Anda di halaman 1dari 16

KATA DAN MAKNA

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

DOSEN PENGAMPUH: Nur Aini Pakaya S.Pd.i, M.Pd

Disusun oleh:

Bintang Saputra Politon (E01422003)

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah Mata Kuliah Leksikologi Bahasa Arab
dengan tepat waktu.

Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Leksikologi Bahasa Arab.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada Ibu Nur Aini Pakaya S.Pd.i, M.Pd selaku dosen pembimbing mata
kuliah Leksikolgi Bahasa Arab dan kepada teman –teman serta rekan-rekan sekalian yang
telah terlibat dalam penyelesaian makalah ini.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca sekalian dan dapat menambah wawasan kita terhadap seni dalam islam.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal


pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini
sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam studi bahasa, leksikologi adalah cabang yang mempelajari kata-


kata dan kata-kata dalam konteks linguistik, termasuk struktur internal,
makna, penggunaan, dan perubahan seiring waktu. Leksikologi
memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana kata-kata membentuk
bahasa kita dan bagaimana kita menggunakan kata-kata tersebut untuk
berkomunikasi.

Kata-kata adalah bahan dasar dari bahasa manusia, dan kajian leksikologi
memperlihatkan kompleksitas dan kekayaan bahasa melalui penelusuran
berbagai aspeknya. Dari kata-kata sehari-hari yang sederhana hingga
kosakata khusus dalam bidang ilmiah, leksikologi membantu kita
memahami bagaimana kata-kata ditemukan, dibentuk, dan digunakan
dalam konteks yang berbeda.

Dalam pendahuluan ini, kami akan menjelajahi konsep-konsep utama


dalam leksikologi, termasuk pembentukan kata, makna, perubahan makna,
dan peran konteks dalam menentukan makna kata-kata. Kami juga akan
membahas relevansi leksikologi dalam pembelajaran bahasa, analisis teks,
dan pemahaman budaya.
Dengan memahami prinsip-prinsip leksikologi, kita dapat menghargai
keindahan dan kekayaan bahasa, serta menjadi lebih efektif dalam
berkomunikasi dalam berbagai situasi dan konteks.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kata dan makna dalam Leksikologi Bahasa Arab?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui arti kata dan makna dalam Leksikologi Bahasa
Arab

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kajian Makna

1. Pengertian Makna

Kata ma'na, dalam ilmu semantik, sering disebut 'tanda' (dalalah). Ali Al-
Khuli mendefinisikan, makna/tanda (meaning) adalah:

‫ ما يفهمه الشخص من الكلمة أو العبارة أو الجملة‬: ‫المعنى أو الداللة‬.

“Makna/Tanda adalah sesuatu yang dipahami seseorang, baik berasal dari kata,
ungkapan, maupun kalimat.”

Secara etimologi, kata ma'na berasal dari ‘anni yang salah satu maknanya
ialah melahirkan. Karena itu, makna diartikan sebagai perkara yang dilahirkan
dari tuturan. Perkara ter- sebut ada di dalam benak manusia sebelum diungkapkan
dalam sarana bahasa. Sarana ini berubah-ubah sesuai dengan perubahan makna
tersebut di dalam benak. Perkara yang terdapat di dalam benak disimpulkan
sebagai hasil peng- alaman yang diolah akal secara tepat.

2. Pengertian Simbol
Pengbahasan tentang simbol, dalam linguistik, kini telah dikaji secara khusus
di dalam ilmu semiotika (IlIm Al-'Alamaal) Secara etimologi, semiotics berasal
dari bahasa Yunani 'semeion' yang diambil dari kata 'sema' berarti 'tanda'.

3. Pengertian acuan

Acuan/sesuatu/benda yang juga disebut "petanda" (Madlul/Musyar Ilaih)


merupakan komponen ketiga yang menjadi bahasan semantik, terutama dalam
kaitannya dengan teori 'segitiga makna'. Acuan adalah sesuatu atau benda yang
ditunjuk oleh kata/bahasa dan bertempat di luar kata/bahasa, baik sesuatu tersebut
bersifat realistis (hakikat), imajinatif (khayaliyah), maupun ilusi (wahmiyah).

4. Makna dan Informasi

Dalam berbahasa, antara 'makna' (Al-Ma'na) dan 'informasi' (Al-Ma'lum)


seringkali dianggap sama. Padahal, keduanya berbeda. Informasi bukan makna,
sebab makna menyangkut keseluruhan masalah dalam ujaran (intra- lingual),
sedangkan informasi itu hanya menyangkut masalah luar ujaran (ekstra-lingual).
Dengan kata lain, makna meliputi semua komponen konsep yang terdapat pada
sebuah kata, sedangkan informasi hanya menyangkut komponen konsep dasarnya
saja.

5. Makna Informasi dan Maksud

Dalam berbahasa, antara 'makna' (Al-Ma'na) dan 'informasi' (Al-Ma'lum)


seringkali dianggap sama. Padahal, keduanya berbeda. Informasi bukan makna,
sebab makna menyangkut keseluruhan masalah dalam ujaran (intra- lingual),
sedangkan informasi itu hanya menyangkut masalah luar ujaran (ekstra-lingual).
Dengan kata lain, makna meliputi semua komponen konsep yang terdapat pada
sebuah kata, sedangkan informasi hanya menyangkut komponen konsep dasarnya
saja.

B. Teori memahami Makna

Dalam linguistik modern, ada beberapa teori yang dipakai untuk memahami
makna, antara lain:
1. Nadzariyah Isyariyah (Teori Referensial)

Teori Referensial/Isyariyah adalah teori pertama yang berusaha


memahami hakekat makna. Teori ini berpendapat bahwa makna sebuah ungkapan
kata/kalimat ialah apa yang dirujuknya atau untuk apa ungkapan dipakai.

2. Nadzariyah Tashawwuriyah (Teori Konseptual)

Nama lain dari 'Nadzariyah Tashawwuriyah' adalah teori konseptual, teori


ideasional, teori intensional, dan teori mentalistik. Menurut teori ini, makna suatu
ungkapan ialah ide atau konsep yang dikaitkan dengan ungkapan itu dalam
pikiran orang yang mengetahui ungkapan itu. Berarti, makna berada di dalam
benak atau pikiran manusia (dzihniyah), ketika sebuah kata didengar oleh
pendengar atau dipikirkan oleh pembicara.

3. Nadzariyah Sulukiyah (Teori Behavioris)

Teori Behavioris mengatakan bahwa makna suatu ungkapan ialah rangsangan


(Matsir) yang menimbulkannya, atau respons (Istijab) yang ditimbulkannya, atau
kombinasi dari rangsangan dan respon, pada waktu pengungkapan kalimat itu.

4. Nadzariyah Siyaqiyah (Teori Kontekstual)

Menurut teori ini, cara untuk memahami makna bukan dengan melihat,
mendeskripsikan, atau mendefinisikan acuan/benda. Akan tetapi, makna dipahami
melalui konteks kebahasaan (siyaq lughawi) yang digunakan dan konteks situasi-
kondisi (siyaq hal-mawqif) pada saat ungkapan itu terjadi.

C. Kata dan Makna dalam kajian Ushul Fiqh

Teks Al-Qur'an dan As-Sunnah menggunakan bahasa Arab. Hukum yang


diambil dari teks tersebut dapat dipahami secara benar jika memperhatikan
tuntunan tatabahasa, cara pengambilan makna yang ditunjuk oleh kata atau
susunan kalimat dalam bahasa Arab. Demi kepentingan isntintaj al- ahkam
(pengambilan hukum), ulama Ushul Fiqih sangat memperhatikan masalah kata
dan maknanya.
1. Dalalah Mantuq (sign operative)

Yaitu, sesuatu yang ditunjukkan oleh lafal pada saat diucapkan; yakni
bahwa penunjukan makna berdasarkan materi huruf-huruf yang terucap. Dalalah
Mantuq diklasifi- kasikan sebagai berikut:

a. Nash

b. Dhahir

c. Muawwal

d. Iqtidha’

e. Isyarat

2. Dalalah Mafhum (sign concept)

Mafhum adalah makna yang ditunjukkan oleh lafal, tidak berdasarkan


pada bunyi ucapan (makna tersurat). Mafhum terbagi menjadi dua macam;

a. Mafhum muwafaqah

b. Mafhum mukhalafah.

3. Kata Umum ('Aam)

Yaitu, kata yang cakupan maknanya bersifat umum, merata, tidak terbatas.
Bentuk (shigat) kata umum dalam bahasa Arab ada tiga macam, yaitu:23

a. Bentuk Isim Mufrad (kata benda tinggal)

b. Isim Jama’ (plural) dengan artikel “AL”

c. Isim Mubham

4. Kata Khusus (Khash)

Kata Khusus adalah kebalikan kata umum. Definisi kata khusus yaitu lafal
yang cakupannya hanya mengena pada sesuatu yang terbatas. Yang dimaksud
'sesuatu terbatas' ini, boleh berjumlah satu, dua, tiga atau lebih asalkan terbatas.
5. Hakekat (Makna Asli)

Yaitu, kata yang dalam penggunaannya tetap menurut makna sebenarnya.


Misalnya, Kambing gembong. Gembong artinya pejantan. Termasuk bagian
hakikat lughawi, kata yang dalam percakapan sudah dipakai sebagai istilah.
Misalnya, Ibu kota, artinya kota pusat. Hakekat terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Hakikat Lughawi

b. Hakikat Syar’i

c. Hakikat Urf

6. Majaz (Makna Kiasan)

Majaz/Kiyasan ialah kata yang (dipakai) di luar makna aslinya. Misalnya,


gembong-gembong ulama, kata gembong- gembong artinya tokoh-tokoh.
Prosedur perubahan kata hingga ia memiliki makna majaz, ada 4 cara, yaitu:

a. Ziyadah (menambah kata)

b. Nuqshan (mengurangi kata)

c. Naql (memindah arti)

d. Isti’arah (meminjam kata untuk arti lain)

D. Hubungan Kata dan Makna

1. Etimologi

‫بين‬cc‫ا وي‬cc‫ فرع من علم اللغة يتتبع أصل الكلمة تاريخيا من حين ظهوره‬: ‫االيتمولوجيا أو علم أصول الكلمات‬
‫ل في‬cc‫ ب‬، ‫ب‬c‫دة فحس‬c‫ة الواح‬cc‫ة ال في اللغ‬cc‫ل الكلم‬c‫بين أص‬cc‫نى وي‬cc‫ظ أو المع‬c‫يرات في اللف‬cc‫ا من تغ‬cc‫رأ عليه‬c‫ما ط‬
‫المجموعة اللغوية التي تنتمي إليها أيضا‬.

Etimologi adalah salah satu cabang dari linguistik yang berusaha


menelusuri asal-usul kata secara historis sejak munculnya kata tersebut, dan
menjelaskan perubahan- perubahan yang terjadi pada kata dan makna. Penjelasan
asal-asul kata, tidak terbatas pada satu bahasa saja, tetapi juga meliputi kumpulan
bahasa yang berkembang.

2. Homonim dan Homofon

‫ عبارة عن كلمات متشابهة في النطق والكتابة ولكنها مختلفة في الداللة‬: ‫الهومونيمي‬.

Homonimi (Al-Musytarak Al-Lafdzi) adalah beberapa kata yang sama,


baik pelafalannya maupun bentuk tulisan- nya, tetapi maknanya berlainan.
Sesungguhnya, kata-kata yang berhomonimi merupakan kata-kata yang berlainan
dan kebetulan bentuknya sama. Oleh karena itu, maknanya juga tidak sama.

3. Polisemi

‫ هو عبارة عن كلمة واحدة لها أكثر من معنى‬: ‫البوليسيس‬.

Polisemi (Ta'addud Al-Ma'na) adalah sebuah kata yang maknanya lebih


dari satu, sebagai akibat adanya lebih dari sebuah komponen konsep makna pada
kata tersebut. Misalnya, kata kepala yang mengandung konsep makna selain
bermakna: (1) anggota tubuh manusia/hewan, juga memiliki maknaai (2)
pemimpin/ketua, (3) orang/jiwa, (4) bagian yang sangat penting, (5) bagian yang
berada di sebelah atas, (6) sesuatu yang bentuknya bulat atau menyerupai kepala.
Per- bedaan dan banyaknya makna dari kata kepala, dapat dimengerti dari contoh-
contoh kalimat berikut ini:

a. Ia menyundul bola dengan kepalanya.

b. Ibunya diangkat menjadi kepala Darma Wanita

4. Sinonim

‫ هو عبارة عن وجود كلمتين فأكثر لها داللة واحدة‬: ‫الترادف‬

Sinonimi (Al-Taraduf) adalah dua kata atau lebih yang maknanya kurang
lebih sama. Dikatakan "kurang lebih" karena memang, tidak akan ada dua buah
kata berlainan yang maknanya persis sama. Yang sama sebenarnya hanya infor-
masinya saja, sedangkan maknanya tidak persis sama. Misal- nya, kata jenazah,
bangkai, mayat, kata-kata ini disebut ber- sinonim, namun kata-kata ini tidak
persis sama maknanya. Buktinya, kata-kata yang bersinonim tidak bebas diper-
tukarkan secara bebas. Misalnya, "Aku melihat bangkai anjing", tidak bisa ditukar
dengan "Aku melihat jenazah anjing".

5. Antonim

‫ هو عبارة عن وجود كلمتين فأكثر لها داللة متضادة‬: ‫التضاد‬

Antonim (Al-Tadhad) adalah dua buah kata atau lebih yang maknanya
'dianggap' berlawanan. Disebut 'dianggap' karena sifat berlawanan dari dua kata
yang berantonim ini sangat relatif. Ada kata-kata yang mutlak berlawanan, seperti
kata mati dengan hidup, kata siang dengan malam. Ada juga yang tidak mutlak,
seperti kata jauh dengan dekat, kata kaya dengan miskin. Seseorang yang tidak
‘kaya’ belum tentu ‘miskin’. Begitu juga sesuatu yang ‘tinggi’ belum tentu
‘rendah’.

6. Hipernim dan Hiponim

Hipernimi (Al-Syamil) adalah kata-kata yang maknanya melingkupi


makna kata-kata yang lain. Misalnya, kata binatang maknanya melingkupi makna
kata-kata seperti singa, kuda, sapi, kambing dan sebagainya. Dengan kata lain
yang disebut binatang bukan hanya singa saja, tetapi termasuk juga kuda, sapi,
kambing dan sebagainya.

Kalau hipernimi adalah kata atau ungkapan yang maknanya melingkupi


makna kata atau ungkapan lain, maka hiponimi (Masymul) adalah kata yang
maknanya termasuk di dalam makna kata atau ungkapan lain.

7. Disharmoni (Tanafur)

‫ وهو إذا كانت الكلمات من حقل وكل واحدة ال تضاد األخرى وال تشتمل على معناها‬: ‫التنافر‬.

Disharmoni adalah apabila beberapa kalimat berada di dalam satu bidang


makna, namun tiap-tiap kata tidak menjadi lawan kata dengan kata yang lain, dan
tidak pula menjadi bagian dari makna kata yang lain.

Disharmoni dibedakan menjadi 4 (empat) macam, yaitu:


a. Disharmoni Parsial (Al-Tanafur Al-Juz'i)

b. Disharmoni Sirkulasi (Al-Tanafur Al-Da’iri)

c. Disharmoni Organisasi (Al-Tanafur Ar-Ratbi)

d. Disharmoni Asosiasi (Al-Tanafur Al-Intisabi)

8. Konotasi

Konotasi atau nilai rasa kata adalah pandangan baik- buruk atau positif-
negatif yang diberikan oleh sekelompok masyarakat bahasa terhadap sebuah kata.
Nilai rasa kata ini sangat ditentukan oleh pengalaman, kebiasaan dan panda- ngan
hidup yang dianut masyarakat pemakai bahasa itu. Misalnya, kata ‫ خنزیر‬atau babi
yang makna sebenarnya 'sebangsa binatang ternak berkaki empať, di daerah-
daerah yang mayoritas penduduknya beragama Islam memiliki nilai rasa jijik,
kotor, haram. Tetapi di daerah yang penduduknya tidak beragama Islam tentu
tidak bernilai demikian.

E. Jenis Makna

Karena bahasa digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam


kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam
dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Berbagai nama jenis makna telah
dikemukan oleh para ahli bahasa dalam buku-buku linguistik atau semantik.

Abdul Chaer membagi jenis-jenis makna menjadi 12 macam, yaitu: makna


leksikal, gramatikal, kontekstual, referensial dan non referensial, denotatif,
konotatif, kon- septual, asosiatif, kata, istilah, idiom serta makna peribahasa.

1. Makna Leksikal

Makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan
hasil observasi indera kita, maka ia bersifat apa adanya, atau makna yang ada di
dalam kamus. Misalnya, leksem 'kuda' memiliki makna leksikal sejenis binatang
berkaki empat yang biasa dikendarai, 'pensil' bermakna leksikal sejenis alat tulis
yang terbuat dari kayu dan arang, dan 'air' bermakna leksikal sejenis barang cair
yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari.

2. Makna Gramatikal

Makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses grama- tikal seperti
afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi. Umpamanya, dalam proses
aplikasi prefiks ber- dengan baju melahirkan makna gramatikal 'mengenakan atau
memakai baju', dengan dasar kuda melahirkan makna gramatikal ‘’mengendarai
kuda’.

3. Makna Kontekstual

Makna kontekstual adalah makna sebuah laksem atau kata yang berada
dalam suatu konteks. Misalnya, makna konteks kata kepala pada kalimat berikut:

a. Rambut di kepala nenek belum ada yang putih.

b. Sebagai kepala sekolah dia harus menegus murid itu.

c. Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu.

d. Kepala paku dan kepala jarum tidak sama bentuknya.

4. Makna Referensial

Sebuah kata disebut bermakna referensial kalau ada referensinya, atau


acuannya. Kata-kata seperti seperti 'kambing' disebut bermakna referensial kalau
ada referensinya, atau acuannya. Kata-kata seperti 'jika', 'meskipun', adalah kata-
kata yang tidak bermakna referensial karena kata-kata itu tidak mempunyai
referens, atau disebut juga kata bermakna 'non referensial' (memiliki makna, tetapi
tidak mempunyai acuan).

5. Makna Denotatif

Makna Denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya
yang dimiliki oleh sebuah kata. Umpama- nya, kata kurus bermakna denotatif
yang mana artinya 'keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang
normal'. Kata bunga bermakna denotatif yaitu 'bunga yang seperti kita lihat di
taman bunga'.

6. Makna Konotatif

Makna Konotatif (Makna Majazi) adalah makna lain yang ditambahkan


pada makna denotatif tadi yang berhubu- ngan dengan nilai rasa dari orang atau
kelompok yang menggunakan kata tersebut. Contoh makna konotatif, kata kurus,
misalnya, berkonotasi netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan.

7. Makna Konseptual

Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem


terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual
'sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, dan kata rumah memiliki
makna konseptual 'bangunan tempat tinggal manusia".

8. Makna Asosiatif

Makna Asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata
bahasa. Misalnya, kata melatı berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian,
kata merah berasosiasi dengan berani dan kata buaya berasosiasi dengan jahat
atau kejahatan. Makna asosiatif ini sebenarnya sama dengan lambang atau
perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat pengguna bahasa untuk
menyatakan konsep lain, yang mempunyai kemiripan dengan sifat keadaan, atau
ciri yang ada konsep asal kata tersebut.

9. Makna Kata

Setiap kata atau leksem memiliki makna. Pada awalnya, makna yang
dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotatif atau makna
konseptual. Namun dalam penggunaan makna kata itu baru menjadi jelas jika kata
itu sudah berada dalam konteks kalimatnya atau konteks situasi- nya. Oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa makna kata masih bersifat umum, kasar, dan tidak
jelas. Kata tangan dan lengan sebagai kata, maknanya lazim dianggap sama,
seperti pada contoh (a) dan (b) berikut.

a. Tangannya luka kena pecahan kaca.

b. Lengannya luka kena pecahan kaca.

Jadi, kata tangan dan kata lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim
atau bermakna sama.

10. Makna Istilah

Yang disebut istilah adalah yang mempunyai makna yang pasti, jelasm
dan tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Yang perlu diingat adalah
bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada keilmuan atau kegiatan tertentu.
Umpamanya, kata tangan dan kata lengan yang men- jadi contoh di atas. Kedua
kata itu dalam bidang kedokteran mempunyai makna yang berbeda. Tangan
bermakna 'bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan', sedangkan lengan
adalah 'bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu'.

11. Makna Idiom

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari
makna unsur-unsunya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal.
Umpamanya, secara gramatikal bentuk menjual rumah bermakna 'yang menjual
menerima uang dan yang membeli menerima rumahnya, tetapi dalam bahasa
Indonesia bentuk menjual gigi tidak memiliki makna seperti itu, melainkan
bermakna 'tertawa keras-keras. Jadi, makna seperti yang dimiliki bentuk menjual
gigi itulah yang disebut makna idiomatikal. Contoh lain dari idiom adalah
membanting tulang dengan makna 'bekerja keras', meja hijau dengan makna
'pengadilan'.

12. Makna Pribahasa

Berbeda dengan idiom yang maknanya tidak dapat diramalkan secara


leksikal maupun gramatikal, maka yang disebut pribahasa memiliki makna yang
masih dapat dite- lusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya. Karena ada- nya
asosiasi antara makna asli dengan makna sebagai pri- bahasa. Umpamanya,
pribahasa 'seperti anjing dan kucing' yang bermakna 'ihwal dua orang yang tidak
pernah akur'. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing
dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.

KESIMPULAN

Kaligrafi adalah suatu tulisan yang ditulis dengan indah atau suatu
kepandaian menulis elok dan boleh juga dikatakan seni tulisan indah. Di dalam
seni rupa Islam, tulisan arab seringkali dibuat kaligrafi. Biasanya isinya ayat-ayat
Al-Quran dan katta-kata bijak. Bentuknya bermacam-macam, tidak selalu pena
diatas kertas, tetapi seringkali juga ditatahkan di atas logam atau kulit. Kaligrafi
adalah seni yang dihormati di antara berbagai seni rupa Islam, karena merupakan
alat utama untuk melestarikan Al-Qur'an. Salah satu bentuk penerapan kaligrafi
Islam sebagai seni hias adalah di Istana Al Hamra, Spanyol.
DAFTAR PUSTAKA

Hafid Abdul Karim, “Taqdim dan Ta’khir dalam Al-Qur’an (Pendekatan Qawaid al- Lughah
al-‘Arabiyah)”, Al-Jami’ah , Vol.39, No. 1, Juni 200

Al-Hasyimi Ahmad, Jawahir al-Balaghah (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah. 1971)

Al-Jurjani Abdul Qahir, Dala’ilul I’jaz (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1999)

Al-Hasyimi Ahmad, Jawahir al-Balaghah (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah. 1971).

Shihab Quraish, kaidah Tafsir, Tangerang, lentera Hati, 2015


Sirojuddin. (2000). Seni Kaligrafi Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Akbar, Ali. (1995). Kaidah Menulis Dan Karya-Karya Master Kaligrafi Islam. Jakarta: PT.
Pustaka Firdaus.

Aliyah, Darul Ulum Press. (1991). Serial Belajar Kaligrafi 6: Untuk Madrasah. Bag.II, Jakarta

Makin, Nurul. (1995). Kapita Selekta Kaligrafi Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas

Khoiri, Ilham. (1999). Al-Qur’an dan Kaligrafi. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai