Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Makna Kata

Mata Kuliah
Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu
Drs. ANIMAR, S.Pd M.Pd

Disusun Oleh :
KELOMPOK 4

Anggota :
1. DEFRIAN WAHID
2. AMELIA WATI

PSIKOLOGI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
DARUL’ULUM SAROLANGUN
TAHUN AKADEMIK
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Makna Kata ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari  penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
Ibuk Drs. ANIMAR, S.Pd M.Pd. Mata kuliah Bahasa Indonesia. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang perkembangan Makna Kata bagi para  pembaca
dan juga bagi penulis. Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibuk Drs. ANIMAR, S.Pd
M.Pd, yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah  pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.Saya juga mengucapkan terima kasih kepada
teman saya, serta semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Air Hitam, 27 September 2022


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Makna Kata 2
B. Relasi Makna Kata 3
C. Perubahan Makna Kata 4
D. Jenis Makna Kata 6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 9
B. Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelajaran Bahasa Indonesia sangat penting dikuasai dalam seluruh tingkatan
pendidikan termasuk di perguruan tinggi. Tujuan dari adanya pelajaran ini adalah agar para
rakyat khususnya para pelajar dapat terampil berbahasa Indonesia yang meliputi terampil
menyimak, berbahasa, membaca dan menulis. Agar dapat mencapapi tujuan itu, kosa kata
yang cukup sangatlah dibutuhkan. Selain mempunyai banyak kosakata, makna kata – kata
tersebut juga harus dikuasai untuk lebih memperkaya kosa kata yang dimiliki. Oleh karena
itu, makalah ini dibuat untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan para pembaca
mengenai makna kata.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian makna kata?
2. Apa saja relasi makna kata?
3. Apa saja perubahan makna kata?
4. Apa saja jenis makna kata?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian makna kata.
2. Mengetahui relasi makna kata.
3. Mengetahui perubahan – perubahan makna kata.
4. Mengetahui jenis – jenis makna kata.

1
BAB II 
PEMBAHASAN

A. Pengertian Makna Kata

Makna adalah denotasi. Kadang-kadang “Makna” itu selaras dengan “Arti” dan kata
tidak selaras. Apabila makna sesuatu itu sama dengan arti sesuatu itu maka makna tersebut
disebut Makna Laras (Explicit Meaning). Apabila maknanya tidak selaras dengan “Arti”,
maka sesuatu tersebut memiliki Makna Kandungan ( Implicit Meaning) atau Makna Lazim
( Necessary Meaning). Sebagai contoh kata “Sapi”, ia memiliki arti dan makna “Sapi” sudah
memiliki arti sebelum kata tersebut dimasukan kedalam kalimat, tapi ia belum memiliki
makna, karena hanya akan terbentuk apabila kata itu sudah dimasukan kedalam kaliamat.

Contoh Makna Laras:
Gara memukul sapi.
Kalimat ini memiliki makna yang sama dengan artinya, yaitu sapi. Pengertian yang
menyeluruh tentang sapi tersebut itulah yang disebut dengan Makna Laras (Expilicit
Meaning). Ketika Gara membeli sapi, tentu yang dibeli adalah keseluruhan tubuh sapi. Oleh
karena itu, makna “Sapi” dalam kaliamat tersebut adalah sama arti “Sapi”, sehingga disebut
memiliki Makna Laras.
Contoh Makna Kandungan:
Gara memukul sapi
Yang dipukul oleh gara adalah sebagian tubuh sapi itu, oleh karena itu “Sapi” dalam
kalimat tersebut tidak selaras dengan artinya,  melainkan hanya kandungan arti tersebut.
Oleh karena itu “Sapi” dalam kalimat tersebut memiliki Makna Kandungan.
Contoh Makna Kata Lazim:
Gara Menarik sapi.
Kata “Sapi” dalam kalimat tersebut adalah memiliki Makna Lazim, karera ketika
Gara menarik sapi, sebenarnya yang dipegang adalah talinya. Dia menarik tali  itu secara
tidak langsung menarik tubuh sapi. Kendatipun yang gara pegang dan dia tarik secara
langsung adalah tali kedali sapi dan bukan sapinya secara langsung, tetapi sudah lazim
dikatakan bahwa hal itu disebut menarik sapi. Itulah mengapa disebut Makna Lazim.

2
B. Relasi Makna Kata
Di dalam Bahasa Indonesia, banyak ditemukan suatu kata yang memiliki hubungan
atau relasi semantik dengan kata lain, seperti kesamaan makna, lawan kata, kegandaan kata,
ketercakupan makna, kelainan makna, dan sebagainya. Di bawah ini akan dijelaskan macam-
macam relasi makna tersebut.
1. Sinonim
Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno , yaitu onoma  yang
berarti “Nama”, dansyn  yang berarti “Dengan”. Maka secara harfiah kata sinonim
berarti “Nama lain untuk benda atau hal yang sama” (Chaer, 1990:85). Sinonim atau
bisa disebut kegandan makna dapat diartikan sebagai dua kata atau lebih yang memiliki
makna yang sama atau hampir sama. Dikatakan hampir sama karena meskipun dua kata
tersebut sama, kata tersebut tidak dapat atau kurag tepat bila menggantikan kata yang
lain dalam sebuah kalimat. Contohnya seperti di bawah ini :
Tikus itu mati diterkam kucing.
Tikus itu meninggal diterkam kucing.
Dalam dua kalimat di atas, kita dapat menemukan dua kata yang bersinonim, yaitu mati
dan meninggal. Namun kata “Meninggal” pada kalimat kedua tidak dapat menggantikan
kata “Mati” pada kalimat pertama. Hal ini karena kata “Mati” dapat digunakan pada
semua makhluk hidup seperti manusia, hewan, dan tumbuhan, sedangkan kata
“Meninggal” hanya digunakan pada manusia.
2. Antonim
Kata antonimi berasal dari kata Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti “Nama”,
dan anti yang berarti “Melawan”. Maka secara harfiah antonim berarti ‘nama lain untuk
benda lain pula’(Chaer, 1990:85). Kata antonim atau sering disebut lawan kata dapat
diartikan sebagai dua kata yang memiliki makna yang berlawanan atau bertentangan.
Misalnya,  hidup-mati, diam-gerak dan sebagainya.
3. Homonim, Homofon, Homograf
Kata homonimi  berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang berarti “Nama”
dan homo yang artinya “Sama”. Secara harfiah homonimi dapat diartikan sebagai
“Nama sama untuk benda atau hal lain” (Chaer, 1990:85). Homonim adalah dua kata
atau lebih yang memiliki ejaan  dan lafal yang sama namun memiliki makna yang
berbeda. Misalnya, kata “Bisa” dapat diartikan dua makna, yakni “Bisa” yang berarti
“Dapat” dan “Bisa” yang berarti “Racun”.

3
Homofon (homo berarti sama, fon berarti bunyi ) adalah dua kata atau lebih yang
memiliki lafal yang sama walaupun ejaan dan maknanya berbeda. Misalnya, kata
“Bang” dan “Bank”. Homograf (homo berarti sama, grafiberarti tulisan) adalah dua kata
atau lebih yang memiliki ejaan yang sama namun memiliki lafal dan makna yang
berbeda. Misalnya, “Tahu” (baca “Tahu”)  bermakna salah satu produk makanan yang
berasal dari kedelai, sedangkan kata “Tahu” (baca “Tau”) bermakna mengetahui.
4. Hiponim dan Hipernim
Kata hiponimi berasal dari bahasa Yunani kuno , yaitu  onoma berarti “Nama”
dan hypo berarti “Di bawah”. Jadi, secara harfiah berarti “Nama yang termasuk di
bawah nama lain” (Chaer, 1990:85). Hipomimi dan hipermimi berhubungan satu sama
lain, hipomimi merujuk pada kata yang lebih khusus yang merupakan subordinat dari
hipermimi. Misalnya, kata “Tongkol” dan “Ikan”, kata “Tongkol” merupakan hiponim
dari kata “Ikan” sedangkan kata “Ikan” merupakan hipernim dari kata “Tongkol”. 
5. Polisemi
Polisemi adalah satuan bahasa (bisa kata atau frase) yang memiliki makna  lebih dari
satu. Misalnya pada kalimat di bawah ini :
Kepalaku sakit sejak kemarin.
Kepala sekolah menemui para murid di kelas
Kata “Kepala” yang pertama bermakna bagian tubuh yang berada di atas leher
sedangkan kata “Kepala” yang kedua bermakna pemimpin.

C. Perubahan Makna Kata


Dalam perkembangan penggunaannya, kata sering mengalami perubahan makna.
Perubahan tersebut terjadi karena pergeseran konotasi, rentang masa penggunaan, jarak, dan
lain-lain. Namun yang jelas, perubahan-perubahan tersebut ada bermacam-macam yaitu:
menyempit, meluas, amelioratif, peyoratif, dan asosiasi. Untuk lebih jelasnya, perhatikan
penjelasan dibawah ini :

Macam-macam Perubahan Makna

a) Menyempit/spesialisasi
Kata yang tergolog kedalam perubahan makna ini adalah kata yang pada awal
penggunaannya bisa dipakai untuk berbagai hal umum, tetapi penggunaannya saat ini
hanya terbatas untuk satu keadaan saja.
Contoh

4
Sastra dulu dipakai untuk pengertian tulisan dalma arti luas atau umum, sedangkan
sekarang hanya dimaknakan dengan tulisan yang berbau seni. Begitu pula kata sarjana
(dulu orang yang pandai, berilmu tinggi, sekarang bermakna “Lulusan perguruan
tinggi”).
b) Meluas/generalisasi
Penggunaan kata ini berkebalikan dengan pengertian menyempit.
Contoh :
Petani dulu dipai untuk seseorang yang bekerja dan menggantungkan hidupnya dari
mengerjakan sawah, tetapi sekarang kata tersebut dipakai untuk keadaan yang lebih
luas. Penggunaan pengertian petani ikan, petani tambak, petani lele merupakan bukti
bahwa kata petani meluas penggunaannya.
c) Amelioratif
Pada awalnya, kata ini memiliki makna kurang baik, kurang positif, tidak
menguntungkan, akan tetapi, pada akhirnya mengandung pengertian makna yang baik,
positif, dan menguntungkan.
Contoh :
Wanita, pramunikmat, dan warakawuri merupakan kata-kata yang dipakai untuk lebih
menghaluskan, menyopankan pengertian yang terkandung dalam kata-kata tersebut.
d) Peyoratif
Makna kata sekarang mengalami penurunan nilai rasa kata daripada makna kata
pada awal pemakaiannya.
Contoh :
Kawin, gerombolan, oknum, dan perempuan terasa memiliki konotasi menurun atau
negatif.
e) Asosiasi
Yang tegolong kedalam perubahan makna ini adalah kata-kata dengan makna-
makna yang muncul karena persamaan sifat. Sering kita mendengar kalimat “hati-hati
dengan tukang catut itu.”
Tukang catut dalam kalimat diatas tergolong kata-kata dengan makna asosiatif.
Begitu pula dengan kata kacamata dalam : menurut kacamata saya, perbuatan anda
tidak benar
f) Sinestesia
Perubahan makna terjadi karena pertukaran tanggapan antara dua indera, misalnya
dari indera pengecap ke indera penglihatan.

5
Contoh:
Gadis itu berwajah manis. Kata manis mengandung makna enak, biasanya dirasakan
oleh alat pengecap, berubah menjadi bagus, dirasakan oleh indera penglihatan.
Demikian juga kata panas, kasar, sejuk, dan sebagainya.

D. Jenis Makna Kata

Makna di dalam sastra Bahasa Indonesia ditentukan dalam beberapa kriteria atau jenis
dan juga sudut pandang. Jenis makna dalam Bahasa Indonesia sangat banyak diantaranya:
Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna
gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat
dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya
nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna
konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna
umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat
disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.

1. Makna Lesikal dan Makna Gramatikal


Leksikal merupakan bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina
leksikon.  Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna.
Dengan kata lain makna lesikal adalah makna unsur-unsur bahasa (leksem) sebagai lambang
benda, peristiwa, obyek, dan lain-lain. Seperti kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa
binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas
dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan
hama tikus.
Biasanya makna leksikal dipertentangkan dengan makna gramatikal. Jika makna
leksikal berkenaan dengan makna leksem, maka makna gramatikal ini adalah makna yang
hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan
proses komposisi. Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu
terangkat juga oleh adik, melahirkan makna “Dapat”, dan dalam kalimat Ketika balok itu
ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal “Tidak sengaja”.

6
2. Makna Referensial dan Makna Nonreferensial
Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya
referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa
yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-
kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial.
Kata meja termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis
perabot rumah tangga yang disebut “Meja”. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen,
jadi kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.

3. Makna Denotatif dan Konotatif


Makna denotatif atau konseptual adalah makna kata yang didasarkan atas penunjukkan
yang langsung (lugas) pada suatu hal atau obyek di luar bahasa. Makna langsung atau makna
lugas bersifat obyektif, karena langsung menunjuk obyeknya. Jadi, makna denotatif ini
menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering
disebut sebagai ’makna sebenarnya.

Seperti dalam  kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama,


yaitu “Manusia dewasa bukan laki-laki”.
Makna konotatif merupakan lawan dari makna denotatif. Jika makna denotatif
mencakup arti kata yang sebenarnya, maka makna konotatif sebaliknya, yang juga disebut
sebagai makna kiasan. Lebih lanjut, makna konotasi dapat dijabarkan sebagai makna yang
diberikan pada kata atau kelompok kata sebagai perbandingan agar apa yang dimaksudkan
menjadi jelas dan menarik. Seperti dalam kalimat “Rumah itu dilalap si jago merah”. Kata “Si
jago merah” dalam kalimat tersebut bukanlah arti yang sebenarnya, melainkan kata kiasan
yang bermakna “Kebakaran”. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu.
Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti “Cerewet”, tetapi
sekarang konotasinya positif.

4. Makna Kata dan Makna Istilah


Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu
baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks
situasinya. Berbeda dengan kata,istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak
meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan
bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan

7
pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat
dilihat dari contoh berikut

(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.


(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna
sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang
berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan;
sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.

5. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif


Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah
leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual
sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual sesungguhnya
sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.

Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan
dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya,
kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.

6. Makna Idiomitikal dan Peribahasa


Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ”Diramalkan” dari makna
unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Contoh dari idiom adalah
bentuk membanting tulang dengan makna “Bekerja keras”, meja hijau dengan makna
“Pengadilan”. Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri
atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya ”Asosiasi” antara makna asli dengan
maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa Seperti anjing dengan kucing yang
bermakna “Dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur”.

7. Makna Kias
 Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan sebagai oposisi dari
arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau kalimat) yang
tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut
mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti “Bulan”, raja
siang dalam arti “Matahari”.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Di dalam Bahasa Indonesia, makna kata sangat penting dipelajari. Pengetahuan
tentang makna kata mempengaruhi pemahaman terhadap suatu kalimat. Dalam makna kata,
dipelajari pengertian makna kata, relasi makna kata, jenis makna kata dan perubahan makna
kata. Ada beberapa kata yang memiliki makna yang berhubungan atau memiliki relasi, seperti
sinonim, antonim, dan lain sebagainya. Ada pula satu kata yang makna dulunya berbeda dari
makna sekarang, seperti spesialisasi, ameliorasi dan lain sebagainya.

B. Saran
Demikian tugas pembuatan makalah ini meskipun jauh dari kesempurnaan, harapan
kami dengan adanya makalah ini kita dapat mengetahui tentang mengetaui tentang makna
kata. Dan semoga dengan adanya pembuatan makalah ini kita dapat mengambil manfaatnya
khususnya bagi para pembaca sekalian

9
DAFTAR PUSTAKA

-----------------------. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta : 


            Rineka Cipta.
Chaer, Drs. Abdul. 1990. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka
            Cipta.
(Eneng Herniti, M. Hum dkk). 2005. Bahasa Indonesia. Yogyakarta : Pokja
            Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Keraf, Dr. Gorys. 1991. Tata Bahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Atas.
            Flores : Nusa Indah.
Parera, J. D. 2004. Teori Semantik Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga.
Tarigan, Prof. Dr. Henry Guntur. 2009. Pengajaran Semantik. Bandung :
            Angkasa.
Tim Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah
            Malang. 2010. Bahasa Indonesia untuk Karangan Ilmiah. Malang : UMM
            Press.
Widyamartaya. 1995. Seni Menggayakan Kalimat. Yogyakarta : Kanisius

10

Anda mungkin juga menyukai