Anda di halaman 1dari 3

Guruku Teladanku

Oleh: Dra I’ik Rita Komalasari


GURU adalah sosok yang istimewa bagi setiap orang. Tidak ada seorang pun di
muka bumi ini yang tumbuh dan berkembang tanpa kehadiran seorang guru. Guru bisa
siapa saja yang kita temui dalam kehidupan kita. Ayah, ibu, kakak, adik, paman, bibi,
kakek, nenek, bahkan tetangga semuanya adalah guru. Di Indonesia, guru umumnya
menunjuk kepada pendidik profesional pada pendidikan anak usia dini melalui jalur
formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Secara umum, tugas guru yang
mendasar adalah mengajar, melatih, dan mendidik.

Sebagai pengajar, guru dituntut meneruskan dan mengembangkan ilmu


pengetahuan sesuai dengan kualifikasinya sebagai tenaga pengajar. Dalam hal ini guru
berperan sebagai sosok yang mampu mentransformasikan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya kepada peserta didiknya. Sebagai pelatih, guru dituntut mampu
mengembangkan keterampilan-keterampilan hidup yang diharapkan dapat membantu
peserta didiknya dalam menjalani kehidupan . Dan sebagai pendidik, guru memiliki
kewajiban untuk meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup yang ada di dalam
masyarakat maupun nilai-nilai agama.

Terkait dengan tugasnya sebagai pendidik, guru diharapkan memiliki kesalehan


pribadi yang melekat pada dirinya. Kesalehan pribadi ini bukan hanya baik dalam arti
hubungan dengan sesama manusia, akan tetapi juga mengandung makna hubungan
dirinya dengan dengan alam semesta dan juga dengan Allah sebagai pencipta dan
sekitarnya. pemelihara alam dan seisinya. Seorang guru harus mampu menjaga
sikapnya, berakhlak mulia, dan dapat menjadi teladan bagi siapa saja, baik bagi
peserta didiknya maupun lingkungannya.

Model

Ketika seseorang memutuskan untuk menjadi guru, dia harus memahami bahwa
dirinya adalah seorang model yang akan dijadikan teladan bagi peserta didik dan
masyarakat di lingkungannya. Dia harus memahami bahwa kepribadiannya akan
memberi pengaruh langsung dan kumulatif terhadap hidup dan kebiasaan-kebiasaan
belajar peserta didiknya. Dia juga harus memahami bahwa peserta didik akan
menyerap sikap-sikap yang ditunjukkannya , merefleksikan perasaan-perasaannya,
menyerap keyakinanan-keyakinannya, meniru tingkah lakunya, dan juga mengutip
pernyataan-pernyataannya.

Orang Jawa memaknai guru sebagai sosok yang dapat digugu dan ditiru. Digugu
artinya sosok tersebut dapat dipercaya dan ditiru dapat dimaknai sebagai sosok yang
dapat diteladani. Maksudnya, guru adalah orang yang dipercaya memiliki pengetahuan
yang mumpuni dan pengetahuan tersebut akan disampaikan kepada peserta didiknya
sehingga bermanfaat bagi kehidupan masa depan mereka. Selain dapat dipercaya,
masyarakat juga beranggapan bahwa guru merupakan representasi dari nilai-nilai dan
norma-norma susila yang hidup dan berkembang di dalam masyarakatnya. Selain itu,
guru juga dianggap teladan dalam pelaksanaan norma-norma agama yang dianutnya.

Namun sayangnya, di Indonesia akhir-akhir ini peran guru sebagai pengajar dan
pelatih lebih menonjol dibandingkan dengan perannya sebagai pendidik. Beberapa
oknum guru, yang oleh orang awam justru dibaca sebagai semua guru, justru hanya
merasa berkewajiban mengajar dan melatih peserta didik menguasai pengetahuan dan
keterampilan sesuai bidangnya. Setelah jam mengajar berakhir, selesai sudah
tugasnya. Guru seperti itu sering terjebak dalam rutinitas mengajar tanpa makna.
Perkembangan zaman serta kemajuan ilmu teknologi informasi dan komunikasi juga
turut andil dalam melemahkan peran guru sebagai pendidik.

Cara berpakaian guru dan cara berdandan beberapa oknum guru yang kurang
tepat saat mengajar kadang memicu komentar jahil dari peserta didiknya. Kehadiran
telepon pintar yang seharusnya dapat membantu keprofesionalan guru dalam
menambah pengetahuannya justru menjadi pengganggu utama saat proses mengajar
berlangsung. Pemandangan guru bermain facebook, membuat cuitan di twitter,
berkomunikasi lewat WhatsApp saat sedang mengajar di kelas merupakan
pemandangan yang tidak asing lagi di era digital ini. Peserta didik diberi tugas dan guru
asyik dengan dunianya sendiri. Belum lagi berita-berita yang beredar di media massa
tentang perilaku guru yang kasar atau tak senonoh kepada peserta didiknya, guru
mangkir mengajar alias membolos kerja saat jam-jam mengajar, dll.. Entah teladan apa
yang ingin diajarkan oleh guru dengan perilaku seperti itu kepada peserta didiknya.
Generasi seperti apa yang akan dihasilkan dari guru seperti itu? Bangsa ini mengalami
krisis keteladanan. Guru diharapkan mampu untuk menjadi teladan.

Setiap guru hendaknya memiliki hasrat agar peserta didiknya kelak akan
berkata, “Guruku teladanku”. Kemampuan guru untuk menjadi teladan bagi peserta
didiknya berkaitan erat dengan empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
guru, yaitu kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.Artinya, guru harus memiliki ilmu pengetahuan yang baik,
memahami penggunaan metode yang tepat dalam menyampaikan ilmunya kepada
peserta didik, bagus dalam hubungannya dengan masyarakat dan memiliki kepribadian
yang baik untuk diteladani. Jadi, dalam rangka Hari Guru Nasional ini, setiap guru
hendaknya introspeksi, sudahkah guru layak untuk diteladani (digugu dan ditiru) atau
masih menjadi guru yang belum pantas (wagu dan saru).

Penulis, guru SMPN 3 Songgom, Brebes

Anda mungkin juga menyukai