Anda di halaman 1dari 17

AT-TARAADUF

Makalah

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah “Fiqh Lughah”

Dosen Pengampu : Dr. Ade Nandang S¸ M.Ag

Abdul Kosim, M.Ag.

Disusun oleh : Kelompok 7 PBA/VIIA

Deni Ferdimansyah : 1152030022


Deuis Ismatulfaridah : 1152030023
Diyan Nurhasanah : 1152030026
Halimatu Sa‟diyah : 1152030037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam yang selalu
melimpahkan berbagai nikmat kepada seluruh hamba-Nya di seluruh alam. Shalawat
dan salam kita sampaikan kepada Panutan Hidup Kita Rosulullah shalallahu „alaihi
wa salam yang telah membimbing kita keluar dari ranah kebodohan, serta kepada
keluarga dan sahabatnya, dan seluruh orang mu‟min.

Makalah ini berjudul “At-Taraaduf” yang membahas mulai dari pengertian


taraaduf, jenis-jenis taraaduf, pengujian batas-batas taraaduf, cara menentukan
keberadaan taraaduf, faktor ketidakmungkinan menukar suatu kata dengan kata lain
yang bersinonim, dan kontropersi taraaduf.

Makalah ini penulis persembahkan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
Bapak Dr. Ade Nandang S¸ M.Ag dan Bapak Abdul Kosim, M.Ag. sebagai dosen
Fiqh Lughah. Besar harapan penulis, selain untuk memenuhi tugas, makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi penulis sendiri.

Penulis sangat menyadari bahwa meskipun makalah ini dikerjakan dengan


sungguh-sungguh, namun makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
berharap pembaca dapat memberikan kritik yang membangun bagi penulis agar dapat
menghasilkan sebuah tulisan yang lebih baik lagi.

Bandung, November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PEMBAHASAN ............................................................................................... 1
A. Pengertian Taraaduf ........................................................................................ 1
B. Jenis-Jenis Taraaduf........................................................................................ 1
C. Penyebab adanya Taraaduf ............................................................................. 3
D. Perbedaan kata-kata yang bersinonim ............................................................. 4
E. Faktor ketidakmungkinan menukar suatu kata dengan kata yang lain yang
bersinonim ....................................................................................................... 5
F. Pengujian batas kata yang bersinonim ............................................................ 6
G. Perbedaan Ahli Bahasa tentang Taraaduf ....................................................... 7
H. Contoh Al-Taraduf dalam Al-Qur‟an .............................................................. 8
BAB II SIMPULAN ................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 14

ii
BAB I
PEMBAHASAN

A. Pengertian Taraaduf
Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu onoma
yang berarti „sama‟ dan syn berarti „dengan‟. Maka secara harfiah kata sinonim
berarti nama lain untuk benda atau hal yang sama1. Untuk mendefinisikan
sinonimi, ada tiga batasan yang dapat dikemukakan Mansoer2, yaitu (i) kata-kata
dengan acuan ekstra linguistik yang sama, misalnya kata mati dan mampus, (ii)
kata-kata yang mengandung makna yang sama, misalnya kata memberitahukan
dan kata menyampaikan; dan (iii) kata-kata yang dapat disubstitusi dalam konteks
yang sama, misalnya “Kami berusaha agar pembangunan berjalan terus.”, “Kami
berupaya agar pembangunan berjalan terus.” Kata berusaha bersinonim dengan
kata berupaya.
Secara semantik Verhaar3 (1978) mendefinisikan sinonim sebagai ungkapan
(berupa kata, frasa, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan
makna ungkapan lain. Adapun yang dimaksud “maknanya kurang lebih sama”
berarti dua buah kata atau lebih yang bersinonim itu kadar kesamaannya tidaklah
sempurna tetapi kurang lebih saja. Mengapa dmeikian ? karena ada prinsip umum
dalam semantik bahwa bentuk-bentuk yang berbeda berimplikasi pada makna
yang berbeda pula walau hanya sedikit saja. Demikian juga kata-kata yang
bersinonim karena bentuknya berbeda maka maknanyapun tidaklah persis sama.

B. Jenis-Jenis Taraaduf
Adapun jenis-jenis Sinonim (taraaduf)4 adalah sebagai berikut;
1. Sinonim antar morfem terikat dengan morfem terikat seperti antar prefiks
‫َك‬
hamzah dengan infiks (penggandaan konsonan tengah) pada bentuk dasar ‫َك َك‬
‫َك ْك‬ ‫َك‬
„mulia‟ menjadi ‫َك َك‬ „memuliakan‟ dan ‫„ َّر َك‬memuliakan‟ seperti dalam

kalimat berikut:
‫َك‬ ‫َك ْك‬
a.
. ‫َك ْك ُت َك َك َّر‬

1
Tajudin, Semantik Bahasa Arab, 2017, hal. 56
2
Mansoer, Semantik Leksikal, 2010, hal. 223
3
Tajudin, Semantik Bahasa Arab 2017, hal. 57
4
Ibid, hal. 59

1
‫َك َّر ْك ُت َك َك َك َّر‬
b.

‫َك ْك َك‬
2. Sinonim antar morfem bebas dengan morfem terikat seperti antara kata

dan prefiks dalam kalimat berikut:

‫َك ْك َك َك ْك َك َك ْك َك َك‬
a. ‫ُت ِإ ل ِإ ِإ‬
‫َك َك ْك َك َك ْك َك َك‬
b. ‫ُت ِإ ل ِإ ِإ‬

‫َك‬
3. Sinonim antara kata dengan kata, seperti antara ‫َك ا‬ ‫ُت ُت ِّف َك‬
dengan ‫ِإ‬
‫ُت َك ٌة‬ ‫َك ْك َك‬ ‫َك ٌة‬ ‫ِّف َك ٌة‬
„mati/meninggal‟, antara ‫ ِّف َك‬dengan ‫ٌة‬ „buku tulis‟, antara ‫ ِإ ْك َك‬dan ‫„ َك ِإ‬
‫َك ْك َك‬
jelek‟, dan antara kata ‫ َك َك َكا‬dan „belakang‟.
‫َك َّر‬
4. Sinonim antara kata dengan frase, seperti antara kata ‫„ ت َك ش ى‬makan malam‟
‫َك َك ُت ُت ْك َك َك‬ ‫َك ٌة‬
dengan frasa ‫ِإا‬ ‫ا‬ „makan malam‟, antara kata ‫„ ْك َك‬Ka‟bah‟ dengan
‫„ َك ْكا َك ْك ُت ْك ُت‬rumah tua/Ka‟bah‟.
frasa ‫ا َك ِإ ْك‬
‫ُت ِّف‬
5. Sinonim antara kata dengan klausa, misalnya antara kata ‫„ ُت ِإ َك‬meninggal‟

dengan klausa ‫َك ْك َك ِإ َك ِإِّف ِإ‬ ‫„ ِإ ْك َك َك َك‬berpulang ke rahmatullah‟.

6. Sinonim antar klausa dengan frasa. Misalnya antara klausa ‫ْك ِّف‬
‫َك َك ِإ َك ِإ ِإ‬ ‫ِإ ْك َك َك َك‬
‫ِّف‬
„berpulang ke rahmatullah‟ dengan frasa ‫„ ِإ ْك ِإ َّر ِإ ِإ‬dalam pertanggungan
‫ا‬
Allah/meninggal‟.
‫َك َك ُت َك ْك َك ْك ُت ْك ُت‬
7. Sinonim antara frasa dengan frasa seperti frasa ‫ا‬ „sebagaimana

diketahui‟ dengan frasa ‫„ َك َك ُت َك ْكاَك ْك ُت ْك‬sebagaimana diketahui‟, dan antara frasa


‫ْك‬ ‫َك‬ ‫َك‬
‫„ َك ِإ ٌّي َك ِإ ا َك َك ِإا‬jelas‟ dengan frasa ‫„ َك ِإ َّر َك ْك َك ِإ ْك ِإ‬jelas‟, dan sebagainya.
‫ٌة َك َك‬ ‫ُت‬
8. Sinonim antara klausa dengan klausa. Misalnya antara klausa ‫ِإ ًع ِإ ْك ا ْك ا‬
‫ْك ٌة ُت َك َك‬
„dicetak di Labanon‟ dengan klausa ‫„ َك ُت ْك ِإ ْك ا ْك ا‬dicetak di Labanon‟. Atau

antara klausa ‫َك ْك َك ِإ َك ِإِّف ِإ‬ ‫„ ِإ ْك َك َك َك‬berpulang ke rahmatullah‟ dengan klausa ‫ِإ ْك َك َك َك َك‬

‫َك ِّف‬
‫„ ِإ ِإ َك ِإ ِإ‬berpulang ke haribaan Tuhan‟.

2
C. Penyebab adanya Taraaduf

Sinonim bisa terjadi antara lain, sebagai akibat adanya:

1. Pengaruh kosakata serapan (dakhil) dari bahasa asing


Misalnya, dalam bahasa Arab kontemporer dikenal kata “‫ ”التّلفون‬telepon yang
aslinya dari bahasa Eropa dan kata “‫ ”الهاتف‬yang merupakan ta‟rib (terjemahan ke
Arab) sehingga keduan kata itu di anggap sinonim. Contoh lain, kata "‫"التّلفزيون‬
sinonim dengan kata “ ‫”اإلذاعة المرئية‬, kata “‫ ”الكمبيوتير‬sinonim dengan kata “‫”الحاسوب‬,
kata “ ‫( ” تياترو‬dari bahasa italia) sinonim dengan kata “‫(”مسرح‬drama). Sekalipun
kosakata-kosakata tersebut di anggap sinonim, namun dalam beberapa konteks
tidak bisa disebut sinonim. Misalnya, kata “ ‫( ”مسرح الجريمة‬drama kejahatan) tidak
bisa ditukar dengan “ ‫” تياترو الجريمة‬, sebab maksud dari „drama kejahatan‟ adalah
kronologi terjadinnya kejahatan, bukan drama atau penampilan tentang kejahatan.

2. Perbedaan dialek sosial (infi‟aliyah)


Misalnya, kata istri bersinonim dengan kata bini. Tetapi kata istri digunakan
dalam kalangan atasan sedangkan kata bini dalam kalangan bawahan. Dalam
bahasa Arab, kata “‫( ”مجذّد‬pembaharu) memiliki makna positif, berkelas tinggi dan
diterima di beberapa negara Arab. Akan tetapi, kata “mujaddad” tidak bisa
ditukar dengan “‫”تقذيمي‬atau “‫ ”ثوري‬walaupun ketiganya bersinonim. Sebab kata
“ ‫ ”تقذيمي‬atau “ ‫ ”ثوري‬memiliki makna yang mencerminkan seseorang yang
reaksioner, pemberontak dan sebagainya, walaupun dibeberapa wilayah Arab
kedua kata ini tetap digunakan.

3. Perbedaan dialek regional (lahjah iqlimiyah)


Misalnya kata handuk, bersinonim dengan kata tuala, tetapi kata tuala hanya
dikenal di beberap daerah di Indonesia timur saja. Dalam bahasa Arab, misalnya
kata ” ‫( ”سيّارج وقل‬truk) hanya dikenal di Mesir, sementara di negara-negara Arab
bagian teluk dan maroko lebih mengenal kata “‫”شادىح‬. Contoh lain, istilah pom
ّ ‫”مذ‬,orang Sudan
bensin, orang Mesir menyebutnya dengan kata “ ‫طح تىزيه‬
menyebut-nya dengan “‫”طلمثح تىزيه‬dan orang Irak mengenalnya dengan “‫”تىزيه خاوح‬.

3
4. Perbedaan dialek temporal
Misalnya, kata hulubalang bersinonim dengan kata komandan, tetapi kata
hulubalang hanya cocok digunakan dalam suasana klasik saja. Contoh lain, kata
“‫ ”الكتّاب‬bersinonim dengan “ ‫ ”المذرسح اإلتتذائيّح‬sama-sama berarti sekolah dasar.
Akan tetapi, isti‟lah “‫ ”الكتّاب‬hanya dipakai pada masa lampau.

Adapun faktor-faktor penyebab banyaknya ‫الترادف‬dalam bahasa Arab, Wafi


5
menyimpulkan sebagai berikut:

1. Karena bahasa Arab (bahasa Quraisy) sangat terbuka dan respon terhadap
beberapa dialek-dialek bahasa Arab disekitarnya. Dengan demikian, bahasa Arab
banyak menyerap kosa-kata dialek lain yang maknanya juga sama.

2. Karena beberapa penyusun kamus bahasa Arab tidak melakukan seleksi yang
ketat dalam menulis kosa kata bahasa Arab. Oleh karena itu, banyak kosa kata
bahasa lain, khususnya bahasa-bahasa rumpun semit masuk ke dalam bahasa Arab
yang artinya sama.

3. Pada hakekatnya beberapa kata yang dianggap bersinonim itu memiliki arti
khusus. Namun karena ditemukan adanya kesamaan maka disebut bersinonim.
Seperti kata ‫ جلس‬dan ‫قعذ‬, keduanya berarti „duduk‟. Tapi pada hakikatnya kata ‫جلس‬
berarti „duduk dari berdiri‟. Sementara ‫ قعذ‬berarti „duduk dari berbaring‟.

D. Perbedaan kata-kata yang bersinonim

Penguasaan sinonim secara benar sebenarnya juga sangat berperan dalam


kegiatan wicara maupun mengarang,, terutama dalam kaitannya dengan diksi.
Karena seperti diungkapkan oleh collincon (Ullmsn, 1977: 141), kaesamaan
maupun kemiripan makna bentuk kebahasaan yang satu dengan yang lainnya itu
bisa jadi masing-masing memiliki nuansa perbedaan tertentu. Nuansa perbedaan
itu dapat berhubungan dengan kenyataan bahwa:

1. Kata yang satu memiliki makna yang lebih umum dari yang lainnya, misalnya
antara kata bunga dengan mawan, sehingga pemilihan kata yang memiliki
acuan makna khusus akhirnya lebih mampu memperjelas dan
mengoperasionalkan suatu gagasan

5
Âli Abd. al-Wâhid Wâfi, Fiqhu al-Lugah, (Kairo:Lajnah al-Bayân Al-„Arabiyah, 1962), h. 166-168.

4
2. Kata yang satu lebih menuansakan pengertian yang dalam daripada yang
lainnya sehingga nilai intensionalitasnya lebih tinggi misalnya antara kata
mempelajari dengan mengkaji sehingga penutur yang menginginkan adanya
intensitan paparan, tentu memilihi kata mengkaji dari pada mempelajari
3. Kata yang satu lebih memiliki daya emotif dari pada yang lain, misalnya
antara kata memukul dan menggebrak dalam bentuk memukul dan
menggebrak meja
4. kata yang satu lebih bersifat netral atau umum daripada yang lain, misalnya
antara kata latihan dan tes,, bertanya dengan menguji
5. Kata yang satu lebih professional daripada yang lain, misalnya antara kata
diskusi dengan pembahasan.
6. Kata yang satu lebih menuansakan kesan keindahan daripada yang lain,
misalnya antara kata dewi malam dengan bulan
7. Kata yang satu lebih bersifat kolokial daripada yang lain, misalnya ayo dengan
mari, situ dengan anda dll
8. Kata yang satu lebih banyak diperngaruhi dialek atau warna loka daripada
yang lain, misalnya nangkring dengan duduk, ngedumel dengan menggrutu dl
9. Bentuk sinonim yang satu termasuk dalam Bahasa anak-anak, misalnya kata
ucing dengan meong.

E. Faktor ketidakmungkinan menukar suatu kata dengan kata yang lain yang
bersinonim
Ketidakmungkinan untuk menukar sebuah kata dengan kata lain yang bersinonim
disebabkan berbagai faktor, antara lain:
a. Faktor waktu, misalnya kata hulubalang bersinonim dengan kata komandan.
Namun, keduanya tidak dapat dipertukarkan. Karena hulubalang hanya cocok
untuk situasi kuno, klasik atau arkais. Sedangkan kata komandan hanya cocok
untuk situasi masa kini.
b. Faktor tempat atau daerah, misalnya kata saya bersinonim dengan kata beta.
Tetapi kata beta hanya cocok untuk digunakan dalam konteks pemakaian
bahasa Indonesia Timur (Maluku). Sedangkan kata saya dapat digunakan
secara umum di mana saja.

5
c. Faktor sosial, misalnya kata aku dan saya adalah bersinonim. Tetapi kata aku
hanya dapat digunakan untuk teman yang sebaya dan tidak dapat digunakan
kepada orang yang lebih tua atau yang status sosialnya lebih tinggi.
d. Faktor bidang kegiatan , misalnya kata tasawuf, kebatinan dan mistik adalah
tiga buah kata yang bersinonim. Namun kata tasawuf hanya lazim dalam
agama Islam; kata kebatinan untuk yang bukan Islam dan kata mistik untuk
semua agama.
e. Faktor nuansa makna, misalnya kata-kata melihat, melirik, melotot, meninjau
dan mengintip adalah bersinonim. Kata melihat memang bisa digunakan
secara umum; tetapi kata melirik hanya digunakan untuk menyatakan melihat
dengan sudut mata, kata melotot untuk menyatakan melihat dengan mata
terbuka lebar, kata meninjau digunakan untuk melihat dari tempat jauh atau
tempat tinggi dan kata mengintip hanya cocok digunakan untuk melihat dari
celah yang sempit.

F. Pengujian batas kata yang bersinonim

Untuk menguji sampai dimana batas-batas dua kata yang bersinonim, Palmer
(1976:63) ; (Ullman: 143-144) menggunakan du acara, yaitu subtitusi dan mencari
lawannya/oposit.

1. Substitusi
Sinonim yang dapat diuji dengan substitusi tidak berlaku ketat, misalnya kata
mati dan meninggal. Ketika kita mengatakan Fulan meninggal, akan sama
maknanya dengan Fulan mati. Namun berbeda ketika kita melakukan
substitusi Fulan ke Buah-buahan. Misalnya Pepaya meninggal, hal itu
menyatakan batas kaidah pemakaian.
2. Mencari lawan
Cara ini pun tidak berlaku secara mutlak. Misalnya kata terang yang
bersinonim dengan kata jeals. Kata terang memiliki lawan kata gelap tetapi
kata jelas tidak berlawanan dengan kata gelap, melainkan kabur.
3. Penentuan konotasi
Jika terdapat perangkat kata yang memiliki makna kognitifnya sama, tetapi
makna emotifnya berbeda, maka kata-kata itu tergolong sinonim, missal

6
kamar kecil, kakus, jamban, dan WC, mengacu ke acuan yang sam a, tetapi
konotasinya berbeda.

G. Perbedaan Ahli Bahasa tentang Taraaduf

1. Kelompok yang Pro adanya taraaduf


Kelompok pendukung adanya taraduf ini mengemukakan beberapa alasan,
yaitu:
a. Bahwa ketika seseorang akan menjelaskan suatu kata, mau tak mau harus
mendapatkan kata lain yang mempunyai makna yang sama dengan kata
tersebut. kedua kata tersebut mempunyai makna dan pengertian yang
sama.
b. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu Faris, seandainya kata bisa
diungkapkan dengan satu makna saja, maka tidak mungkin bagi seseorang
mengungkapkan suatu makna dengan kata yang terbatas
c. Dalam sebuah riwayat hadits diceritakan bahwa rosulullah saw
menjatuhkan sebuah pisau, kemudian ia meminta Abu Hurairah: ambilah
pisau itu untukku. Abu Hurairah menoleh ke kanan dan ke kiri. Setelah
Rasulullah mengulang ucapannya sebanyak tiga kali, Abu Hurairah
berkata pisau (midyah) kah yang kamu maksudkan? Rosul menjawab :
„ya‟.
2. Kelompok yang Kontra
Al-Fakhru Al Razi (w. 666 H) menyatakan bahwa ada sebagian orang
yang menolak taraduf, mereka berpendapat bahwa kata-kata yang dianggap
bertaroduf sebenarnya tidak memiliki makna yang sama, tetapi kata-kata
tersebut hanya saling menjelaskan. Karena kata yang satu adalah kata yang
mempunyai makna yang sebenarnya, sedangkan kata yang lain hanya
memiliki makna sebagai sifat. Seperti kata ‫ السيف‬dan ‫الصارم‬.
Selain pendapat di atas, terdapat beberapa ahli Bahasa yang juga menolak
adanya taroduf,, yaitu Abu Al-Abbas Tsa‟alab, Abu Ali Al-Farisi, Ibn Al-
Farisi, Dan Abu Hilal Al-Askari.
Abu Hilal Al-Askari, seorang kritikus sastra yang menolak adanya taraduf
cenderung untuk membedakan kata-kata yang dianggap bertaraduf. Ia
mengatakan bahwa perbedaan pada ungkapan dan nama mengakibatkan

7
perbedaan pula pada makna. Apabila sebuah kata telah menunjukkan pada
sebuah makna tertentu, maka tidak tepat bila kata tersebut ditunjukkan pada
makna yang lain. Menurutnya, Bahasa mempunyai kata-kata yang jelas
maknanya, sehingga kata-kata tersebut sudah menunjukan satu makna,
sedangkan makna yang lain dimilikinyasudah tidak tepat lagi dan itu hanya
makna tambahan saja.oleh karena itu, ia menyatakan bahwa tidaklah benar
apabila ada sebuah kata yang mempunyai dua makna atau lebih, begitu juga
sebaliknya.tidaklah benar apabila ada dua buah kata atau lebih yang
mempunyai makna yang sama.
Ia memperkuat argumennya dengan membedakan kata-kata yang sepadan
atau serupa maknanya. Seperti kata ‫الثىاء – المذح – اإلطراء‬, yang mempunyai
makna pujian. Tapi sesungguhnya ketiga kata ini bila dikaji secara mendalam,
masing-masing memiliki makna yang spesifik dan berbeda. Kata ‫ المذح‬berarti
pujian pada perbuatan, ‫ الثىاء‬berarti pujian yang diulang-ulang, sedangkan kata
‫ اإلطراء‬berarti pujian padaorang yang berwajah tampan atau cantik.

H. Contoh Al-Taraduf dalam Al-Qur’an


1. Al-Khauf (‫ )الخوف‬dan Khasyah (‫ )الخشيح‬artinya Takut
Kedua kata ini memiliki arti yang sama akan tetapi jelas sudah menjadi
rahasia umum jika kata al-khasyah adalah lebih tinggi atau lebih kuat makna
ketakutannya daripada kata Al-khauf.Makna al-khasyyah lebih tinggi daripada al-
khauf karena al-khasyyah terambil dari kata kata syajarah khasyyah artinya pohon
yang kering.Jadi arti al-khasyyah ialah totalitas rasa takut. Sedangkan al-khauf
terambil dari kata “naaqah khaufaa” artinya unta betina yang berpenyakit yakni
mengandung kekurangan bukan berarti sirna sama sekali. Di samping itu al-
khasyyah ialah rasa takut yang timbul agungnya pihak yang takuti meskipun pihak
yang mengalami takut itu seorang yang kuat. Dengan demikian al-khasyyah adalah
al-khauf atau rasa takut yang disertai rasa hormat (ta‟dzim), sedangkan al-khauf
adalah rasa takut yang timbul karena lemahnya pihak yang merasa takut
kendatipun pihak yang ditakuti itu hal yang kecil. Dilihat dari akar katanya al-
khasyyah terdiri atas Khaa, syiin dan yaa‟ yang di dalam tafsirnya menujukkan
sifat keagungan dan kebesaran, asy-syaikh berarti pemimpin yang besar, dan al-

8
khaisyi berarti pakaian yang tebal. Oleh karena itu, kata al-khasyyah sering
dipergunakan berkenaan dengan hak Allah, seperti dalam ayat:

… ۗ ‫َّللا ِم ْن ِعبَا ِد ِه ْالعُلَ َما ُء‬


َ َّ ‫ ِإنَّ َما يَ ْخشَى‬...

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,


hanyalah ulama”. (QS Fatir:28)

‫َّللا َويَ ْخش َْونَهُ َو ََل يَ ْخش َْونَ أ َ َحدًا ِإ ََّل‬


ِ َّ ‫ت‬ َ ‫س‬
ِ ‫اَل‬ َ ‫الَّذِينَ يُبَ ِلّغُونَ ِر‬
… ۗ ‫َّللا‬
َ َّ

“(yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah, mereka takut


kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada
Allah”. (QS al-Ahzab:39)
Adapun al-khauf dalam ayat berikut:

۩ َ‫يَخَافُونَ َربَّ ُه ْم ِم ْن فَ ْوقِ ِه ْم َويَ ْفعَلُونَ َما يُؤْ َم ُرون‬


“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan
apa yang diperintahkan (kepada mereka)”. (QS an-Nahl:50)
Digunakan untuk mensifati para malaikat sesudah menyebutkan kekuatan
dan kehebatan mereka.Maka pemakaian kata al-khauf disini untuk menjelaskan
bahwa sekalipun para malaikat itu besar besar dan kuat tetapi di hadapan Allah
mereka lemah. Ungkapan itu kemudian disambung dengan “fauqahum” yang
berarti Allah itu di atas mereka, hal ini menunjukkan akan kebesaran-Nya. dengan
demikian terkumpullah dua unsur makna yang terkandung oleh al-khasyyah tanpa
merusak arti kehebatan para malaikat, yaitu khauf dan penghormatan mereka
kepada Tuhan.
2. Asy-syuh (‫)الشخ‬dan al-Bukhl (‫ )الثخل‬artinya Pelit
Arti kata asy-syuhh (‫ )الشخ‬lebih intens dari arti kata al-bukhl karena
umumnya asy-syuhhu adalah al bukhl atau kikir yang disertai ketamakan.Al-
„Askary juga membedakan Al-bukhl dengan kata Adl-dlann.Dengan adl-dlann
yang berarti kecelaannya suatu aibnya, namun al-bukhl karena
keadaannya.Contohnya:

9
‫ضا فَ ََل ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما‬ً ‫وزا أ َ ْو إِع َْرا‬ ً ‫ش‬ ْ َ‫َوإِ ِن ْام َرأَة ٌ خَاف‬
ُ ُ‫ت ِم ْن بَ ْع ِل َها ن‬
‫س‬ُ ُ‫ت ْاْل َ ْنف‬ ِ ‫ص ْل ُح َخي ٌْر ۗ َوأ ُ ْح‬
ِ ‫ض َر‬ ُّ ‫ص ْل ًحا ۚ َوال‬ ْ ُ‫أ َ ْن ي‬
ُ ‫ص ِل َحا َب ْينَ ُه َما‬
ً ‫َّللا َكانَ ِب َما ت َ ْع َملُونَ َخ ِب‬
‫يرا‬ َ َّ ‫ش َّح ۚ َو ِإ ْن ت ُ ْح ِسنُوا َوتَتَّقُوا فَإ ِ َّن‬
ُّ ‫ال‬

“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari
suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang
sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun
manusia itu menurut tabiatnya kikir.dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara
baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS an-
Nisa:128)

‫يه‬ ‫َو َوما ُه َوو َولَو ْلال َو ْلي ِب‬


‫ة ِبت َو ىِب ٍن‬
“Dan Dia (Muhammad) bukanlah orang yang bakhil untuk menerangkan
yang ghaib”. (QS at-Takwir:24)
3. As-Sabil )‫)السثيل‬dan Ath-Thariq (‫ )الطريق‬artinya Jalan
Demikian pula as-Sabìl)‫ )السثيل‬dan at-Tarìq (‫ )الطريق‬yang pertama banyak
dipakai pada jalan kebaikan sedang yang kedua hamper-hampir tidak pernah
dipakai pada kebaikan kecuali bila disertai sifat atau idàfah yang menunjukkan
makna tersebut. Misalnya dalam ayat: (Q.S al-Ahqof: 30). Menurut ar-Raghib
dalam mufradat-nya, as-Sabìl adalah at-Tariq atau jalan yang didalamnya terdapat
kemudahan.Jadi lebih khusus dari at-Thariq.

َ‫س ِبي ُي ْال ُم ْج ِر ِمين‬ ِ ‫ص ُي ْاايَا‬


َ َ‫ت َو ِلت َ ْست َ ِبين‬ ّ ِ َ‫َو َك َذ ِل َ نُف‬
“Dan Demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Quran (supaya jelas jalan
orang-orang yang saleh, dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang
berdosa”.(QS al-An‟am:55)

4. Madda (ّ‫ )مذ‬dan Amadda (ّ‫ )امذ‬artinya Menambah


Demikian pula Madda (ّ‫ )مذ‬dan Amadda (ّ‫ )امذ‬ar-Raghib dalam menjelaskan
kata imdad (bentuk mashdar dari amadda) banyak dipakai pada hal-hal yang
disenangi, seperti pada ayat:
10
َ‫َوأ َ ْم َد ْدنَا ُا ْم بِفَا ِك َه ٍة َولَ ْح ٍم ِم َّما يَ ْشت َ ُهون‬
“Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari
segala jenis yang mereka ingini”.(QS at Tur:22)
Sedang madda dipergunakan pada sesuatu yang tidak disenangi. Misalnya
pada surat berikut:

ِ ‫ب َما َيقُو ُي َونَ ُم ُّد لَهُ ِمنَ ْال َع َذا‬


‫ب َمدًّا‬ َ ۚ ‫َك ََّل‬
ُ ُ ‫سنَ ْكت‬
“Sekali-kali tidak, Kami akan menulis apa yang ia katakan, dan benar-
benar Kami akan memperpanjang azab untuknya”. (QS Maryam:79).
(http://al-bhatawys.blogspot.co.id/2016/11/makalah-mutaradif.html, Senin
04 Desember 2017, pukul 11.33 AM).

11
BAB II
SIMPULAN

Secara harfiah kata sinonim berarti nama lain untuk benda atau hal yang sama.
Secara semantik Verhaar (1978) mendefinisikan sinonim sebagai ungkapan (berupa
kata, frasa, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan
lain.
Diantara penyebab adanya taraaduf ialah Pengaruh kosakata serapan (dakhil) dari
bahasa asing, Perbedaan dialek sosial (infi‟aliyah), Perbedaan dialek regional (lahjah
iqlimiyah), dan Perbedaan dialek temporal.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan perihal sinonim, yaitu;

1. Tidak semua kata dalam Bahasa, termasuk Bahasa arab mempunyai sinonim
2. Ada kata yang memiliki sinonim pada bentuk dasar tapi tidak dalam bentuk
jadian.turunan, seperti benar dan betul dengan kebenaran dan kebetulan
3. Ada kata yang tidak mempunyai sinonim pada bentuk dasar tetapi meilii sinonim
pada bentuk turunan
4. Ada kata yang dalam arti sebenarnya tidak mempunyai sinonim tetapi dalam arti
kiasan justru mempunyai sinonim.

Kelompok Pro adanya taraaduf ini mengemukakan beberapa alasan, yaitu: (i)
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu Faris, seandainya kata bisa diungkapkan
dengan satu makna saja, maka tidak mungkin bagi seseorang mengungkapkan suatu
makna dengan kata yang terbatas.
Kelompok yang Kontra, Al-Fakhru Al Razi (w. 666 H) menyatakan bahwa ada
sebagian orang yang menolak taraaduf, mereka berpendapat bahwa kata-kata yang
dianggap bertaraaduf sebenarnya tidak memiliki makna yang sama, tetapi kata-kata
tersebut hanya saling menjelaskan. Karena kata yang satu adalah kata yang
mempunyai makna yang sebenarnya, sedangkan kata yang lain hanya memiliki makna
sebagai sifat. Seperti kata ‫ السيف‬dan ‫الصارم‬.
Abu Hilal Al-Askari, seorang kritikus sastra yang menolak adanya taraduf
cenderung untuk membedakan kata-kata yang dianggap bertaraduf. Ia mengatakan
bahwa perbedaan pada ungkapan dan nama mengakibatkan perbedaan pula pada
makna.
12
Ia memperkuat argumennya dengan membedakan kata-kata yang sepadan atau
serupa maknanya. Seperti kata ‫الثىاء – المذح – اإلطراء‬, yang mempunyai makna pujian.
Tapi sesungguhnya ketiga kata ini bila dikaji secara mendalam, masing-masing
memiliki makna yang spesifik dan berbeda. Kata ‫ المذح‬berarti pujian pada perbuatan,
‫ الثىاء‬berarti pujian yang diulang-ulang, sedangkan kata ‫ اإلطراء‬berarti pujian padaorang
yang berwajah tampan atau cantik
Beberapa contoh Al-Taraduf dalam Al-Qur‟an yaitu seperti lafadz Al-Khauf
(‫ )الخوف‬dan Khasyah (‫ )الخشيح‬artinya Takut, Asy-syuh (‫ )الشخ‬dan al-Bukhl (‫)الثخل‬
artinya Pelit, As-Sabil ‫ ))السثيل‬dan Ath-Thariq (‫ )الطريق‬artinya Jalan dan Madda (ّ‫)مذ‬
dan Amadda (ّ‫ )امذ‬artinya Menambah.

13
DAFTAR PUSTAKA
Nur, Tajudin. Semantik Bahasa Arab. (Bandung: CV. Semiotika), 2017
Aminuddin. Semantik. (Bandung: Sinar Baru Algensindo), 2008
Pateda, Mansoer. Semantik Leksikal. (Jakarta: RINEKA CIPTA), 2010
Muhammad, Jasim Abdul Abud, Musthalahaat Ad-Dalalah Al-Arabiyah, (Bairut:
Darul Kutub Al-Ilmiyah), 2007.
Syarif, Mochammad Hidayatullah, Cakrawala Linguistik Arab, (Tangerang Selatan:
alKitabah), 2012.
Chaer, Abdul, Linguistik Umum, (Jakarta: PT Rineka Cipta), 2014.
Pateda, Mansoer, Semantik Leksikal, (Jakarta: PT Rineka Cipta), 2010.
Umar, Ahmad Mukhtar, I`lmu Ad-Dilalah, (Kairo: A`lam al-Kutub), 1998.
Wafi, Âli Abd. al-Wâhid, Fiqhu al-Lugah, (Kairo: Lajnah al-Bayân Al-„Arabiyah),
1962.
Haidar, Farid „Awid, „Ilm al-Dalalah, (Kairo: Maktabah al-Adab), 2005

14

Anda mungkin juga menyukai