UNIVERSITAS LAMPUNG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul ”Jenis-jenis Makna” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Semantik Bahasa Indonesia yang diampu oleh
Ibu Dr. Sumarti, S.Pd., M.Hum.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
LAMPIRAN .....................................................................................................17
iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Secara etimologis, kata semantik berasal dari bahasa Inggris, yaitu semantics.
Sebaliknya, dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti 'tanda' atau dari
kata kerja samaino yang berarti 'tanda'. Menurut ahli bahasa, istilah ini mengacu
pada linguistik yang mempelajari makna menurut (Djajasudarma, 1999:1) yang
telah dijelaskan Dalam jurnal Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya. Secara umum,
semantik adalah cabang linguistik yang mempertimbangkan dan mempelajari arti
atau makna. Semantik merupakan salah satu dari tingkatan analisis bahasa yaitu
fonologi dan grammar atau tata bahasa dan semantik
Semantik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari makna bahasa dan
cara bahasa digunakan untuk menyampaikan makna tersebut. Istilah "semantik"
berasal dari bahasa Yunani "semantikos", yang berarti "menunjukkan atau
menunjukkan tanda".Sebagai bidang studi, semantik telah berkembang selama
beberapa abad terakhir, mulai dari studi filosofis tentang makna kata-kata dan
tanda-tanda hingga pendekatan modern yang didasarkan pada analisis bahasa
secara sistematis. Semantik modern didasarkan pada gagasan bahwa bahasa
mencerminkan dunia yang di sekitar kita dan bahwa makna kata atau ungkapan
dapat ditemukan melalui hubungannya dengan objek, tindakan, atau konsep yang
diacu.
1
seseorang. Semantik, di sisi lain, adalah istilah yang lebih umum dalam linguistik.
Hal ini karena semantik lebih spesifik karena hanya berbicara tentang makna atau
makna bahasa sebagai cara berkomunikasi secara verbal. Hal tersebut seperti yang
dikatakan di atas, bahwa para ahli bahasa pada awalnya tidak terlalu
memperhatikan studi semantik. Tapi ini tidak berarti bahwa tidak pernah ada
pekerjaan yang dilakukan pada semantik dalam sejarah studi bahasa. Sebaliknya,
ahli tata bahasa selalu tertarik pada arti kata dan sering lebih tertarik pada arti kata
daripada fungsi sintaksisnya. Ketertarikan ini dapat dilihat dari banyak kamus
yang telah ditulis selama bertahun-tahun, tidak hanya di Barat tetapi juga di
belahan dunia lain di mana bahasa dipelajari.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna adalah sebagai arti atau
pengertian yang diberikan kepada bentuk kebahasaan. Menurut Ullman (dalam
Mansoer Pateda, 2001: 82), makna adalah hubungan antara makna dengan
pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure (dalam Abdul Chaer, 1994: 286)
mengungkapkan bahwa pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang
dimiliki terdapat pada suatu tanda linguistik. Menurut pandangan Saussure,
makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki pada sebuah tanda linguistik
dan setiap tanda linguistik terdiri atas dua unsur, yaitu yang diartikan (signifed),
dan yang mengartikan (signifer).
3
seperti siapa nama pencuri itu? Apakah laki-laki atau perempuan? Pukul berapa
pencuri itu datang? dan sebagainya. Demikian pula dengan kata: masuk, rumah,
semalam. Maksudnya, apakah yang dimaksud dengan kata: masuk, rumah,
semalam? Misalnya, apakah masuk lewat pintu atau jendela? Rumah siapa yang
dimasuki? dan sebagainya. Seandanya kalimat pencuri masuk rumah semalam,
kita dengar dari teman kita yang sedang berbincang-bincang dengan kita, tentu
kita dapat menanyakan hal yang berkaitan dengan kalimat tersebut sehingga kita
dapat memahami keseluruha kalimat. Itu sebabnya dikatakan istilah makna
merupakan istilah yang membingungkan. Terkadang makna yang ada dalam
lambang tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
a. Makna Leksikal
4
mengenai makna kata disebut juga kajian semantik leksikal. Makna leksikal atau
makna leksikon tidak berada dalam konteks atau terlepas dari konteks. Menurut
Aminunuddin (1988: 87), makna lesikal merupakan lambang kebahasaan yang
masih bersifat dasar, yaitu belum mengalami konotasi serta hubungan gramatik
dengan kata yang lain. Oleh karena itu, leksikal merupakan makna yang
sebenarnya.
b. Makna Gramatikal
5
dengan makna kontekstual atau makna situasional. Selanjutnya karena proses dan
satuan-satuan gramatikal tersebut selalu berkenaan dengan struktur kebahasaan,
maka dari itu disebut juga dengan makna struktural.
6
yaitu membuat jadi ........... Namun, dapat menggalakkan dan memenangkan,
tidaklah bermakna membuat jadi galak dan membuat jadi menang, hal itu
melainkan bermakna memperoleh kemenangan dan menggiatkan. Untuk contoh
lain pada proses afiksasi yang tidak bermakna gramatikal yaitu pada kata
berpulang, bersalin, meninggal, dan kemaluan.
Selanjutnya, dalam bahasa Indonesia juga terdapat kata dua. Kalau kata
dua ditempatkan dalam kalimat, sebagai contoh: Dua? Dua! Masih dua. Baru
dua. Masih dua. Dua kali. Dua lagi. Dua-dua! Kata, urutan kata dua yang telah
disebutkan sebelumnya memperlihatkan bahwa memiliki makna yang berbeda
antara satu sama lain. Makna tersebutlah yang disebut sebagai makna gramatikal.
Makna gramatikal ini juga dipelajari secara luas dalam semantik gramatikal.
a. Makna Denotatif
Makna denotatif adalah jenis makna yang bersifat konvensi dan objketif.
Makna denotatif didasarkan oleh hubungan yang lugas antara satuan bahasa
dengan wujud di luar bahasa. Menurut Harimurti (1982) yang dimuat dalam
Mansoer Pateda (2010) menjelaskan bahwa makna denotatif didasarkan atas
petunjuk yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan pada
konvensi tertentu. Chaer (2013) dalam Hayati (2022) menyatakan bahwa makna
denotative pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif
ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sebenarnya menurut penglihatan,
penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Secara sederhana,
makna denotative sering diartikan sebagai makna sebenarnya. Sebagai contoh,
kata menggarap maknanya selalu dikaitkan dengan proses menggarap tanah,
membajak, mengupayakan agar tanah menghasilkan sesuatu yang bernilai
ekonomi. Kata menggarap tersebut tidak dikaitkan sebagai upaya seseorang dalam
memberikan pengaruh. Dengan demikian, makna denotatif merupakan makna
sebenarnya yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
7
b. Makna Konotatif
Kata “lahap” bukan diartikan sebagai suka makan atau rakus. Kata lahap telah
memiliki makna konotasi yang berarti telah habis. Begitu pun dengan kalimat “si
jago merah.” Yang memiliki arti kebakaran.
a. Makna Literal
Makna literal atau juga disebut sebagai makna harfiah atau arti harfiah
adalah arti kata yang paling mendasar, bukan arti turunan (derivatif). Lalu
bagaimana kita tahu arti kata yang literal atau tuturan yang literal dengan yang
bukan literal. Knowles dan Moon, 2005 dalam (Yusuf 2014) mengungkapkan
makna literal adalah makna literal dari sebuah dunia mengacu kepada sebuah
entitas konkrit dengan eksistensi fisik dalam dunia. Menurut kamus linguistik
Kridalaksana, makna literal adalah makna yang diperoleh dari penggunaan suatu
kata atau ungkapan secara harfiah atau sesuai dengan arti kata dasarnya. Dari
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa makna literal adalah makna yang
acuannya bisa rujuk secara fisik, konkret dalam dunia nyata dan sesuai dengan arti
kata dasarnya.
8
Misalnya pada kalimat “Di sungai ini banyak lintah”. Kata lintah merujuk
pada nama binatang, yaitu binatang air seperti cacing, berbadan pipih bergelang-
gelang, biasnya berwarna hitam atau cokelat tua, pada kepala dan ujung badannya
terdapat alat untuk menghisap darah. Secara lugas makna kata lintah pada contoh
tersebut mengacu pada referen yang sesungguhnya, yaitu hewan penghisap darah.
Selain itu, pada kalimat “Hati-hati di hulu sungai ini banyak buaya”. Kata buaya
pada kalimat tersebut merujuk pada salah satu binatang reptil berdarah dingin,
bertubuh besar dan berkulit keras, bernafas dengan paru-paru, hidup di sungai atau
di laut. Referen buaya mengacu pada salah satu jenis binatang buas yang
berbahaya. Kedua kata tersebut semuanya mengacu pada makna yang
sesungguhnya, yaitu makna literal.
b. Makna Figuratif
Misalnya pada kalimat “Pekerjaannya seperti lintah darat”. Makna lintah pada
kalimat tersebut tidak mengacu langsung pada makna lintah yang sesungguhnya,
yaitu salah satu jenis hewan penghisap darah, tetapi mengacu pada makna kiasan,
yaitu berkaitan dengan perilaku seseorang yang meminjamkan uang dengan
pengembalian yang sangat tinggi. Selain itu, pada kalimat “Orang itu terkenal
sebagai buaya darat”. Demikian juga pada kata buaya tersebut tidak mengacu
pada salah satu binatang buas yang berbahaya, tatapi mengacu pada perilaku
seseorang yang sering mempermainkan perempuan. Dengan demikian, kedua kata
9
tersebut memiliki makna yang telah disimpangkan dari referennya yang
sesungguhnya. Penyimpangan makna kepada hal yang lainnya ini disebut dengan
makna figuratif.
Referen atau acuan boleh saja benda, peristiwa, proses, atau kenyataan.
Referen adalah sesuatu yang ditunjuk oleh lambang. Jika, seseorang mengatakan
sungai, maka yang ditunjuk oleh lambang tersebut, yakni tanah yang berlubang
lebar dan panjang tempat air mengalir dari hulu ke danau atau laut. Kata sungai
langsung dihubungkan dengan acuannya. Tidak mungkin timbul objek, dan
asosiasi yang lain. Bagi mereka yang pernah melihat sungai; atau pernah mandi di
sungai, sudah tentu mudah memahami apa yang dimaksud dengan sungai. Makna
referensial mengisyaratkan kepada kita tentang makna yang langsung menunjuk
pada sesuatu, apakah benda, gejala, kenyataan, peristiwa, proses, sifat. Jadi, kalau
seseorang mengatakan marah, maka yang diacu adalah gejala marah, misalnya
muka yang cemberut, diam, dan kalau berbicara menggunakan bahasa yang
bernada tinggi yang kadang-kadang diikuti dengan anggota badan.
10
Makna referensial merupakan makna unsur bahasa yang sangat dekat
hubungannya dengan dunia di luar bahasa, apakah objek atau gagasan, dan yang
dapat dijelaskan melalui analisis komponen. Begitu seseorang berkata, lalu
pendengar langsung meng- hubungkan dengan acuannya. Kadang-kadang acuan
itu hanya dalam bayangan, maksudnya kita dapat membayangkan acuan tersebut
karena kita pernah membaca atau mendengar uraian tentang acuan tersebut.
Misalnya Baterei yang dikemas PT Gobel mengiklankan "anti bocor", dan kalau
orang mengatakan "Gadis itu telah bocor", atau "Mulut perempuan itu bocor",
maka kata bocor pada kedua kalimat ini sudah memiliki makna konotasi yang
lain.
11
Prinsip struktur unsurnya misalnya kata nyonya dapat dianalisis menjadi:
+ manusia; + dewasa; - laki-laki. Kata buku dapat dianalisis menjadi: + nama
benda; + benda padat; + digunakan sebagai tempat menulis; + digunakan oleh
murid-murid atau mahasiswa; - manusia; berkaki dua. Dengan analisis seperti ini
maka konsep sesuatu dapat dibatasi. Jadi, buku bukanlah manusia, dan juga bukan
benda yang berkaki dua.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.2 Saran
13
kami susun. Kami berharap makalah ini dapat memberikan benyak pengetahuan,
wawasan baru, dan manfaat bagi pembaca. Jika pembaca kurang memahami
materi dalam makalah ini, pembaca dapat mencari literatur tambahan melalui
media apapun agar tidak ada kekeliruan atau kesalahpahaman. Namun, sebagai
manusia yang tidak luput dari kekurangan, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun sehingga kami dapat memperbaiki yang ada pada
makalah ini. Terima Kasih.
14
DAFTAR PUSTAKA
Arifianti, I., & Wakhidah, K. (2020). Semantik: makna referensial dan makna
nonreferensial.
Arsyad, H., Rijal, S., & Rokhmansyah, A. (2020). Makna Konseptual Dan Makna
Asosiatif Narasi Iklan Rokok Di Televisi. Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa,
Sastra, Seni dan Budaya, 4(2), 277-289.
Hayati, N., A., Jadidah, N., N. 2022. Analisis Makna Denotatif dan Konotatif
Dalam Novel Dua Barista Karya Najhaty Sharma (Kajian Semantik).
Peneroka: Jurnal Kajian Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
2(1), 17-31.
Yusuf, T. (2014). Metafora Ganda Pada Kata Majemuk 935 Bahasa Inggris.
Jurnal Istek, 8(1).
15
LAMPIRAN
Analisis makna gramatikal dapat dilihat pada struktur kalimat yang tidak tersusun
secara baik. Pada susunan kalimat di atas terdapat makna yang taksa sehingga
memiliki arti yang membingungkan.. kalimat “Turunan tajam dan panjang”di atas
dapat dimaknai dengan jalan yang sangat panjang dan jalan yang tajam.
Kemudian pada frasa “Rem blong!” bila dikaitkan dengan kata-kata sebelumnya
memiliki makna yang taksa karena seolah-olah jalan yang tajam dan panjang
dapat menyebabkan rem blong.
Analisis makna konotatif pada gambar di atas dapat dilihat pada kalimat “Awas!!
Turunan tajam dan panjang.” Kalimat turunan tajam dan panjang merujuk pada
jalanan yang menurun dan berbahaya karena dapat menyebabkan kecelakaan.
Sehingga pengguna jalan diharapkan untuk berhati-hati. Hal ini di pertegas
dengan kata “awas.”
Analisis makna denotatif pada gambar di atas dapat dilihat pada kalimat “Awas!!
Turunan tajam dan panjang.” Kalimat tersebut merujuk pada jalanan menurun
yang tajam dan panjang, secara lugas makna kata tajam dan panjang mengacu
pada referen yang sesungguhnya.
16
Analisis kalimat “Nelpon murah sms-nya juga murah abis.” Pada gambar di atas
adalah sebagai berikut.
Analisis makna leksikal pada kalimat “nelpon murah.” Memiliki arti bahwa
pengguna dapat menelfon dengan harga yang terjangkau atau murah.
Analisis gramatikal pada kalimat “Nelpon murah sms-nya juga murah abis.”
Penyusunan kalimat pada pamflet tersebut kurang baik dan dapat memberikan
makna yang taksa.
Analisis konotatif pada kata “murah” berarti dapat dijangkau oleh semua kalangan
kemudian kata abis disini memiliki makna tidak bersisa. Jika kedua kata
digabungkan menjadi “murah abis” akan bermakna sangat murah dan dapat
dijangkau oleh semua orang. Kata abis tidak lagi menjadi makna “tidak bersisa”
melainkan dimaknai sebagai “sangat murah.”
17