yus
Rusyana, Drs. Wahyu Wibisana, Drs. Yudistira K. Garna dan Dodong Djiwapradja SH.
• Kedua sama judulnya (1987), ....dengan tambahan “Konsistensi dan Dinamika” dan
Ketua Tim tetap, namun anggotanya berubah Dodong Djiwapradja SH, Drs. H. Wahyu
Wibisana, Drs. Kusnaka Adimihardja MA, Dra Nina Herlina Sukmana dan Dra Ottih
Rostoyati.
• Ketiga judulnya Pandangan Hidup Orang Sunda seperti tercermin dalam kehidupan
Masyarakat Dewasa Ini (1988/1989) dengan Tim yang terdiri dari Dr. Yus Rusyana, Drs.
Yugo Sariyun MA, Dr. Edi S. Ekadjati, dan Drs. Undang Ahmad Darsa.
PANDANGAN HIDUP ORANG SUNDA
• Ketiga buku itu sampai sekarang merupakan hasil kajian yang boleh dikatakan cukup mendalam tentang
pandangan hidup orang Sunda, baik yang tertulis dalam naskah-naskah dan buku-buku, maupun yang
terdapat dalam tradisi lisan dan berdasarkan hasil wawancara terhadap orang-orang Sunda dewasa ini
(20 tahun lalu).
• Pandangan hidup Orang Sunda seperti tercermin dalam tradisi lisan dan sastera Sunda, dibagi menjadi
lima kelompok, yaitu:
• 1. pandangan hidup tentang manusia sebagai pribadi;
• 2. pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan masyarakat;
• 3. pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan alam;
• 4. pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan Tuhan;
• 5. pandangan hidup tentang manusia dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah.
HASIL PENELITIAN
• Tahap pertama penelitian dilakukan terhadap tradisi lisan dan sastera Sunda : carita pantun Lutung Kasarung,
naskah Sanghyang Kanda ng Karesian, sawér pangantén, roman Pangéran Kornél (1930) dan Mantri Jero (1928)
karya R. Méméd Sastrahadiprawira.
• Tahap kedua penelitian dilakukan terhadap uga, Bab Adat Urang Priangan jeung Sunda lian ti éta (1913) karya
H. Hasan Mustapa, cerita-cerita si Kabayan, cerita rakyat (yang sudah dibukukan), roman Rusiah nu Goréng
Patut (1928, harusnya 1927) karya Yuhana,Lain Éta (1934) karya Moh. Ambri, Maot dina Dahan Jéngkol (1986)
karya Ahmad Bakri.
• Yang didapatkan sama, kecuali bahwa penelitian tahap I memberikan gambaran tentang pandangan hidup
orang Sunda golongan élit, sedangkan penelitian tahap II gambaran pandangan hidup orang Sunda kebanyakan
(balaréa).
• Tahap III dilakukan dengan mengajukan kuesioner kepada sejumlah orang Sunda kontemporer (1980-an) di
Kota Bandung, Sumedang Kota, Cianjur Kota, Sumedang pedesaan, Garut pedesaan, Tasikmalaya pedesaan
dan Sukabumi pedesaan), dengan sampel 336 orang.
• Pandangan hidup orang Sunda kontemporer umumnya masih tetap sama dengan pandangan hidup orang Sunda
hasil penelitian tahap I dan tahap II, kecuali pada beberapa hal terjadi pergeseran bahkan perubahan.
PANDANGAN HIDUP TENTANG MANUSIA
SEBAGAI PRIBADI
• Orang Sunda berpandangan bahwa manusia harus punya tujuan hidup yang baik, dan
senantiasa sadar bahwa dirinya hanya bagian kecil saja dari alam semesta.
• Sifat-sifat yang dianggap baik al. harus sopan, sederhana, jujur, berani dan teguh
pendirian dalam kebenaran dan keadilan, baik hati, bisa dipercaya, menghormati
dan menghargai orang lain, waspada, dapat mengendalikan diri, adil dan berpikiran
luas serta mencintai tanah air dan bangsa.
• Untuk mempunyai tujuan hidup yang baik, harus punya guru yang akan menuntunnya
ke jalan yang benar. Guru dihormati dalam masyarakat Sunda. Bahkan Tuhan Yang
Maha Esa juga disebut Guru Hyang Tunggal. Dalam naskah Siksa Kanda ng Karesian
dikatakan bahwa orang dapat berguru kepada siapa saja. Dianjurkan agar bertanya
kepada orang yang ahli dalam bidangnya. Teladani orang yang berkelakuan baik.
Terimalah kritik dengan hati terbuka. Ambil manfaatnya dari teguran dan nasihat
orang lain.
PANDANGAN HIDUP TENTANG HUBUNGAN
MANUSIA DENGAN MASYARAKAT
• Tujuan hidup yang dianggap baik oleh orang Sunda ialah hidup sejahtera, hati tenang dan tenteram,
mendapat kemuliaan, damai, merdeka dan mencapai kesempurnaan di akhirat. Sejahtera berarti hidup
berkecukupan. Tenang dan tenteram berarti merasa bahagia. Mendapat kemuliaan berarti disegani dan
dihormati orang banyak, terhindar dari hidup hina, nista dan tersesat. Hidup damai artinya rukun, akrab
dengan tetangga dan lingkungan. Orang yang merdeka artinya terlepas dari ujian dan terbebas dari hidup
tanpa tujuan. Dan kesempurnaan akhirat ialah terhindar dari kema’siatan dunia dan ancaman neraka di
akhirat.
• Untuk mencapai tujuan hidup itu orang harus taat kepada ajaran-ajaran karuhun, pesan orangtua dan
warisan ajaran yang tercantum dalam cerita-cerita pantun, dan yang berbentuk naskah seperti Siksa
Kandang Karesian. Ajaran-ajaran itu punya tiga fungsi: (1) sebagai pedoman dalam menjalani hidup; (2)
sebagai kontrol sosial terhadap kehendak dan nafsu yang timbul pada diri seseorang dan (3) sebagai
pembentuk suasana dalam masyarakat tempat seseorang lahir, tumbuh dan dibesarkan yang secara tak
sadar meresap ke dalam diri semua anggota masyarakat.
• Semangat bekerjasama dalam masyarakat harus dipupuk dan dikembangkan. Harus saling hormat dan
bertatakrama, sopan dalam berkata, sikap dan kelakuan. Harus saling sayangi sesama anggota
masyarakat.
PANDANGAN HIDUP TENTANG HUBUNGAN
MANUSIA DENGAN ALAM
• Sejak pra-Islam, orang Sunda percaya akan adanya Tuhan dan percaya
bahwa Tuhan itu Esa. Meskipun pernah memeluk agama Hindu, namun
dewa-dewa Hindu ditempatkan di bawah Hyang Tunggal, Guriang
Tunggal atau Batara Tunggal.
• Tuhan Maha Mengetahui, mengetahui apa yang diperbuat mahlukNya,
karena itu manusia wajib berbakti dan mengabdi kepada Tuhan. Tuhan
disebut juga Nu Murbéng Alam (Yang Menguasai Alam), Nu Mahawisésa
(Yang Mahakuasa), Nu Mahaasih (Maha Pengasih), Gusti Yang Widi (Yang
Maha Menentukan), Nu Mahasuci (Yang Maha Suci), dll. Tuhan
menghidupi mahlukNya, memberi kesehatan, memberi rizki dan
mematikannya pada waktunya.
PANDANGAN HIDUP TENTANG MANUSIA DALAM MENGEJAR
KEMAJUAN LAHIRIAH DAN KEPUASAN BATINIAH
• Dari hasil penelitian tahap III yang berupa kuesioner terhadap sejumlah sampel, di
sejumlah daerah, terlihat adanya nilai-nilai yang tetap dipertahankan, ada yang bergeser
dan ada pula yang berubah.
• Pada pandangan hidup manusia sebagai pribadi terdapat pergeseran mengenai pantangan
(harus ada alasan yang masuk akal), hidup berkumpul dengan keluarga, membela
kehormatan, hidup selamat dan hidup sederhana.
• Pandangan semula tidak ditolak sama sekali, tetapi disesuaikan dengan perkembangan
zaman. Yang mengalami perubahan adalah mengenai bicara arif, bertindak hati-hati,
ramah kepada pendatang, pengalihan kebiasaan dan tentang hidup yang dicita-citakan.
• Orang bicara tak usah lagi malapah gedang, lebih baik blak-blakan, tak usah terlalu
menenggang perasaan orang lain. Terhadap para pedatang, sekarang menjadi harus
waspada. Kebiasaan dirubah sesuai dengan kebutuhan, misalnya kebiasaan menanam padi,
kalau ternyata memelihara ikan lebih menguntungkan, maka kebiasaan itu ditinggalkan.
PERGESERAN DAN PERUBAHAN
• Pada pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan masyarakat, cenderung terjadi pergeseran
dan perubahan dalam semua hal. Misalnya tentang membantu anggota keluarga yang miskin,
sewaktu-waktu dan seperlunya saja, jangan sampai yang ditolong menggantungkan diri pada orang
lain.
• Terhadap orang tua tidak lagi menuruti segala keinginan dan nasihatnya, bergeser menjadi asal tidak
melupakan dan menghargai jasa-jasanya. Dalam menghadapi hal yang tidak disetujui, kalau semula
diam, sekarang menyatakan pendapat dan merundingkannya, bahkan memerotesnya.
• Yang berubah ialah tentang perkawinan dengan orang daerah lain (menjadi terbuka), tentang tugas
isteri terhadap suami (menjadi setara sebagai teman hidup).
• Pada pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan Tuhan, terjadi penguatan dan pergeseran.
Kepercayaan orang Sunda akan Tuhan dan akan keesaan Tuhan, sekarang menjadi lebih kuat.
• Keyakinan akan Tuhan Mahakuasa kian kuat. Manusia harus berusaha dan berdo’a tapi pasrah akan
hasilnya. Pendidikan agama dianggap kian penting baik di rumah, di sekolah, di madrasah, maupun di
masjid. Yang bergeser adalah yang bertalian dengan upacara adat seperti membuat sasajén, dan
sikap terhadap uga
PERGESERAN DAN PERUBAHAN
• filsafat Silas yang merupakan kearifan lokal berasal dari abad ke 14 dari
Prabu Siliwangi yang namanya ini diserap dari kata silih-wangikeun agar
rakyatnya bisa menjadi manusia unggulan atau manusa sunda nu-nyunda.
• Prabu Wangi sendiri merupakan julukan yang diberikan kepada Prabu
Maharaja setelah "mewangikan" kebanggaan rakyat tatar Sunda dengan
prestasi dan kemasyhurannya.
• Orang Jerman menilai untuk bisa menjadi manusia
unggulan “uebermensch” atau ras Arya berdasarkan penampilan fisik
tubuhnya dimana harus berambut pirang dan bermata biru. Sedangkan urang
Sunda berdasarkan watak prilakunya seseorang.
FALSAFAH SILAS
• Silih asuh (caring each other), silih asuh (silas) yang mengandung
nilai moral kebaikan dalam membangun kebersamaan. Melalui
kehidupan bermasyarakat dengan cara membangun hubungan
silaturrahmi dengan cara saling bantu satu dengan yang lain.
• Bagi mereka yang membutuhkannya misalnya yang muda bantu yang
tua, karena pada suatu saat kita juga akan menjadi tua. Yang kaya
bantu yang miskin, yang kuat bantu yang lemah. Kesaling-
tergantungan kepada sesamanya mendorong manusia untuk
memelihara hubungan baik dengan sesamanya.
Menghormati orang yang lebih tua
• Misalnya bertalian dengan pandangan hidup tentang manusia sebagai pribadi, hasil penelitian
“orang Sunda itu berani dan teguh pendirian dalam kebenaran dan keadilan ……berpikiran luas
serta mencintai tanahair dan bangsa”. Padahal dalam kehidupan nyata nilai-nilai tersebut sudah
tidak terlihat.
• Kebanyakan merasa lebih baik memilih diam melihat kebenaran dan keadilan diperkosa. Umumnya
menganggap bersikap pura-pura tidak tahu sebagai sikap yang bijaksana – alias tidak bersikap
“berani dan teguh pendirian”.
• Nilai-nilai tersebut mungkin dijaring dari naskah kuna seperti Siksa Kandang Karesian yang ditulis
pada tahun 1518, ketika kerajaan Sunda masih berdiri dan manusia Sunda masih merdeka. Tetapi
setelah Tatar Sunda dijajah Mataram (sejak awal abad ke-16) dan kemudian oleh Belanda (sejak
abad ke-18) dan Jepang (1942-1945), manusia Sunda menjadi manusia yang paling lama dijajah di
Indonesia dan mentalnya sudah berubah menjadi mentalitas manusia jajahan, yang selalu
ketakutan dan tidak berani mengemukakan pikiran sendiri karena “heurin ku létah”. Lebih
mengutamakan keselamatan dan kedudukan pribadi daripada memperlihatkan sikap “berani dan
teguh pendirian dalam kebenaran dan keadilan”.
KONDISI EXISTING URANG SUNDA
• Menurut Siksa Kandang Karesian orang harus menerima kritik dengan hati
terbuka, tetapi kita tahu kritik dianggap tabu dalam masyarakat Sunda bahkan
juga sampai sekarang. Orang yang berani mengeritik dianggap henteu Nyunda!
Artinya telah terjadi pergeseran dari sikap terbuka terhadap kritik yang terdapat
pada masa Siksa Kandang Karesian.Tetapi sejak kapan pergseran itu terjadi, tidak
diketahui.
• Peneliti agaknya tidak menangkap bahwa nilai-nilai yang dimuat dalam Siksa
Kandang Karesian sudah banyak yang tidak diikuti lagi dalam kehidupan nyata
orang Sunda sejak beberapa lama – mungkin beberapa abad. Hal yang dapat kita
maklumi karena naskah Siksa Kandang Karesian tidak dikenal lagi oleh orang
Sunda umumnya sejak beberapa abad.
KONDISI EXISTING URANG SUNDA
• orang Sunda, sebagai bangsa Indonesia, sedang mengalami perubahan sosial yang luar biasa.
• Perubahan yang mengguncangkan dan mencabut nilai-nilai warisan nenek moyang yang karena
perjalanan sejarah tidak dapat disampaikan secara baik dari generasi tua kepada generasi
selanjutnya, baik secara lisan maupun secara tulisan. Misalnya nilai-nilai yang dikemukakan dalam
Siksa Kandang Karesian, yang pada masanya menjadi pegangan orang banyak selama berabad-abad
hanya secara fragmentaris saja disampaikan oleh generasi tua kepada generasi yang berikutnya.
• Sementara itu telah datang agama, budaya dan nilai-nilai baru dari luar yang merasuk ke dalam
masyarakat baik yang di kota maupun yang di desa, baik yang termasuk golongan elit maupun yang
termasuk golongan balaréa, dibawa oleh para saudagar, para penjajah, dan lain-lain.
• Semuanya itu mempengaruhi nilai-nilai yang dianut oleh orang Sunda dalam hidupnya dari masa ke
masa. Sementara pewarisan nilai-nilai asli peninggalan nenekmoyangnya tidak berlangsung secara
baik, sehingga orang Sunda sekarang seperti pareumeun obor.
MENGEMBALIKAN FALSAFAH SUNDA
Kesejahteraan hidup dapat dicapai bila kita mampu memelihara 10 bagian tubuh yaitu :
1.Telinga 6. Mulut
2. Mata 7. Tangan
3. Kulit 8. Kaki
4. Lidah 9. Tumbung (Dubur)
5. Hidung 10. Alat Kelamin (Purusa)
Jika 10 bagian tubuh tersebut tidak dijaga dapat mendatangkan musibah (dora bancana) tetapi bila
digunakan dengan benar dapat membawa kesejahteraan (dasa kereta). Dahulu para paraji (dukun
bayi) selalu membisikan wejangan pada telinga kiri bayi sesudah dimandikan “Ulah sadengena mun
lain dengekeunana” (janganlah mendengar apa apa yang tidak pantas di dengar)
DASA PREBAKTI DAN PANCAAKSARA
GURUNING JANMA
• 2. Dasa Prebakti
• Ajaran ini menuntut ketataan seseorang pada orang lain karena
kedudukannya, seperti : anak taat pada orangtua, istri taat pada suami,
murid taat pada guru. Ini dimaksudkan agar kehidupan bermasyarakat dan
bernegara dapat berjalan dengan baik dan lancar.
• 3. Pancaaksara Guruning Janma
• Dalam Siksakandang dituturkan : “Pancaaksara ma byakta nu katongton
kawreton, kacakeuh ku indriya” (Pancaaksara adalah kenyataan yang terlihat
dan teralami, serta tertangkap oleh indera). Artinya : “Pengalaman harus
dijadikan sebagai pelajaran bagi manusia” dimana melalui pengalaman itu
akan diperoleh hakikat dari diri manusia dan lingkungannya.
DARMA MITUTUR DAN NGAWAKAN TAPA DI
NAGARA
• 4. Darma Mitutur
• Wejangan ini berkaitan dengan keharusan untuk seorang untuk belajar dari pengalaman dan dalam menuntut ilmu
seseorang harus memiliki penyikapan untuk tidak memandang waktu, guru dan yang harus digurui dan harus bersikap
teliti dan selektif. Darma Pitutur tersebut diuraikan melalui suatu siloka sunda kuno sebagai berikut:
• -Tadaga kang carita hangsa (Ingin tahu tentang telaga, tanyalah angsa
• -Gajendra carita banen (Ingin tahu tentang hutan, tanyalah gajah)
• -Matsyanem carita sagarem (Ingin tahu tentang laut, tanyalah ikan)
• -Puspanen carita bangbarem (Ingin tahu tentang bunga, tanyalah kumbang)
• 5. Ngawakan Tapa di Nagara
• Setiap orang harus memiliki kemampuan dan keahlian, mulai dari seorang penggembala hingga pembesar kerajaan.
Pada Naskah ini, disebutkan : “Sing sawatek guna, aya na satya diguna kahuluan; eta kehna turutaneun, kena eta
ngawakan tapa di nagara” (Segala keahlian yang dengan setia dilakukan untuk negara, harus ditiru, karena itu berartu
melakukan tapa di negara).
• Contoh dari pekerjaan dan keahlian yang bermanfaat bagi negara antara lain adalah mentri, bayangkhara, pengalasan,
pelukis, pandai emas, pandai besi, penyadap, prajurit, pemanah, pemungut pajak, penangkap ikan, penyelam dll.
TRITANGTU DI NU REYA DAN HIDUP YANG
PANTAS DAN BERSAHAJA
• 6. Tritangtu Di Nu Reya
• Merupakan tiga sendi kemenangan dalam masyarakat yang meliputi sikap “teguh, pageuh, tuhu”
dalam kebenaran, Sikap ini mutlak dilakukan demi tercapainya kesejahteraan hidup. Bila setiap orang
jujur dan benar dalam menjalankan tugasnya maka sejahtera di utara-selatan-barat-timur dan
dimanapun yang ada dibawah langit.
• 7. Hidup yang pantas dan bersahaja
• Setiap orang dianjurkan untuk selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu : “ Pakeun nu
tiwas kala manghurip, emat-imeut rajeun leukeun, peda predana” (agar tidak sengsara selama hidup,
haruslah hemat dan rajin, cukup pakaian).
• Sikap hidup yang bersahaja dan tidak berlebihan ini diuraikan :
• “Jaga rang hees tamba tunduh, nginum twak tamba hanaang, nyatu tampa ponyo, ulah urang
kajongjonan. Yatnakeun maring ku hanteu” (Hendaknya kita tidur sekadar penghilang kantuk, minum
tuak sekadar penghilang haus, makan sekadar penghilang lapar, jangan berlebihan. Ingatlah bila
suatu saat kita tidak memiliki apa apa).
JANGAN GILA PUJIAN DAN PANCA PARISUDA