Anda di halaman 1dari 7

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN
MODUL PRAKTIKUM
PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM - 02 9-9-2019 5 1 dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

Hari/Tanggal : Senin, 28 September 2020


Materi : Dekomposisi Awal
Nama : Adyra Shafa Salsabilla
NPM : 200110180005
Kelompok : 5
Dosen Pengampu : Ir. Wowon Juanda, MP.

1. Judul Praktikum

Persiapan untuk Dekomposisi Awal : Perhitungan Nisbah C/N dan Kadar Air Bahan
Organik

2. Tujuan Praktikum
Praktikan dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi awal

3. Kajian Pustaka

Dekomposisi adalah perubahan fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh

mikroorganisme atau proses penghancuran bahan organik berasal dari hewan dan tanaman

menjadi senyawa-senyawa sederhana (Sutedjo dkk, 1991). Sedangkan pendapat Rynk


(1992) menyatakan bahwa dekomposisi merupakan suatu proses biologis dengan

memanfaatkan mikroorganisme untuk mengubah material organik seperti limbah ternak,

sampah, daun, kertas, dan sisa makanan menjadi material seperti tanah yang disebut

kompos. Jerami diperlukan oleh bakteri perombak untuk dijadikan bahan tambahan pada

proses dekomposisi Menurut Haryanto dkk (2009), jerami padi dapat digunakan sebagai

bahan pembuat kompos untuk membantu meningkatkan kandungan bahan organik.

Menurut Murbandono (1998), kompos matang warnanya menyerupai tanah. Dekomposisi

awal bertujuan untuk mengubah bahan organik kompleks menjadi sederhana dan juga

mengembangbiakkan mikroorganisme pengurai. Persyaratan dari dekomposisi awal adalah

keberadaan mikroorganisme pengurai, komposisi bahan organik harus tepat (nisbah C/N

sesuai dengan persyaratan antara 25-30), kandungan air berkisar 40-60%, oksigen harus
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
MODUL PRAKTIKUM
PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM - 02 9-9-2019 5 2 dari 7
cukup dan pengendalian yang benar. Menurut Rynk (1992), dalam

dekomposisi/pengomposan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu nisbah C/N,

kadar air, suhu pengomposan, derajat keasaman (pH), dan aktivitas mikroorganisme.

4. Hasil Pengamatan

Gambar 1. Dekomposan Pada Hari Ke 7

Gambar 2. Dekomposan Pada Hari Ke 14


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
MODUL PRAKTIKUM
PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM - 02 9-9-2019 5 3 dari 7

Gambar 3. Perubahan Suhu Dekomposan Selama Inkubasi

5. Pembahasan
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
MODUL PRAKTIKUM
PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM - 02 9-9-2019 5 4 dari 7
Pembuatan dekomposer diawali dengan menyiapkan bahan dan alat yang akan

digunakan seperti feses sapi, jerami, karung, tali rapia, karton tebal, jarum jahit,

thermometer, dan tongkat bambu. Setelah menyiapkan bahan feses dan jerami ditimbang

lalu dihomogenkan jika pada proses ini kadar air campuran kurang maka dapat dilakukan

penambahan air tetapi jika kelebihan kadar air dilakukan pengeringan atau penambahan

jerami. Menyiapkan karung yang sudah diisi jerami kering sebanyak 1 kg atau setebal 2

Cm berfungsi untuk menyerap kelebihan air pada campuran yang akan dimasukkan yaitu

feses dan jerami yang dihomogenkan. Setelah dimasukkan lalu dipadatkan menggunakan

tongkat bambu dan dipadatkan kembali sampai tidak ada rongga udara lalu ditambahkan

kembali jerami kering sebanyak 1 Kg atau setebal 2 Cm berfungsi untuk menyerap bau

busuk saat proses dekomposisi.Hal ini sesuai dengan pernyataan Yuwono (2005) bahwa

proses dekomposisi secara anaerobik dihindari selama proses pengomposan karena akan

dihasilkan bau yang tidak sedap serta memerlukan waktu lebih lama. Proses anerobik akan

menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik

(asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S. Setelah itu ditutup

menggunakan karton tebal agar terhindar dari penguapan lalu diikat menggunakan tali

rapia. Setalah karung diikat karung diberikan lubang di bagian atas tengah dan bawah

karung yang akan digunakan untuk pengukuran suhu selama 7 hari.


Pengukuran suhu dilakukan selama 7 hari berturut-turut, suhu paling tinggi berada

pada hari ke 1. Menurut Saludes dkk, (2007) Pada dekomposisi awal melewati fase

mesofilik dan fase thermofilik. Secara gradual suhu menurun sampai mencapai suhu

kamar . Selanjutnya fase ketiga pengomposan akan kembali ke mesofilik dimana suhu

berkisar 30-37 C. Setelah hari ke 7 hasil dekomposisi diamati kondisinya pada warna

terjadi perubahan yakni berubah dari yang berwarna kuning menjadi agak gelap dan coklat

tua. Hal ini sesuai dengan pernyataan Djuarnani, N (2005) bahwa kompos yang telah

matang ditandai oleh warna yang gelap, tidak berbau busuk, struktur remah dan tidak

dihinggapi lalat. Sedangkan pada teksturnya menjadi lebih rapuh dan baunya pun tidak

berbau busuk. Setelah digelar pada alas kayu dekomposan ini di remahkan dan dikeringkan
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
MODUL PRAKTIKUM
PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM - 02 9-9-2019 5 5 dari 7

selama 14 hari hingga kadar airnya kurang lebih 20%. Menurut Yuliarti, N (2009) bahwa

selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan berat. Penyusutan berat dapat

mencapai 30-40 % dari berat awal bahan. Proses dekomposisi awal dianggap selesai

apabila suhu kompos sudah mencapai suhu awal. Setelah melewati fase mesofilik,

kompos akan mengalami fase thermofilik dimana suhu yang tercapai lebih dari 40oC.
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
MODUL PRAKTIKUM
PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM - 02 9-9-2019 5 6 dari 7

6. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, terjadi perubahan suhu dari

hari ke hari. Selain perubahan suhu, terjadi perubahan warna dari coklat menjadi coklat tua

seperti tanah, aroma menyengat feses menjadi tidak berbau feses, tekstur menggumpal

menjadi remah/rapuh dan penyusutan berat dikarenakan adanya proses dekomposisi dan

mineralisasi sehingga nilai C/N turun mendekati C/N tanah.

7. Daftar Pustaka

Djuarnani, N., Kristiani, dan B.S Setiawan. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia
Pustaka. Jakarta

Murbandono, L., 2008. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rynk, R. 1992. On-Farm Composting Handbook. Northeast Regional Agriculture


Engineering Service Pub. No. 54. Cooperative Extension Service.Ithaca, N.Y.1992;
186pp.On line : www.nreaes.org

Saludes, R.B., K. Iwabuchi, A. Kayanuma, T. Shiga. (2007). Composting of dairy Marlin

Sutedjo MM, Kartasapoetra AG, Sastromodjo RS. 1991. Mikrobiologi tanah. PT Rineka
Cipta. Jakarta.

Yuwono, D. 2005. Kompos (TNH). Penebar Swadaya. Jakarta

Yuliarti, Nugraherti. 2009. 1001 Cara Menghasilkan Pupuk Organik. Yogyakarta :Lyli
Publiser.
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
MODUL PRAKTIKUM
PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM - 02 9-9-2019 5 7 dari 7

Anda mungkin juga menyukai