DOSEN PENGAMPU:
OLEH
Assalamualaikum wr.wb
Puji dan syukur kami lantunkan kehadirat Allah SWT yang mana berkat nikmat
dan karunianya lah kami masih bisa diberikan kesehatan yang kita alami sampai detik
ini.Shalawat teriring salam selalu kami curahkan kepada hamba Allah yang maha
perkasa yaitu Nabi Muhammad SAW, berkat jasa beliau kita bisa mempelajari islam
semakin luas hingga sekarang ini.
Alangkah indahnya dalam penulisan makalah ini kami bisa mengetahui sedikit
demi sedikit kajian ilmu bahasa. Makalah ini disusun guna melengkapi tugas kuliah
dalam Mata Kuliah ”al- islam” Jurusan teknik pertambangan , Universitas
muhammadiah mataram.
Adapun judul Penulisan makalah ini adalah “SUMBER-SUMBER AQIDAH
ISLAMIYAH, SYARAT, MAKNA DAN RUKUN SYAHADAT”. Walaupun banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, kami harap tulisan ini bisa bermanfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Islam merupakan Agama yang dikenal dengan istilah Rahmatan Lil ‘alamin.
Dalam Islam telah diatur kehidupan manusia sebaik mungkin, mulai dari hal yang
paling kecil hingga yang paling besar. Dalam memahami islam itu sendiri, ada
aspek awal yang harus diperhatikan, yang kadang hal ini di anggap sepele oleh
masyarakat luas, yaitu masalah aqidah. Akidah bukan hanya seperti tingkah laku,
tutur kata seseorang, tetapi aqidah yang harusnya dipahami yaitu bagaimana aqidah
yang harusnya dipahami yaitu kita mampu mengikat,menyimpul,atau bahkan
mengadakan perjanjian dengan diri sendiri yang kebenarannya diyakini oleh hati.
Namun, untuk memperkuat hal ini, dibutuhkan pondasi yang kuat yaitu ilmu.
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan sumber-sumber aqidah yang terdapat dalam Islam?
2. Jelaskan beberapa sumber-sumber aqidah dalam Islam?
3. Apa saja syarat-syarat syahadatain,?
4. Apa makna syahadatain,?
5. Apa saja rukun syahadatain,?
6. Apa Pengertian syirik?
7. Apa saja macam-macam syirik?
C. Tujuan
Agar mahasiswa mengetahui betapa pentingnya mengetahui Sumber-
Sumber aqidah Islam, syarat, makna dan rukun syahadat, juga syirik dan macam-
macamnya. makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan
tentang syarat, makna dan rukun syahadat serta syirik dan macam-macamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sumber-Sumber Aqidah
Dua sumber pengambilan dalil penting jika ditelaah melalui tulisan para ulama
dalam menjelaskan aqidah.
a. Dalil asas dan inti yang mencakup Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ para
ulama.
b. Dalil penyempurnaan yang mencakup akal sehat manusia dan fitrah kehidupan
yang telah diberikan oleh ALLAH SWT.
Firman Allah di atas menunjukkan bahwa tidak ada pilihan lain bagi seorang
muslim untuk mengambil sumber-sumber hukum aqidah dari As-Sunnah dengan
pemahaman ulama. Ibnu Qayyim juga pernah berkata “Allah memerintahkan untuk
mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya dengan mengulangi kata kerja (taatilah)yang
menandakan bahwa menaati Rasul wajib secara independen tanpa harus
mencocokkan terlebih dahulu dengan Al-Qur’an, jika beliau memerintahkan
sesuatu. Hal ini dikarenakan tidak akan pernah ada pertentangan antara Qur’an dan
Sunnah.
3. Ijma’ para Ulama
Sumber aqidah yang berasal dari kesepakatan para mujtahid Umat Muhammad
saw setelah beliau wafat, tentang urusan pada suatu masa. Mereka bukanlah orang
yang sekedar tahu tentang ilmu tetap juga memahami dan mengamalkan ilmu.
Berkaitan dengan ijma’, Allah swt berfirman dalam QS.An-Nisa:115.
“dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran
baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan
dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan masukkan ia kedalam
Neraka Jahannam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.”
Imam Syafi’I menyebutkan bahwa ayat ini merupakan dalil pembolehan
disunnatkannya Ijma’, yaitu diambil dari kalimat “Jalannya orang-orang yang
beriman” yang berarti Ijma’. Beliau juga menambahkan bahwa dalil ini adalah dalil
Syar’I yang wajib untuk diikuti karena Allah menyebutkannya secara bersamaan
dengan larangan menyelisihi Rasul.
Di dalam pengambilan Ijma’ terdapat juga beberapa kaidah-kaidah penting
yang tidak boleh ditinggalkan. Ijma’ dalam masalah akidah harus bersandarkan
kepada dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih karena perkara aqidah
adalah perkara tauqifiyah yang tidak diketahui kecuali dengan jalan wahyu.
Sedangkan fungsi Ijma’ adalah menguatkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta
menolak kemungkinan terjadinya kesalahan dalam dalil yang dzani sehingga
menjadi qotha’i.
4. Akal Sehat Manusia
Selain ketiga sumber diatas, akal juga menjadi sumber hukum aqidah dalam
Islam. Hal ini merupakan bukti bahwa Islam sangat memuliakan akal serta
memberikan haknya sesuai dengan kedudukannya, dengan cara memberikan
batasan dan petunjuk kepada akal agar tidak terjebak kedalam pemahaman-
pemahaman yang tidak benar. Hal ini sesuai dengan sifat akal yang memiliki
keterbatasan dalam memahami suatu ilmu atau peristiwa.
Agama Islam tidak membenarkan pengagungan terhadap akal dan tidak pula
membenarkan membenarkan pelecehan terhadap kemampuan akal manusia, seperti
yang biasa dilakukan oleh beberapa golongan (firqoh) yang menyimpang. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah mengatakan : “akal merupakan syarat untuk memahami ilmu
dan kesempurnaan beramal dengan keduanyalah ilmu dan dan amal menjadi
sempurna, hanya saja ia tidak dapat berdiri sendiri . di dalam jiwa ia berfungsi
sebagai sumber kekuatan, sama seperti kekuatan penglihatan pada mata yang jika
mendapatkannya cahaya Iman dan Al-Qur’an seperti mendapat cahaya matahari
dan api. Tetapi jika berdiri sendiri, ia tidak akan mampu melihat (hakikat) sesuatu
dan jika sama sekali dihilangkan ia akan menjadi sesuatu yang berunsur
kebinatangan”.
Eksistensi akal memiliki keterbatasan pada apa yang bisa dicerna tentang
perkara-perkara nyata yang memungkinkan panca indra untuk menangkapanya.
Adapun masalah-masalah gaib yang tidak dapat disentuh oleh panca indra maka
tertutup jalan bagi akal untuk sampai pada hakikatnya. Sesuatu yang abstrak/gaib,
seperti akidah tidak dapat diketahui poleh akal kecuali mendapatkan cahaya dan
petunjuk wahyu baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih. Al-Qur’an dan
As-Sunnah menjelaskan bagaimana cara memahami dan melakukan masalah
tersebut. Salah satu contohnya adalah akal mungkin tidak bisa menerima surge dan
neraka karena tidak bisa diketahui melalui indera. Akan tetapi melalui penjelasan
yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah maka akan dapat diketahui
bahwasanya setiap manusia harus meyakininya. Mengenai hal ini ibnu taimiyah
mengatakan bahwa apa yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, dan
ijma’ yang menyelisih akal sehat karena sesuatu yang bertentangan dengan akal
sehat adalah batil. Sedangkan tidak ada kebatilan dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan
ijma’. Tetapi padanya terdapat kata-kata yang mungkin sebagian orang tidak
memahaminya atau mereka memahaminya dengan makna yang batil.
5. Fitrah kehidupan
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda : “setiap anak yang lahir dalam
keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang membuat ia menjadi yahudi,
nasrani, atau majusi.( H. R. MUSLIM )
Dari hadits dapat diketahui bahwa sebenarnya manusia memiliki
kecenderungan untuk menghamba kepada ALLAH. Akan tetapi bukan berarti
bahwa bayi yang lahir telah mengetahui rincian agama islam. Setiap bayi yang lahir
tidak mengetahui apa-apa. Tetapi setiap mamiliki fitrah untuk sejalan dengan islam
sebelum dinodai oleh penyimpangan-penyimpangan. Bukti mengenai hal ini adalah
fitrah manusia untuk mengakui bahwa mustahil ada dua penciptaalam yang
memiliki sifat dan kemampuan yang sama. Bahkan ketika ditimpa musibah pun
banyak manusia yang menyeruh kepada ALLAH seperti dijelaskan dalam
firmannya: Q. S Al- Israa’:67.
“dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang biasa
kamu seru, kecuali Dia. Tapi ketika Dia menyelamatkan kamu kedaratan, kamu
berpaling dari-Nya. Dan manusia memang selalu ingkar (tidak bersyukur).”
“Bukankah kunci surga itu kalimat la ilaha illallah? maka beliau menjawab ya,
akan tetapi tidaklah disebut kunci kecuali ia memiliki gigi-gigi, jika kamu
membawa kunci disertai gigi-giginya maka pintu tersebut akan terbuka, akan tetapi
apabila tidak memiliki gigi-gigi maka pintu tersebut tidak akan terbuka.” [Ibnu
rajab dalam kitab beliau kalimat ikhlas hal:14].
Allah ta’ala sendiri menyebutkan bahwa tuhan itu berbilang. Namun semuanya
adalah batil kecuali Dia semata. Firman-Nya:
“Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah Dia-lah Tuhan yang Haq dan
sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah itulah yang batil, dan
sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. al-Hajj:
62).
َاب
ٌ عج ِ أ َ َجعَ َل اْآلَ ِلهَةَ ِإلَ ًها َو.
ُ احدًا ِإنَّ َهذَا َلش َْي ٌء
Adapun makna yang benar dari kalimat tauhid ini adalah “Tiada Tuhan
yang Haq kecuali Allah” atau “Tiada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali
Allah,” yang mana dalam bahasa Arabnya berbunyi “Laa ma’buuda bihaqqin
Illalllahu”. (asy-Syahadatan, Syaikh Abdullah Jibrin hal. 15)
Inilah makna yang benar yang menyatakan bahwa tiada Tuhan yang berhak untuk
dialamatkan kepada-Nya ibadah kecuali hanya Allah semata. Sebab hanya Allah-lah
satu-satunya Tuhan yang berhak untuk diibadahi, tiada sekutu bagi-Nya. Firman-
Nya:
س ْو ٍل إِالَّ نُ ْو ِح ْي إِلَ ْي ِه أَنَّهُ الَ إِلَهَ إِالَّ أَنَا فَا ْعبُد ُْو ِن َ َو َما أَ ْر.
ُ س ْلنَا ِم ْن قَ ْب ِلكَ ِم ْن َر
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami
wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan yang hak melainkan Aku,
maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS. al-Anbiya`: 25)
Akan tetapi ada beberapa penafsiran yang keliru tentang kalimat la ilaha
illallah yang telah tersebar luas di dunia Islam di antaranya:
1. Menafsirkan kalimat la ilaha illallah dengan ()الَ َم ْعب ُْودَ إِ اال هللا: “Tidak ada yang
diibadahi selain Allah”. Padahal makna tersebut rancu, ini berarti setiap yang
diibadahi baik benar maupun salah adalah Allah subhanahu wata’ala. Karena
Allah subhanahu wata’ala menamakan semua yang disembah di muka bumi
sebagai ( إلهTuhan). Ketika Rasulullâh shalallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
kepada orang-orang musyrik: La ilaha illallah maka meraka mengatakan
َاب
ٌ عح ِ أ َ َجعَ َل اْآل ِلهَةَ إِل ًها َو
ُ احدًا إِنَّ هذَا َلش َْي ٌء
“Apakah dia menjadikan tuhan-tuhan yang banyak ini menjadi Tuhan yang satu
saja? sesungguhnya ini sesuatu yang mengharankan.” [QS. Shood: 5].
2. Menafsirkan kalimat la ilaha illallah dengan (“ )الَ خَالِقَ ِإالا هللاTidak ada pencipta
kecuali Allah”, padahal makna tersebut adalah sebagian makna dari kalimat la
ilaha illallah dan ini masih berupa Tauhid Rububiyah (tauhid yang mengakui
keesaan Allah saja), sehinga belum cukup. Karena orang-orang kafir jahiliyah
dahulu telah meyakini Allah adalah Tuhan pencipta alam, sebagaimana Allah
jelaskan dalam al-Qur’an
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka, sipakah yang menciptakan mereka,
niscaya mereka menjawab, Allah.” (QS. Az – Zuhkruf: 87).
3. Ada juga yang menafsirkan la ilaha illallah dengan () الَ َحا ِك َم ِإالا هللا: “Tidak ada
hakim/penguasa kecuali Allah”. Pengertian ini pun tidak mencukupi makna
kalimat tersebut karena apabila mengesakan Allah hanya dengan pengakuan sifat
Allah Yang Maha Penguasa saja namun masih berdo’a kepada selain-Nya atau
menyelewengkan tujuan ibadah kepada sesuatu selain-Nya, maka hal ini belum
dikatakan (telah menjalankan makna kalimat tersebut, yaitu bertauhid kepada
Allah-red).
Ulama menjelaskan bahwa kalimat tauhid la ilaha illallah terdiri dari dua
rukun yaitu :
1. An-Nafyu (peniadaan) : menjauhi sesembahan selain Allah baik Malaikat yang
dekat dengan-Nya atau pun para Nabi dan Rasul yang diutus.
2. Al-Itsbat (penetapan) : menetapkan sesembahan yang benar hanya milik Allah
semata. Adapun sesembahan yang lain semuanya sesembahan yang batil.
Allah Subhannahu wa Ta´ala berfirman :
سكَ ِبا ْلعُ ْر َو ِة ا ْل ُوثْقَى ْ اَّلل فَقَ ِد ا
َ ستَ ْم ِ َّ ت َويُؤْ ِم ْن ِب ُ فَ َم ْن يَ ْكفُ ْر ِبال َّطا.
ِ غ ْو
“Barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan
putus.” (QS. al-Baqoroh: 256).
Firman Allah, “siapa yang ingkar kepada thaghut” itu adalah makna dari rukun
yang pertama. Sedangkan firman Allah, “dan beriman kepada Allah” adalah makna
dari rukun kedua.
E. Pengertian Syirik
Syirik dari segi bahasa artinya mempersekutukan, secara istilah adalah perbuatan
yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain. Orang yang melakukan
syirik disebut musyrik. Seorang musyrik melakukan suatu perbuatan terhadap
makhluk (manusia maupun benda) yang seharusnya perbuatan itu hanya ditujukan
kepada Allah seperti menuhankan sesuatu selain Allah dengan menyembahnya,
meminta pertolongan kepadanya, menaatinya, atau melakukan perbuatan lain yang
tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah SWT.
Perbuatan syirik termasuk dosa besar. Allah mengampuni semua dosa yang
dilakukan hambanya, kecuali dosa besar seperti syirik. Firman Allah SWT:
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-
Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat
dosa yang besar. (QS. An-Nisaa’: 48)
F. Macam-macam Syirik
Dilihat dari sifat dan tingkat sanksinya, syirik dapat dibagi menjadi dua yaitu:
Syirik akbar merupakan syirik yang tidak akan mendapat ampunan Allah.
Syirik akbar dibagi menjadi dua, yang pertama yaitu Zahirun Jali (tampak
nyata), yakni perbuatan kepada tuhan-tuhan selain Allah atau baik tuhan yang
berbentuk berhala, binatang, bulan, matahari, batu, gunung, pohon besar, sapi,
ular, manusia dan sebagainya. Demikian pula menyembah makhluk-makhluk
ghaib seperti setan, jin dan malaikat.
Syirik asghar termasuk perbuatan dosa besar, akan tetapi masih ada
peluang diampuni Allah jika pelakunya segera bertobat. Seorang pelaku syirik
asghar dikhawatirkan akan meninggal dunia dalam keadaan kufur jika ia tidak
segera bertaubat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
sumber-sumber aqidah yang terdapat dalam islam yaitu Al-Qur’an, As-
Sunnah, Ijma’ para Ulama, Akal sehat manusia, dan fitrah kehidupan.
Syarat, makna dan rukun syahadat dalam islam sangat penting untuk diketahui
sehingga orang islam bukan sekedar namanya saja tapi memahami islam dari hal-hal
yang yang lebih mendalam seperti memahami syarat, makna dan rukun syahadat.
Setiap ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan diterima
kecuali dengan memenuhi syarat-syaratnya, seperti sholat dan zakat tidak akan
diterima kecuali memenuhi syarat-syaratnya, demikian juga dengan kalimat la ilaha
illallah tidak akan diterima kecuali seorang hamba menyempurnakan syarat-
syaratnya. Yang diantaranya adalah Al-ilmu, Al-Yaqiin, Al-Qobuul, Al-Inqiyaad,
Ash-Shidqu, Al-Ikhlas, Al–Mahabbah. Dan juga memahami makna dan rukun
syahadat “La ilaaha illallah”.
B. Saran
Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran atau masukan demi untuk
penyempurnaan makalah kami dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Demikian makalah ini kami susun. Punulis menyadari dalam makalah ini
masih banyak Sekali kekurangan dan jauh dari kesan “sempurna”. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang kontruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
makalah kami selanjutnya. Akhirnya semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi siapa
saja yang membcanya, Amien.
DAFTAR PUSTAKA
http://avbahriani.blogspot.com/2016/06/sumber-sumber-aqidah-islam.html
http://alhujjah.com/2013/05/tujuh-syarat-laa-ilaaha-illallah/
http://abumusa81.wordpress.com/2012/11/08/hakekat-syahadat-la-ilaha-illallahu/