2411417018
Estetika 305
Estetika Nusantara
1. Mistis – Religius
Ada dua kategori pembagian kebudayaan besar, yaitu kebudayaan Barat dan
kebudayaan Timur. Bangsa Indonesia yang berada di wilayah Nusantara ini termasuk
dalam wilayah kategori kebudayaan Timur. Secara tradisional, bangsa-bangsa di
wilayah Timur, pada umumnya memiliki orientasi nilai budaya yang bersifat mistis,
magis, kosmis, dan religius. Bangsa yang berorientasi pada nilai budaya seperti ini,
secara umum, ingin hidup menyatu dengan alam karena mereka menyadari bahwa
dirinya merupakan bagian dari alam. Alam sebagai sumber kehidupan memiliki
kekuatan atau potensi-potensi tertentu yang memberi dan mempengaruhi
kehidupannya. Oleh karena itu segala sesuatunya diarahkan untuk menuju kehidupan
yang harmoni dengan alam dan berusaha menghindari segala hal yang berakibat
bertentangan dengan atau melawan alam. Dalam pandangan semacam itu alam adalah
makrokosmos dan manusia adalah mikrokosmos. Karena itu jika ingin kehidupan ini
sejahtera dan selamat manusia sebagai mikrokosmos haruslah berusaha menyatukan,
menyelaraskan, atau mengharmnoniskan kehidupannya dengan alam sebagai
makrokosmos (lihat Sumardjo 2000).
Kedua, nilai klasifikasi simbolik yang mengatur posisi, peran, atau pembagian
sesuai dengan apa yang secara tradisional terjadi dalam kehidupan masayarakat Jawa.
Bahkan dalam beberapa unsur kebudayaan, seperti bahasa dan komunikasi, kesenian dan
kesusasteraan, keyakinan keagamaan, ritus, ilmu gaib, dan petangan, serta beberapa pranata
dalam organisasi sosialnya, penggunaan sistem klasifikasi simboliknya tampak begitu
menonjol (Koentjaraningrat 1984 : 428).
Ketiga, dalam perspektif budaya Jawa, keindahan suatu hal atau karya seni,
haruslah memperlihatkan nilai harmoni. Nilai harmoni akan memberikan kesan tenang,
tenteram, damai, cocok, selaras, serasi, dan seimbang dalam persepsi estetis seseorang
yang menikmatinya. Harmoni merupakan salah satu orientasi penting kehidupan orang
Jawa yang harus dapat diimplementasikan dalam seluruh aspek kehidupannya. Agar hidup
memperoleh keselamatan dan kesejahteraan lahir batin, orang harus dapat menjalin
hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang dengan sesama, dengan lingkungan alam, dan
dengan kekuatan-kekuatan gaib lainnya penguasa atau pencipta alam semesta (lihat :
Koentjaraningrat 1984 : 435-442).
Segala hal yang menimbulkan konflik atau pertentangan diupayakan untuk
dihindari dalam kehidupan sosial orang Jawa. Konflik atau pertentangan dirasakan dan
dipercaya akan menimbulkan ketidaknyamanan dalam menjalani hidup dan kehidupan.
Lebih parah lagi dapat menimbulkan kesengsaraan dan membawa petaka. Masyarakat Jawa
mempercayai nilai harmoni penting dalam sistem kehidupan orang Jawa untuk mencapai
keselamatan dan kesejahteraan hidup.
3. Estetika Hindu-Bali
Pandangan Hindunmengenai estetika ditulis oleh Bharata di sekitar abad V dengan
bukunya Natyasastra. Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa rasa lahir dari
manunggalnya situasi yang ditampilkan bersama dengan reaksi dan keadaan batin para
pelakunya yang senantiasa berubah. Pandangan ini oleh para pengikutnya dikembangkan
secara terus-menerus. Seorang ahli pikir Khasmir; Sangkuka sekitar abad X berpendapat
bahwa pengalaman estetik sebenarnya berada di luar bidang kebenaran dan
ketidakbenaran.
Dalam estetika Hindu dikenal rumusan bahwa suatu hasil seni untuk bisa dikatakan
indah dan berhasil harus memenuhi enam (sad) syarat atau perincian (angga), karena itu
rumusan itu disebut sad-angga. Keenam syarat pegangan itu adalah sebagai berikut :