Anda di halaman 1dari 15

“ KASIH SAYANG, KEWIBAWAAN DAN

TANGGUNG JAWAB “

TUGAS MATA KULIAH


ILMU PENDIDIKAN

Dosen :

Disusun oleh : Kelompok 7


Aisyah Rodhwa Nisa
Azmi Luthfindasari
Sakina Andya Jinan

Fakultas Pendidikan
PG PAUD
2019/2020
KASIH SAYANG, KEWIBAWAAN DAN TANGGUNG JAWAB
Oleh : Kelompok 7
(Mahasiswi PG PAUD, Universitas Al-Azhar Indonesia)

Abstrak
Pemahaman pendidik terhadap konsep kasih sayang mendasari bagaimana sikap pendidik dalam
menjalankan proses pendidikan, sehingga anak didik dapat belajar dengan suasana kehangatan dan
menyenangkan. Kewibawaan dipandang sebagai alat pendidikan yang penting bagi pendidik
dimana lemahnya kewibawaan pendidik akan berdampak pada proses pendidikan. Begitu juga
dengan tanggung jawab, di samping menjadi tujuan pendidikan, yakni menghasilkan manusia yang
bertanggungjwab, juga menjadi motivasi pendidik untuk dapat bertanggung jawab terhadap tugas
yang diembannya. Kasih sayang, kewibawaan, dan tanggung jawab pendidikan merupakan ruh dari
pendidikan, tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Tanpa kasih sayang anak akan berkembang
menurut kemauannya sendiri. Tanpa kewibawaan, pendidik akan kehilangan kepercayaan dari anak
didiknya dan tanpa tanggung jawab dari pendidik, upaya pendidikan tidak akan memiliki arah dan
tujuan, karena pendidik akan acuh dalam melaksanakan tugasnya sebagai orang dewasa yang harus
membawa anak kepada kedewasaan.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidik merupakan orang dewasa yang membimbing anak agar si anak tersebut bisa
menuju ke arah kedewasaan. Peran orang dewasa di dalam proses pembelajaran sangat penting
karena tidak mungkin orangyang belum dewasa mendewasakan orang yang belum dewasa.
Sosok pendidik begitu besar dalam proses pembelajaran dalam mendidik, mengajar ,
membimbing, mengarahan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, namun selain itu
seorang pendidik harus memiliki suatu kasih sayang, kewibawaan dan tanggung jawab terhadap
peserta didiknya.
Pada prakteknya, ternyata menerapkan kasih sayang, kewibawaan, dan tanggung jawab
dalam proses pendidikan tidak mudah, banyak hambatan dan kendala yang dihadapi pendidik,
baik berkaitan dengan pemahaman maupun kemampuan pendidik. Untuk itu, kemauan dan
ketulusan pendidik dalam menjalankan tugasnya menjadi dasar dalam memahami sifat dan sikap
anak didik.
Kasih sayang, kewibawaan, dan tanggung jawab pendidikan, merupakan suatu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan karena suatu ruh dari pendidikan atau menjadi suatu yang perlu
dimiliki oleh seorang pendidik. Tanpa kasih sayang anak akan berkembang menurut kemauan-
kemauannya sendiri, karena pendidik sama sekali tidak peduli terhadap perkembangan peserta
didiknya. Tanpa kewibawaan, pendidik akan kehilangan kepercayaan dari peserta didiknya.
Peserta didik bertindak semaunya tanpa peduli terhadap pendidiknya. Semua upaya pendidik
mungkin akan dilecehkan oleh peserta didiknya. Tanpa tanggung jawab dari pendidik, upaya
pendidik tidak akan memiliki arah tujuan, karena pendidik akan acuh dalam melaksanakan
tugasnya sebagai orang dewasayang harus membawa anak kepada kedewasaan. Maka dari itu
kami dalam malakah ini akan membahas tentang kasih sayang, kewibawaan, dan tanggung jawab
pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa makna kasih sayang, kewibawaan, dan tanggung jawab?
2. Bagaimana kasih sayang, kewibawaan, dan tanggung jawab dalam pendidikan?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui kasih sayang, kewibawaan, dan tangung jawab.
2. Mengetahui bagaimana kasih sayang, kewibawaan, dan tanggung jawab dalam pendidikan.

D. Manfaat
Makalah ini disusun dengan harapan agar pendidik dan bagi calon pendidik dapat
mengetahui makna dan bagaimana kasih sayang, kewibawaan, dan tanggung jawab dalam
pendidikan sehingga seorang pendidik dapat menjadi seseorang pendidik yang baik bagi peserta
didiknya di dalam proses pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kasih Sayang
Kasih sayang merupakan fitrah manusia, artinya setiap manusia ditakdirkan oleh Allah
memiliki kasih sayang terhadap sesamanya. Dalam pendidikan, kasih sayang harus mendasari
semua upaya dalam membawa anak menuju kedewasaan. Tanpa kasih sayang pendidikan tidak
akan bermakna apa-apa.

1. Makna Kasih Sayang


Kasih sayang merupakan pola hubungan yang unik di antara dua orang manusia atau lebih. Pola
hubungan ini ditandai dengan adanya perasaan sayang, saling mengasihi, saling mencintai, saling
memperhatikan dan saling memberi. Anak-anak yang besar dalam limpahan kasih sayang orang
tua akan menjadi anak-anak yang memiliki ketajaman hati nurani serta mampu memperlakukan
orang lain dengan penuh kecintaan. Kasih sayang merupakan kebutuhan alami manusia sehingga
manusia tidak bisa hidup tanpa kasih sayang.
Kasih sayang merupakan suatu penyerahan diri secara total dari pendidik tanpa pamrih
kepada anak didik dengan tujuan menuju kedewasaan. Semua orang tua sayang kepada anaknya,
sehingga banyak orang tua yang tidak memberikan teguran atau peringatan jika anaknya
melakukan kesalahan karena takut anaknya tersinggung. Misalnya ketika anaknya mengganggu
orang lain, merusak atau mengotori dinding orang lain, orang tua kadang tertawa seperti
memberi semangat dan bukan menegur. Orang tua seperti itu telah melakukan penipuan terhadap
anak-anak mereka. Semua orang tua harus menyatakan kasih sayang, tetapi jangan sampai tidak
mendidiknya.
Kasih sayang dapat mempengaruhi kehidupan rohaniah maupun jasmaniah. Secara
rohaniah anak akan hidup penuh keceriaan, kesenangan, dan kebahagiaan. Secara jasmaniah
anak-anak akan mengalami pertumbuhan jasmaniah lebih sehat. Kasih sayang juga akan
menyelamatkan anak-anak dari sifat kerdil misalnya merasa terkucilkan.

2. Kasih sayang yang berlebihan dan hidup tanpa kasih sayang

a. Kasih sayang yang berlebihan


Kasih sayang orang tua memang penting namun jika berlebihan akan mendatangkan
akibat yang tidak diharapkan. Sebagai orang tua yang baik, mereka harus mempersiapkan
sesuatu untuk masa depan anak-anak mereka. Anak harus didik supaya menjadi manusia yang
tangguh pada saat ia dewasa. Kasih sayang yang berlebihan dapat menimbulkan dampak yang
negative antara lain :
1) Akan tumbuh sikap yang ingin selalu diperlakukan secara istimewa. Sifat-sifat seorang
otoriter dalam diri anak akan semakin berkembang serta benih kediktatoran akan bersemi dalam
dirinya sehingga akan mudah putus asa jika keinginannya tidak diperhatikan.
2) Anak yang selalu dimanja dapat mengalami masalah dalam kehidupan rumah tangganya
misalnya memperlakukan istrinya sebagai pembantu kelak.
3) Anak yang dibesarkan dalam asuhan kasih sayang berlebihan dapat menjadi anak yang
sangat rentan dengan masalah, kehilangan kepercayaan diri, tidak berani mengambil resiko, tidak
mau melakukan pekerjaan-pkerjaan yang penting dan selalu mengharapkan uluran orang lain.
4) Anak tidak mau mengembangkan diri karena merasa cukup dengan apa yang diterimanya.
Orang tuanya telah memenuhi segala keinginannya, pujian dan segalanya menjadi gambaran
semu dirinya.
5) Anak yang selalu dimanjakan dengan segala kesenangan dan segala keinginannya selalu
dipenuhi oleh orang tuanya, jika dewasa mungkin dia akan tumbuh menjadi sombong atau
memaksakan kehendak.
b. Hidup tanpa kasih sayang
Menurut Husain Mazhahiri (2002), bahwa kecintaan/kasih sayang meninggalkan
bekasnya secara positif kepada anak dan menjadikan perilakunya di masa yang akan datang
memiliki sifat kasih sayang dan kecintaan. Sebaliknya jika kecintaan hilang dari rumah tangga
dan rumah tangga menjadi korban kebekuan dan kekerasan, maka masa depan anak akan
terlempar pada marabahaya.
Selanjutnya menurut Mazhahiri, jika seorang anak lelaki dengan tabiatnya yang keras ia
akan kehilangan syarat pertama dari kehidupan suami istri yang baik dan berhasil. Apabila
seorang anak perempuan, maka ia akan kehilangan kelayakan untuk dipimpin oleh suami dan
keharmonisan bersamanya serta pendidikan anak-anaknya. Jadi anak yang hidup tanpa kasih
sayang orang tuanya, pada masa yang akan datang setelah ia dewasa akan menampakkan
kebenciannya terhadap masyarakat sekitarnya, serta ketidakpedulian terhadap orang lain. Ia tidak
menunjukkan jiwa tolong menolong sehingga ia menjadi manusia yang tidak beperasaan.

3. Kasih sayang di sekolah


Dalam proses pendidikan di sekolah dimana peran orang tua digantikan oleh guru, pola
hubungan guru-anak perlu dilandasi kasih sayang agar terjalin ikatan perasaan yang dapat
mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Banyak peran yang semestinya dilakukan oleh guru
dalam menjalankan proses pendidikan, diantaranya :

a. Guru sebagai pembimbing


Realitas di masyarakat menunjukkan bahwa perilaku menyimpang dari anak-anak seperti
kebrutalan, kecanduan narkoba, pemurung, apatis dan sebagainya muncul karena
dilatarbelakangi oleh kondisi dimana anak tumbuh dalam keluarga yang tidak memberikan
kepuasan kasih sayang terhadap dirinya. Dengan kasih sayang yang diberikan oleh guru, anak
akan mendapatkan bimbingan untuk menjalani kehidupan, baik yang sedang dijalani maupun
bekal kehidupan di masa yang akan datang. Guru bagi anak sebgai tempat bertanya, mengadu,
meminta pendapat, berkeluh kesah, curhat, berlindung dan posisi lainnya dalam diri seorang
anak didik.
b. Guru pembentuk kepribadian
Pembentukan kepribadian anak di sekolah merupakan hal yang tidak mudah, sulit kiranya
dilakukan tanpa disertai dengan kasih sayang. Guru di sekolah bertanggung jawab membimbing
anak didik, menjadi manusia bermoral, berhati nurani dan kasih sayang terhadap sesama. Guru
harus menunjukkan sosok pribadi yang utuh, berpribadi stabil, tidak emosional sehingga akan
menjadi teladan bagi anak didiknya. Tindakan kriminal yang dilakukan anak bisa dilakukan
karena seorang anak karena kepribadian yang labil serta kehilangan kasih sayang dari orang tua.
Di sekolah guru yang baik akan memperhatikan hal ini sebagai perannya dalam menjalankan
proses pendidikan. Pembentukan kepribadian anak di sekolah merupakan hal yang tidak mudah.
c. Guru sebagai tempat perlindungan
Di sekolah, guru akan minta perlindungan kepada gurunya, gurulah yang menjadi tempat
perlindungan bagi anak-anak tersebut. Pada kondisi ini, guru semestinya berlaku bijaksana,
mendengarkan masalah yang dihadapi anak, memberikan nasihat dan sebisa mungkin
menyadarkan tindakan yang dilakukan anak atau bahkan berupaya menjembatani permasalahan
anak dengan orang tuanya. Jika anak merasa tidak mendapat perlindungan di rumah, maka
selayaknya di sekolah seorang guru dapat memberikan kasih sayang dengan mendengarkan
masalah anak, memberikan nasihat atau menjembatani permasalahan anak dengan orang tuanya,
maka anak akan merasa diperhatikan dan dilindungi.
d. Guru sebagai fitur teladan
Kasih sayang harus tergambarkan dalam perilaku ayah ibu mereka misalnya dalam
bentuk pelukan, senyuman, bahkan dalam nada bicara orang tua mereka dan harus ditunjukkan
dalam perilaku kongkret. Kasih sayang yang terwujud melalui perilaku di samping secara
psikologis akan dirasakan anak, juga perilaku itu akan menjadi contoh atau teladan apalagi pada
anak yang menginjak remaja. Seorang guru yang ramah, hangat, dan selalu tersenyum, tidak
memperlihatkan muka kusam atau kesal, merespon pembicaraan atau pertanyaan anak didik akan
menumbuhkan kondisi psikologis yang menyenangkan bagi anak sehingga ia akan melibatkan
dirinya dalam kegiatan sekolah. Perilaku anak didik yang terbentuk ini pada dasarnya merupakan
hasil dari mencontoh atau meneledani perilaku pendidik dengan penuh kasih sayang.
e. Guru sebagai sumber pengetahuan
Dalam proses pembelajaran dimana terjadi transformasi pengetahuan, sikap memberi dan
melarang semestinya dilakukan dengan hati-hati terhadap anak didik. Pengetahuan dapat
mengubah sikap dan perilaku anak kearah yang lebih positif. Beberapa hal yang mungkin terjadi
apabila guru tidak berhati-hati dalam menyampaikan pengetahuan :
1) Akan merusak jalinan kasih sayang di antara guru dan anak didik sehingga anak akan
menganggap guru tidak dapat mengajar dengan baik.
2) Anak akan belajar pada sumber lain yang apabila tidak dibimbing tidak menutup
kemungkinan menghasilkan perilaku yang tidak diharapkan.
3) Kurangnya bimbingan dari guru sebagai pendidik akan menumbuhkan perilaku yang tidak
bertanggung jawab atas perbuatannya.
Dengan demikian, kasih sayang memegang peranan yang sangat penting di lingkungan
sekitar anak. Dengan ketulusan dan kasih sayang anak didik akan merasa senang mengikuti
pendidikan dan tujuan pendidikan akan mudah diwujudkan.
B. Kewibawaan dalam Pendidikan
Guru sebagai pendidik harus memiliki kewibawaan, baik dalam pembelajaran di dalam
kelas ataupun kegiatan lain di luar kelas. Kewibaan mempunyai peranan penting dalam usaha
menentukan dan merumuskan tujuan hakiki dan arti pendidikan. Kewibawaan merupakan syarat
mutlak dalam pendidikan. Artinya, jika tidak ada kewibawaan maka pendidikan tidak mungkin
terjadi sebab adanya kewibawaan maka segala bentuk bimbingan yang diberikan oleh pendidik
akan diikuti oleh anak didik.

1. Makna kewibawaan
Ciri utama seorang pendidik adalah adanya kewibawaan yang terpancar dari dirinya
terhadap anak didik. Kewibawaan merupakan pancaran batin yang dapat menimbulkan pada
pihak lain sikap untuk mengakui, menerima, dan menuruti dengan penuh pengertian atas
pengaruh tersebut. Kewibawaan hanya dimiliki oleh manusia yang sudah dewasa, suatu
kedewasaan rohaniah yang didukung kedewasaan jasmaniah terutama pada orang tua dan itu
merupakan kewibawaan asli. Pendidik harus memiliki kewibawaan di mata anak didik, karena
mereka membutuhkan perlindungan, bantuan, bimbingan, dan pendidik bersedia untuk
memenuhinya.
Kewibawaan merupakan suatu daya mempengaruhi yang terdapat pada seseorang,
sehingga orang lain yang berhadapan dengannya secara sadar dan sukarela menjadi tunduk dan
patuh kepadanya. Anak kecil (sampai usia 3 tahun) belum mengenal kewibawaan, artinya anak
kecil belum dapat tunduk kepada suatu pengaruh atas kesadaran dan kerelaan sendiri.
Pengenalan dan pengakuan terhadap wibawa membutuhkan bahasa. Bahasa merupakan tempat
pertemuan antara pendidik dan anak didik. Dengan bahasa, anak didik dapat mengerti apa arti
anjuran dan larangan dari pendidik, sehingga dengan demikian dapatlah dikenal dan diakui
berwibawa.
Apabila orang tua tidak menggunakan anjuran dan larangan kepada anak, maka dapat
mengakibatkan anak mempunyai sikap yang tidak dapat didekati, anak akan menjadi asing
terhadap kekerasan anak, menjadi tidak dapat lagi dinasihati atau didekati. Sebaliknya jika orang
tua terlalu banyak menggunakan kesempatan untuk memberi nasihat atau anjuran maupun
larangan, akan memberi akibat yang dapat merugikan dalam pendidikan.

2. Awal penerimaan kewibawaan oleh anak


Betapapun besarnya kewibawaan seorang pendidik, tidak ada gunanya jika kewibawaan
itu sama sekali tidak dihayati oleh anak didiknya. Kewibawaan itu menentukan bentuk perlakuan
yang harus diikuti serta menghalangi atau menolak yang tidak dikehendaki. Anak didik
mendapatkan keberanian moral untuk mencoba menjalankan dan menuruti kewibawaan karena
adanya rasa kasih sayang yang menjadi pengikat bagi mereka.
Anak sudah memiliki kontak dengan orang tua tetapi kontak itu bukan melalui bahasa,
melainkan melalui perasaan. Pembentukan tingkah laku anak bukan hanya dilakukan dengan
pendidikan, melainkan dengan pembiasaan misalnya melatih anak supaya bangun pagi-pagi.
Menurut Langeveld pendidikan baru dimulai apabila anak sudah mengakui atau menghayati
kewibawaan orang tua atau pendidiknya, dan anak dapat mengakui kewibawaan pendidiknya
apabila anak sudah memahami bahasa yaitu ketika anak sudah berumur 3 tahun. Sedangkan
pendidikan yang dijalani anak sebelum usia 3 tahun disebutnya sebagai pendidikan pendahuluan.
Oleh karena itu, ada saat belum adanya penyadaran hubungan kewibawaan dalam arti anak
belum bias menerima kewibawaan pendidik, upaya pembiasaan dan kekuatan dapat dilakukan
terhadap diri anak.
3. Kewibawaan dan penerimaan norma oleh anak
Jika anak sudah dapat mengakui kewibawaan pendidik, maka dapatlah dimulai
pendidikan yang sesungguhnya, anak mulai dapat dikenalkan dengan norma yang sesungguhnya.
Kepada anak diperkenalkan mana perbuatan yang baik, buruk, dengan contoh, larangan, nasihat,
dongeng, teladan, dan lain-lainya. Agar anak mengikuti norma tertentu, maka pendidikannlah
yang harus pertama kali menjadi perwujudan dalam dirinya dari norma tersebut. Untuk mendidik
harus dimulai dari diri pendidik itu sendiri. Bagi pendidik, harus ada kesesuaian antara kata dan
perbuatan, seperti firman Allah : Hai orang-orang yang beriman mengapa kamu katakan sesuatu
padahal kamu tidak melakukaknnya, besar sekali murka di sisi Allah bagi orang yang
mengatakan sesuatu padahal ia sendiri tidak melakukannya (Q.S As-Shaf: 2-3).
Sehubungan dengan penerimaan norma tersebut , kiranya perlu dipaparkan bagaimana
proses penerimaan norma oleh anak sebagai berikut :
a. Anak menghadapi pendidik sebagai pendukung norma tertentu yang selalu dilihatnya
melaksanakan norma itu. Pada mulanya anak berpikir, tindakan itu baik karena dilakukan oleh
pendidiknya dan tindakan itu adalah tidak baik karena dilarang oleh pendidiknya.
b. Anak kemudian mengerti bahwa tindakan-tindakan itu atau tingkah laku pendidiknya diatur oleh
sesuatu yang disebut oleh norma.
c. Setelah anak dapat melihat norma terlepas dari si pendukung norma, maka tindakan atau tingkah
laku pendidik sebagai pendukung norma selalu dibandingkan dengan norma yang dikatakan oleh
pendidiknya itu.
d. Bila ternyata pendidik mempunyai tingkah laku yang cocok dengan norma yang dikemukakan
maka anak akan menerima norma itu dengan sukarela.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perkembangan kewibawaan anak didik ditandai
dengan tumbuhnya kepercayaan. Dalam lingkungan pendidikan, kepercayaan yang diberikan
oleh pendidik kepada anak didik mempunyai dua arti:
e. Bahwa keinginan pendidik untuk terus mengikat pribadi anak didik pada dirinya telah dapat
diatasi oleh pendidik.
f. Bahwa kepercayaan itu merupakan tempat sumber bagi anak didik untuk tumbuh dan
berkembang. Artinya anak didik yang mendapat kerpercayaan itu harus dapat berdiri sendiri,
karena pendidik yakin bahwa ia dapat berdiri sendiri dan mendorong supaya ia menjadi dewasa.

4. Mempertahankan kewibawaan
Pendidik harus mempertahankan kewibawaan yang dimilikinya, sehingga kewibawaan
tersebut harus dipelihara dan dibinanya. Langeveld mengemukakan 3 sendi kewibawaan yaitu,
kepercayaan, kasih sayang dan kemampuan mendidik. Dalam hal kepercayaan, pendidik harus
percaya bahwa dirinya bisa dan mampu mendidik dan juga harus percaya bahwa anak didik
dapat dididik. Kasih sayang mengandung dua makna yaitu penyerahan diri kepada yang dikasih
sayangi dan pengendalian terhadap yang disayangi. Kemampuan mendidik dapat dikembangkan
melalui beberapa cara, diantaranya pengkajian terhadap ilmu pengetahuan khususnya ilmu
pendidikan.
Selain ketiga hal diatas, dalam mempertahankan kewibawaan tersebut perlu didukung
oleh keadaan batin pemilik kewibawaan yaitu :
a. Adanya rasa cinta : kewibawaan itu dapat dimiliki oleh seseorang, apabila hidupnya penuh
kecintaan dengan atau kepada orang lain.
b. Adanya rasa demi kamu : adalah sikap yang dapat dilukiskan sebagai suatu tindakan, perintah
atau anjuran bukan untuk kepentingan orang yang memerintah, tetapi untuk kepentingan orang
yang diperintah, menganjurkan demi orang yang menerima anjuran, melarang juga demi orang
dilarang, misalnya guru memerintahkan anak didiknya belajar keras dalam menghadapi ujian,
bukan agar dirinya mendapat nama karena anak didiknya melainkan agar anak didik mendapat
nilai yang bagus.
c. Adanya kelebihan batin : seorang guru yang menguasai bidang studi yang menjadi tanggung
jawabnya, bisa berlaku adil dan obyektif, bijaksana, merupakan contoh-contoh yang dapat
menimbulkan kewibawaan batin.
d. Adanya ketaatannya kepada norma : menunjukkan bahwa dalam tingkah lakunya dia sebagai
pendukung norma yang sungguh-sungguh, selalu menepati janji yang pernah dibuat, disiplin
dalam hal-hal yang telah digariskan.
Selanjutnya dalam melaksanakan kewibawaan, pendidik hendaknya memperhatikan
beberapa faktor berikut :
e. Perkembangan anak sebagai pribadi. Pendidik hendaknya mengabdi kepada perkembangan
anak, mengembangkan seluruh pribadi anak, intelektualnya, emosinya, dan spiritualnya.
f. Pendidik memberi kesempatan pada anak untuk berinisiatif, anak melakukan kegiatan atas
inisiatif sendiri. Anak harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melatih diri bersikap patuh
sehingga kepatuhan anak terhadap peraturan akan didasarkan atas pertimbangan nuraninya
sendiri, tidak karena paksaan atau pengaruh orang lain.
g. Kewibawaan dilaksanakan atas dasar kasih sayang pada anak. Pendidik berbuat sesuatu demi
kepentingan anak didik, mengabdi kepada anak didik, bukan untuk kepentingan pendidik.

5. Mengurangi kewibawaan dalam pendidikan


Pendidik lama kelamaan harus mengurangi kewibawaannya, hal ini berarti bahwa
semakin lama anak harus diberi kesempatan untuk berdiri sendiri. Pada akhirnya, bila anak sudah
dewasa kewibawaan pendidik harus dihilangkan sama sekali. Jika tidak demikian, justru dapat
timbul konflik antara pendidik dan anak didik, sebab anak yang sudah dewasa akan merasa
diinjak kedewasaannya. Kewibawaan pendidik pada suatu saat akan mengalami masa-masa
kritis. Agar kewibawaan yang dimiliki oleh pendidik tidak goyah, tidak melemah, maka
hendaknya pendidik itu selalu :
a. Bersedia memberi alasan
Pendidik harus siap dengan alasan yang mudah diterima anak, penjelasan hendaknya
singkat dan dapat diterima anak dengan jelas, menggunakan bahasa yang sesuai perkembangan
anak. Dengan adanya kejelasan ini, akan mebuat anak didik menerima semuanya penuh dengan
kerelaan dan kesadaran.
b. Bersikap demi kamu (you attitude)
Pendidik selalu harus menunjukkan sikap demi kamu. Sikap ini tidak perlu ditonjolkan,
tetapi harus dengan jelas nampak kepada anak atau mudah diketahui oleh anak. Pendidik
menasehati, melarang, memerintah berbuat itu semua demi anak didik sendiri bukan kepentingan
pendidik.
c. Bersikap sabar
Pendidik harus selalu bersikap sabar, memberi tenggang waktu kepada anak didik untuk
mau menerima perintah dan nasihat yang diberikan oleh pendidik. Mungkin pendidik harus
memberikan nasihatnya berkali-kali kepada seorang anak, pendidik dituntut kesabarannya
sungguh-sungguh, tidak boleh lekas putus asa.
d. Bersikap memberi kebebasan
Semakin bertambah umur anak didik, pendidik hendaknya semakin member kebebasan,
memberi kesempatan kepada anak didik agar belajar berdiri sendiri, belajar bertanggung jawab
dan belajar mengambil keputusan, sehingga pada akhirnya anak tidak lagi memerlukan nasihat
dalam kewibawaan melainkan anak diberi kebebasan untuk memilih mana yang paling baik
sesuai dengan pilihan hati nuraninya. Ketika anak dewasa maka pada saat itulah kewibawaan
pendidik berakhir.

C. Tanggung Jawab
Diantara makhluk yang ada, manusia mempunyai sebuah kewajiban khusus, yaitu
kelayakan menerima kewajiban, sedangkan makhluk lain tidak meiliki kelayakan ini. Benda mati
dan tumbuhan tidak mempunyai ilmu, pemahaman dan kehendak, dan mereka tidak memiliki
kelayakan untuk menerima kewajiban dan tidak mempunyai tanggung jawab terhadap
perbuatannya. Manusia adalah makhluk yang mempunyai tanggung jawab dan kewajiban.

1. Pengertian tanggung jawab


Dalam pergaulan sehari-hari, bertanggung jawab pada umumnya diartikan sebagai
“berani menanggung risiko dari suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan atau sering pula
diartikan sebagai berani mengakui suatu perbuatan atau tindakan yang telah dilakukan.
Bertanggung jawab dimakusdkan sebagai suatu keadaan dimana semua tindakan atau perbuatan
atau sikap merupakan penjelmaan dari nilai-nilai moral serta nilai-nilai luhur kesusilaan dan atau
keagamaan. Bertanggung jawab berarti berada dalam tatanan norma, nilai kesusilaan, dan agama,
dan tidak di luarnya. Segala tindakan, perbuatan atau sikap yang berada di luar bidang nilai atau
norma kesusilaan dan agama tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Perbuatan atau tindakan seseorang yang melempar kaca tetangganya sehingga pecah
berantakan bukanlah perbuatan atau tindakan sebagai penjelmaan tanggung jawab karena orang
yang bertanggung jawab tidak akan melakukan tindakan, perbuatan, atau sikap bertentangan atau
melanggar nilai-nilai susila maupun agama.

2. Tindakan yang berkaitan dengan bertanggung jawab


Berikut adalah tindakan yang bertanggung jawab khususnya di sekolah :
Ada seorang guru sekolah dasar setiap pagi selalu datang setengah jam sebelum pembelajaran di
sekolah dimulai. Hal tersebut selalu dilakukan, baik pada hari hujan maupun tidak. Waktu pulang
ia selalu yang terakhir, sebab setelah lonceng tanda sekolah selesai berbunyi dan murid-
muridnya pulang, guru ini terlebih dahulu memeriksa kelasnya secara detail. Dalam memberikan
nilai untuk menentukan taraf prestasi murd-muridnya, ia tidak melakukannya hanya menebak
saja. Semua persiapan dan pengisian buku administrasi kelas lainnya dikerjakan dengan teliti dan
benar. Guru semacam ini merupakan contoh dari manusia yang sudah bertanggung jawab.
Selanjutnya adapula kehidupan seorang guru yang belum dapat memikul tanggung jawab
sebagai berikut : Guru datang ke sekolah semaunya, lebih sering datang terlambat setelah
pembelajaran sekolah dimulai. Mengajar tanpa menggunakan persiapan bahkan sering pulang
sebelum sekolah usai dengan berbagai alasan yang disampaikannya kepada kepala sekolah.
Untuk menunjukkan bahwa ia memperhatikan anak muridnya, ia mengadakan les pada jam-jam
tertentu dengan bayaran tertentu. Jika keesokan harinya akan diadakan ulangan, maka
sebelumnya diajarkan semua soal yang akan diulangkan kepada murid-murid yang mengikuti
pelajaran tambahan saja, sehingga pada waktu ulangan, murid-murid yang mengikuti pelajaran
tambahan memperoleh nilai baik.
Seharusnya di kelas, seorang guru harus seorang yang bertanggung jawab. Seorang guru
harus bertanggung jawab terhadap tugasnya sebagai guru, yaitu mendidik dan mengajar anak-
anak yang telah dipercayakan orang tua anak kepadanya. Karena itu guru yang bertanggung
jawab senantiasa akan berbuat dan bertindak tidak keluar dari Undang-Undang No 14 Tahun
2005 tentang guru dan dosen yang merupakan landasan moral bagi guru.

3. Tanggung jawab dalam pendidikan


Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional disebutkan bahwa
tujuan pendidikan adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Di sekolah, guru
merupakan pendidik yang paling bertanggung jawab dalam membimbing anak didik untuk
mencapai tujuan pendidikan. Guru bertanggung jawab agar anak menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Begitu juga di tangan gurulah anak didiknya
diharapkan akan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Bagian akhir
dari tujuan pendidikan nasional adalah warga Negara yang bertanggung jawab. Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya, manusia dapat dilihat dari dua aspek yaitu :

a. Manusia sebagai makhluk Tuhan


Manusia sebagai makhluk Tuhan berkewajiban untuk melaksanakan segala perintahnya
dan segala larangannya. Dalam ajaran Islam ada tiga inti ajaran Islam yaitu : Iman, Islam dan
Ihsan. Dalam hal ini Allah telah memberi petunjuk melalui Al Quran dan sunnah, bagaimana
manusia harus beriman (iman), bagaimana manusia harus menjalankan syariat islam (rukun
islam) dan bagaimana manusia harus berbuat baik kepada sesama manusia maupun berbuat baik
kepada sesama makhluk lainnya serta berbuat baik kepada alam dan lingkungannya.
Menurut akal dan agama, manusia wajib mengenal dan mengetahui pencipta alam, yang
merupakan pemilik dan pemberi kenikmatan kepada seluruh makhluk dan tunduk serta beribadah
kepada-Nya. Seorang mukmin mempunyai tujuh kewajiban yang harus dilaksanakan atas orang
mukmin lainnya dan jika salah satu dari kewajiban tersebut diabaikan maka dia keluar dari
kepemimpinan Allah. Ketujuh kewajiban tersebut adalah :
1) Apa yang engkau sukai untuk dirimu, maka engkau juga harus sukai bagi saudaramu dan apa
yang engkau benci untuk dirimu, maka engkau juga harus benci untuknya.
2) Engkau harus membantunya dengan diri, harta, lidah, tangan dan kakimu.
3) Mengikuti keinginannya, menghindari kemarahannya dan menuruti perintahnya.
4) Menjadi mata, petunjuk dan cermin baginya.
5) Jangan engkau kenyang sementara dia kelaparan atau kehausan dan jangan engkau berpakaian
sementara dia telanjang.
6) Jika kamu punya pembantu, sementara dia tidak maka kamu kirim pembantumu supaya
mencucikan pakaiannya, memasakkan makanannya, dan menghamparkan permadaninya.
7) Membenarkan kesaksiannya, memenuhi undangannya, menjenguknya manakala sakit dan
mengurusi jenazahnya.
Pendidik sebagai makhluk Tuhan dalam hidup dan kehidupannya senantiasa harus tunduk
dan taat untuk melaksanakan aturan-aturan Tuhan tersebut.

b. Manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia dan alam


Manusia mempunyai kecenderungan kepada masyarakat dan kehidupan social. Berbagai
aktvitas manusia memiliki esensi social dan oleh karena itu mau tidak mau, mereka harus
membagi pekerjaan diantara mereka. Berkaitan dengan hak dan kewajiban, tercermin berbagai
tanggung jawab manusia seperti :
1) Tanggung jawab manusia terhadap keluarga
Allah swt berfirman di dalam Al quran, wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan baku penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa-apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Rasulullah
Saw telah bersabda, “ sebaik-baiknya kamu adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya
dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya.”
2) Tanggung jawab terhadap sanak-kerabat
Rasulullah saw bersabda, “ aku berpesan kepada umatku baik yang hadir maupun yang tidak
hadir, maupun yang kini mereka masih berada dalam tulang sulbi ayah atau rahim ibu mereka
hingga hari kiamat, hendaklah mereka menjalin silaturahmi dengan sanak kerabat mereka karena
silaturahmi merupakan bagian dari agama.

3) Tanggung jawab terhadap tetangga


Rasulullah saw bersabda, “siapa yang menghianati tetangganya meskipun hanya sejengkal tanah
maka Allah akan jadikan tanah itu hingga tingkat ketujuh sebagai tali pelana di lehernya hingga
Allah menghinakannya pada hati kiamat, kecuali jika dia bertobat. Siapa saja yang menyakiti
tetangganya maka Allah haramkan wangi surga baginya dan tempatnya adalah neraka Jahanam
dan itulah seburuk-buruknya tempat.
4) Tanggung jawab terhadap Ayah dan Ibu
Allah swt telah berfirman di dalam Al Quran, “ dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkaataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih
sayang ucapkanlah wahai tuhanku kasihilah mereka keduanya sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil (QS Al-Isra 23-24).
5) Tanggung jawab terhadap anak
Kebaikan dan keburukan anak di dunia ini akan dikaitkan dengan orang tuanya. Engkau juga
berkewajiban membantunya dalam masalah akhlak yang baik, mengenal Allah dan ketaatan
kepada Nya. Maka berkenaan dengan anak hendaklah engkau seperti orang yang yakin akan
mendapat pahala jika berbuat kebajikan kepadanya dan mendapat siksa jika berbuat jelek
kepadanya.
6) Tanggung jawab manusia terhadap alam
Manusia ditakdirkan oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah manusia harus
mampu mengelola alam, khususnya bumi dimana manusia tinggal. Allah swt telah menciptakan
langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada padanya, seperti gunung, sungai, berbagai macam
bahan tambang dan benda logam, berbagai jenis pohon dan tumbuhan serta berbagai jenis
binatang daratan maupun lautan baik yang jinak maupun buas, untuk dimanfaatkan oleh
manusia. Hal tersebut merupakan tanggung jawab besar pada pundak manusia. Oleh karena itu,
manusia harus menghargai segala nikmat Allah dan menggunakannya pada tempatnya. Manusia
harus menganggap barang tambang berharga itu sebagai nikmat dari Allah. Seandainya manusia
tidak memeliharanya, tidak menjaga keseimbangan sistem lingkungan, akan timbul bencana bagi
kehidupan manusia itu sendiri dan segala bencana itu merupakan peringatan dari Allah kepada
manusia. Hal tersebut telah dinyatakan dalam Al Quran (Ar Rum : 41) : telah lahir bencana di
darat dan di laut, karena usaha tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari balasan perbuatan yang mereka perbuat, mudah-mudahan mereka kembali
(bertaubat).
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kasih Sayang, Kewibawaan, dan Tanggung Jawab Pendidikan, merupakan ruh dari
pendidikan, tidak dapat di pisahkan satu sama lainya . ketiga hal tersebut dapat dikatakan
merupakan prasyarat dalam melaksanakan pendidikan. Pada praktiknya, ternyata menerapkan
kasih sayang, kewibawaan, dan tanggung jawab dalam proses pendidikan tidak mudah, banyak
hambatan dan kendala yang dihadapi pendidik, baik berkaitan dengan pemahaman maupun
kemampuan pendidik.

B. SARAN
Kita sebagai calon pendidik hendaknya mempunyai rasa kasih sayang karena tanpa kasih
sayanag anak akan berkembang menurut kemauanya sendiri, maka dari itu seorang calon
pendidik harus mempunyai rasa kasih sayang terhadap anak didiknya. Seorang guru harus
memilki kewibawaan tapa kewibawaan pendidik akan kehilangan kepercayaan dari anak
didiknya. Seorang pendidik harus memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap tugasnya
sebagi guru yaitu mendidik dan mengajar anak-anak yang telah dipercayakan orang tua anak
kepadanya.
Daftar Pustaka
Sadulloh, Uyoh. (2011). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: ALFABETA

https://panjirifat.blogspot.com/2016/06/makalah-kasih-sayang-kewibawaan-dan_29.html

http://sematawayang94.blogspot.com/2017/11/makalah-kasih-sayang-tanggung-jawab-dan.html

Anda mungkin juga menyukai