Anda di halaman 1dari 19

ARTIKEL

Pengembangan Diversifikasi Pangan


Pokok Lokal
Suismonoa dan Nikmatul Hidayahb
a,b
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Cimanggu, Bogor
Naskah diterima : 09 Maret 2011 Revisi Pertama : 08 Juni 2011 Revisi Terakhir : 08 September 2011

ABSTRAK
Usaha diversifikasi pangan hingga kini belum menunjukkan hasil seperti yang
diharapkan pemerintah. Salah satu kebijakan pemerintah di bidang konsumsi pangan
yaitu mengembangkan diversifikasi pangan dengan menggali sumber karbohidrat dan
teknologi pengolahan pangan pokok yang berasal dari lokal. Teknologi pengolahan
berbasis pangan pokok lokal yang telah ada di daerah masih dilakukan secara tradisional.
Oleh karena itu perlu diperbaiki, digalakkan dan dikemas menjadi pangan pokok siap
saji yang diterima masyarakat Indonesia menjadi makanan pokok pengganti beras.
Sebagai contoh produk makanan pokok lokal yang telah diperbaiki teknologinya antara
lain makanan Ledok (bubur dari bahan jagung dan singkong) menjadi produk Ledok
Instan, Beras Aruk menjadi Beras Singkong Semi-Instan (BSSI), Beras ubi (Rasbi), Tiwul
instan dan Beras Sagu Tiruan. Berdasarkan sebarannya, produk pangan pokok di
Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu : untuk wilayah Indonesia
Bagian Barat mengkonsumsi makanan pokok ”nasi non beras”, untuk wilayah Indonesia
Bagian Tengah mengkonsumsi makanan pokok ”bubur dari bahan tepung” dan untuk
wilayah Indonesia Bagian Timur mengkonsumsi makanan pokok ”bubur dari bahan pati”.
kata kunci : diversifikasi pangan, pangan pokok lokal
ABSTRACT
Efforts on food diversification has yet resulted in what expected by the government.
One of government policies in food consumption sector is to develop food diversification
by exploring the local sources of carbohydrate and local food processing technology.
Local-staple-food-based processing technology that has already existed in the area is
still traditionally operated. Therefore, the products need to be improved, promoted and
packaged into ready-to-eat staple food that can be consumed as the substitution of rice
as staple food by the people of Indonesia. For examples, the improved technology of
local staple food products among others are Ledok foods (porridge made from maize
and cassava) which have been formed into instant products, and Aruk grain which has
been transformed into Semi Instant Cassava Grains (BSSI), Cassava grain (Rasbi),
Tiwul instant and artificial Sago grain. Based on their distribution, staple foods in Indonesia
can be classified into 3 basic non-rice categories. First, boiled kernel non rice is consumed
in the Western parts of Indonesia; second, porridge made from flour is consumed as the
staple food in Middle zones of Indonesia; and third, slurry of starch material is eaten
eastern regions of Indonesia.
keyword: diversification of food, the local staple food.

PANGAN, Vol. 20 No. 3 September 2011: 295-314 295


*suismono@yahoo.com
I. PENDAHULUAN mengurangi makan nasi satu hari dalam satu
bulan, maka dapat dihemat 90.000 ton beras
angan merupakan komoditas penting dan
P strategis karena pangan menjadi
per bulan, atau 1,1 juta ton per tahun. Nilai
dari 1,1 juta ton beras itu kurang lebih sebesar
kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi
Rp. 6 triliun. Harapannya uang Rp.6 triliun ini
oleh setiap rakyat Indonesia sebagaimana
bisa beralih untuk beli produk pangan lokal
dinyatakan dalam UU No. 7 tahun 1996 tentang
lainnya seperti sagu, sukun, ubi jalar, ubi kayu,
Pangan. Salah satu kebijakan pemerintah di
pisang, hotong dan lain-lain, sehingga akan
bidang konsumsi pangan yaitu menggalakkan
menciptakan ekonomi baru diluar beras yang
diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan
akan menguntungkan petani.
merupakan suatu proses pemilihan pangan
yang tidak tergantung pada satu jenis pangan Di dalam tulisan ini dijelaskan deskripsi
saja, tetapi lebih terhadap berbagai bahan pangan pokok lokal di seluruh wilayah
pangan mulai dari aspek produksi, pengolahan, Indonesia dan pengembangan atau
distribusi, sampai aspek konsumsi pangan modernisasi, serta strategi penelitian dan
pada tingkat rumahtangga. Kebijakan ini tidak pengembangannya.
hanya ditujukan untuk mengurangi II. KARAKTERISTIK BAHAN PANGAN
ketergantungan pada beras, tetapi juga LOKAL
ditujukan pada penganekaragaman pangan
Produk pangan pokok yang berasal dari
yang berasal dari pangan pokok dan semua
sumber makanan pokok didaerah-daerah di
pangan lain yang dikonsumsi rumahtangga
Indonesia pada umumnya menggunakan
termasuk laukpauk, sayuran dan buah-buahan.
bahan baku berupa biji-bijian (jagung, sorghum,
Hal ini dimaksudkan bahwa semakin beragam
kedelai), umbi-umbian (ubikayu atau singkong
dan seimbang komposisi pangan yang
atau kasava, ubijalar, suweg, ganyong, garut,
dikonsumsi akan semakin baik kualitas gizinya.
gadung, uwi dan talas), sagu dan labu kuning.
Dalam menunjang Program Peningkatan Oleh karena itu, karakteristik bahan baku harus
Ketahanan Pangan harus didukung diketahui, terutama nilai gizi dan
pengembangan diversifikasi konsumsi pangan pengembangan produk pangan pokok lokal
yang bertumpu pada keanekaragaman sumber tersebut. Sebagai pangan pokok, aspek-aspek
daya pangan, kelembagaan dan budaya lokal. yang penting adalah sebagai sumber
Upaya diversifikasi pangan, melalui karbohidrat, ketersediaan dan sifat fisikokimia
pemanfaatan sumber karbohidrat lokal untuk bahan baku tersebut. Kandungan zat gizi
mengurangi ketergantungan pada beras belum sumber pangan pokok dari biji-bijian dan umbi-
menampakkan hasil yang diharapkan umbian dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tabel
pemerintah walaupun sudah cukup lama tersebut ditunjukkan bahwa beberapa jenis
persoalan pangan ini muncul, terutama tepung umbi-umbian dan buah-buahan
berkaitan dengan beras. Berulang kali impor memiliki kandungan karbohidrat yang cukup
beras dilakukan yang berujung pada protes tinggi, setara dengan beras dan terigu. Sifat
petani terhadap kebijakan tersebut, meskipun amilografi pati akan menentukan tekstur dari
petani sendiri tidak mampu memproduksi beras produk akhir yang dihasilkan pada tepung biji-
sebanyak kebutuhan konsumen dalam negeri. bijian dan umbi-ubian seperti yang ditunjukkan
Seharusnya, pemerintah mempunyai Tabel 2. Dari sifat amilografi tersebut dapat
gambaran bagaimana upaya penganeka- diketahui bahwa tepung non beras memiliki
ragaman pangan ini bisa dilakukan agar karakteristik yang sedikit berbeda dengan
ketergantungan terhadap beras dapat beras, sehingga perlu aplikasi teknologi
dikurangi. Bila seluruh konsumen di Indonesia pengolahan pangan yang tepat.

296 PANGAN, Vol. 20 No. 3 September 2011: 295-314


Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Sumber Pangan Pokok dari Biji-bijian, Umbi-umbian dan Buah

(-) Data tidak tersedia


Sumber : www.azaima.tripod.com

Pengembangan Diversifikasi Pangan Pokok Lokal (Suismono dan Nikmatul Hidayah) 297
Tabel 2. Sifat Amilografi Tepung Biji-bijian, Umbi-umbian dan Buah Sumber Karbohidrat

WG = waktu gelatinisasi (menit) VP = viskositas puncak (BU)


WGP = waktu gel. Puncak (menit) SG = suhu gelatinisasi (oC)
o
SGP = suhu gel. Puncak ( C) V50 = Viskositas pada 50oC (BU)
SBV = set back viscosity (viskositas balik) (BU)

Sumber : 1. Suismono (2004); 2. Sagita (1999); 3. Suismono (2003b);


4. Suismono (2006); 5. Suismono (1995); 6. Prawirautama (1998);
7. Zakiah (1999); 8. Mulyadi (1999); 9. Dewi (1999);
10. Suismono, dkk.,(2004); 11. Suismono, dkk. (2003a); 12. Purwani, dkk. (2003)

III. JENIS-JENIS PANGAN POKOK LOKAL lokal di Indonesia. Berdasarkan sebaran produk
DI INDONESIA pangan pokok di Indonesia, maka dapat
dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu:
Ketika pemerintah menjadikan beras
(i). untuk wilayah Indonesia Bagian Timur
sebagai bahan pangan pokok secara nasional,
(Papua dan Maluku) konsumsi makanan pokok
masih ada masyarakat di sejumlah daerah
berupa “bubur dari bahan pati” seperti
yang tetap memakan singkong, ubi, sagu, dan
Papeda (bubur pati sagu), kapurung (bubur
jagung sebagai makanan pokoknya. Kearifan
pati sagu), bubur ubi (makanan enbal); (ii).
tersebut terbukti dapat membebaskan mereka
untuk wilayah Indonesia Bagian Tengah
dari krisis pangan ketika pasokan beras (Sulawesi, Kalimantan dan Bali) mengkonsumsi
berkurang dan harga beras melambung seperti makanan pokok “bubur dari bahan tepung”
yang terjadi akhir-akhir ini. Berikut ini adalah seperti bubur Menado, Basang (bubur jagung),
beberapa contoh pangan pokok lokal yang bubur tepung ubi (makanan Ledok); dan (iii).
masih dikonsumsi masyarakat dan bisa ditemui untuk wilayah Indonesia Bagian Barat (Jawa
di beberapa daerah di Indonesia (Tabel 3). dan Sumatra) konsumsinya berupa “nasi non
Tabel 3 menunjukkan bahwa berdasarkan beras” seperti nasi tiwul, nasi ampok (nasi
peta wilayah asal makanan pokok pangan jagung), nasi ubi (nasi aruk).

298 PANGAN, Vol. 20 No. 3 September 2011: 295-314


Tabel 3. Pemanfaatan Bahan Baku Sumber Karbohidrat Lokal Untuk Pangan Pokok Beberapa
Daerah di Indonesia

Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2011

Pengembangan Diversifikasi Pangan Pokok Lokal (Suismono dan Nikmatul Hidayah) 299
3.1. Deskripsi Pangan Pokok Lokal di pisang yang dikenal sebagai papeda bungkus.
Indonesia Cara makannya yang dikombinasikan dengan
3.1.1. Papeda ikan serta sayuran berkuah. Papeda biasanya
Papeda merupakan bubur sagu yang disantap dalam keadaan panas bersama kuah
menjadi makanan pokok masyarakat Maluku kuning yang terbuat dari ikan tongkol atau ikan
dan Papua. Makanan sejenis papeda juga mubara dan dibumbui kunyit dan jeruk nipis.
dikenal di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Papeda masih banyak dijumpai di warung-
Tenggara masing-masing dikenal sebagai warung makanan tradisional sepanjang kota
kappurung dan sinonggi. Persamaan ketiga Ternate dan bisa menjadi salah satu daya tarik
jenis makanan tersebut terletak pada bahan wisata kuliner bagi wisatawan dari luar Maluku
baku utamanya berupa pati sagu. (Nita Femmilia, 2010). Akan tetapi
Pembuatan papeda melalui proses pengembangannya sebagai salah satu pangan
gelatinisasi pati dengan cara memasukkan air pokok alternatif pengganti beras belum banyak
mendidih ke dalam sempe sambil diaduk dilakukan oleh pemerintah setempat. Tak perlu
dengan cepat dan merata sehingga terbentuk khawatir dengan nilai gizi papeda, kenyataan
gel kenyal yang transparan. Gel inilah yang menunjukkan bahwa masyarakat yang
dinamakan papeda (Gambar 1). Tekstur gel mengkonsumsi papeda lengkap dengan lauk
papeda yang diinginkan dapat diperoleh pauknya, tidak pernah menghadapi masalah
dengan cara mengatur rasio jumlah air panas kekurangan zat gizi.
terhadap pati sagu yang digunakan. Jumlah 3.1.2. Ledok.
air yang ditambahkan pada pembuatan papeda
Ledok adalah sejenis bubur makanan
lunak lebih banyak dibandingkan dengan
papeda yang bertekstur keras. Karena kadar tradisional masyarakat Nusa Penida,
airnya tinggi, maka daya simpan papeda Kabupaten Klungkung, Bali. Ledok dibuat
relatif sangat singkat dibandingkan produk dengan menggunakan bahan baku utama
semi basah atau produk kering. Untuk berupa jagung dan singkong, ditambah bahan-
memperpanjang daya simpan papeda, bahan lain seperti kacang panjang, kacang
masyarakat setempat biasanya menyimpan merah, kemangi dan terkadang juga dicampur
papeda yang masih dalam keadaan panas ke dengan ikan laut segar. Makanan ini diberi
dalam batang bambu bersih yang baru nama ledok karena selama proses
ditebang dan ditutup rapat. Dengan cara pembuatannya terutama pada tahap
tersebut papeda dapat bertahan 3-4 hari. perebusan selalu dilakukan pengadukan
Papeda juga dapat dibungkus dengan daun (dalam bahasa daerah Bali disebut ngeledokin).

Gambar 1. Proses Pembuatan Papeda

300 PANGAN, Vol. 20 No. 3 September 2011: 295-314


Gambar 2. Proses pembuatan makanan Ledok

Untuk mengolah Ledok tradisional Untuk meningkatkan minat masyarakat di luar


diperlukan waktu sekitar 48 menit mulai dari Nusa Penida mengkonsumsi ledok, perlu
pemasukan bahan-bahan ledok ke dalam air diperbaiki citra ledok yang pada umumnya
mendidih sampai masak dan siap disajikan. dinilai oleh masyarakat sebagai pangan kurang
Secara umum proses pembuatan ledok diawali bergizi, kurang sehat, kurang aman serta
dengan penyiapan bahan baku seperti jagung, penyiapan dan pengolahannya membutuhkan
umbi singkong, kacang tanah dan kacang waktu lama dan kurang bergengsi.
merah. Kemudian dilakukan perebusan dan Makanan ledok tradisional mengandung
pengadukan sampai terbentuk bubur (Gambar kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar dan
2). karbohidrat masing-masing sebesar 71,92
Sampai saat ini, ledok masih dikonsumsi persen, 0,98 persen, 3,15 persen, 4,71 persen,
oleh hampir semua lapisan masyarakat di 3,18 persen dan 16,05 persen, dengan dasar
Nusa Penida karena kondisi wilayahnya yang berat basah (Suter, 2010). Komposisi nutrisi
sangat kering dengan sumber air sangat yang diperlukan tubuh per hari untuk dapat
terbatas, sehingga tidak memungkinkan untuk ”bekerja” optimal kira-kira 65 persen
penanaman padi. Dengan demikian karbohidrat, 20 persen lemak dan 10 – 15
masyarakat terpaksa memanfaatkan sumber persen protein dari menu sehari-hari. Dengan
pangan non beras yaitu jagung dan ketela demikian, sebenarnya ledok cukup nutrisinya
pohon sebagai bahan pangan pokok. untuk kebutuhan tubuh. Untuk angka yang
Pengembangan minat untuk mengkonsumsi lebih tepat dapat mengacu pada Keputusan
ledok bagi masyarakat di luar Nusa Penida Menteri Kesehatan No. 1593/MENKES/
perlu dilakukan untuk mengurangi SK/XI/2005 tentang Angka Kecukupan Gizi
ketergantungan terhadap bahan pokok beras. yang dianjurkan untuk Bangsa Indonesia.

Pengembangan Diversifikasi Pangan Pokok Lokal (Suismono dan Nikmatul Hidayah) 301
3.1.3. Beras Aruk Proses berikutnya adalah ubikayu dihancurkan
Beras aruk merupakan sebutan untuk sambil diremas-remas dalam air mengalir agar
beras yang berasal dari ubikayu yang menjadi patinya hilang, kemudian dilakukan
makanan pokok masyarakat Desa Tempilang, penumbukan sampai halus. Selanjutnya tepung
Bangka Barat sejak sebelum era penjajahan ubikayu dimasukkan dalam karung untuk
Belanda. Makanan olahan dari singkong ini proses pengepresan dengan cara dihimpit,
berbentuk butiran-butiran kecil dengan tekstur lalu diayak dengan ayakan butiran kecil. Hasil
dan rasa yang khas. Beras aruk sampai tahun ayakan selanjutnya disangrai (ditambahkan
1980-an masih banyak dikonsumsi oleh sedikit minyak goreng) dan dijemur selama 12
masyarakat Pulau Bangka sebagai pangan jam (Gambar 3). Untuk mengolah beras aruk
alternatif, akan tetapi dengan maraknya menjadi nasi aruk biasanya dilakukan dengan
makanan cepat saji beras aruk mulai proses pemasakan (pengukusan) selama satu
ditinggalkan sebagai makanan pokok (Tuti dan jam setelah beras aruk direndam terlebih
Wulan, 2009). Saat ini beras aruk masih dahulu dalam air selama satu jam. Nasi aruk
banyak disajikan sebagai camilan atau menu biasanya dihidangkan dengan sayur, terutama
sarapan serta sebagai hidangan pokok pada yang bersantan dan ikan laut. Kandungan
acara tertentu (pesta). Menurut hasil penelitian nutrisi beras aruk terdiri dari kadar air 12,5
kandungan karbohidrat beras aruk cukup tinggi persen, protein 0,6 persen, lemak 0,8 persen,
yaitu 85 persen, akan tetapi rendemennya karbohidrat 85,9 persen, abu 0,2 persen dan
sangat kecil hanya sekitar 12 persen. energy 353 kkal dengan dasar berat basah
(Tuti dan Wulan, 2009).
Proses pembuatan beras aruk dilakukan
melalui beberapa tahapan. Pertama 3.1.4. Jeppa
pengupasan ubikayu, selanjutnya ubikayu Jeppa merupakan makanan tradisional
kupas dimasukkan ke dalam karung dan bagi masyarakat suku Bugis Mandar di Pulau
direndam dalam air bersih yang mengalir Laut, Kotabaru, Kalimantan Selatan. Jeppa
selama tiga hari. Setelah perendaman selesai, dibuat dari singkong melalui proses pengolahan
ubikayu ditiriskan dan dibuang serat sumbunya. yang sederhana. Pertama singkong dikupas

Gambar 3. Proses Pembuatan Beras Aruk

302 PANGAN, Vol. 20 No. 3 September 2011: 295-314


Gambar 4. Proses Pembuatan Makanan Jeppa

dan dicuci bersih, kemudian diparut. pokoknya, yaitu Kecamatan Lumbis,


Parutan singkong diperas dengan kain blacu Sembakung dan Sebuku. Masyarakat tersebut
dan ditekan untuk mengeluarkan air agar tidak berasal dari suku dayak yang tinggal di
lembek. Hasil parutan singkong yang telah pedalaman, khususnya dari suku Dayak
ditekan kemudian dihamparkan di tampah Tujung, Dayak Tegalan dan Dayak Agabag
(nampan) sampai menjadi berasa asam dan (Dian Kusumanto, 2009). Menu makan Eloi
kering. Proses selanjutnya, parutan singkong dikonsumsi rata-rata minimal dua kali sehari.
yang kering dipanaskan di atas cobek yang Eloi merupakan makanan tradisional
terbuat dari tanah selama 5-10 menit dan semacam bubur kental dibuat dari tepung pati
kemudian dijemur (Gambar 4). Jeppa ubikayu (nato) dengan cara dimasak seperti
selanjutnya bisa dihidangkan dengan ikan dan pembuatan lem tapioka. Proses pembuatan
sayur atau bisa juga dikonsumsi sebagai Eloi diawali dengan proses pemarutan ubikayu,
penganan dengan campuran garam dan gula selanjutnya ditiriskan pada saringan sambil
aren. disiram dengan air dan didiamkan (diendapkan)
selama kurang lebih 12 jam. Setelah terbentuk
3.1.5. Eloi
endapan pati kemudian ditambahkan air
Eloi adalah bubur makanan pokok mendidih untuk mengencerkan dan dipanaskan
masyarakat pedalaman di beberapa sampai terbentuk gel seperti lem (Gambar 5).
kecamatan di Kabupaten Nunukan yang diolah Eloi biasanya dihidangkan sebagai makanan
dari singkong. Di Kabupaten Nunukan ada 3 pokok dengan lauk berkuah, seperti umbus
(tiga) kecamatan yang masyarakat aslinya dan sayur asam (ikan baung/patin yang
mengkonsumsi Eloi sebagai makanan dimasak dengan kuah asam).

Gambar 5. Proses Pembuatan Makanan Eloi

Pengembangan Diversifikasi Pangan Pokok Lokal (Suismono dan Nikmatul Hidayah) 303
3.1.6. Baalo Binthe makananpokok khas masyarakat Bugis,
Baalo Binthe merupakan makanan pokok Makassar, Mandar, dan Toraja. Proses
tradisional sebagian penduduk di Kabupaten p e m b u a ta n B a s a n g d i a w a l i d e n g a n
Pahuwato dan Boalemo, Gorontalo (Badan pengeringan dan pengelupasan kulit ari jagung
Ketahanan Pangan. 2011). Makanan ini dibuat terlebih dahulu. Jagung tanpa kulit kemudian
dari campuran beras dan jagung giling dengan digiling kasar dan direndam dalam air kapur
perbandingan 3:1. Sebelum dicampur dengan selama beberapa menit. Proses dilanjutkan
beras, jagung giling direndam terlebih dahulu dengan pemasakan jagung yang telah

Gambar 6. Proses Pembuatan Makanan Baalo Binthe

dalam air selama 30 menit supaya direndam tadi dengan santan cair dan
teksturnya lebih lunak. Proses selanjutnya garam sampai matang. Setelah tekstur agak
adalah pemasakan sampai matang seperti lembek ditambahkan santan kental dan gula
halnya penanakan nasi biasa (Gambar 6). (Gambar 7). Basang biasa dihidangkan panas
3.1.7. Basang sebagai makanan pokok masyarakat di daerah
Basang merupakan bubur jagung, Makassar (Wahyu Tri Rahmawati, 2010).

Gambar 7. Proses Pembuatan Basang

304 PANGAN, Vol. 20 No. 3 September 2011: 295-314


Gambar 8. Proses Pembuatan Makanan Kapurung

3.1.8. Kapurung penyajiannya biasa ditambahkan kuah


Kapurung adalah salah satu makanan sayur dan aneka bumbu.
tradisional dari tepung sagu yang berasal dari 3.1.9. Talipok
Sulawesi Selatan, khususnya masyarakat
Talipok merupakan makanan pokok
daerah Luwu (Kota Palopo, Kabupaten Luwu,
masyarakat yang tinggal di sekitar rawa di
Luwu Utara, Luwu Timur) (Badan Ketahanan
Pangan, 2011). Di daerah Maluku dikenal Kabupaten Hulu Sungai Utara Danau
dengan nama Papeda. Kapurung biasanya Panggang dan Danau Bangkau, Kalimantan
dibuat dari tepung sagu dan dicampur dengan Selatan (Badan Ketahanan Pangan, 2011).
ikan atau daging ayam serta aneka sayuran Bahan baku Talipok adalah tepung biji teratai
(Gambar 8). Saat ini Kapurung mulai populer yang dibuat melalui beberapa tahapan proses,
dan banyak dijual di warung-warung khusus yaitu proses pengupasan kulit, perendaman

Gambar 9. Proses Pembuatan Produk Talipok (Tepung biji Teratei)

di Makassar, bahkan juga telah masuk ke dalam air selama 30 menit dan
beberapa restoran bersanding dengan penumbukan sampai menjadi tepung halus
makanan modern. Di daerah Luwu sendiri, (Gambar 9). Untuk pembuatan tepung teratai
Kapurung sering di sebut Pugalu. Secara dipilih biji teratai yang sudah cukup tua yang
umum proses pembuatan Kapurung tidak biasanya berwarna cokelat. Kandungan
berbeda jauh dengan Papeda dimana proses karbohidrat, protein, dan mineral biji bunga
gelatinisasi pati sagu menjadi prinsip utamanya. teratai tak kalah dibanding beras dan terigu
Setelah tepung sagu disiram dengan air sehingga Talipok dapat dikembangkan sebagai
mendidih dan terbentuk gel, kemudian dibentuk salah satu alternatif pangan pokok non beras
bulatan kecil-kecil seperti bakso. Untuk terutama di daerah Kalimantan Selatan.

Pengembangan Diversifikasi Pangan Pokok Lokal (Suismono dan Nikmatul Hidayah) 305
Gambar 10. Proses Pembuatan Produk Embal

3.1.10. Embal Gunungkidul. Tiwul diklasifisikan sebagai


Embal merupakan makanan tradisional makanan semi basah dan bertekstur lembut
kaya serat yang terbuat dari singkong yang setengah padat serta mempunyai kandungan
diolah menjadi semacam tepung yang air dan karbohidrat cukup tinggi. Proses
dipadatkan, kebanyakan berbentuk kotak, dan pembuatan Tiwul diawali dengan memerciki
banyak ditemui di kepulauan Kei, Maluku tepung gaplek dengan sedikit air, selanjutnya
Tenggara (Anonim, 2010). Embal dibuat tepung gaplek yang sudah agak basah
dengan cara memarut ubikayu yang telah dibentuk menjadi butiran-butiran kecil
dikupas kulitnya, kemudian ditekan untuk menyerupai biji kacang hijau. Proses
menghilangkan airnya. Tepung parut setengah selanjutnya dilakukan pengukusan tiwul selama
kering yang dihasilkan kemudian diremahkan, 20-30 menit (Gambar 11). Di Gunung Kidul,
lalu dilakukan penumbukan, setelah itu tepung tiwul dimakan seperti nasi dengan lauk berupa
dimasukkan ke dalam alat cetak yang terlebih sayur lombok ijo yang pedas dengan tempe
dahulu dipanaskan, lalu dipanggang diatas goreng.
api. Suhu pemanggangan umumnya diatur Di kabupaten Wonogiri (masa lalu,
pada suhu sekitar 60°C. Setelah proses mungkin kini bagi sebagian masyarakat), Tiwul
pemanggangan, embal kemudian dijemur di menjadi makanan utama rakyat. Masyarakat
bawah sinar matahari sampai kering (Gambar di sana justru merasa belum makan bila belum
10). Penjemuran ini juga dimaksudkan untuk mengkonsumsi Tiwul. Nasi diposisikan sebagai
mengawetkan embal sehingga umur pelengkap atau dikonsumsi secara bersama
simpannya lebih lama. bila ada hajatan. Tiwul seperti "naik daun"
3.1.11. Tiwul ketika "dipromosikan" kembali oleh Presiden
Tiwul merupakan makanan tradisional Soeharto kepada para menteri dan wartawan
masyarakat di daerah Wonogiri, Pacitan dan d i k e d i a m a n n y a pa d a ta h u n 1 9 9 7 .

Gambar 11. Proses Pembuatan Tiwul

306 PANGAN, Vol. 20 No. 3 September 2011: 295-314


Gambar 12. Proses Pembuatan Tinotuan (Bubur Menado)

3.1.12. Tinotuan 3.1.13. Beras Ampok


Tinotuan (Bubur Manado) merupakan Beras Ampok (Beras jagung)
makanan tradisional masyarakat Manado. Di merupakan makanan pokok tradisional di
daerah asalnya, Tinotuan biasa disajikan dalam beberapa daerah di Jawa Tengah, seperti
keadaan panas dengan papan beralas daun Temanggung, Purworejo, Magelang dan
pisang dan dinikmati beramai-ramai setelah Kebumen. Proses pembuatan Beras Ampok
hajatan. Tinotuan terbuat dari bahan baku secara umum hampir sama dengan proses
utama berupa beras, labu kuning, jagung dan pembuatan Tiwul. Pertama, jagung pipilan
ubijalar yang dicampur dengan aneka sayuran digiling untuk menghasilkan butiran sebesar
dan bumbu-bumbu seperti kangkung, kacang beras sekaligus menghilangkan kulitnya. Beras
panjang, ubi merah, jagung pipil, daun kemangi jagung kemudian ditumbuk dan diayak. Tepung
dan daun gedi (daun khas Manado). Proses jagung inilah yang biasa disebut Beras Ampok

Gambar 13. Proses Pembuatan Nasi Ampok (Nasi Jagung)

pembuatan Tinotuan diawali dengan yang selanjutnya diolah menjadi Nasi


perebusan beras sampai setengah matang, Ampok (Nasi Jagung). Proses pembuatan Nasi
kemudian ditambahkan potongan labu kuning, Ampok diawali dengan memerciki tepung
jagung dan ubi jalar. Setelah bahan utama jagung dengan sedikit air, selanjutnya tepung
bubur matang, proses selanjutnya adalah jagung yang sudah agak basah dibentuk
penambahan sayuran pelengkap ke dalam menjadi butiran-butiran kecil (seperti pasir
bubur dan dimasak sampai bubur cukup kental kasar). Proses selanjutnya dilakukan
(Gambar 12). Tinotuan biasanya disajikan pengukusan selama kurang lebih 30 menit
dengan ikan tongkol atau ikan asin dan sambal (Gambar 13). Di Temanggung dan daerah lain,
bakasang atau dabu-dabu. nasi jagung biasa dimakan seperti nasi dengan
lauk pauk seperti urap dan ikan asin.

Pengembangan Diversifikasi Pangan Pokok Lokal (Suismono dan Nikmatul Hidayah) 307
Gambar 14. Proses Pembuatan Makanan Bubur Hanjeli

3.1.14. Bubur Hanjeli berbahan baku singkong atau kasava baik dari
Bubur hanjeli merupakan makanan bubur gaplek maupun dari tepung kasava. Komposisi
yang dibuat dari bahan tepung biji hanjeli kimia tiwul instan adalah kadar air 10 persen,
(jagung jali) yang berasal dari Jawa Barat. protein 1,65 persen, lemak 0,45 persen, abu
Proses pembuatan bubur hanjeli adalah tepung 1,5 persen serat kasar 1,63 persen (dasar
anjeli direbus selama 20 menit sambil dilakukan berat basah). Dengan banyaknya penelitian
pengadukan sampai rata sehingga dihasilkan tentang Tiwul, eksistensi Tiwul juga berhasil
bubur hanjeli. merambah dunia industri dengan diproduksinya
tiwul instan oleh PT. Sinar Sukses Sentosa di
IV. PENGEMBANGAN PANGAN POKOK Gunungkidul. Tiwul instan di buat untuk
LOKAL menyederhanakan proses pembuatan tiwul
Pengembangan makanan pokok berbasis dan mempermudah distribusi ke konsumen.
pangan pokok lokal telah dilaksanakan melalui 4.2. Beras Singkong Semi Instan (BSSI)
beberapa hasil penelitian, baik yang ada di Proses pembuatan Beras Singkong Semi
Laboratorium milik Litbang, perguruan tinggi instan (BSSI) dimulai dengan pembersihan
maupun perusahaan industri pangan. kulit dan memotong secara melintang singkong
4.1. Tiwul Instan segar dengan ukuran panjang 2 cm. Setelah
Tiwul instan dibuat dari bahan utama itu rendam dalam air perendam pertama
berupa tepung singkong yang diperkaya dengan menggunakan larutan soda kue
(difortifikasi) melalui pencampuran bahan (NaHCO 3 ) 2 persen atau menggunakan
tepung jagung, vitamin dan mineral serta air. campuran dua pelarut, yaitu larutan soda kue
M e l a l u i p r o s e s p e n g e r i n g a n ta n pa (NaHCO 3 ) 2 persen dan larutan natrium
menggunakan bahan pengawet. Produk tiwul metafosfat (Na 2 PO 4 ) 0,1 persen, masing-
instan bisa tahan disimpan sampai hampir satu masing selama 6 jam. Cuci sampai bersih dari
tahun. bahan kimia perendam, selanjutnya dipotong
Proses pembuatan tiwul instan sendiri dengan ukuran 0,2 cm x 2 cm (seukuran
sebetulnya relatif sederhana. Pertama, beras). Kemudian dikukus selama 5 menit,
singkong yang telah dikupas dan dicuci, ditiriskan dan dikeringkan menggunakan oven.
dipotong tipis-tipis menjadi gaplek lalu direndam Setelah kering, disimpan dalam kantong plastik
dalam air bersuhu 4oC. Setelah direndam yang digunakan untuk makanan dan beras
sambil diaduk untuk beberapa lama, kemudian singkong semi instan siap digunakan (Faisal
ditiriskan dan dikeringkan. Selanjutnya, digiling Anwar, 2004).
halus menjadi tepung gaplek. Tahapan Teknologi proses pembuatan BSSI ini
berikutnya untuk memperkaya rasa, tepung menggunakan 2 cara perendaman, yaitu
singkong itu diberi tepung terigu atau tepung perendaman dengan menggunakan larutan
jagung, tepung gula, garam, dan air. Setelah soda kue dan perendaman campuran larutan
dicampur, adonan tepung itu diayak, dikukus, soda kue dengan larutan natrium meta fosfat.
dikeringkan dan digiling kembali menjadi bubuk Penggunaan soda kue lebih mudah dan praktis
yang siap dikemas setelah diberi formula rasa. karena soda kue sudah biasa digunakan di
Tiwul instan merupakan produk olahan rumah tangga, sehingga penerimaan dapat

308 PANGAN, Vol. 20 No. 3 September 2011: 295-314


lebih baik. Porositas beras singkong semi- 4.4. Beras Tiruan Dari Sagu
instan sangat baik dan juga waktu pemasakan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
atau pengkukusan cukup cepat, yaitu 5 menit. Papua mencoba membuat beras tiruan dengan
Adapun penggunaan larutan perendam yang bahan baku tepung sagu dan ubikayu (Samad,
kedua, yaitu campuran pelarut soda kue 2003). Beras tiruan tersebut memiliki komposisi
dengan larutan natrium metafosfat membuat gizi yang mirip dengan beras, yaitu kandungan
adonan lebih mengembang dibandingkan karbohidrat sebesar 81,3 - 83,9 persen, protein
dengan penggunaan lerutan soda kue. 13 - 2,4 persen, dan lemak 0,21 - 0,45 persen.
Komposisi zat gizi beras singkong semi instan Kandungan karbohidrat, protein, dan lemak
(BSSI) dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini. pada beras secara berturut-turut adalah 77,9;
6,9; dan 0,7 persen. Kandungan karbohidrat
4.3. Ledok Instan
beras tiruan jauh lebih tinggi. Hal ini yang
Dewasa ini telah dilakukan penelitian yang menyebabkan masyarakat setempat mengaku
menghasilkan makanan ledok instant dengan lebih kenyang mengkonsumsi sagu daripada
proses pemasakan yang lebih singkat yaitu makanan pokok lain seperti beras. Nasi beras
hanya sekitar 15-20 menit. Lama pemasakan tiruan juga mempunyai daya simpan mencapai
ledok instan dapat diperpendek (cara 18 jam (lebih tahan lama dibanding nasi beras).
tradisional 48 jam, sedangkan dengan teknologi Namun, dalam penyimpanan, bentuk mentah
instan menjadi 5 – 17 jam) dengan cara beras tiruan ini lebih cepat rusak.
memperkecil ukuran partikel bahan baku utama 4.5. Rasbi (Beras Ubi)
ledok instan yaitu beras jagung, singkong, Proses pembuatan beras ubi (rasbi)
kacang tanah dan kacang merah menjadi dilakukan dengan pencampuran tepung
ukuran 1 mm (16 mesh), ukuran bahan lainnya ubikayu dengan tapioka (70 : 30). Pada
yaitu sayuran 2 mm (9 mesh), sedangkan pencampuran tersebut ditambahkan air
ukuran bumbunya adalah 1 mm (16 mesh) sebanyak 80-90 persen dari berat campuran
(Tabel 5) (Suter, 2010). tepung sampai campuran tepung membentuk

Tabel 4. Komposisi Zat Gizi Beras Singkong Semi Instan (BSSI)

Sumber : Faisal Anwar (2004)

Tabel 5. Kadar Zat Gizi dan Lama Waktu Masak Ledok Tradisional dan Ledok Instan

Keterangan : *) Ledok instan ukuran bahan baku utama alamiah (butiran utuh)
**) Ledok instan ukuran bahan baku utama (beras jagung, umbi ketela pohon,
kacang tanah dan kacang merah
Sumber : Suter (2010)

Pengembangan Diversifikasi Pangan Pokok Lokal (Suismono dan Nikmatul Hidayah) 309
adonan. Selanjutnya dilakukan bars adalah tepung terigu, namun dapat
penghabluran dengan menggunakan ayakan disubstitusi dengan tepung lain yang berbasis
berdiameter 8 mesh. Kemudian, tepung yang pangan lokal seperti tepung ubijalar. Produk
telah mengalami penghabluran dilakukan snack bar yang dijual di pasaran adalah Soy
proses pembutiran dengan alat pembutir. Pada Joy.
saat pembutiran, sesekali disemprotkan air
IV. PROSPEK PENGEMBANGAN PANGAN
dan sesekali ditambahkan campuran tepung
LOKAL
sehingga total air yang digunakan sebanyak
65 – 75 persen. Butiran yang dihasilkan Pangan lokal sesungguhnya merupakan
disortasi dengan ayakan 80 mesh, kemudian bentuk kekayaan budaya kuliner Indonesia.
disangrai pada suhu 45 – 50oC selama 5-7 Keanekaragamannya yang terbentuk atas
menit, setelah itu dikeringkan pada suhu 60oC dasar ketersediaan bahan baku dan kebutuhan
selama 72 jam (Suismono dkk., 2004). lokal, menjadikannya memiliki tingkat
4.6. Nasi Sorghum Kering kesesuaian yang tinggi dengan kebutuhan
masyarakat akan energi bagi tubuhnya. Selain
Pembuatan nasi sorghum kering dilakukan itu pemanfaatan berbagai pangan lokal akan
dengan menggunakan metode hasil modifikasi berdampak baik bagi stabilitas pangan suatu
metode pembuatan bubur nasi kering daerah. Sistem pangan lokal inilah yang
(Mulyana, 1988). Bahan nasi sorghum kering menjadi andalan untuk menjamin pemenuhan
adalah beras sorgum direbus dengan air kebutuhan pangan dan mengatasi ancaman
dengan perbandingan air : beras sorghum, 2 dari bahaya kelaparan atau krisis pangan.
: 5, sampai menjadi bubur yang ditandai Indonesia memiliki pangan lokal yang beragam
dengan terbentuknya adonan kental, jumlah dan mulai dilupakan seiring kencangnya
air perebusan yang berkurang atau habis, dan kampanye makan nasi selama Orde Baru.
terbentuknya warna adonan yang jernih
Untuk mengembalikan kejayaan pangan
(melewati suhu gelatanisasi). Kemudian
lokal diperlukan perhatian dan dukungan yang
dilakukan pengeringan dengan menggunakan
nyata dari pemerintah melalui banyak cara,
drum dryer sehingga dihasilkan hancuran
mulai dari bantuan teknologi pascapanen,
lembaran tipis-tipis. Tahapan selanjutnya,
penyediaan bibit berkualitas, pengembangan
hancuran tersebut ditepungkan dengan
teknologi pengolahan pangan, penyediaan
menggunakan mesin penepung dan diayak
infrastruktur gudang, penjaminan pasar, sampai
sehingga dihasilkan tepung sorgum matang.
promosi produk. Potensi pangan berbasis
4.7. Snack Bars sumber daya lokal di Indonesia seperti
Snack bars merupakan makanan padat singkong, jagung, ubi jalar, talas, sagu, kacang-
yang dibuat dari campuran beberapa bahan kacangan, pisang, dan kentang cukup
makanan (blended food) yang diperkaya melimpah. Namun, penganekaragaman
dengan nutrisi yang dibentuk menjadi padat konsumsi pangan ini menyangkut budaya,
dan kompak (a food bar form) (Zakaria, dkk., sosial, ekonomi, dan teknologi. Dari aspek
2010). Snack bars mempunyai beberapa budaya, masih ada persepsi yang terbentuk
keunggulan yaitu umur simpan yang panjang, di masyarakat, "belum makan jika belum
tidak mudah rusak saat didistribusikan dan makan nasi". Padahal jika ditinjau dari segi
mengandung kalori serta protein yang tinggi. energi, 100 gram nasi setara dengan 100 gram
Snack bars diharapkan dapat mencukupi singkong atau 50 gram jagung atau 200 gram
kebutuhan kalori rata-rata orang Indonesia kentang atau 50 gram sagu. Selain itu masih
yaitu sebesar 2100 kkal dengan kandungan ada anggapan di masyarakat bahwa
protein 7-12 persen dari total kalori, dan lemak mengonsumsi pangan lokal dianggap
35-45 persen. Bahan utama pembuatan snack mempunyai nilai sosial yang rendah,

310 PANGAN, Vol. 20 No. 3 September 2011: 295-314


"kampungan-pinggiran". Hal inilah yang Kedelapan, memfasilitasi pengembangan
mendorong masyarakat bergeser pola bisnis pangan, permodalan, dan pemasaran
konsumsinya dari nonberas ke beras. Seperti kepada pengusaha di bidang pangan baik
halnya masyarakat Papua yang memakan ubi segar, olahan maupun siap saji yang berbasis
dan sagu, masyarakat Gunung Kidul yang sumber daya lokal.
memakan tiwul, dan masyarakat Madura yang Kesembilan, pemberian penghargaan
memakan jagung. kepada individu/perseorangan dan kelompok
V. S T R AT E G I P E N E L I T I A N D A N masyarakat yang dinilai berperan sebagai
PENGEMBANGAN PANGAN POKOK pelopor dalam menjalankan dan memajukan
upaya percepatan penganekaragaman
Upaya percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal.
k o n s u m s i pa n g a n t e l a h d i e l a b o r a s i
Kesepuluh, evaluasi dan pengendalian
Kementrerian Pertanian (2009) melalui
pencapaian upaya penganekaragaman
beberapa strategi sebagai berikut : konsumsi pangan.
Pertama, kampanye, sosialisasi, advokasi,
dan promosi percepatan penganekaragaman VI. PENUTUP
konsumsi pangan yang bergizi seimbang dan
Teknologi pengolahan berbasis pangan
aman berbasis sumber daya lokal baik untuk
pokok lokal yang telah ada di daerah masih
aparat pemerintah dan pemerintah daerah,
sangat tradisional. Oleh karena itu perlu
individu, kelompok masyarakat maupun
dilakukan penelitian dan pengembangan lebih
industri.
lanjut dan dikemas serta disosialisasikan
Kedua, pendidikan konsumsi pangan menjadi pangan pokok siap saji modern yang
yang beragam, bergizi seimbang, dan aman diterima masyarakat Indonesia. Berdasarkan
secara sistematis melalui pendidikan formal sebarannya, produk pangan pokok di Indonesia
maupun nonformal. dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu
Ketiga, penyuluhan ibu rumah tangga wilayah Indonesia Bagian Barat mengkonsumsi
dan remaja, terutama ibu hamil, ibu menyusui, makanan pokok ”nasi non beras”, Indonesia
dan wanita usia subur tentang manfaat Bagian Tengah mengkonsumsi makanan pokok
mengonsumsi pangan yang beragam, bergizi ”bubur dari bahan tepung” dan wilayah
seimbang, dan aman. Indonesia Bagian Timur mengkonsumsi
Keempat, pemanfaatan pekarangan dan makanan pokok ”bubur dari bahan pati”.
potensi pangan di sekitar lingkungan.
Kelima, pembinaan kepada industri rumah DAFTAR PUSTAKA
tangga dan pengusaha kecil bidang pangan
guna meningkatkan kesadaran untuk Agus Musa. 1992. Perbaikan Pengolahan Makanan
memproduksi, menyediakan, dan mem- Embal dari Tepung kasava. Skripsi. Fak. Tek.
perdagangkan aneka ragam pangan yang Industri. Unpas. Bandung
aman berbasis sumber daya lokal. Anonim, 2008. Seputar Wirausaha. Media Industri
Kenam, pengembangan dan diseminasi No.1.2008. Departemen Perindustrian RI.
serta aplikasi paket teknologi terapan terhadap Anonim, 2009.http/www.Indonesianfoodweekncc.
pengolahan aneka pangan. blogspot.com [diakses pada 27 Januari 2011]
Ketujuh, pembinaan mutu dan keamanan Anonim. 2010. Resep Pembuatan Embal Lempeng.
pangan kepada industri rumah tangga dan PT. Lintas Cipta Media, Jakarta.
UMKM di bidang pangan berbasis sumber Badan Ketahanan Pangan. 2011. Terbebas dari
daya lokal. krisis Beras. Koran Tempo. Jakarta.

Pengembangan Diversifikasi Pangan Pokok Lokal (Suismono dan Nikmatul Hidayah) 311
Dewi R.S.G.S. 1999. Pengaruh Ukuran Butiran Samad, M. Y. 2003. Pembuatan Beras Tiruan
dan Konsentrasi Tepung Campuran Umbi (Artificial Rice) dengan Bahan Baku Ubikayu
Kimpul (Xanthosoma sagitifolium L. Schott) dan Sagu. Prosiding Seminar Teknologi untuk
terhadap sifat Fisik dan Kimia Cookies. Skripsi. Negeri 2003. Vol. II. Hal36-40/Humas-
Fak. Tek. Industri. Unpas. Bandung BPPT/ANY, BPPT. Jakarta.
Faisal Anwar. 2004. Solusi : Pemberagaman Suismono. 1995. Kajian Pembutan Tepung Ubijalar
Kemandirian Pangan : Manfaat dan Peluang dan Manfaatnya untuk Produk Ekstrusi Mie
Bisnis. Rubrik ”Inspirasi Kompas, hal. 10. Basah. Tesis. Fateta. IPB. Bogor.
Edisi Senin 2 Februari 2004. Jakarta. Suismono, Sri Yuliani, Sri Widowati, Purwani E.Y.,
Femilia, Nita. 2007. Papeda Ternate Bikin Memble Hadi Setyanto, Sri Usmiati dan Puji Raharto.
https://goorme.com/article/papeda-ternate- 2003a. Penelitian Pengembangan Sumber
bikin-memble [diakses januari 2011]. Pangan lokal Labu Kuning. Laporan hasil
Kusumanto Dian, 2009. ELOI, Makanan pokok dari penelitian. BB Pascapanen Pertanian. Bogor.
Singkong Masyarakat Pedalaman Kabupaten Suismono, H. Setyanto,, S Wwidowati, R. Wylis
Nunukan Kalimantan Timur. Nunukan. Arief, dan Amrizal. 2003b. Pengembangan
http./www.ipteknet.com [diakses pada 28 Model Agroindustri tepung kasava skala kecil
Januari 2011] menengah. Laporan hasil penelitian. BB
Louw, J. 2005. Pengkajian sagu berwawasan Pascapanen Pertanian. Bogor.
agribisnis di Kabupaten Yapen. Laporan Hasil Suismono dan M. Pujoyuwono. 2006. Prospek
Penelitian. Balai Pengkajian Teknologi Tepung Kasava Modifikasi secara Biologis
Pertanian Papua. (Biological Modified cassava Flour/ BIMO-CF)
Mulyana, 1988. Pengaruh Varietas Beras, Perlakuan di Indonesia. Seminar Hasil Penelitian Kacang-
dan Suhu Pengeringan pada Pembuatan Bubur kacangan dan Umbi-umbian. Balitkabi. Malang.
Nasi Kering. IPB. Bogor. Suismono, Purwani E.Y., Sri Yuliani, Sri Usmiati,
Mulyadi A. 1999. Pengaruh Pergantian Air dan 2004. Penelitian Pengembangan Teknologi
Jenis Air t erhadap Sifat Fisikokimia dan Pengolahan Pangan berbasis Sagu, Sukun
Fungsional Pati Umbi Ganyong. Skripsi. Fak. dan labu kuning. Laporan hasil penelitian. BB
Tek. Industri. Unpas. Bandung. Pascapanen Pertanian. Bogor.
Prawirautama M.I.F. 1998. Pengaruh Proses Suismono. 2004. Teknologi Pembuatan Tepung
Pengepresan dan Perendaman terhadap Sifat Ubijalar. Seminar Appresiasi Teknologi
Fisikokimia dan Fungsional Tepung Sawut Pengolahan Ubijalar tanggal 1-2 Oktober 2004
Umbi Gadung (Dioscorea Hispida Dennts). yang diselenggarakan oleh Direktorat Jendral
Skripsi. Fak. Tek. Industri. Unpas. Bandung Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Purwani E.Y., Nur Richana, Sunarmani, Rahmawati Pertanian. Kuningan
N., Yetty Setyawati dan S.J. Munarso. 2003. Suismono, Nur Richana, S. Widowati, Widaningrum,
Pengembangan teknologi Pangan Tradisional Misgiyarta, Pujoyuwono M., Heti Herawati, dan
Prospektif sebagai Alternatif Pangan Pokok. Nanan N. 2007. Teknologi Pengolahan Ubikayu
Laporan hasil Penelitian balitpasca. Jakarta dan Ubijalar untuk Diversifikasi Konsumsi
Rahmawati, Wahyu Tri. 2010. Bassang instan, pangan. Laporan Hasil Penelitian. BB Litbang
sereal jagung instan dari Makassar. Makasar. Pascapanen. Bogor.
(Diakses 6 Oktober 2011) Suter I.K. 2010. Pangan Tradisional Ledok sebagai
Sagita, R.H. 1999. Mempelajari Karakteristik Pangan Alternatif. Universitas Udayana, Bali.
Fisikokimia Campuran Tepung Umbi ganyong Tuti Soenardi, dan Sri Wulan . 2009. Hidangan
(Canna adulis Ker) pada Pembuatan Produk Nikmat Bergizi dari Bumi Indonesia: Aneka
Cookies. Skripsi. Fak. Tek. Industri. Unpas. Sajian Mi dan Olahan Lain. PT. Gramedia
Bandung. Pustaka Utama. Jakarta.

312 PANGAN, Vol. 20 No. 3 September 2011: 295-314


Zakaria F.R., Wijaya S., Haryadi Y., Thahir R. dan
Suismono. 2010. Aplikasi Penggunaan Tepung
Jewawut (Pennicelum glaucum) dan Whey
Tahu untuk memberi Nilai Tambah terhadap
Biologis Snack bars. Seminar KP3T. Balai
B e s a r L i t b a n g P a s c a pa n e n , B o g o r.
Zakiah. 1999. Pengaruh Substitusi tepung Uwi
(Dioscorea alata L) dan Lama Pengkukusan
terhadap Sifat Fisikokimia Produk Bolu Kukus.
Skripsi Jur. Tek. Pangan. Unpas Bandung.

BIODATA PENULIS :
Suismono, saat ini berprofesi sebagai Peneliti
Utama pada Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
Beliau meyelesaikan pendidikan S1 pada tahun
1980 di Fakultas Pertanian Universitas Negeri
Sebelas Maret, Surakarta dan S2 tahun 1995
di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor jurusan Teknologi Pascapanen.
Nikmatul Hidayah, adalah staf Peneliti pada
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian, Bogor. Beliau
meyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 2006
di Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta.

Pengembangan Diversifikasi Pangan Pokok Lokal (Suismono dan Nikmatul Hidayah) 313

Anda mungkin juga menyukai