Anda di halaman 1dari 7

Prilaku & Lingkungan

KEARIFAN LOKAL DAERAH LAMPUNG

OLEH:

Aris Hidayat 1415012008


Dhea Anggraini M 1415012012
Mahardika Clara D 1415012026
M Hariansyah Putra 1415012027
Nidya Nurhasanah 1415012028

JURUSAN S1 TEKNIK ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG
T.A 2016/2017
PENDAHULUAN

Disetiap etnis dalam masyarakat multicultural memiliki kearifan lokal sendiri,


seperti etnis Lampung yang dikenal terbuka menerima etnis lain, begitupun masyarakat
etnis lainnya yang ada diIndonesia. Mereka juga memiliki kearifan lokal masing-masing
sesuai dengan budaya dan pedoman hidup juga keyakinan dan tuntutan hidup mereka
dalam upaya mencapai kesejehtaraan berasma. Beberapa nilai dan bentuk kearifan lokal,
termasuk hukum adat, nilai-nilai budaya dan kepercayaan yang ada sebagian bahkan sangat
relevan untuk diaplikasikan ke dalam proses pembangunan kesejahteraan masyarakat.
Kearifan lokal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan masyarakat, sehingga
kemudian mentradisi dan melekat kuat dalam sikap dan perilaku kehidupan sehari-hari.
Meskipun ada perbedaan karakter dan intensitas hubungan sosial budayanya, tapi dalam
jangka yang lama mereka terikat dalam persamaan visi dalam menciptakan kehidupan yang
bermartabat dan sejahtera bersama. Dalam bingkai kearifan lokal ini, antar individu, antar
kelompok masyarakat saling melengkapi, bersatu dan berinteraksi dengan memelihara nilai
dan norma sosial yang berlaku. Kearifan lokal atau local wisdom atau genius lokal kini
semakin penting untuk didalami, berkenaan dengan rencana Pemerintah untuk
menyelenggarakan pendidikan karakter bangsa dan ekonomi kreatip. Masing masing daerah
memiliki kerifan lokal. Letak geografis dan perjalanan sejarah politik suatu daerah
melahirkan kearifan lokal yang berkembang didaerah tersebut
Demikian juga halnya dengan daerah Lampung, akibat letak geografis dan
perjalanan sejarah politik masa lalu serta kontak kontak budaya yang selama itu terjadi,
telah melahirkan genius lokal yang telah berhasil menghantar masyarakat Lampung ke era
sekarang. Genius lokal atau kearifan lokal adalah merupakan sesuatu yang bernilai dan
disepakati untuk dijadikan pegangan bersama sehingga tetap tertanam dalam waktu yang
sedemikian lama.
Dalam proses kompromi budaya, kearifan lokal bukan hanya berfungsi menjadi
filter ketika terjadi benturan antara budaya lokal dengan tuntutan perubahan. Lebih jauh,
nilai-nilai budaya lokal berbicara pada tataran penawaran terhadap sumberdaya nilai-nilai
kearifan lokal sebagai pedoman moral dalam penyelesaian masalah ketika sebuah
kebudayaan berhadapan dengan pertumbuhan antagonis berbagai kepentingan hidup.
Tentu saja terbentuknya kesatuan yang harmonis itu tidak lepas dari hasil
kompromi keadilan yang menyentuh kepentingan berbagai pihak. Kepentingan-kepentingan
yang dimaksud sangat luas cakupannya, tetapi secara garis besar meliputi berbagai
permasalahan yang berhubungan dengan kelangsungan hidup manusia, terutama yang
bersifat primer dan praktis. Bagi pembuat kebijakan harus mampu memilah dan memilih
proses kompromi yang menguntungkan semua pihak, kemudian menyikapi, menata,
menindaklanjuti arah perubahan kepetingan-kepentingan itu agar tetap dalam prinsip
kebersarnaan. Kebudayaan sebagai lumbung nilai-nilai budaya lokal bisa menjadi sebuah
pedoman dalam upaya rnerangkai berbagai kepentingan yang ada secara harmonis, tanpa
ada pihak yang dikorbankan.
KEARIFAN LOKAL LAMPUNG DAN IMPLENTASINYA

1. Pengertian Kearifan Lokal

Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata:
kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan
Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan
kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami
sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai
baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Secara etimologis, kearifan (wisdom) berarti kemampuan seseorang dalam
menggunakan akal pikirannya untuk menyikapi sesuatu kejadian, obyek atau situasi.
Sedangkan lokal, menunjukkan ruang interaksi di mana peristiwa atau situasi tersebut
terjadi. Dengan demikian, kearifan lokal secara substansial merupakan nilai dan norma yang
berlaku dalam suatu masyarakat yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam
bertindak dan berperilaku sehari-hari. Dengan kata lain kearifan lokal adalah kemampuan
menyikapi dan memberdayakan potensi nilai-nilai luhur budaya setempat. Oleh karena itu,
kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia
dalam komunitasnya (Geertz, 2007). Perilaku yang bersifat umum dan berlaku di masyarakat
secara meluas, turun temurun, akan berkembang menjadi nilai-nilai yang dipegang teguh,
yang selanjutnya disebut sebagai budaya. Kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran
yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah (Gobyah, 2003). Kearifan lokal (local
wisdom) dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi)
untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam
ruang tertentu (Ridwan, 2007). Ada beberapa ciri ciri kearifan lokal, yaitu :
(1) memiliki kemampuan bertahan dari gempuran budaya lain,
(2) memiliki kemampuan untuk mengakomodasi budaya luar,
(3) memiliki kemampuan mengintegrasikan budaya luar ke dalam budaya lokal,
(4) memiliki kemampuan untuk mengendalikan, dan
(5) memiliki kemampuan untuk memberikan arahan dalam perkembangannya.
Ditinjau dari kelima ciri tersebut maka piil pesenggiri pantas untuk disebut sebagai genius
lokal, lokal wisdom atau kearifan lokal.
Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Local genius ini merupakan
istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas
secara panjang lebar pengertian local genius ini (lihat Ayatrohaedi, 1986). Antara lain
Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/
kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan
mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-
19).
2. Piil Pesenggiri dan Implentasinya

Bentuk kearifan lokal Lampung yang khas mengandung nilai budaya luhur adalah
Piil Pesenggiri. Piil Pesenggiri ini mengandung pandangan hidup masyarakat yang diletakkan
sebagai pedoman dalam tata pergaulan untuk memelihara kerukunan, kesejahteraan dan
keadilan. Piil Pesenggiri merupakan harga diri yang berkaitan dengan perasaan kompetensi
dan nilai pribadi, atau merupakan perpaduan antara kepercayaan dan penghormatan diri.
Seseorang yang memiliki Piil Pesenggiri yang kuat, berarti mempunyai perasaan penuh
keyakinan, penuh tanggungjawab, kompeten dan sanggup mengatasi masalah-masalah
kehidupan. Piil pesenggiri sepertinya tak terpisahkan dari prinsip hidup masyarakat
Lampung dari era yang satu ke era yang lain. Kalau boleh ditetapkan periodeisasinya adalah
terdiri dari pra Islam, masa Islam dan era modern. Pada era modern ini ternyata tetap saja
piil pesenggiri menarik untuk dibicarakan, dan komunitas yang cukup luas tetap
mendukungnya.
Etos dan semangat kelampungan (spirit of Lampung) piil pesenggiri itu mendorong
orang untuk bekerja keras, kreatif, cermat, dan teliti, orientasi pada prestasi, berani
kompetisi dan pantang menyerah atas tantangan yang muncul. Semua karena
mempertaruhkan harga diri dan martabat seseorang untuk sesuatu yang mulya di tengah-
tengah masyarakat. Unsur-unsur Piil Pesenggiri itu bukan sekedar prinsip kosong, melainkan
mempunyai nilai-nilai nasionalisme budaya yang luhur yang perlu di dipahami dan
diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sejatinya Piil Pesenggiri tidak
diungkapkan melalui pemujaan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain atau dengan
mengagungkan seseorang yang jauh lebih unggul dari orang lain, atau menyengsarakan
orang lain utk membahagiakan seseorang. Seorang yang memiliki harga diri akan lebih
bersemangat, lebih mandiri, lebih mampu dan berdaya, sanggup menerima tantangan, lebih
percaya diri, tidak mudah menyerah dan putus asa, mudah memikul tanggung jawab,
mampu menghadapi kehidupan dengan lebih baik, dan merasa sejajar dengan orang lain.
Dahulu masyarakat adat budaya Lampung hanya memiliki piil belaka (tampa
pesenggiri) dengan unsur : Laki laki piilnya perempuan, perempuan pillnya harta, perhiasan
dan makanan. Anak perempuan piilnya kelakuan dan anak laki laki piilnya adalah
perkataan.Kaidah ini mampu bertahan dalam waktu yang tidak sebentar. Dengan masuknya
agama Islam dan terjadi kontak budaya dengan masyarakat Banten, sebagai penyebar
agama Islam di Lampung, maka piilpun berubah atau tepatnya ditambah menjadi Piil
Pesenggiri. Ada kata pesenggiri berhasil ditambahkan. Dan unsurnyapun berubah
menjadi Juluk Adek, Nemui nyimah, Nengah Nyappur, dan sakai sambaian. Secara ringkas
unsur-unsur Piil Pesenggiri itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
Nemui nyimah sebagai unsur piil pesenggiri terdiri dari dua kata, nemui yang berasal dari
kata temui yang artinya tamu, dan nyimah yang berasal dari kata simah yang artinya santun.
Seseorang baru diakui eksistensinya manakala ia mampu menjadi tamu atau tuan rumah
penerima tamu, dan dalam posisi apapunia mampu menjadi pihak yang santun. Untuk
menuju santun maka seseorang dituntut produktif.
Nengah nyappur terdiri dari dua kata. Nengah memiliki tiga arti yaitu kerja keras,
berketerampilan dan bertanding. Dan kata nyappur yang artinya toleransi. Kerja keras,
berketerampilan dan bertanding jelas bernuansa persaingan, walaupun untuk memberikan
yang terbaik, namun tidak kehilangan nuansa kompetisi.
Sakai sambaian terdiri dari dua kata, yaitu kata sakai yang berasal dari kata akai atau kakkai,
yang artinya terbuka. Dan kata sambai yang artinya lihat, teliti dan selidik. Setelah mampu
berproduksi dan juga mampu berkompetisi, maka seseorang diharapkan terbuka untuk
mnerima masukan masukan, tetapi dalam waktu bersamaan, juga siap memberikan
masukan. Intinya adalah kooperatif.
Juluk Adek terdiri dari dua kata, yaitu juluk adalah nama baru yang diberika kepada
seseorang yang telah mampu merumuskan cita citanya, sedangkan adek atau adok adalah
nama baru yang diberikan kepada seseorang yang telah berhasil mencapai cita cita itu.
Setiap seseorang diarahkan agar selalu mencapai prestasi baru dalam hidupnya. Setelah
seseorang itu mampu produktif, lalu mampu kompetitif serta mahir untuk kooperatif, maka
saatnya seseorang harus inivatif.
Kecuali itu, kearifan lokal Lampung adalah adat muwakhi
(mewarei=bersaudara=pepadun), yang secara etimologi berarti bersaudara atau adat
persaudaraan dalam hubungan sosial. Muwakhi berasal dari kata puwakhi yang artinya
saudara sekandung, dan saudara sepupu dari garis pihak bapak maupun ibu. Muwakhi
merupakan nilai dasar etika sosial dilandasi falsafah hidup Piil Pesenggiri. Oleh karena itu
perlu dilestarikan, dipelihara, dikembangkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari
dalam lingkungan keluarga, kerabat, kehidupan kemanusiaan dan pembangunan
masyarakat. Ada 3 (tiga) alasan utama dilakukan kegiatan adat muwakhi (muwari) tersebut,
yaitu:
1) Karena/atas dasar hubungan yang sangat baik, misalnya:
a) Terselamatnya jiwa/kehormatan seseorang dalam suatu peristiwa tertentu;
b) Hubungan pertemanan/persahabatan yang sudah sangat lama pada saat sekolah,
sekantor, sepemukiman dan sebagainya.
2) Karena alasan telah terjadi suatu peristiwa yang kurang baik misal pertikaian dimana
seseorang/beberapa orang terbunuh kecelakaan;
3) Karena hubungan perkawinan keluarga Lampung dengan masyarakat luar Lampung.

Kegiatan mewarei ini pada hakekatnya melalui beberapa tahapan, setelah terjadi
suatu peristiwa yang didukung niat yang luhur dan kemampuan dari kedua belah pihak guna
penyelesaian konflik yang terjadi atau penegasan status/posisi mereka dalam suatu tatanan
masyarakat adat tertentu.Karena peristiwa mewarei ini akan berpedoman pada status
hirarki dan status dalam keluarga dan masyarakat status maka pedoman awal yang
digunakan adalah status pihak yang berinisiatif dalam masyarakat adat yang bersangkutan.
Status pihak yang dimaksud adalah kedudukan pihak yang berinisiatif dalam masyarakat
adatnya, secara tegas apakah yang bersangkutan berstatus sebagai punyimbang atau bukan.
Keadaan demikian ini sangat penting sebab pihak yang baru akan menyesuaikan
dengan status kekeluargaan yang telah ada, dan keluarga yang berinisiatif akan menata
ulang susunan kekeluargaannya. Penataan ulang ini pada prinsipnya tidak boleh melampaui
susunan kekeluaraan yang sudah ada, atau menjelaskan diantara susunan yang sudah ada
secara biologis, walaupun pada kenyataan pihak yang baru umumnya lebih tua dari pihak
yang berinisiatif. Ternyata bukan hanya orang Lampung memiliki piil pesenggiri, di Batak ada
dalihan na tolu, di Padang ada adat basendi syara, syara bersendi Kitabullah, Banten ada
kiyai dan jawara, di Madura ada carok, di Bugis ada syiri. Dengan cara pandang seperti itu,
dapat dipahami mengapa negara dituntut memenuhi kewajibannya untuk merawat,
memelihara, mengembangkan dan menghidupkan kebudayaan yang telah ada dalam
sejarah masyarakat.
Pemeliharan dan pengembangan itu diimplementasikan dalam pendidikan formal
dan non-formal, dalam bentuk kebijakan-kebijakan, serta bantuan keuangan, sarana dan
prasarana, serta dalam bentuk jaminan hukum dan politik agar kebudayaan berkembang
dan selalu tumbuh dengan sehat. Dalam prakteknya kearifan lokal itu harus memiliki
keinginan yang membumi untuk memerangi semua bentuk penyelewengan, ketidakadilan,
perlakuan yang melanggar HAM. Artinya, harus berusaha mempertahankan eksistensi
bangsa dan negara dari kehancuran akibat korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Perilaku
korupsi, menggelapkan uang negara, memanfaatkan segala fasilitas dalam
lingkupkekuasaannya demi memperkaya diri, berprilaku sewenang-wenang dalam
menjalankan roda kekuasaan, tidak menghormati harkat dan martabat orang lain contohnya
gemar menerima sogokan, dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Syani, 2010. (http://blog.unila.ac.id/abdulsyani/).


Gobyah, I. Ketut (2003) Berpijak Pada Kearifan lokal, (www.balipos.co.id)
http://megou-pak.blogspot.co.id/2014/10/lampung-kearifan-lokal-piil-pesenggiri.html?m=1
http://fachruddindani.blogspot.co.id/2010/11/kearifan-lokal-lampung-adalah-piil.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai