Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan komoditi penting dan strategis, mengingat pangan adalah

kebutuhan pokok manusia yang hakiki yang setiap saat di setiap permukiman perlu

tersedia, dalam jumlah yang cukup, dengan mutu yang layak, aman dikonsumsi dan

dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Namun sejak beberapa tahun terakhir

ini, muncul kerisauan atas menurunnya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan

pangan bagi rakyat Indonesia sendiri, khususnya akan ketersediaan beras sebagai

bahan pangan utama. Swastika et al (2000) bahkan menyebutkan bahwa laju produksi

beras pada 10 tahun terakhir hanya 50% dari laju pertumbuhan penduduk Indonesia.

Budaya pangan masyarakat Indonesia secara dinamis terus berubah. Pada tahun

1950an, mayoritas masyarakat Indonesia mengandalkan pada pangan lokal yang

variatif yang ada di berbagai daerah. Masyarakat Maluku dan Papua memiliki budaya

pangan yang berkaitan dengan sagu dan umbi-umbian, sementara masyarakat Nusa

Tengara Timur (NTT) mengandalkan jagung. Tiga dekade kemudian, pada tahun

1980an, terutama setelah Indonesia mencapai swasembada beras (tahun 1984),

budaya pangan bergeser ke beras. Program pembangunan pertanian yang masif

(revolusi hijau) yang berorientasi pada padi/beras pada masa Orde Baru ternyata juga

diikuti oleh perubahan pola pangan pokok masyarakat. Konsumsi pangan pokok beras

terus meningkat dan sejak awal tahun 2000an hampir seratus persen masyarakat
Indonesia mengonsumsi beras (Ariani, 2016). Gejala ini sering disebut ‘berasisasi’

dan menandai munculnya budaya pangan nasional (Simatupang, 2016).

Seiring dengan kebijakan pemerintah Indonesia yang menjadikan produksi dan

ketersediaan beras sebagai basis kebijakan pangan, yang diikuti oleh peningkatan

konsumsi beras, sejak tahun 1980an konsumsi gandum/terigu dan makanan

turunannya juga semakin meningkat. Konsumsi makanan berbahan gandum kini telah

menjadi lazim bagi hampir seluruh masyarakat Indonesia. Kebiasaan mengonsumsi

makanan berbahan gandum menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia telah

mempraktikkan budaya pangan global (Simatupang, 2016). Dalam hal pola konsumsi

pangan pokok, masyarakat Indonesia sudah seperti masyarakat di negara-negara maju

dan masyarakat dunia lainnya.

Badan Ketahanan Pangan (BKP) menunjukkan bahwa dalam satu dekade

terakhir masyarakat Indonesia memiliki pola konsumsi pangan pokok kombinasi

beras dan terigu. Berdasarkan parameter kontribusi energi masing-masing jenis

pangan sumber karbohidrat, BKP (2012) menyimpulkan bahwa masyarakat di 27

(dari 33) provinsi memiliki pola konsumsi pangan pokok berasterigu. Selanjutnya di

sejumlah provinsi tertentu masyarakat memiliki kombinasi beras dan pangan lokal:

provinsi NTT dengan beras-jagung, Gorontalo dengan beras-jagung-terigu, Maluku

Utara dengan beras-terigu-ubikayu, Maluku dan Papua Barat dengan beras-terigu-

ubikayu-sagu, dan Papua dengan beras-terigu-ubi kayu-ubi jalar-sagu.

2
Di dalam konteks tendensi penurunan konsumsi pangan lokal tersebut, hipotesa

kajian ini adalah budaya pangan lokal tidak akan hilang begitu saja. Masyarakat

Indonesia telah membudidayakan pangan lokal, seperti singkong, umbi-umbian,

jagung, sagu, dan lain-lain, dalam kondisi ekosistem yang beragam, dari yang subur

sampai yang kritis. Masyarakat Indonesia memiliki pola makan khas dan unik di

berbagai daerah: singkong/ubi kayu (Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur), sagu

(Maluku, Papua), jagung (Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara), cantel/sorgum

(Nusa Tenggara), talas dan ubi jalar (Papua) sebagai pangan pokok selama bertahun-

tahun (Khudori, 2009; Sutrisno & Edris, 2009). Di samping itu, pemerintah, melalui

Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pangan mengimplementasikan program Desa

Mandiri Pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan berbasis sumber daya,

kelembagaan dan kearifan lokal sejak tahun 2006 (Masithoh et al, 2009), yang diikuti

oleh program Kawasan Mandiri Pangan (BKP, 2019). Karena itu, budidaya dan

konsumsi pangan lokal sebenarnya merupakan bagian inheren dari sistem pangan

masyarakat Indonesia

Masyarakat di Desa Nuwewang pada umumnnya bermata pencaharian sebagai

petani dan nelayan. Tanaman utama yang tumbuh di desa Nuwewang adalah Kelapa

jagung, kacang tanah dan ketela pohon. Selain tanaman utama tersebut di atas, bila

ditinjau dikebun setiap warga umumnya memiliki pohan mangga minimal 2 sampau

4 pohon.namun belum ada data statistik tentang buah mangga itu

3
Manfaat biji mangga lainnya adalah sebagai bahan pembuatan tepung yang bisa

digunakan sebagai bahan konsumsi. Caranya cukup mudah. Hanya dengan

mengeringkan bagian dalam dari biji mangga dan kemudian dijadikan serbuk.

Setelahnya dikemas dalam wadah kedap udara dan siap digunakan saat diperlukan.

Karena dasar itulah kemudian pemanfaatan mangga kemudian diperluas. Tidak

hanya buah mangga yang dimanfaatkan. Namun juga pemanfaatan dari biji mangga

juga telah ada. Biji buah mangga dibuat menjadi tepung. Karena dalam biji buah

mangga memiliki kandungan lemak, karbohidrat, dan protein serta senyawa lain yang

dapat bermanfaat bagi tubuh manusia. Tepung dari biji mangga kemudian dikemas

dan dijual ke pasar dan toko-toko kue yang ada di pulau letti bahkan di jual sampai ke

Kota kabupaten. Hal ini juga dapat menambah dapat menambah pendapatan

perekonomian masayarakat di Desa Nuwewang yang mengolah biji mangga .

Biji mangga juga dijadikan sebagai makanan pokok masyarakat desa

Nuwewang,yang dimana biji mangga itu dicampur dengan jangung dan kacang merah

baru dimasak sebagai makanan sehari-hari disana. Hampir setiap keluarga di Desa

Nuwewang Memproduksi biji mangga sebagai makanan sehari,dan juga sebagai

bahan untuk membuat kue.

Berdasarkan latar belakang diatas maka saya menginisiasi untuk mengambil judul

penelitian tentang “Produksi Biji Mangga (Mangifera Indical) Sebagai Bahan

Pangan Lokal Untuk Meningkatkan Ekonomi Keluarga Di Desa Nuwewang

Kecamatan Letti Kabupaten Maluku Barat Daya”.

4
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Produksi Biji Mangga (Mangifera Indical)

sebagai bahan pangan lokal Untuk Meningkatkan Ekonomi Keluarga Di Desa

Nuwewang Kecamatan Letti Kabupaten Maluku Barat Daya.

1.3. Tujuan Penelitian

Bertolak dari permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian

ini adalah untuk dapat mengetahui “Untuk mengetahui Produksi Biji Mangga

(Mangifera Indical) sebagai bahan pangan lokal Untuk Meningkatkan Ekonomi

Keluarga Di Desa Nuwewang Kecamatan Letti Kabupaten Maluku Barat Daya.

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat dalam penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini dapat menjadi referensi serta acuan bagi Program Studi

Pendidikan Geografi khususnya bagi mata kuliah Geograi lingkungan dan

Geografi Ekonomi

b. Penelitian ini dapat memberikan manfaat yang sangat penting bagi peneliti

dalam mempelajari dan mengenal lebih baik tentang prose produksi biji

mangga untuk dijadikan sebagai tepung

c. Penelitian ini dapat membantu mahasiswa Geografi yang ingin melakukan

penelitian dengan menggunakan judul yang serupa.

5
2. Manfaat praktis

a. Bagi Pemerintah. Penelitian ini dapat menjadi informasi bagi pemerintah

Kabupaten Maluku Barat daya tentang proses produksi biji mangga sebagai

bahan pangan lokal

b. Bagi masyarakat penelitian ini dapat memberikan manfaat dan informasi

tentang Produksi Biji Mangga (Mangifera Indical) sebagai bahan pangan

lokal.

1.5. Penjelasan Istilah


Agar tidak terjadi kesalah pahaman terhadap penelitian ini maka perlu adanya

penjelasan terkait judul yang diambil oleh peneliti sebagai berikut:

1. Proses Produksi

Menurut Suharso (2014: 475), Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ’’Proses

Produksi adalah. runtunan perubahan dalam perkembangan sesuatu kemajuan

sosial berjalan terus,danrangkaian kegiatan pembuatan atau pengolahan yang

menghasilkan produk.”

2. Biji mangga

Biji mangga terletak di dalam kulit biji keras (endocarp) besarnya bervariasi.serat-

serat yang asalnya dari kulit biji tersebut kadang-kadang dapat menembus

kedangging buah,sehinga danging buahnya berserat,maka yang dimakan

seringkalii hanya cairanya. Biji mangga umumnya terdiri dari dau keeping yang

berdanging, yaitu biji monoebrionik dan biji poliebrionik (Pracaya,1991).

6
3. Kondisi Ekonomi

Kondisi adalah pernyataan, keadaan atau sesuatu pernyataan yang dapat dilihat

atau dirasakan dan diukur oleh indera manusia (Poerwadarminto,2002, hlm.159).

Kondisi yang dimaksud dalam penelitian ini yakni suatu keadaan ekonomi orang

tua, sedangkan ekonomi menurut Poerwadarminto (2002, hlm 267) menjelaskan

bahwa ekonomi adalah urusan keuangan rumah tangga.

Kondisi Ekonomi adalah kedudukan suatu masyarakat didalam kelompoknya yang

erat kaitanya dengan pendapatan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan

kekayaan yang dimilikinya.

4. Ketahanan Pangan

Hasil Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional (DEPTAN, 1996) mendefenisikan

ketahanan pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota

rumah tangga dalam jumlah, mutu dan ragam sesuai dengan budaya setempat dari

waktu kewaktu agar dapat hidup sehat.

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Geografi


2.1.1. Pengertian Geografi

Para pakar geografi dalam Seminar dan Lokakarya Peningkatan Kualitas

Pengajaran Geografi di Semarang tahun 1998, telah merumuskan konsep geografi

sebagai berikut: geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan

fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam

konteks keruangan. Konsep geografi yang diketengahkan di atas secara jelas

menegaskan bahwa yang menjadi obyek studi geografi tidak lain adalah geosfer,

yaitu permukaan bumi yang hakikatnya merupakan bagian dari bumi yang terdiri dari

atmosfer (lapisan udara), litosfer (lapisan batuan, kulit bumi), hidrosfer (lapisan air,

perairan), dan biosfer (lapisan kehidupan). Pada konsep ini, geosfer atau permukaan

bumi ditinjau dari sudut pandang kewilayahan atau kelingkungan yang menampakkan

persamaan dan perbedaan. Persamaan dan perbedaan tersebut tidak terlepas dari relasi

keruangan dari unsur-unsur geografi yang membentuknya (Sumaatmaja, 2001 : 11).

2.1.2. Pendekatan Geografi

Dalam geografi untuk mendekati suatu permasalahan, digunakan tiga macam

pendekatan, yaitu: pendekatan keruangan (spatial approach), pendekatan ekologi

(ecological approach), dan pendekatan kompleks wilayah (regional complex

approach) (Bintarto dan Surastopo, 1981:12-30).


8
1. Pendekatan Keruangan

Analisa keruangan mempelajari perbedaan lokasi mengenai sifat sifat penting atau

seri sifat-sifat penting. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dalam analisa

keruangan yang harus diperhatikan adalah penyebaran penggunaan ruang yang

telah ada dan penyediaan ruang yang akan digunakan untuk berbagai kegunaan

yang dirancangkan. Analisa keruangan dapat diketahui dari pengumpulan data

lokasi yang terdiri dari data titik (point data) seperti: data ketinggian tempat, data

sampel tanah, data sampel batuan, dan data bidang (areal data) seperti: data luas

hutan, data luas daerah pertanian, data luas padang alang-alang.

2. Pendekatan Ekologi

Studi mengenai interaksi antara organisme hidup dengan lingkungan disebut

ekologi, sehingga dalam mempelajari ekologi seseorang harus mempelajari

organisme hidup seperti manusia, hewan, tumbuhan serta lingkungannya seperti

litosfer, hidrosfer,atmosfer. Organisme hidup dapat pula mengadakan interaksi

dengan organisme yang lain. Manusia merupakan satu komponen dalam

organisme hidup yang penting dalam proses interaksi. Oleh karena itu muncul

pengertian ekologi manusia (human ecology) dimana dipelajari interaksi antar

manusia dan antara manusia dengan lingkungannya.

3. Pendekatan Kompleks Wilayah

Kombinasi antara analisa keruangan dan analisa ekologi disebut analisa kompleks

wilayah. Dalam analisa ini, wilayah-wilayah tertentu didekati dengan pengertian

9
areal differentiation, yaitu suatu anggapan bahwa interaksi antar wilayah akan

berkembang karena pada hakekatnya suatu wilayah berbeda dengan wilayah yang

lain. Pada analisa ini diperhatikan pula mengenai penyebaran fenomena tertentu

(analisa keruangan) dan interaksi antara variabel manusia dan lingkungannya

untuk kemudian dipelajari kaitannya sebagai analisis kelingkungan.

2.1.3. Prinsip Geografi

Terdapat empat prinsip geografi sebagaimana yang diungkapkan Nursid

Sumaatmadja dalam buku Studi Geografi, Suatu Pendekatan dan Analisa keruangan

(1988, 42-44), antara lain:

1. Prinsip Penyebaran (Spreading Principle)

Prinsip penyebaran dapat digunakan untuk menggambarkan gejala dan fakta

geografi dalam peta serta mengungkapkan hubungan antara gejala geografi yang satu

dengan yang lain. Hal tersebut disebabkan penyebaran gejala dan fakta geografi tidak

merata antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain.

2. Prinsip Interrelasi (Interrelationship Principle)

Prinsip interrelasi digunakan untuk menganalisis hubungan antara gejala fisik

dan non fisik. Prinsip tersebut dapat mengungkapkan gejala atau fakta Geografi di

suatu wilayah tertentu.

3. Prinsip Deskripsi (Descriptive Principle)

Prinsip deskripsi dalam geografi digunakan untuk memberikan gambaran lebih

jauh tentang gejala dan masalah geografi yang dianalisis. Prinsip ini tidak hanya

10
menampilkan deskripsi dalam bentuk peta, tetapi juga dalam bentuk diagram, grafik

maupuntabel. Prinsip deskripsi digunakan dalam penelitian ini, yaitu untuk

merepresentasikan data dalam bentuk tabel klasifikasi, dan juga peta.

4. Prinsip korologi (Chorological Principle)

Prinsip korologi disebut juga prinsip keruangan. Dengan prinsip ini dapat

dianalisis gejala, fakta, dan masalah geografi ditinjau dari penyebaran, interrelasi, dan

interaksinya dalam ruang.

2.1.4. Konsep Geografi

Geografi memiliki sepuluh konsep–konsep esensial (Suharyono dan Moch

mien, 1994 : 26 - 34), antara lain:

1. Konsep Lokasi

Lokasi sangat berkaitan dengan keadaan sekitarnya yang dapat memberi arti

sangat menguntungkan ataupun merugikan. Lokasi digunakan untuk mengetahui

fenomena geosfer karena lokasi suatu objek akan membedakan kondisi di

sekelilingnya. Konsep lokasi digunakan dalam penelitian ini untuk membahas

mengenai letak lokasi fasilitas pendidikan yang ada di Kota Ambon Fasilitas tersebut

mencakup lokasi SD, SMP, dan SMA.

2. Konsep Jarak

Jarak mempunyai arti penting bagi kehidupan sosial dan ekonomi. Jarak

berkaitan erat dengan arti lokasi dan upaya pemenuhan kebutuhan atau keperluan

pokok kehidupan,pengangkutan barang dan penumpang. Jarak dapat dinyatakan

11
sebagai jarak tempuh baik yang dikaitkan dengan waktu perjalanan yang diperlukan

ataupun satuan biaya angkutan.

3. Konsep Aksesibilitas

Aksesibilitas juga berkaitan dengan kondisi medan atau ada tidaknya sarana

angkutan atau komunikasi yang dapat dipakai. Tempat-tempat yang memiliki

keterjangkauan tinggi akan mudah mencapai kemajuan dan mengembangkan

perekonomiannya.

4. Konsep Pola

Konsep pola berkaitan dengan susunan bentuk atau persebaran fenomena dalam

ruang muka bumi, baik fenomena alami (misalnya jenis tanah, curah hujan,

persebaran, vegetasi) ataupun fenomena sosial budaya (misalnya permukiman,

persebaran penduduk, pendapatan, mata pencaharian). Konsep pola digunakan dalam

penelitian ini untuk menganalisis persebaran fasilitas pendidikan yang ada di Kota

Ambon

5. Konsep Morfologi

Morfologi menggambarkan perwujudan daratan muka bumi sebagai hasil

pengangkatan atau penurunan wilayah. Bentuk daratan merupakan perwujudan

wilayah yang mudah digunakan untuk usaha-usaha perekonomian.

12
6. Konsep Aglomerasi

Aglomerasi merupakan kecenderungan persebaran yang bersifat mengelompok

pada suatu wilayah yang relatif sempit yang paling menguntungkan baik karena

kesejenisan gejala maupun adanya faktor-faktor yang menguntungkan.

7. Konsep Nilai Kegunaan

Nilai kegunaan fenomena atau sumber-sumber di muka bumi bersifat relatif

artinya tidak sama bagi semua orang atau golongan penduduk tertentu.

8. Konsep Interaksi Interdependensi

Interaksi merupakan peristiwa saling mempengaruhi daya-daya, objek atau

tempat satu dengan tempat lainnya.

9. Konsep Diferensiasi Area

Integrasi fenomena menjadikan suatu tempat atau wilayah mempunyai corak

individualis tersendiri sebagai suatu region yang berbeda dari tempat atau wilayah

yang lain. Unsur atau fenomena lingkungan bersifat dinamis dan interaksi atau

integrasinya juga menghasilkan karakteristik yang berubah dari waktu ke waktu.

10. Konsep Keterkaitan Keruangan

Keterkaitan keruangan menunjukkan derajat keterkaitan persebaran suatu

fenomena dengan fenomena yang lain di suatu tempat atau ruang baik yang

menyangkut fenomena alam, tumbuhan, atau kehidupan sosial.

13
2.2. Proses Produksi

Menurut Suharso(2014: 475), Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ’’Proses

Produksi adalah. runtunan perubahan dalam perkembangan sesuatu kemajuan sosial

berjalan terus,danrangkaian kegiatan pembuatan atau pengolahan yang menghasilkan

produk.” Menurut Ana Retnoningsih (2014: 475), Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI),’’ produksi adalah:Proses mengeluarkan hasil, penghasilan.’’

Menurut Handoko T Hani (2011: 2), Kegiatan kegiatan Proses produksi yaitu:

tidak hanya menyangkut pemprosesan manufacturing berbagai barang , tentu saja

benar bahwa kegiatan-kegiatan produksi banyak dilaksanakan diperusahaan-

perusahaan manufacturing membentuk tulang belakang masyarakat konsumen kita

melalui produksi berbagai macam produk.

Tetapi orang orang juga melaksanakan kegiatan-kegiatan produksi dalam

organisasi-organisasi yang menyediakan berbagai bentuk jasa. dalam kenyataanya,

akhir akhir ini berkembang cukup usaha-usaha bisnis perbankan, asuransi,

transportasi, hotel dan restauran memproduksi jasa pelayanan sebanding dengan

perusahaan-usahaan manufacturing memproduksi perabot dan makanan dalam

kaleng. atas dasar perkembangan tersebut istilah manajemen produksi yang telah

banyak dipakai sebelumnya sampai sekarang secara meluas dipandang kurang

mencakup seluruh kegiatan-kegiatan sistem-sistem produksi dalam masyarakat

ekonomi kita.

14
Menurut Handoko T Hani (2011: 5), produksi dan operasi adalah: merupakan

usahan-usahan pengelolaan secara optimal pengunaan sumber daya manusia atau

sering disebut faktor faktor produksi tenaga kerja, mesin-mesin peralatan, bahan

mentah dan sebagainya dalam proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja

menjadi berbagai produk atau jasa. mengarahkan berbagai masukan (input), agar

dapat memproduksi berbagai keluaran (output), dalam jumlah kualitas, harga, waktu

dan tempat tertentu sesuai dengan permintan konsumen.

Proses produksi diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana

sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada diubah

untuk memperoleh suatu hasil. Menurut Gaspersz, Vincent (2004;4) Proses Produksi

adalah integrasi sekuasial dari tenaga kerja, material, informasi, metode kerja dan

mesin atau peralatan dalam suatu lingkungan yang kompetitif dipasar. Sedangkan

proses produksi menurut Zulian Yamit (2003;123) adalah suatu kegiatan dengan

melibatkan tenaga manusi, bahan serta peralatan untuk menghasilkan produk yang

berguna.

Proses juga diartikan sebagai cara, metode ataupun teknik bagaimana produksi

itu dilaksanakan. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan dana menambah

kegunaan (Utility) suatu barang dan jasa. Menurut Ahyari (2002) proses produksi

adalah suatu cara, metode ataupun teknik menambah kegunaan suatu barang dan jasa

dengan menggunakan faktor produksi yang ada.

15
Melihat kedua definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa proses produksi

merupakan kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau

jasa dengan menggunakan faktor-faktor yang ada seperti tenaga kerja, mesin, bahan

baku dan dana agar lebih bermanfaat bagi kebutuhan manusia.

2.3. Mangga

Mangga merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari Negara India.

Tanaman ini kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia.

Broto (2003) menyatakan bahwa tanaman mangga termasuk keluarga Anacardiaceae,

sama dengan jambu monyet dan kedondong. Genus dari keluarga anacardiaceae yang

berasal dari asia tenggara tercatat ada 62 spesies. Enam belas spesies diantaranya

dapat dimakan, tetapi yang biasa dimakan hanya spesies Mangifera caesia, Jack.

(kemang), Mangifera feotida, Lour. (pakel, bacang, atau limus), Mangifera odorata,

Griff. (kuweni atau kebembem), dan Mangifera indica, L.. Dari keempat spesies

tersebut, Mangifera indica, L. merupakan spesies yang paling banyak jenisnya.

Pracaya (2007) menyatakan bahwa mangga yang biasa dimakan sehari-hari

(termasuk didalamnya mangga arumanis, mangga gedong, mangga golek, dan

mangga manalagi) secara taksonomi termasuk spesies Mangifera indica, L., genus

Mangifera, famili Anacardiaceae dan ordo Sapindales. Berdasarkan taksonominya

pohon mangga termasuk tumbuhan tingkat tinggi dengan batang yang tegak dengan

tinggi pohon dewasa dapat mencapai 10-40 meter, bercabang banyak, bertajuk

rindang dan hijau sepanjang tahun. Umur tanaman mangga dapat mencapai 100 tahun

16
lebih. Berdasarkan SK.Mentan.No.28/Kpts/TP.240/1/1995 dalam Broto (2003)

Mangga varietas Gedong dapat dideskripsikan bahwa tanaman mangga varietas

Gedong memiliki bentuk pohon tegak dengan ketinggian 9-15 meter, tajuk pohon

berbentuk piramida tumpul, bercabang banyak dengan letak daun mendatar,

permukaan daun sempit dengan lipatan daun menyempit berbentuk lancip pada

dasarnya dan datar pada pucuknya, bentuk malai bunga lancip berwarna kuning atau

merah.

Mangga merupakan tanaman buah tahunan (parennial plants) berupa pohon

berbatang keras yang tergolong kedalam famili Anarcadiaceae. Mangga diperkirakan

berasal dari negara India. Tanaman ini kemudian menyebar kewilayah Asia Tenggara

termasuk Malaysia dan Indonesia.Kata mangga sendiriberasal dari bahasa Tamil,

yaitu manggas atau man-kay. Dalam bahasa botani, mangga disebut Mangifera indica

L. yang berarti tanaman mangga berasal dari India (Rohmaningtyas, 2010). Menurut

Safitri (2012), dalam taksonomi tanaman mangga diklasifikasikan sebagai berikut,

Kingdom: Plantae; Diviso: Spermatophyta; Kelas: Dicotyledoneae; Ordo: Sapindales;

Famili: Anacardiaceae; Genus: Mangifera; Spesies: Mangifera indica L.

Tanaman mangga terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan buah. Batang

tanaman mangga yang masih muda terbentuk dari kulit yang amat tipis disebut kulit

ari atua epidermis, kemudian kulit ini dirubah menjadi lapisan gabus. Bila pohon

bertambah tua, lapisan ini tidak tumbuh lagi, melainkan pecah-pecah.Karena dibagian

sebelah dalam kulit timbul lapisan gabus baru. Di dalam lapisan kayu ini terdapat

17
pembuluh kayu yang berfungsi membawa zat makanan dari akarkeatas. Di dalam

lapisan kulit terdapat pembuluh lapisan yang membawa zat makanan dari daun ke

tempat lain. Bunga mangga dapat melakukan penyerbukan sendiri karena tepung sari

yang jatuh pada tampuk berasal dari pohon itu sendiri.Hal ini menyebabkan mangga

disebut tanaman berumah satu. Bunga mangga terdiri dari beberapa bagian dasar

bunga, kelopak, daun bunga, benang sari dan kepala putik. Bunga mangga dalam

keadaan normal, adalah bunga majemuk yang tumbuh dari tunas ujung. Tunas yang

asalnya bukan dari tunas ujung tidak menghasilkan bunga, tetapi menghasilkan

ranting daun biasa. Daun mangga terdiri atas dua bagian yaitu tangkai daun dan

badan daun. Badan daun bertulang tulang dan berurat-urat antara tulang daun dan urat

tertutup daging daun. Daun mangga diselimuti oleh kulit tipis yang tidak mudah

terlihat oleh mata telanjang yang dinamakan kulit ari, di kulit ari ini terletak mulut

daun atau stomata (Rohmaningtyas, 2010). Panjang daun keseluruhan antara 8,47 –

23,82 cm, lebar daun antara 3,22 – 6,04 cm luas daun antara 30,20 – 101,10 cm2

(Nilasari et al., 2013)

Buah mangga dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu kulit, daging dan biji.

Komposisi buah mangga terdiri dari kulit buah dengan bobot berkisar antara 11 18%,

biji 14-22% serta daging buah yang berkisar antara 60-75% dari berat buah.

Komponen utama buah mangga terdiri dari air, karbohidrat (dalam bentuk gula)dan

vitamin. Komponen lain terdiri dari berbagai macam asam, protein, mineral, zat

warna, tannin dan zat-zat volatile (ester) yang memberikan bau harum (khas).

18
Vitamin C pada buah mangga berkisar antara 13 mg sampai 80 mg/100 g tergantung

varietas (Safitri, 2012).

Bentuk buah mangga sangat beragam, Pracaya (2007) mendeskripsikan bentuk

buah mangga sebagai bentuk yang unik. Pada ujung buah mangga ada yang berbentuk

runcing, biasanya disebut paruh. Di atas paruh ada bagian yang membengkok disebut

sinus, yang dilanjutkan ke bagian perut, dan bagian belakang perut yang disebut

punggung. Mangga memiliki kulit (eksokarp) yang tebal yang diukur dari lapisan

tempurung biji terluar dan terdapat titik kelenjar pada permukaannya. Daging buah

mangga (mesokarp) ada yang tebal dan ada yang tipis, tergantung dari jenis dan

varietasnya. Beberapa jenis atau kultivar mangga, pada daging buahnya memiliki

serat. Selain itu mangga ada yang berair ada yang tidak berair, tingkat kemanisannya

pun berbeda-beda bahkan ada juga yang rasanya seperti terpentin. Warna pada daging

buahnya juga bermacam macam ada yang kuning, krem, atau orange. Serat-serat yang

berasal dari kulit biji (endokarp) kadang-kadang bisa menembus daging buah

sehingga daging buahnya berserat. Mangga berserat yang layak dimakan seringkali

hanya cairan buahnya saja.

2.4. Biji Mangga

Biji mangga terletak di dalam kulit biji keras (endocarp) besarnya

bervariasi.serat-serat yang asalnya dari kulit biji tersebut kadang-kadang dapat

menembus kedangging buah,sehinga danging buahnya berserat,maka yang dimakan

seringkalii hanya cairanya. Biji mangga umumnya terdiri dari dau keeping yang

19
berdanging, yaitu biji monoebrionik dan biji poliebrionik (Pracaya,1991). Selain

daging (mesocarp),buah mangga yang aromantis berwarna putih sampai kuning yang

dapat dimakan ,juga dibeberapa tempat di Indonesia, biji mangga dapat

dimamfaatkan (Quane,2002).

Menurut Morales et al. (2002),biji mangga dapat digunakan sebagai bahan

pangan bagi manusia.Hal ini dapat dilihat dari pembelajaran secara objektif mengenai

karakteristik fisik,kimia maupun kandungan nutrisi biji mangga, sehingga dapat

disimpulkan bahwa biji mangga cukup potensial untuk makanan. Pengukuran dan

analisis yang dilakukan adalah volume,bobot jenis, luas (diimensi)biji, analisis

prolsimat, dan sebagainya (Morales et al, 2002).

Analisis lainnya juga telah dilakukan dalam satuan yang berbeda. Beberapa uji

daintaranya adalah kandungan tanim 1,28 mg/g, WSI (Water sorpatin index) sebesar

1,44 f air/g bobot kering, dan nilai pH sebagian 4,5.

Umur biji mangga yang digunakan tidak memberikan pengaruh,karena

kandungan gizi dari tepun biji mangga yang dihasilkan tidak mengalami perubaan

atau penyustan ,sehingga dari indikasi yang ada menunjukan kualitas biji mangga

tidak berbeda dengan kualitas biji secara umu (Arogba 1999). Menurut Arpba (1999),

tepung biji mangga dapat dihasilkan dari beberapa tahapan proses yaitu proses

perendaman (sulfurisasi), blanching, pengeringan dan penggilingan.

2.5. Ketahanan Pangan

Ada beberapa defenisi ketahanan pangan, antara lain:

20
1. Dalam undang undang No : 7 tahun 1996 tentang pangan, pengertian ketahanan

pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin

dari ketersediaan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman,

merata dan terjangkau. Dari pengertian tersebut, tersirat bahwa upaya

mewujudkan ketahanan pangan nasional harus lebih dipahami sebagai

pemenuhan kondisi kondisi : (a) Terpenuhinya pangan dengan kondisi

ketersediaan yang cukup, dengan pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas,

mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan dan memenuhi

kebutuhan atas karbohidrat, vitamin dan mineral serta turunan, yang bermanfaat

bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. (b) Terpenuhinya pangan dengan

kondisi aman, diartikan bebas dari pencemaran biologis, kimia, dan benda lain

yang lain dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan

manusia, serta aman untuk kaidah agama. (c) Terpenuhinya pangan dengan

kondisi yang merata, diartikan bahwa distribusi pangan harus mendukung

tersedianya pangan pada setiap saat dan merata di seluruh tanah air. (d)

Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan bahwa pangan mudah

diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992) mendefenisikan

ketahanan pangan sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk

memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup sehat.

21
3. World Food Summit 1996 memeperluas defenisi diatas dengan persyaratan

penerimaan pangan sesuai dengan nilai dan budaya setempat.

4. World Bank 1996: Ketahanan Pangan adalah: akses oleh semua orang pada

segala waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif.

5. Oxfam 2001: Ketahanan Pangan adalah kondisi ketika: “setiap orang dalam

segala waktu memiliki akses dan kontrol atas jumlah pangan yang cukup dan

kualitas yang baik demi hidup yang aktif dan sehat. Dua kandungan makna

tercantum di sini yakni: ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas dan

akses (hak atas pangan melalui pembelian, pertukaran maupun klaim).

6. FIVIMS (Food Insecurity and Vulnerability Information and Mapping Systems,

2005 ): Ketahanan Pangan adalah: kondisi ketika semua orang pada segala waktu

secara fisik, sosial dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman

dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan pilihan

pangan (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat.

7. Hasil Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional (DEPTAN, 1996) mendefenisikan

ketahanan pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan

anggota rumah tangga dalam jumlah, mutu dan ragam sesuai dengan budaya

setempat dari waktu kewaktu agar dapat hidup sehat.

Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa

untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang

cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimalisasi

22
pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik. Salah satu

indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan

pangan nasional terhadap impor (Litbang Deptan, 2005).

Secara umum, ketahanan pangan mencakup 4 aspek, yaitu Kecukupan

(sufficiency), akses (access), keterjaminan (security), dan waktu (time) (Baliwaty ,

2004). Dengan adanya aspek tersebut maka ketahanan pangan dipandang menjadi

suatu sistem, yang merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu ketersediaan

dan stabilitas pangan (food availability dan stability), kemudahan memperoleh

pangan (food accessibility) dan pemanfaatan pangan.

Terwujudnya ketahanan pangan merupakan hasil kerja dari suatu sistem yang

terdiri dari berbagai subsistem yang saling berinteraksi, yaitu subsistem ketersediaan

mencakup pengaturan kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan.

Ketersediaan pangan menyangkut masalah produksi, stok, impor dan ekspor, yang

harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan sebagaian

bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, pangan yang tersedia bagi

keluarga harus cukup volume dan jenisnya, serta stabil dari waktu kewaktu.

Sementara itu subsistem distribusi mencakup upaya memperlancar proses peredaran

pangan antar wilayah dan antar waktu serta stabilitas harga pangan. Hal ini ditujukan

untuk meningkatkan daya akses masyarakat terhadap pangan yang cukup. Surplus

pangan tingkat wilayah, belum menjamin kecukupan pangan bagi

individu/masyarakatnya.

23
Sedangkan subsistem konsumsi menyangkut pendidikan masyarakat agar

mempunyai pengetahuan gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola

konsumsi individu secara optimal sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Konsumsi

pangan tanpa memperhatikan asupan zat gizi yang cukup dan berimbang tidak efektif

bagi pembentukan manusia yang sehat, daya tahan tubuh yang baik, cerdas dan

produktif (Thaha, dkk, 2000). Apabila ketiga subsistem diatas tidak tercapai, maka

ketahanan pangan tidak mungkin terbangun dan akibatnya menimbulkan kerawanan

pangan (Suryana, 2003).

2.6. Ekonomi Keluarga

Kondisi adalah pernyataan, keadaan atau sesuatu pernyataan yang dapat dilihat

atau dirasakan dan diukur oleh indera manusia (Poerwadarminto,2002, hlm.159).

Kondisi yang dimaksud dalam penelitian ini yakni suatu keadaan ekonomi orang tua,

sedangkan ekonomi menurut Poerwadarminto (2002, hlm 267) menjelaskan bahwa

ekonomi adalah urusan keuangan rumah tangga.

Berdasarkan pemaparan diatas maka kondisi ekonomi adalah suatu keadaan

ekonomi keluarga yang bisa dirasakan atau diukur oleh indera manusia. Kondisi

ekonomi setiap orang itu berbeda-beda dan bertingkat, ada yang keadaan ekonominya

tinggi, sedang, dan rendah. Kondisi sosial ekonomi menurut Abdulsyani (2002,

hlm.12) menjelaskan bahwa kondisi sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi

sesorang dalam kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi,

pendapatan, tingkat pendidikan, usia, jenis rumah tinggal, dan kekayaan yang

24
dimiliki. Bintarto dalam Oktama (2013, hlm.12) mengemukakan tentang pengertian

kondisi sosial ekonomi masyarakat adalah suatu usaha bersama dalam suatu

masyarakat untuk menanggulangi atau mengurangi kesulitan hidup, dengan lima

parameter yang dapat di gunakan untuk mengukur kondisi sosial ekonomi masyarakat

yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan tingkat pendapatan.

Berdasarkan pemaparan di atas kondisi ekonomi orang tua dapat diartikan

sebagai keadaan urusan keuangan keluarga, yang menjelaskan suatu keadaan yang

dapat dilihat indera manusia, mengenai keadaan dan kemampuan ekonomi orang tua

seperti pendapatan dan kekayaan yang dimiliki dalam memenuhi kebutuhannya.

Ada beberapa faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya keadaan ekonomi

Orang tua, dalam kajian penelitian ini akan dibatasi empat faktor yang melatar

belakangi kondisi ekonomi Orang tua yang berpengaruh terhadap motivasi siswa

melanjutkan ke perguruan tinggi yaitu latar pekerjaan orang tua, latar belakang

pendidikan orang tua, dan jumlah anggota keluarga. Sunardi dan Evers dalam Oktama

(2013, hlm.20) memaparkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi pendapatan

keluarga adalah sebagai berikut:

1. Pekerjaan

Pekerjaan akan berpengaruh langsung terhadap pendapatan, apakah jauh dari

pekerjaan tersebut dalam lahan basah, dalam arti lahan basah yang bisa cepat

mendapatkan uang atau dalam lahan yang sulit untuk memperoleh uang yang biasa

disebut lahan kering.

25
2. Pendapatan Keluarga

Badan Pusat Statistik (2006, hlm.8) menjelaskan bahwa tingkat pendapatan

adalah jumlah penerimaan berupa uang atau barang yang dihasilkan oleh segenap

orang yang merupakan balas jasa untuk faktor-faktor produksi, ada 3 sumber

penerimaan rumah tangga yaitu:

a. Pendapatan dari gaji dan upah yaitu balas jasa terhadap kesediaan orang
menjadi tenaga kerja.

b. Pendapatan dari asset produktif yaitu asset yang memberikan pemasukan atas
balas jasa penggunaanya

c. Pendapatan dari pemerintah atau penerimaan transfer adalah pendapatan yang


di terima bukan sebagai balas jasa atau input yang di berikan.

Menurut Sunardi dan Evers dalam (1982, hlm.20) menyebutkan, “Pendapatan

adalah seluruh penerimaan baik berupa barang maupun uang baik dari pihak lain

maupun dari hasil sendiri, dengan jalan dinilai dengan sejumlah uang atau harga yang

berlaku saat itu”. Uang atau barang tidak langsung kita terima sebagai pendapatan

tanpa kita melakukan suatu pekerjaan baik itu berupa jasa ataupun produksi.

Pendapatan ini digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari demi

kelangsungan hidup. Oleh karena itu, setiap orang harus bekerja demi kelangsungan

hidupnya dan tanggungjawabnya seperti istri dan anak-anaknya.

Pendapatan dapat diartikan sebagai hasil yang diterima seseorang karena orang

itu bekerja dan hasilnya bisa berupa uang atau barang. Pendapatan orang tua adalah

26
hasil yang diterima orang tua dari hasil bekerja, baik dari pekerjaan pokok maupun

pekerjaan sampingan yang berupa uang atau barang yang dinilai dengan uang.

3. Pendiidikan

Tingkat pendidikan akan berpengaruh pula pada pendapatan. Dalam jenis

pekerjaan yang sama, yeng memerlukan pikiran untuk mempekerjakannya, tentunya

orang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih cepat untuk

menyelesaikan pekerjaannya dibandingkan orang yang berpendidikan rendah. Hal

demikian tentunya akan berpengaruh pada penghasilan (Doriza, 2015: 27)

4. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap perolehan pendapatan

keluarga. Semakin banyak anggota keluarga yang bekerja semakin banyak pula

pendapatan yang diperoleh keluarga, namun akan terjadi sebaliknya bila yang bekerja

sedikit sedang upah yang diterima sedikit, sedangkan jumlah tanggungan banyak

tentunya akan memberatkan.

Besar kecilnya tingkat pendapatan akan berpengaruh pada kelangsungan

pendidikan anak, karena pendidikan membutuhkan biaya. Semakin tinggi jenjang

pendidikan semakin besar biaya pendidikannya. Pendapatan seorang antara yang satu

dengan yang lainnya berbeda-beda sesuai dengan pekerjaan, pendidikan dan jumlah

anggota keluarganya.

Berdasarkan pemaparan di atas bisa diartikan keluarga yang kemampuan

ekonominya tinggi cenderung lebih mudah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya,

27
seperti kebutuhan makan akan lebih diperhatikan dengan makanan yang bergizi.

Demikian pula dalam pemenuhan kebutuhan akan pendidikan, orang tua akan

berusaha memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Setiap keluarga

memiliki pengeluaran yang berbeda satu sama lain tergantung pada pendapatan yang

diperolehnya. Semakin besar pendapatan biasanya semakin besar pula pengeluaran

yang dikeluarkannya. Artinya besar pendapatan berbanding linear dengan besarnya

pengeluaran. Hal ini dikarenakan semakin banyak pula yang diinginkan dalam

pemenuhan kebutuhan.

2.7. Kerangka Konsep

Biji Manggga

Produksi

BAB II
Pangan Lokal Pemasaran Ekonomi

28
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini, peneliti menggunakan tipe penelitian kualitatif yaitu

memaparkan secara mendalam dengan apa adanya secara objektif dengan data yang

dikumpulkan. Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data-

data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang diamati untuk menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan

apa adanya (Lexy J. Moleong, 2012:4).

Penelitian ini meliputi pengumpulan data mengenai Produksi Biji Mangga

(Mangifera Indical) sebagai bahan pangan lokal untuk meningkatkan ekonomi

keluarga di Desa Nuwewang Kecamatan Letti Kabupaten Maluku Barat Daya.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian.

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Desa Nuwewang Kecamatan Letti Kabupaten

Maluku Barat Daya

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang di butuhkan dalam penelitian ini tercatat selama 1 bulan

pada tanggal 05 -30 Mey 2020 setelah proposal ini di seminarkan dengan rincian

sebagai berikut :

29
3.3 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Arikunto (2006: 130), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi

dalam penelitian ini adalah 118 orang (petani manga).

2. Sampel

Arikunto (2006: 131), sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang

diteliti. Berdasarkan populasi maka sampel yang digunakan adalah purposive

sampling (pengambilan sampel berdasarkan kebutuhan). Dengan jumlah sampel 20

orang.

3.3. Variabel Penelitian

Menurut Arikunto (2002) variabel adalah objek penelitian, atau apa yang

menjadi titik suatu penelitian. Penelitian ini menggunakan variabel tunggal yaitu

Produksi Biji Mangga (Mangifera Indical) sebagai bahan pangan lokal untuk

meningkatkan ekonomi keluarga. Dengan inidikator dan sub indikatornya sebagai

berikut.

1. Faktor-faktor Produksi

a. Jumlah Pohon Mangga

b. Jumlah Panen

c. Tenaga Kerja

d. Pembibitan

30
e. Pemupukan

f. Pemeliharaan

g. Modal

2. Ekonomi Keluarga

a. Pemasaran hasil

b. Harga jual

c. Keuntungan

d. Pendapatan

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dilapangan, maka peneliti menggunakan beberapa

teknik dalam pengumpulan data yaitu :

1. Observasi

Menurut Nawawi dan Martini (1992:74), “Observsi adalah pengamatan dan

pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala

atau gejala-gejala pada obyek penelitian”. Untuk memperoleh data awal, maka

peneliti melakukan observasi.

2. Kuesioer

Menurut Sugiyono (2010:194), Pengertian kuisioner sebagai berikut: kuesioner

digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti akan melaksanakan

studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga

31
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah

respondennya sedikit/kecil.

Penulis menggunakan teknik kuisioner baik langsung maupun tidak langsung

(menggunakan angket). Kuesioner langsung penulis gunakan untuk tatap muka

langsung dengan responden. Sedangkan kuesioner tidak langsung penulis

menggunakan angket (daftar pertanyaan) yang telah dibuat.

3. Dokumentasi

Menurut Hamidi (2004:72), Metode dokumentasi adalah informasi yang

berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun dari

perorangan.Penggunaan metode dokumentasi ini ditujukan untuk melengkapi dan

memperkuat data dari hasil wawancara, sehingga diharapkan dapat diperoleh data

yang lengkap, menyeluruh dan memuaskan. Metode ini digunakan untuk

memperoleh data tentang proses produksi biji mangga (mangifera indical) sebagai

bahan pangan lokal untuk meningkatkan ekonomi keluarga di desa nuwewang

kecamatan letti kabupaten maluku barat daya.

3.6. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis kualitatif yang bertujuan

untuk mendeskripsikan tentang Produksi Biji Mangga (Mangifera Indical) sebagai

bahan pangan lokal untuk meningkatkan ekonomi keluarga di Desa Nuwewang

Kecamatan Letti Kabupaten Maluku Barat Daya adalah Analisis kualitatif yaitu

pengolahan data dengan melakukan proses mengatur urutkan data,

32
mengorgganisasikan kedalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian dasar. (Lexy J.

Moleong, 2012:103).

Selanjutnya dari data yang akan diperoleh di lapangan, maka data bersifat

kualitatif.

33

Anda mungkin juga menyukai