Anda di halaman 1dari 40

PENDAHULUAN

Menurut perjalanan sejarah,masyarakat Sumba


berasal dari daerah Indo Cina yang kemudian menetap di
Semenanjung Malaya dan akhirnya berkembang pesat sampai
sekarang. Dari dahulu hingga saat ini masyaraat Sumba tetap
mempertahankan adat istiadat daerah mereka,seperti
menguburkan orang mati ke dalam periuk tanah(namun
sekarang tradisi ini tidak digunakan lagi), membuat rumah
adat yang berbentuk rumah panggung dengan atapnya yang
menunjang keatas,menyembelih hewan korban kerbau pada
setiap upacara adat terlebih pada adat kematian,selain itu juga
mereka tetap melestarikan tradisi menenun kain yang hingga
saat ini masih dilakukan oleh masyakat Sumba.Masyarakat
Sumba memiliki ciri khas tersendiri yang sangat berbeda
dengan masyarakat lainnya yang hingga saat ini masih tetap
dipertahankan yaitu adanya batu besar atau bangunan besar
berupa batu kubur yang dari dahulu sampai sekarang
dipercaya bahwa batu itu adalah tempat para leluhur yang
telah mati bersemayam .

Perkembangan yang sangat pesat menyebabkan


beberapa masyarakat Sumba mencari tempat baru,hingga
akhirnya mereka berlayar dari Semenanjung Malaya dan
bertolak di muara Sungai Kambaniru,Sumba Barat.Keadaan
populasi masyarakat yang bertambah banyak menyebabkan
banyak masyarakat Sumba mencari tempat-tempat baru untuk
ditinggali.Banyak dari mereka yang membuat pemukiman
diatas gunung,didalam pedalaman dan masih banyak tempat

1 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
lainnya. Masyarakat Sumba juga mulai bercocok tanam dan
bukan saja bercocok tanam tetapi mereka juga mulai
memelihara kerbau,kuda,sapi bahkan mereka juga
menjinakkan babi hutan.Semakin lama banyak masyarakat
dari daerah-daerah lain yang berdatangan ,sebagiannya dari
Sulawesi terutama Makassar Bugis.Sehingga banyak cara
yang dilakukan masyarakat pendatang untuk memperoleh
tempat tinggal dengan keadaan tanah yang subur,ada yang
datang tanpa berperang,namun ada juga yang datang dengan
berperang melawan penduduk lama.Jika pendatang baru kalah
maka mereka harus mencari tempat tinggal yang lain tetapi
jika mereka berhasil menang perang maka mereka akan
diterima sebagai kaum bangsawan atau maramba ditempat
itu.Namun,penghuni lama tetap memiliki hak atas tanah
mereka,sehingga dalam mengurus masalah tanah mereka
menyerahkannya kepada seorang wali tanayang disebut
mango tana,mangu tana.Hingga saat ini banyak Masyarakat
Sumba yang masih percaya yang namanya perbedaan
kasta.Untuk masyarakat dengan golongan menengah disebut
kabisu,untuk para ulama,para imam disebut rato,sedangkan
untuk hamba disebut ata.

2 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
BAB I

SELAYANG PANDANG KAMPUNG NGADUPADA

Sumba Barat Daya adalah salah satu kabupatendari empat


kabupaten di pulau Sumba.Sumba Barat Daya merupakan
hasil pemekaran dari kabupaten Sumba Barat.Ibukota dari
Sumba Barat Daya adalah Tambolaka.Sumba Barat Daya
merupakan daerah yang destinasi pariwisata dan
perkembangan pembangunannya berkembang pesat dan juga
memiliki jumlah penduduk yang banyak dilihat dari luas
daerahnya yang sangat besar.Keadaan Sumba Barat Daya bisa
dibilang belum terlalu modern bila dibandingkan dengan
kabupaten Sumba Timur dan Sumba Barat yang dari segi kota
sudah dikatakan kota modern.Sumba Barat Daya memiliki
keadaan alam yang masih sangat baru atau belum digunakan
oleh pemerintah sebagai aset pembangunan.Hal inilah yang
membuat daerah ini berbeda dengan daerah lain karena
keindahan alamnya yang sangat indah dan asri.Destinasi
pariwisata yang terkenal di Sumba Barat Daya adalah Danau
Weekuri yang terletak di Kodi.Danau ini sangat indah karena
memiliki air yang berwarna kebiruan.Selain Danau Weekuri
ada juga Air Terjun Weekelo Sawah yang terletak di kilo
9.Air terjun ini merupakan salah satu asset perairan yang
digunakan masyarakat untukmengairi sawah-sawah
mereka,airnya yang jernih dengan dikelilingi pohon-pohon
tinggi di sekitarnya menambah kesejukan Air Terjun tersebut
sehingga banyak para wisatawan yang datang berkunjung
serta memanjakan mata.

3 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
Selain destinasi wisatanya yang menarik Sumba Barat
Daya masih memiliki banyak kampung-kampung adat yang
masih sangat kental dengan tradisi budayanya.Salah satunya
yaitu Kampung Ngadupada yang terletak 27 km dari ibukota
Tambolaka.Kampung Ngadupada memiliki satu suku yang
biasa disebut suku Bondo Kaniki,arti nama dari suku ini
adalah “tidak menerima segala sesuatu yang tidak
bermanfaat”.Maksudnya adalah orang-orang yang menganut
suku ini adalah tipikal orang yang tidak suka melakukan
sesuatu hal yang tidak ada guna atau tidak bermanfaat,selain
itu juga mereka adalah orang-orang yang sangat menjaga
nama baik kampung serta suku mereka sendiri,sehingga
segala sesuatu yang tidak berguna dan tidak bermanfaat
mereka jauhkan dari kampung dan suku mereka.Aturan yang
sudah ditetapkan oleh para leluhur dari dahulu harus dipatuhi
dan tidak boleh dilanggar.Salah satu aturan yang sangat keras
adalah tidak boleh menikah dengan satu suku sendiriatau tidak
boleh ambil istri atau suami dari satu suku yang sama.

4 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
BAB II

ETNOKIMIA SEBAGAI LOKAL WISDOM DALAM


BIDANG PENDIDIKAN DAN SAINS KIMIA

Perkembangan dari jaman ke jaman yang semakin


modern menyebabkan perkembangan dunia pendidikan ikut
berkembang.Seperti sekarang ini Menteri Pendidikan
menetapkan Kurikulum 2013 sebagai acuan untuk
menjalankan roda pendidikan di seluruh tanah air
Indonesia.Materi pada K-13 mengacu pada muatan lokal
wisdom masing-masing daerah yang pastinya berkaitan
dengan dengan pelajaran di masing-masing sekolah.

Salah satu ilmu kimia yang sering digunakan adalah


dalam pewarnaan benang untuk menenun kain.Buah
mengkudu adalah salah satu buah yang digunakan dalam
proses pewarnaan kain tenun. Perubahan yang dihasilkan dari
buah mengkudu ini adalah salah satu penerapan ilmu kimia
dalam pelajaran Indikator Asam Basa di kelas XII. Dilihat
dari pengertian indikator asam basa yang adalah suatu zat
yang memberi perubahan warna tertentu ketika terjadi
perubahan pH.

Selain itu bahan-bahan yang digunakan dalam


pembuatan makanan pokok juga memiliki beberpa kandungan
ilmu kimia didalamnya. Seperti dalam makanan tradisional
Ok’kulla. Makanan ini menggunakan ubi jalar sebagai bahan
pokok utamanya. Seperti yang kita yahu bahwa ubi jalar atau
dalam bahasa latinnya dikenal dengan Ipomoea batatas

5 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
mengandung betakaroten (bahan pembentuk vitamin A) yang
cukup tinggi didalamnya.Semakin pekat warna ungu pada ubi
maka kandungan betakaroten didalamnya semakin
tinggi.Selain protein,karbohidrat dan lemak kandungan-
kandungan kimia yang terdapat dalam ubi jalar adalah
kalori,serat,abu,kalsium,fosfor,zat besi,kaaroten,vitamin
B1,B2,C,dan asam nikotinat serta kaya akan polifenol.Selain
betarkaroten,ubi jalar juga mengandung antosianin dengan
kadarnya yang mencapai 110,15 mg/100g bahan.Antosianin
ini memiliki clanidin atau jenis peonidin dan terealisasi
dengan cafferic,ferulat,dan p-hidroksibenzoat asam.

6 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
BAB III

ETNOKIMIA SEBAGAI LOKAL WISDOM DALAM


BIDANG PANGAN

Masyarakat Sumba dari dahulu telah menjadikan alam


sebagai sumber kehidupan mereka,sehingga sampai sekarang
pun banyak masyarakat Sumba yang masih bergantung
hidupnya dengan alam disekitar mereka.Salah satunya yaitu
Kampung Ngadupada yang berada di Kecamatan Elopada,
Sumba Barat Daya.Kampung Ngadupada dari dahulu hingga
kini telah menjadikan jagung atau watara dan ubi atau luwa
sebagai makanan pokok mereka. Walaupun sekarang beras
sudah tersedia,namun mereka tetap membudidayakan
makanan pokok ini sebagai makanan yang harus dilestarikan
kepada anak cucumereka agar anak cucu mereka tahu asal
usul sejarah.Dari kedua bahan makanan pokok inipun dikelola
menjadi bermacam-macam makanan,yaitu:

 Watara
Watara atau jagung merupakan salah satu bahan
makanan pokok yang sampai sekarang masih
digunakan sebagai makanan utama mereka.Keadaan
tanah dan lahan yang kering membuat banyak
masyarakat menggunakan jagung sebagai sumber
makanan utama.Selain itu alasannya adalah karena
watara dipercaya memiliki kandungan gizi yang baik
dan mampu menyembuhkan penyakit seperti gula
darah dan mampu menambah energi.

7 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
Ada 2 jenis watara yang dikonsumsi oleh masyarakat
sendiri,yakni:

 Watara Rara,adalah watara yang memiliki warna


kuning dan merupakan jenis watara yang sangat
cocok digunakan membuat watara pi’a dan cocok
juga jika dicampurkan dengan beras.
 Watara Kaka,adalah watara yang berwarna
putih.Jenis jagung watara seperti ini jarang digunakan
sebagai bahan makanan pokok.

8 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
Tanaman jagung inipun dikelola menjadi beberapa
jenis makanan,antara lain:

 Kaparak
Merupakan makanan yang berupa serbuk
halus dari jagung yang telah digiling dan
kemudian dicampurkan dengan parutan
kelapa muda dan gula yang disangrai sampai
berwarna kecoklatan.

 Watara Pi’a
Merupakan jagung yang ditumbuk halus
hingga kulitnya keluar kemudian dimasak
bersamaan dengan beras.

9 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
 Nga’a Watara
Merupakan jagung yang sudah digiling
hingga halus,namun jagung yang digunakan
bukan jagung yang sangat halus tetapi jagung
yang ukurannya kecil atau sama dengan
ukuran beras.Setelah itu jagung itu dimasak
bersamaan dengan beras dan dimakan seperti
nasi.

10 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
 Luwa
Selain jagung atau watara mereka juga menggunakan
ubi atau Luwasebagai makanan pokok untuk bertahan
hidup.Ubi memiliki kandungan karbohidrat yang
sangat tinggi sehingga banyak masyarakat yang
mengguanakan ubi sebagai makanan sehari-hari.Ubi
atau luwa adalah salah satu jenis tanaman yang dapat
tumbuh ditanah kering,sehingga mereka
menggunakan Luwa sebagai bahan pokok
makanan.Masyarakat di Kampung Ngadupada
mengelola Luwa menjadi beberapa jenis
makanan,yaitu:

11 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
 Ok’kulla
Ok’kulla adalah makanan yang berasal dari ubi dan
dijadikan sebagai makanan pokok pada jaman
dahulu.Sekarang Ok’kulla jarang ditemukan karena
proses pembuatannya yang cukup rumit,padahal
rasanya sangat nikmat.

12 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
BAB IV

ETNOKIMIA SEBAGAI LOKAL WISDOM DALAM


BIDANG PENGOLAHAN MAKANAN

Makanan pokok banyak yang dapat langsung


dimakan,namun banyak pula yang memerlukan beberapa
pengolahan agar dapat dan layak dikonsumsi.Pengolahan
makanan ini tidak luput juga dari beberapa peraturan ,karena
jika aturan ini tidak ditaati akan menyebabkan pamali.Selain
itu juga,dalam pengolahan makanan pokok ini ada beberapa
alat tradisional yang digunakan.

 Ro’o Luwa
Pembuatan Ro’o Luwa memiliki waktu yang agak
lama karena sayur atau daun ubi tersebut harus benar-
benar masak,karena jika tidak akan menyebabkan
sakit perut.Membuat Ro’o Luwa menggunakan daun
ubi yang agak muda agar tidak memakan waktu yang
lama saat memasaknya.Daun ubi yang sudah dipetik
dibersihkan dan ditumbuk bersamaan dengan satu
genggam beras bersih,jahe,bawang putih dan bawang
merah.Alat yang digunakan untuk menumbuk
bernamalesung dan alu.Setelah daunubi itu sudah
sangat halus maka diangkat dan dimasukkan kedalam
air yang telah mendidih.Api yang digunakan harus
stabil agar seluruh daun ubi itu masak secara
merata.Namun,setelah daun ubi dimasukkan maka
13 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN
PARIWISATA
biarkan periuk dalam keadaan terbuka,jangan ditutup
karena jika ditutup maka hasilnya nanti akan terasa
pahit.Jika daun ubi sudah sedikit masak maka
masukkanlah santan kelapa perasan kedua kemudian
diaduk dan jika sudah mendidih maka masukkan
kembali santan kelapa perasan pertama.Setelah sudah
mendidih dan pastikan tidak tercium bau santan
kelapa,maka masukkan garam sebagai penyedap rasa
dan Ro’o Luwa siap untuk dinikmati.

 Kaparak
Pertama-tama jagung yang telah digiling dibersihkan
atau ditapis berulang-ulang.Setelah ditapis hingga
bersih ada
Namun,untuk membuat kaparak jenis jagung yang
digunakan adalah jagung yang sangat halus atau biasa
disebut pa’u jagung.Setelah itu pa’u ini disangrai
menggunakan periuk atau kuali tanah diatas tungku
api yang sedang.Pa’u jagung ini harus disangrai tanpa
berhenti agar tidak ada pa’u yang menggumpal dan
hangus atau kehitaman.Setelah pa’u sudah mulai

14 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
berwarna cokelat maka ditambahkan parutan kelapa
sesuai dengan jumlah pa’u jagung yang
disangrai.Setelah sudah berwarna kecoklatan dan
tercium bau yang wangi maka kaparak diangkat dan
dicampur dengan gula pasir secukupnya . Setelah itu
diamkan beberapa saat sampai kaparak terasa hangat
maka Kaparak siap dikonsumsi.Kaparak ini cocoknya
disajikan dengan kopi panas atau teh panas.

 Ok’kulla
Proses membuat Ok’kulla ini bisa dibilang cukup
rumit,karena prosesnya yang memakan waktu yang
sangat lama.Ubi yang telah di kupas bersih kemudian
ditumbuk atau diparut hingga halus.Namun jenis ubi
yang digunakan adalah ubi yang berwarna puti atau
dikenal dengan sebutan luwa kaka.Setelah ubi ini
diparut halus maka dicampurkan dengan parutan
kelapa tua dan garam secara

15 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
merata.Kemudian,siapkan air yang telah mendidih di
periuk tanah ,dan ambillah beberapa tempurung
kelapa yang berbentuk setengah lingkaran kemudian
masukkan ubi itu kedalam tempurung kelapa hingga
padat.Setelah itu,kukuslah ubi tersebut diatas periuk
tanah.Tunggulah hingga ubi itu masak dan agak
lengket,jika sudah maka tukarlah dengan tempurung
kelapa lainnya,begitu terus hingga ubi tersebut habis
dan tidak tersisa.Jika semua ubi sudah masak maka
Ok’kulla pun siap untuk dimakan saat hangat.

 Luwa Pi’a
Cara membuatnya cukup mudah karena cukup
membersihkan ubi yang ingin dimasak,ubi yang
digunakan adalah ubi yang berwarna kuning.Setelah
bersih maka dipotong seperempat dan dimasukkan
kedalam dandang atau periuk yang telah diisi dengan
air mendidih.Setelah ubi sudah mulai masak maka
masukkan gula pasir sesuai selera,jika sekarang
memakai gula pasir,maka masyarakat dulu
menggunakan irisan tebu sebagai pemanis.

 Luwa Min’naka
Semua jenis ubi yaitu ubi yang berwarna kuning
ataupun berwarna putih dapat digunakan.Kemudian
ubi dikupas kulitnya dan dicuci bersih menggunakan
air.Setelah itu ubi dibelah menjadi dua
bagian,fungsinya agar dapat diiris dengan mudah
nantinya.selanjutnya,ubi tersebut diiris dengan ukuran
kira-kira 1 atau 2 cm.Setelah itu semua ubi tersebut

16 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
direbus hingga matang tetapi jangan terlalu
lembek.Ubi yang telah direbus dijemur menggunakan
terpal atau alas yang bersih dibawah sinar
matahari.Proses penjemuran dilakukan agar ubi
menjadi kering dan tidak cepat membusuk.Ubi yang
telah kering ini akan disimpan sebagai cadangan
makanan pada saaat masa kelaparan datang.Ubi ini
akan dimasak bersamaan dengan kawingir watara dan
gula pada periuk hingga masak.Setelah itu akan
dimakan untuk menggantikan nasi.

17 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
BAB V

ETNOKIMIA SEBAGAI LOKAL WISDOM DALAM


BIDANG PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN
POKOK DALAM MENGHADAPI PACEKLIK

Masyarakat Sumba Barat Daya memiliki banyak cara


dalam menghadapi masa kelaparan..Kampung Ngadupada
mempunyai cara tersendiri dalam menghadapi masa kelaparan
yaitu dengan mengumpulkan seluruh makanan berupa jagung
dan ubi kedalam karung dan diikat kuat kemudian
dimasukkan kedalam lumbung makanan yang terletak pada
bale-bale paling atas.Selain itu juga ada jagung yang diikat
menjadi beberapa buah dan disimpan atau digantung diatas
tungku api atau tempat pembakaran.Jagung yang digantung
diatas perapian berguna sebagai bahan persediaan untuk
menghadapi masa kelaparan jika persediaan makanan di
lumbung telah habis.Jagung yang digantung diatas perapian
tidak akan membusuk karena setiap kali memasak,asap dari
tungku akan membantu mengawetkan jagung agar tidak
membusuk.Selain digunakan sebagai persediaan bahan
makanan , jagung ini juga disimpan sebagai bibit yang
digunakan bila sudah saatnya untuk menanam jagung.

Selain jagung mereka juga menyimpan cadangan


makanan berupa ubi yang sudah dikupas dan diiris tipis
kemudian dijemur sampai kering dan jika sudah kering
dimasukkan kedalam karung untuk disimpan kedalam
lumbung.Dan jika masa panceklik tiba maka mereka akan
mengeluarkan ubi ini dan dibersihkan kemudian dimasak
untuk dijadikan makanan pokok pengganti nasi atau jagung.

18 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
BAB VI

ETNOKIMIA SEBAGAI L0KAL WISDOM DALAM


BIDANG PAMALI DALAM MAKANAN

Kampung Ngadupada memiliki aturan atau pamali


yang tidak boleh dilanggar dalam proses pembuatan ataupun
dalam penyimpanan makanan.Dalam proses penyimpanan
makanan ,semua makanan hanya boleh disimpan oleh para
lelaki dan perempuan tidak boleh menginjak atau mengambil
makanan yang telah disimpan karena dipercaya sejak dahulu
bahwa pamali bagi perempuan yang mengambil makanan.Dan
jika ada perempuan yang mengambil makanan ditempat
penyimpanan makanan , maka harus dilakukan ritual adat
untuk membatalkan segala malapetaka yang akan datang dan
memohon ampun kepada leluhur.Ritual adat yang dilakukan
adalah dengan memotong satu ekor ayam jantan oleh ketua
adat atau rato.

Selain pamali untuk makanan,ada juga pamali yang


tidak boleh dilanggar seperti:

 Tidak boleh injak batu kubur karena akan membuat


para leluhur marah karena merasa direndahkan .
 Tidak boleh membuat kandang kuda diatas kampung.

19 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
BAB VII

ETNOKIMIA SEBAGAI LOKAL WISDOM DALAM


BIDANG MINUMAN TRADISIONAL.

Bukan hanya makanan tradisional saja yang dimiliki


oleh kampung Ngadupada , tetapi minuman tradisional juga
dimiliki oleh kampung ini.Dari zaman nenek moyang hingga
masa sekarang minuman tradisional yang banyak ditemukan
adalah kopi pahit. Kopi merupakan tanaman yang tumbuh
banyak di daerah ini,sehingga tidak salah lagi jika tanaman
kopi dijadikan sebagai minuman pokok atau minuman
tradisional mereka hingga sekarang.Tumbuhan kopi dikelola
sebaik mungkin oleh masyarakat agar dapat memperoleh hasil
kopi yang terbaik,karena selain digunakan sebagai minuman
tradisiona atau minuman pokok,kopi ini banyak dijual untuk
membantu perekonomian mereka.

Pengolahan tanaman kopi sama seperti beberapa


daerah lainnya yaitu biji kopi yang sudah merah dipetik dan
dijemur sampai kering.Jika sudah kering maka akan
dibersihkan dengan cara ditumbuk agar semua kulit keringnya
dapat keluar.Kopi yang sudah dibersihkan akan dijemur
kembali dan kemudian disangrai bersamaan dengan jahe.Biji
kopi inipun kemudian ditumbuk secara berulang-ulang hingga
halus.Setelah halus maka tepung kopi inipun siap untuk
disuguhkan dalam air panas.

20 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
BAB VIII

ETNOKIMIA SEBAGAI LOKAL WISDOM DALAM


BIDANG BAHAN ALAM UNTUK SANDANG.

Setiap daerah atau kampung memiliki ciri khasnya


sendiri,itu semua dapat dilihat dari bentuk rumah
adatnya,makanan dan minuman yang disajikan ataupun
tenunan kain daerah.Sama seperti kampung lainnya,kampung
Ngadupada memiliki ciri khasnya sendiri yaitu memiliki
tenunan kain yang mencolok,berbeda dengan tenunan
lainnya.Yang pasti tidak kalah indah.Tenunan kain dari
kampung Ngadupada memiliki cirinya tersendiri yaitu
dibawah kain atau sarung selalu terdapat motif
binatang,seperti motif kuda yang melambangkan
kebanggaan,kekuatan,keperkasaan dan kejantanan.Ada juga
kain atau sarung yang memiliki motif ayam,ini
melambangkan kaum wanita yang telah berumah
tangga.Motif singa berkepala manusia melambangkan
kekuasaan.Motif bunga melambangkan kehidupan manusia
yang saling membutuhkan.Dan motif ular melambangkan
kehidupan setelah kematian.Motif dan warna yang digunakan
ini menunjukkan kasta sosial sebuah keluarga.

21 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
Salah satu kain tenun berwarna ungu dengan motif bung

22 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
Salah satu motif kain berwarna biru

23 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
Salah satu kain dengan motif bunga berwarna merah muda.

Selain dari itu proses pembuatannya sangatlah


unik.Pembuatan kain tenun ikatberawal dengan mengambil
kapas dari pohon yang bernama pohon Kambalelu,pohon ini
adalah pohon kapas yang banyak tumbuh didalam
hutan.Namun sekarang pohon jarang lagi ditemukan
keberadaannya.

Pada saat pohon kambalelu berbuah maka ibu-ibu


akan menyuruh anak-anaknya untuk memetik buah kapas

24 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
yang tua atau yang kulitnya sudah terbuka.Dalam memetik
buah kapas ini harus dilihat baik-baik kapas mana yang baik
untuk digunakan untuk menenun kain,dalam hal ini kapas
yang dimaksud adalah kapas yang kulit buahnya terbuka dan
menyebabkan isi kapasnya keluar diluar.Setelah semua kapas
itu dikumpulkan maka kapas itu akan dipisahkan dari bijinya
proses ini dinamakan proses lamihi,dalam memisahkan biji
harus teliti supaya kapas yang dihasikan adalah kapas yang
benar-benar putih bersih , halus dan pastinya tidak
berbiji.Setelah seluruh kapas dibersihkan maka semuanya
dikumpulkan menjadi satu sehingga membentuk gumpalan
kapas yang besar.Dalam membuat satu buah kain atau sarung
dibutuhkan 3 bola besar kapas bersih,itupun hanya untuk satu
warna kain saja.Jadi jika sarung atau kain yang ditenun
memiliki banyak warna maka akan memerlukan jumlah kapas
yang lebih banyak lagi.Nah,gumpalan kapas ini akhirnya
dipukul-pukul,fungsinya adalah agar seluruh kapas itu dapat
menyatu dan nantinya kapas-kapas ini akan mudah untuk
dibentuk.Kapas-kapas yang telah dipukul dan telah menyatu
ini kemudian diurai dengan pandi lalu dipintal menjadi
benangyang kemudian digulung-gulung pada kayu yang
berbentuk segiempat.Benang inipun siap untuk digunakan
untuk menenun kain.Untuk mewarnai benang-benang tersebut
maka digunakan pewarna alami yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan yang diambil dihutan.Warna biru berasal dari
tanaman Indigo dan Nila,dan hanya boleh dilakukan oleh
kaum perempuan dan banyak pantangan yang harus dijaga
agar proses pewarnaannya berjalan lancar dan pastinya tidak
boleh gagal,warna merah berasal dari akar mengkudu,warna
kuning berasal dari buah Kombu,dan warna hitam berasal dari

25 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
lumpur.Proses pewarnaanya juga memakan waktu yang
sangat lama sekitar 2 minggu.

Menenun kain bukanlah hal yang mudah karena


melewati 42 proses serta membutuhkan waktu yang sangat
lama dan tenaga yang ekstra.Biasanya satu helai kain tenun
memerlukan waktu selama 2 sampai 3 bulan,dan jika ukuran
kainnya besar maka waktunya pun bisa sampai 5 bulan.Selain
karena proses pewarnaannya yang lama tetapi karena alat
tenun yang digunakan adalah alat tenun masih sangat
tradisional,yang walaupun pemerintah sudah menyediakan
alat tenun yang lebih modern,namun lebih banyak yang
memilih untuk tetap memakai alat tenun yang tradisional
dengan alasan sudah terbiasa dari dahulu menggunakan alat
tenun yang tradisional.

Alat tenun tradisional yang sampai sekarang masih digunakan

BAB IX

26 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
ETNOKIMIA SEBAGAI LOKAL WISDOM DALAM
BIDANG BAHAN ALAM UNTUK AKSESORIS DAN
PERHIASAN.

Setiap budaya pasti memiliki aksesoris kebanggaan


tersendiri.Aksesoris yang dimaksud dapat berupa
anting,kalung,gelang dan beberapa aksesoris
lainnya.Kampung Ngadupada memiliki beberapa aksesoris
yang digunakan oleh perempuan ataupun laki-laki.Untuk
perempuan kebanyakan menggunakan mamuli sebagai
anting,ana hida sebagai kalung dan gading sebagai
gelang.Masih banyak lagi aksesoris yang digunakan oleh
kaum perempuan,namun itu hanya boleh digunakan saat ada
perayaan atau ritual upacara adat.Dan untuk kaum laki-
laki,mereka hanya menggunakan katopo atau parang yang
diselipkan kedalam kalabo dan ditambahkan denga kapouta
atau ikat kepala.

Namun,dalam upacara adat dan ritual adat lainnya


banyak aksesoris yang wajib digunakan oleh kaum perempuan
maupun laki-laki,karena itu semua memiliki lambang atau
maknanya tersendiri.Beberapa aksesoris yang digunakan
dalam upacara adat adalah:

 Tabelo
Tabelo merupakan salah satu aksesoris wanita yang
digunakan diatas dahi dengan bentuk seperti tanduk
kerbau.Tabelo ini digunakan sebagai lambang
penghormatan kepada leluhur perempuan.
 Mamuli

27 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
Mamuli adalah aksesoris wanita yang digunakan
sebagai anting dan memiliki bentuk seperti rahim
perempuan.Bentuk ini memiliki makna yaitu sebagai
suatu penghormatan kepada kaum perempuan.Mamuli
merupakan salah satu aksesoris yang sangat berharga
dan merupakan benda keramat karena hanya
digunakan pada ritual adat tertentu.Mamuli ini
memiliki artinya tersendiri ketika digunakan, jika
perempuan menggunakannya pada telinga kanan
maka menandakan bahwa perempuan itu belum kawin
atau belum menikah, begitupun sebaliknya.
 Marga
Marga adalah aksesoris wanita yang dijadikan
sebagai kalung,yang digantungkan bersamaan dengan
ana hida yang terbuat dari muti atau rowa.
 Gading
Gading ini terbuat dari gading gajah yang dijadikan
sebagai aksesoris gelang oleh kaum
perempuan.Gading ini ada yang berwarna putih bersih
dan ada juga yang berwarna cokelat.Saat ini
keberadaan gading ini sangat jarang ditemui dan
bahkan ada kampung yang tidak memiliki
gading,padahal gading ini sangatlah bermanfaat bagi
kaum perempuan jika ada ritual adat yang dilakukan.
 Giring-giring
Merupakan aksesoris bagi kaum wanita maupun laki-
laki yang digunakan saat melakukan tarian
adat,Giring-giring ini sangat diperlukan karena dapat
membantu memeriahkan keberlangsungan sebuah
acara atau ritual adat.

28 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
 Katopo
Katopo atau parang adalah salah satu aset utama yang
wajib dimiliki oleh kaum lelaki.Katopo ini terbuat
dari besi besar yang dipanaskan dan ditumbuk
berulang-ulang hingga tipis dan tajam.Sarungnya atau
rumah katopo terbuat dari kayu yang bukanlah
sembarangan kayu yang telah dirancang sedemikian
rupa.Berbeda lagi dengan kepala parang atau ullu
katopo yang terbuat dari tanduk kerbau sehingga
banyak parang atau katopo yang memiliki harga jual
yang sangat tinggi.
 Kapouta
Kapouta adalah ikat kepala yang digunakan oleh
kaum laki-laki sebagai aksesoris untuk
melambangkan kegagahan mereka.Kapouta ini
memiliki banyak ciri,ada yang hanya menggunakan
kain, namun ada juga yang menggunakan bulu burung
merak yang sejak dahlu ada atau terkadang mereka
juga menggunakan bulu ayam jantan sebagai hiasan
diatas kepala.
 Kalabo
Kalabo adalah aksesoris laki-laki berupa kain panjang
dan lebar yang diikat dipinggang sebagai tempat
untuk menaruh katopo.Dahulu nenek moyang hanya
menggunakan kalabo tanpa alas baju dan celana,
namun saat ini banyak yang sudah memakai baju dan
celana pendek sebagai alasnya.

29 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
Salah satu contoh aksesoris yang digunakan oleh kaum perempuan
dan laki-laki secara keseluruhan.

30 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
BAB X

ETNOKIMIA SEBAGAI LOKAL WISDOM DALAM


BIDANG OBAT TRADISIONAL

Jaman sekarang dan jaman dahulu sangatlah berbeda


,perbedaanya dapat dilihat dengan jelas.Salah satunya adalah
penyediaan obat untuk orang sakit sangatlah berbeda.Jika
jaman sekarang orang sakit dapat langsung ke Rumah Sakit
atau membeli obat di kios atau toko terdekat,maka berbeda
jauh dengan jaman dahulu saat masa nenek moyang
menggunakan bahan alam atau tumbuhan alami dalam
menyembuhkan penyakit.

Kampung Ngadupada merupakan salah satu kampung


yang masih memegang erat tradisi nenek moyang untuk
menggunakan bahan alam dalam menyembuhkan
penyakit,selain karena ekonomi yang rendah namun
disebabkan karena keadaan kampung yang dikelilingi dengan
ribuan pepohonan dan tanaman yang sangat disayangkan
apabila tidak digunakan khasiatnya.Karena bagi mereka selain
meneruskan tradisi nenek moyang mereka juga ingin menyatu
dengan alam karena hidup mereka bergantung dengan
keadaan alam.Semakin kita menyayangi alam maka alam juga
akan memberikan seluruh kebutuhan kita.

Ada beberapa bahan alami atau tumbuhan alam yang


digunakan untuk menyembuhkan penyakit menurut
kepercayaan kampung Ngadupada ini,yaitu:

31 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
1. Ro’o Nggole atau Daun Nggole.
Daun Nggole atau dikenal Ro’o Nggole mempunyai
khasiat yang sama juga dengan Ro’o
Kawango.Namun berbedanya Ro’o Nggole hanya
digunakan untuk satu kali pemakain.

2. Ro’o Endal atau Daun Endal.


Daun Endal atau biasa dikenal dengan sebutan Ro’o
Endal merupakan ramuan obat yang sangat
bermanfaat pada kecelakaan.Daun ini dipercaya
memili khasiat yang mampu menyembuhkan luka
pada kecelakaan.Cara menggunakannya cukup simple
dan tidak membutuhkan proses yang lama,jika terjadi
kecelakaan cukup mengambil daun ini langsung
diramas atau dihancurkan,setelah itu ditempelkan
pada luka yang telah dibersihkan .Kemungkinan kecil
kita hanya merasakan pedis atau perih yang sesaat
saja,setelah itu terasa biasa saja.Daun ini membuat
luka cepat kering dan sembuh jika digunaka terus-
menerus.

3. Ro’o Kawango atau Daun Gila.


Memang lucu jika kita mendengar nama dari tanaman
ini,namun jangan sepelekan khasiat didalamnya.Daun
gila atau Ro’o Kawango memiliki khasiat yang sangat
mujarab dalam mengobati penyakit,banyak
masyarakat menggunakan tanaman ini untuk
menyembuhkan demam berdarah dan banyak
digunakan sebagai obat untuk menurunkan
panas.Cara menggunakannya adalah dengan memasak

32 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
air beserta dengan Ro’o KAwango yang sudah
dibersihkan.Jika air sudah panas maka angkatlah dan
diamkan sedikit,setelah itu kompreslah seluruh badan
menggunakan kain kecil atau handuk secara perlahan-
lahan sampai airnya tidak panas lagi.Daun ini bisa
digunakan sampai dua atau tiga kali penggunaan.

4. Ro’o Timmu atau Daun Timmu.


Daun Timmu atau yang dikenal dengan nama Ro’o
Timmu dipercaya dapat menyembuhkan
penyakit.Daun ini dipercaya khasiatnya dapat
menyembuhkan sakit kepala dan dapat mengobati
panas dalam atau amandel. Daun Timmu dapat dilihat
banyak tumbuh dipinggir jalan.Jadi, jika saat dalam
perjalan kita merasa sakit kepala kita dapat
menggunakan daun ini sebagai obat darurat. Proses
pembuatan Daun Timmu yaitu dengan mencuci bersih
lalu direndam dalam satu gelas air panas,setelah itu
tunggu hingga airnya menjadi hangat dan diminum
dalam keadaan hangat.Daun ini tidak memiliki rasa
pahit ataupun manis,namun khasiat yabg dihasikan
sangat mujarab dalam mengobati penyakit.

33 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
34 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN
PARIWISATA
BAB XI

ETNOKIMIA SEBAGAI LOKAL WISDOM


DALAM BIDANG BAHAN LOKAL UNTUK
PAPAN.

Berbicara tentang kampung pasti tidak akan jauh


dengan yang namanya rumah adat.Setiap kampung pasti
memiliki rumah adat dengan perbedaan dan
keunikannyamasing-masing,mulai dari proses pembuatan,adat
istiadat didalamnya bahkan siapa saja yang berhak melakukan
upacara pembangunan rumah adat tersebut.Bentuk rumah adat
masyarakat sumba semuanya sama,begitu juga dengan rumah
adat di kampung Ngadupada.Bentuk rumah adat ini
merupakan warisan para leluhur yang sampai saat ini tetap
dipertahanan walaupun ada beberapa kampung yang
rumahnya sudah ada yang menggunakan tembok atau
seng.Namun,perbedaanya adalahrumah adat yang dahulu
ukurannya lebih besar dibandingkan dengan rumah modern
saat ini.

Proses pembuatan rumah adat ini dimulai dengan


upacara adat yang dipimpin oleh orang kepercayaan atau rato
dalam kampung tersebut.Upacaranya dimulai dengan
menyembelihkan seekor babi dan kemudian rato dan
beberapa orang kepercayaannya mengambil hati babi tersebut
dan mengamati sambil mengucapkan beberapa doa . Jika pada
sebelah kanan hati babi robek maka upacara pembangunan
dapat dilanjutkan ,namun jika yang robek adalah sebelah kiri
maka upacara pembangunan tidak boleh dilanjutkan,dalam hal

35 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
ini rumah adat itu tidak boleh dibangun hingga ada
persetujuan dari para leluhur.

Setelah upacara adat dilakukan maka rato dan beberapa


orang anak muda lainnya bersama-sama ke hutan untuk
mengambil bahan bangunan berupa kayu , alang , dan
bambu.Namun untuk memilih bahan bangunan yang dipakai
harus melalui ritual adat lagi.Karena kayu yang harus
digunakan harus merupakan persetujuan dari para leluhur
sehingga saat dihutan rato akan mengucapkan beberapa doa
dan nyanyian, kemudian anak laki-laki akan memotong dan
mengambil pohon yang disebutkan atau yang ditunjuk oleh
rato tersebut.Setelah seluruh kayu , bambu dan alang
dikumpulkan maka semua anak laki-laki mengangkat kayu itu
menuju tempat pembangunan.Biasanya jarak antara tempat
pembangunan dengan tempat mengambil kayu itu berjarak 1
km.Namun,dalam mengangkat kayu haruslah kayu untuk
tiang rumah yang diangkat terlebih dahulu,tiang ini harus
diangkat oleh 12 orang laki-laki dengan 8 orang didepan dan 4
orang dibelakang.Biasanya kayu yang digunakan sebagai
tiang rumah disebut kayu kadimbil.Sambil mengangkat tiang
rumah,mereka harus bernyanyi dalam bahasa daerah sebagai
tanda kegembiraan.Dalam membuat rumah adat ini maka
haruslah tiang rumah yang diletakkkan terlebih dahulu,karena
tiang rumah dipercaya sebagai aset utama kokohnya sebuah
bangunan.Setelah itu baru diikuti dengan bahan bangunan
lainnya seperti kayu , bambu dan alang.

36 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
Rumah adat yang dibangun ini memiliki ciri yang khas
yaitu adanya menara joglo yang merupakan perpaduan
arsitektur Sumba – Jawa.Menara joglo yang dimaksud adanya
dua buah kayu berukiranyang membedakan antara pintu lelaki
sebagai kepala rumah tangga atau seorabg bapak saat masuk
atau keluar rumah dan pintu perempuan sebagai wanita atau
ibu rumah tangga untuk akses ke dapur.Kayu ukiran ini
dikenal dengan sebutan likudayang diletakkan diatas menara
atau diatas rumah adat.Menara rumah ini merupakan symbol
bagi para roh leluhur yang memiliki kedudukan yang tinggi
dan melambangkan hubungan yang harmonis antara manusia
dan para leluhur.Menara ini memiliki ketinggian mencapai 30
meter.Fungsi likuda pada menara ini sebagai karambo na
umma atau penjaga rumah yang dipercaya dapat melindungi
rumah dari marabahaya,seperti serangan petir ,guntur ataupun
hujan yang lebat.

37 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
Selain itu,setiap rumah adat pasti memiliki 3bale-bale
atau 3 menaradengan fungsinya yang berbeda-beda.

 Bale-bale pertama atau bale-bale paling bawah


adalah bale-bale berupa tanah yang dikelilingi
dengan pagar bambu yang digunakan sebagaitempat
untuk memelihara ternak seperti babi atau ayam dan
merupakan tempat berdiamnya roh jahat.

38 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
 Bale-bale yang kedua atau bale-bale yang terletak
dibagian tengah berupa bambu yang disusun secara
berbanjar yang kemudian diikat menggunakan kulit
pohon nangka untuk menguatkan semua bambu-
bambu tersebut.Bale-bale kedua adalah tempat utama
yang digunakan sebagai tempat pemujaan dan untuk
melakukan aktivitas,seperti memasak,tidur dll.
 Bale-bale ketiga atau bale-bale yang teratas adalah
tempat yang digunakan untuk menaruh bahan-bahan
makanan untuk menghadapi masa kelaparan
nantinya.Tempat inilah yang merupakan pamali bagi
perempuan yang naik keatas bale-bale ini.

Setelah seluruh bahan bangunan diletakkan maka


proses pembangunan dihentikan sebentar untuk melanjutkan
acara pesta sebagai rasa syukur dan rasa terimakasih kepada

39 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA
leluhur.Biasanya pembangunan rumah adat memakan waktu
selama satu bulan penuh.Dalam membangun rumah adat
seluruh masyarakat kampung harus terlibat baik laki-laki
maupun perempuan.Pesta yang dilaksanakan sebanyak tiga
kali, yaitu pada saat awal pembangunan, pada akhir
pembangunan atau saat rumah adat tersebut telah jadi dan
yang terakhir adalah pesta masuk rumah.

Dari setiap kampung pasti ada satu rumah yang


dijadikan sebagai rumah besar atau rumah utama yang dikenal
dengan sebutan Umma Kalada.Di kampung Ngadupada ada
satu Umma Kalada yang dibangun oleh nenek moyang yang
sampai sekarang masih berdiri kokoh.Umma kalada ini hanya
boleh dihuni oleh para rato,namun pada sekarang Umma
Kalada ini dihuni oleh anak tertua dari rato atau anak tertua
dari nenek moyang terdahulu.

40 BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN


PARIWISATA

Anda mungkin juga menyukai