Anda di halaman 1dari 12

UJIAN AKHIR SEMESTER GASAL 2021-2022

FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


UNIVERSITAS CENDERAWASIH
MATA KULIAH: ETNOGRAFI PAPUA
DOSEN PENGASUH: Dr. A. E. DUMATUBUN. M.Si.

ANALISA KESEHATAN DIELABORASIKAN DENGAN PENGETAHUAN


TRADISIONAL MASYARAKAT PAPUA YANG BERKAITAN DENGAN POLA
PRODUKSI MAKANAN

DI SUSUN OLEH :

NAMA : NELFI SANTINGAN

NIM : 2021082024002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

2021
BAB I
PENDAHUALUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai salah satu jenis mahluk hidup, juga
mempunyai hubungan yang erat, baik antara dia dengan sesama
mahluk hidup lainnya maupun dengan lingkungan alam di mana ia
hidup, bahkan berbeda dengan jenis-jenis mahluk hidup lainnya ia
mempunyai suatu kemampuan yang luar biasa untuk beradaptasi
terhadap lingkungan manapun. Ia mampu untuk beradaptasi di
lingkungan ekosistem yang berbeda-beda (di daerah tropis, sub-
tropis, kutub, daerah berawa, pengunungan tinggi, pulau/pantai).
Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah papua bagian barat,
sehingga sering disebut sebagai Papua Barat terutama oleh
Organisasi Papua Merdeka (OPM), para Nasionalis yang ingin
memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri.
Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini
dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands New Guinea atau
Dutch New Guinea). Setelah berada dibawah penguasaan
Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai provinsi Irian Barat sejak
tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian
Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan
emas freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga
tahun 2002. Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai
dengan UU No. 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus Papua.
Pada tahun 2004, disertai oleh berbagai protes, papua dibagi
menjadi 2 provinsi oleh pemerintah Indonesia : Bagian timur tetap
memakai nama Papua, sedangkan bagian baratnya menjadi
Provinsi Irian Jaya Barat (Setahun kemudian menjadi Papua Barat).
bagian timur inilah yang menjadi wilayah provinsi Papua pada saat
ini. Kata Papua sendiri berasal dari bahasa Melayu yang berarti
rambut keriting, sebagian gambaran yang memacu pada
penampilan fisik suku-suku asli.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Makanan Khas Papua
Sagu sebagai makanan Khas Papua. Pulau Papua berada di
ujung timur dari wilayah Indonesia, dengan potensi sumber daya
alam yang bernilai tinggi ekonomis dan strategis. Provinsi Papua
merupakan salah satu provinsi terkaya dengan penduduk yang
masih sedikit dengan kekayaan alam yang begitu kaya.
Kekayaan di Papua meliputi budaya, hasil hutan, perkebunan,
pertanian, perikanan dan pertambangan. Penduduk papua
beberapa masih menjalani kehidupan tradisional yang banyak
tinggal di Papua pegunungan dan Papua pesisir. Keduanya
mengkonsumsi Sagu sebagai makanan Khas Papua. Untuk
melestarikan kebudayaan Papua  yang berkaitan dengan
makanan setidaknya ada dua jenis makanan pokok di Papua
yaitu sagu dan ubi jalur, banyak dikonsumsi oleh orang Papua di
daerah pesisir Jayapura.
Orang Papua biasanya tidak menanam sagu karena tanah
yang subur membuat pohon sagu tumbuh subur liar dimana-
mana di seluruh wilayah Papua khususnya pesisir. Tidak hanya
Sagu, ikan tersedia dengan melimpah di laut dan sumber
makanan lainnya di hutan. Ubi Jalar juga dijiadikan makanan
pokok sebagian besar tumbuh dan ditanam di dataran tinggi.
Khususnya di dataran tinggi sebagaian masyarakat  membuat
kebun, bercocok tanam, dan membiakkan hewan ternak.
Masyarakat asli Papua biasanya berprofesi sebagai nelayan dan
petani tradisional. Kebanyakan dari mereka masih menjalani
kehidupan tradisional; makan makanan tradisional yang
disiapkan dengan cara tradisional. Makanan pokok di Papua
adalah nasi, akar talas dan kau-kau, Mumu, ayam Barapen dan
Papeda. Papeda yang terbuat dari bahan dasar tepung sagu.
Makanan ini sangat digemari masyarakat pesisir. Untuk
membuatnya relatif mudah, dengan menuangkan air panas ke
dalam tepung sagu, mengaduknya berulang kali hingga
mengental dan tampak seperti lem. Menikmati papeda dengan
bumbu kuning atau hidangan ikan asam atau yang lainnya
ditambah sambal. Mata pencaharian utama masyarakat di
pantai utara Papua Barat adalah Sagu (inti dari pohon palem).
Kebun sagu mereka adalah hutan sagu alami yang terletak 4
sampai 5 km di pedalaman. Pohon sagu dengan umur antara 8
sampai 12 tahun sudah siap dipanen. Pekerjaan memanen sagu
adalah untuk laki-laki dan perempuan. Sedangkan di daerah
aliran sungai kebanyakan menjadi pekerjaan perempuan,
sedangkan laki-laki adalah pemburu dan penggarap tanah.
B. Pola Pengolahan Makanan.
Sagu adalah tepung atau olahan yang diperoleh dari
pemrosesan teras batang rumbia atau “pohon sagu”
(Metroxylon sagu Rottb.). Tepung sagu memiliki karakteristik
fisik yang mirip dengan tepung tapioka. Seratus gram sagu
kering setara dengan 355 kalori. Di dalamnya rata-rata
terkandung 94 gram karbohidrat, 0,2 gram protein, 0,5
gram serat, 10 mg kalsium, 1,2 mg besi,
dan lemak, karoten, tiamin, dan asam askorbat dalam jumlah
sangat kecil. Sagu sebagai makanan Khas Papua dimakan dalam
bentuk papeda, semacam bubur, atau dalam olahan lain. Sagu
sendiri dijual sebagai tepung curah maupun yang dipadatkan
dan dikemas dengan daun pisang. Selain itu, saat ini sagu juga
diolah menjadi mie. Sebagai sumber karbohidrat, sagu memiliki
keunikan karena diproduksi di daerah rawa-rawa, sehingga sagu
dipanen dengan tahap sebagai berikut:
1. Pohon sagu dirubuhkan dan dipotong hingga tersisa
batang saja.
2. Batang dibelah memanjang sehingga bagian dalam
terbuka.
3. Bagian teras batang dicacah dan diambil.
4. Teras batang yang diambil ini lalu dihaluskan dan
disaring.
5. Hasil saringan dicuci dan patinya
6. Pati diolah untuk dijadikan tepung atau dikemas dengan
daun pisang
C. Pola Produksi Makanan Sagu di Papua
Tanaman sagu di Indonesia memiliki potensi besar
seperti luasan yang sangat besar, sumber karbohidrat yang
tinggi, produktivitas yang tinggi, dan dapat dijadikan berbagai
macam produk turunan. Tanaman sagu di Indonesia merupakan
yang terbesar di dunia, karena lebih dari 85% total areal sagu
dunia berada di Indonesia terutama di Papua dan Papua Barat.
Papua dan Papua Barat merupakan daerah yang paling
potensial, karena hanya perlu melakukan pemanenan dan
penataan menjadi kebun sagu. Potensi lain yang mendukung
keunggulan sagu yaitu sagu mengandung karbohidrat tinggi
dengan kandungan pati kering 200-400 kg/ pohon dan jika
dilakukan pemanenan dalam 1 ha akan menghasilkan 20-40 ton
pati/ha/tahun. Produk pati dari sagu juga dapat dijadikan produk
turunan ain seperti gula cair dan lain-lain.
Produksi pati sagu di Indonesia sangat besar dan
beragam. Menurut Hengky et al (2016), produksi sagu di Kab.
Kepulauan Meranti sebesar 135-355 kg/pohon. Sagu jenis Phara
mampu memproduksi pati sebesar 975 kg/pohon. Menurut Dewi
et al (2016) hutan sagu campuran di Sorng Selataan mampu
memproduksi pati sebesar 38 ton/ha/tahun. Menurut Bintoro et
al (2017) bahwa produksi pati di Kab. Mimika sebesar 14-26 ton/
ha/tahun. Sagu lebih unggul dari padi untuk memberi makan
dunia. Sagu dalam satu hektar dapat menghasilkan 20-40 ton
pati, jika dijumlahkkan dengan luas areal sagu sebesar 5 juta Ha
akan menghasilkan 100-200 juta ton. Padi membutuhkan 12 juta
hektar untuk menghasilkan 30 juta ton, sedangkan sagu
menghasilkan  30 juta ton pati hanya dalam 1 juta ha. Kebun
sagu dengan luasan 1 juta hektar memberi makan 200 juta jiwa,
jika dalam 5 juta hektar sagu dapat memberi makan  1 milyar
jiwa. Sagu dapat memenuhi kebutuhan orang yang kelaparan di
dunia yang berjumlah 868 juta jiwa yang dilaporkan oleh FAO.
Pemanfataan sagu  bukan hanya sekedar  dijadikan pati
(Gambar 2), banyak bentuk produk turunan sagu lain seperti
glukosa, dextrin, protein sel tunggal, bubur kayu, dan ampas.
Pemanfaatan pati  sagu dapat dijadikan beras analog, industri
makanan, dan bahan baku industri. Glukosa dihasilkan oleh
pemanfaatan pati dapat dimanfaatkan untuk dijadikan ethanol
dan fruktosa dalam industri makanan dan minuman, selain itu
glukosa dapat dijadikan asam organik unntuk industri kimia &
farmasi dan energi. Sagu juga dimanfaatkan untuk menjadi
dextriin  yang dimanfaatkan dalam industri kayu, kosmetik,
farmasi, pestisida. Protein sel tunggal juga dapat dihasilkan oleh
sagu untuk industri  makanan. Pemanfaatan sagu berupa bubur
kayu dan ampas masing-masing dimanfaatkan untuk industri
kertas & bahan bakar dan pembuatan pupuk, biogas, dan
industri makanan ternak.

D. Pola Asupan Gizi Pada Balita


Masalah kurang gizi memang sudah banyak terjadi di
beberapa Negara berkembang termasuk di Indonesia. Melihat
sumber dana yang terbatas yang tersedia pada Negara-negara
berkembang dan menumpuknya kebutuhan yang digunakan
untuk mencukupi kebutuhan. Masalah kurang gizi juga telah
dinyatakan sebagai masalah utama kesehatan dunia dan
berkaitan dengan lebih banyak kematian dan penyakit yang
disebabkan oleh masalah kurang gizi tersebut.walaupun. telah
banyak dilakukan penyuluhan tentang masalah kurang gizi
namun masih banyak masyarakat yang mengalami masalah
masalah gizi.

Prevalensi gizi buruk, gizi kurang, dan berat bayi lahir


rendah (BBLR) di Provinsi Papua Barat berada di atas prevalensi
nasional. Malaria menjadi salah satu penyakit yang diwaspadai
di provinsi ini terutama jika menyerang balita. sehingga
termasuk dalam kategori endemis tinggi. Tujuan: Mengetahui
tingkat kejadian malaria, status gizi balita serta menganalisis
hubungan antara keduanya. diolah menggunakan analisis Chi-
Square dan analisis regresi logistik. Hasil: Tingkat kejadian
malaria di kota jayapura tinggi. Tingginya kejadian malaria
tersebut disebabkan jumlah balita yang sakit malaria baik berat
danringan tidak berbeda jauh. Diketahui bahwa 42% balita
menderita malaria berat yaitu malaria jenis tropika dengan
frekuensi lebih dari dua kali dalam enam bulan sehingga secara
langsung berpengaruh pada nafsu makan dan berat badan.
Rerata status gizi balita berdasarkan BB/TB dan TB/U adalah
normal sedangkan menurut BB/U tidak normal. Sementara itu,
balita dengan status gizi buruk dan gizi lebih tidak ditemukan
dalam penelitian ini. Simpulan: Tingkat kejadian malaria pada
balita di Kota Jayapura tergolong tinggi, status gizi balita pada
masa lampau berada pada kategori normal dan pada saat
penelitian berada dalam keadaan tidak normal. Hal ini
disebabkan pada saat penelitian banyak balita mengalami sakit
sehingga berpengaruh terhadap nafsu makan yang secara
langsung berpengaruh terhadap berat badan balita. Bagi
masyarakat jayapura papeda juga termasuk makanan pokok
mereka.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu makanan pokok yang digemari penduduk
Papua ini berbahan utama sagu. Makanan tersebut cukup
terkenal di Indonesia karena sering dipromosikan ke luar
daerah. Tampilannya menyerupai bubur yang dimasak dengan
bumbu berkuah kuning. Tak hanya itu, supaya tetap menarik,
penyajiannya sering dimodifikasi. Papeda biasa dihidangkan
bersama kuah bening dan ikan kembung atau peda bakar.
Terkadang sebagai alternatif, diganti dengan kelapa tua
mentah atau ikan kuah kuning. Di samping presentasinya yang
apik, cara menyantap kuliner tersebut juga unik. Karena
memanfaatkan gata-gata, yakni alat yang terbuat dari bambu
untuk menggulung papeda dari piring. Rasanya sendiri lumayan
unik. Bagi yang belum terbiasa, pasti akan merasa hambar dan
cukup terganggu dengan teksturnya yang serupa dengan lem.
Belum lagi bila bau sagunya masih menyeruak. Tapi, yang
sudah ‘beradaptasi’ dengan rasanya, pasti akan ketagihan.
Apalagi, papeda sangat menyehatkan karena mengandung
banyak serat, rendah kolesterol dan bergizi.
DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. (1986). Pengantar Antropologi Sosial dan Budaya. (Modul).


Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.

Etnografi komunikasi dan register oleh: dwi purnanto:


http://dwipur_sastra.staff.uns.ac.id/2009/06/03/etnografi-
komunikasi-dan-register/.

Burhan Bungin, 2007, Analisis Data Penelitian Komunikasi , Grafindo


Persada, Jakarta

Dr.Deddy Mulyana, Metodologi penelitian kulitatif,  PT.Remaja


Rosdakarya, Bandung 2001.

 MELANESIA: Jurnal Ilmiah Kajian Sastradan Bahasa, 1(1), 85-91


Rauf A. Wahid & Lestari Sri Martina, 2009. Pemanfaatan Komoditas
Pangan Lokal sebagai Sumber Pangan Alternatif di Papua.
Jurnal Litbang Pertanian 28(2).

Supriadi Herman, 2008. Strategi Kebijakan Pembangunan


Pertanian di Papua Barat. Analisis Kebijakan Pertanian,
Volume 6 No. 4. Desember 2008.
http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/ART6-4d.pdf
didownload tanggal 26 Juli 2015
TUGAS
1. Kanker Payudara
a. Pandangan Masyarakat terhadap Penyakit Kanker Payudara dan
Pengobatannya
Kanker payudara merupakan jenis kanker yang berkembang
pada sel-sel  payudara. Kanker jenis ini dapat terjadi bila sel-sel di
organ payudara tumbuh dengan mekanisme abnormal. Sel-sel
tersebut membelah diri lebih cepat dari sel normal dan
berakumulasi, membentuk benjolan atau massa. Pengetahuan
masyarakat tentang kanker payudara sebagaian masayarakat
berpikiran bahwa kanker adalah penyakit keturunan. Dan ada
sebagaian masayarakat yang belum mempercayai tentang
penatalaksanaan medis kanker. Masyarakat lebih mempercayai
pengobatan tradisonal dengan minum ramuan-ramuan dari pada
minum obat dari Puskesmas atau dari rumah sakit.
Sarang Semut adalah tanaman berongga yang
dimanfaatkan oleh semut sebagai sarangnya. Sarang semut adalah
salah satu obat tradional yang digunakan masayarakat untuk
mengobati penyakit kanker. Tanaman herbal asli Papua ini sudah
digunakan secara turun-temurun oleh penduduk asli di pedalaman
sana untuk mengobati beragam penyakit secara tradisional. Jadi
herbal ini bukanlah gundukan tanah tempat semut bersarang yang
biasa kita temui di sekitar rumah. Khasiat Sarang Semut semakin
dikenal banyak orang setelah dilakukan beberapa penelitian ilmiah
lalu didapati bahwa herbal ini mengandung senyawa aktif penting
seperti tokoferol, polifenol, flavonoid, serta limpah akan beragam
mineral berguna sebagai anti-oksidan dan anti-kanker.
Buah Merah adalah sejenis buah tradisional
dari Papua. Oleh masyarakat Wamena, Papua,buah ini disebut
kuansu Buah ini banyak terdapat
di Jayapura, Manokwari, Nabire, dan Wamena. Bagi masyarakat di
Wamena, Buah Merah disajikan untuk makanan padapesta adat
bakar batu. Namun, banyak pula yang memanfaatkannya sebagai
obat. Secaratradisional, Buah Merah dari zaman dahulu secara turun
temurun sudah dikonsumsi karenaberkhasiat banyak dalam
menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti
mencegahpenyakit mata, cacingan, kulit, dan meningkatkan
stamina. Pengamatan atas masyarakat lokal berbadan lebih kekar
dan berstaminatinggi, padahal hidup sehari-hari secara asli
tradisional yang serba terbatas danterbuka dalam berbusana dalam
kondisi alam yang keras serta kadang-kadang bercuaca cukup
dingin di ketinggian pegunungan. Keistimewaan fisik penduduk
lainyakni jarang yang terkena penyakit degeneratif
seperti: hipertensi, diabetes, penyakit jantung dan kanker

2. Penyakit KUSTA
a. Pandangan Masyarakat Kota Jayapura Terhadap Penyakit KUSTA
Penyakit Kusta salah satu penyakit menular yang
menimbulkan masalah yang sangat kompleks karena dampak
bukan hanya dari sisi medis tapi meluas hingga ke masalah sosial
dan ekonomi. Kusta adalah salah satu penyakit yang belum
dipahami masyarakat secara baik dan benar yakni penyakit kusta.
Masyarakat cenderung memahami dan menilai kusta sebagai
penyakit kutukan bahkan buatan orang. Padahal sejatinya penyakit
kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan
masalah yang sangat kompleks mulai dari faktor medis, ekonomi,
sosial dan budaya. Stigma terhadap pasien kusta menjadi salah
satu masalah yang dapat menghambat eliminasi kusta.
Pengetahuan yang kurang dapat menyebabkan pemahaman yang
salah dan menimbulkan stigma. Stigma pada penderita Kusta akan
mempengaruhi pemahaman tentang penyakit dan penerimaan diri
bagi penderita itu sendiri dan tidak menerimanya dikalangan social
masyarakat. Kusta menimbulkan stigma di masyarakat yang
menyebabkan timbulnya masalah psikososial. Seringkali Kusta
diasosiasikan dengan penyakit kutukan atau hasil guna-guna.
b. Obat tradisional Penyakit Kusta Dengan Ramuan Ekor Kucing
Menurut nasehat orang tua terdahulu yang telah mengajarkan
pengobatan alami, obat tradisional penyakit Kusta mereka meracik
sendiri. Ekor kucing merupakan tanaman asli dari Hindia barat,
umumnya ditanam sebagai tanaman hias dihalaman atau taman-
taman. Kebanyakan masyarakat menggunakan Bunga Ekor kucing
untuk pengobatan penyakit Kusta yaitu menggunakan bunga dan
daunnya. Ambil daun secukupnya dan cuci bersih lalu tambahkan
kencur secukupnya, kemudian ditumbuk halus sampai jadi bubur.
Ramuan ini dioleskan pada kulit yang terkena kusta.

Anda mungkin juga menyukai