Anda di halaman 1dari 9

PEMIKIRAN TEOLOGI ABUL HASAN AL-ASYARI

Alif Ma’rifatus Sa’adah

Jurusan Studi Agama Agama

Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang

E-mail: alifmarifa@gmail.com

ABSTRAK

Teologi As’yariyah muncul dipicu oleh situasi sosial politik yang berkembang
pada saat itu. Teologi al-Asy’ari muncul sebagai teologi tandingan dari aliran
Mu’tazilah yang bercorak rasional, aliran Mu’tazilah ini mendapat tantangan
keras dari golongan tradisionalil islam. Latar belakang al-Asy’ari berubah
pendirian dari kedudukannya sebagai pembela Mu’tazilah menjadi pembela
salaf dikalangan ulama’ terjadi perselisihan dan merupakan perdebatan yang
terus berkembang. Akan tetapi terlepas dari berbagai alasan para ahli al-
Asy’ari telah menjadikan pendapat-pendapatnya yang menyerang Mu’tazilah,
sebagai paham (aliran yang berdiri sendiri) dan paling banyak memperoleh
pengikut. Empat puluh tahun telah dihabiskan al-Asy’ari dalam mengabdikan
dirinya dibawah naungan bedera teologi Mu’tazilah, namun secara tiba-tiba
dia berbalik arah dan menjadi lawan tangguh yang begitu talak menyerang
Mu’tazilah. Ahli sunnah waljamaah adalah sebuah aliran teologi yang
dibangun oleh Abu Hasan al-Asyari teologi ini sering disubut dengan sebutan
(Teologi Moderat). Rumusan teologi al-Asyari selain menggunakan
argumentasi tekstual berupa teks-teks suci dari al-Qur’an dan al-Sunnah
seperti yang dilakukan oleh ahli hadis yang ia dukung, juga menggunakan
argumen rasional yang berupa mantik atau logika Aristoteles.

Kata kunci: Teologi, Madzhab, Abu Hasan Al-Asy’ari


PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Latar belakang al-Asy’ari berubah pendirian dari kedudukannya sebagai
pembela Mu’tazilah menjadi pembela salaf dikalangan ulama’ terjadi
perselisihan dan merupakan perdebatan yang terus berkembang. Akan tetapi
terlepas dari berbagai alasan para ahli al-Asy’ari telah menjadikan pendapat-
pendapatnya yang menyerang Mu’tazilah, sebagai paham (aliran yang berdiri
sendiri) dan paling banyak memperoleh pengikut. Empat puluh tahun telah
dihabiskan al-Asy’ari dalam mengabdikan dirinya dibawah naungan bedera
teologi Mu’tazilah, namun secara tiba-tiba dia berbalik arah dan menjadi lawan
tangguh yang begitu talak menyerang Mu’tazilah. Dalam kitab Al ibanah Al-
Asy’ari telah memproklamirkan dirinya sebagai suara pembela kebenaran dan
pengikut sunnah, dan mengategorikan pengiut Mu’tazilah dan Qodariyah
sebagai kelompok yang melenceng dari kebenaran dan ahli bid’ah.
2. Tujuan
Tujuan dari penulisan ini agar kita mengetahui lebih dalam tentang pokok-pokok
pemikiran teologi Abu Hasan Al-Asy’ari.
3. Manfaat
Manfaat dari penulisan ini adalah kita bisa mengetahui tentang latar belaang
terbentuknya pokok-pokok pemikiran teologi Abu Hasan Al-Ay’ari.
Abu Hasan Al-Asy’ari

Nama asli Abu Al-Hasan Al-Asy’ari ialah Ali Ibnu Isma’il , keluarga
Abu Musa Al-Asy’ari. Secara lengkap nama itu adalah Abi Al hasan Ali bin
Isma’il bin Ishakq bin Salim bin Ismail bin Abdillh bin Musa bin Bilal bin Abi
Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari . ia dilhirkan dikota basroh tahun 260H dan
wafat pada tahun 330 H (musa , 1975: 165-166). Al-Asy’ari adalah murud dan
belajar ilmu kalam dari seorang tokoh Mu’tazilah yaitu Al-juba’i Ibnu Asaki
mengatakan bahwa Al-Asyari adalah tokoh Mu’tazilah, Al-Asy’ari belajar dan
bersama gurunya selama 40 tahun, sehingga Al-Asyari termasuk tokoh
Mu’tazilah, bahkan karena kepintarannya dia sering mewaili gurunya dalam
berdiskusi namun dalam hal selanjutnya Al-Asyari menjauhkan diri dari
pemikiran Mu’’tazilah dan condong pada pemikiran para fuqoha’ dan ahli
hadist.

Tentang motif teologis yang mendorong Al-Asy’ari berubah haluan dari


Mutazilah kealiran salaf, banyak para ahli yang berpendapat sesuai versi yang
dapat dipaparkan sebagai berikut: pertama, ketidak puasan Al-Asy’ari atas
jawaban yang Al-juba’i berkaitan dengan keadilan tuhan yang diukur dengan
menggunakan batas-batas akal manusia. Kedua,karena memperoleh petunjuk
dari Nabi Muhammad SAW lewat mimpi. Dimana Nabi memerintahan keppeda
Al-Asy’ari teologi rasionalistik dan kembali berpegang kepada ajaran Al-Qur’an
dan Sunnah Rhoshull, setelah itu Al-Asyari mengurung diri didalam rumah
selama 15 hari merenungkan apa saja yang telaah diajarkan oleh guru-guru
Mutazilah, kemudian setelaah menemukan kemantapan jawabannya, dia
kemasjid dan mengumumkan bahwa dirinya telah meninggalkan ajaran
Mu’tazilah dan sebaaliknya akan membela faham salaf yang berpegang pada Al-
Qur’an dan As-Sunnah.

Disamping motif yang semata-mata bersifat teologis, mungkin saja Al-


Asy’ari kecewa dengan posisi kaum Mu’tazilah yang sudah tidak sesuai dengan
situasi baru setelah Al-Mutawakkil membatalkan keputusan Al-Ma’mun tentang
penerimaan aliran Mu’tazilah sebagai madzhab negara, kedudukan kaum
Mu’tailah mulai menurun. Apalagi setelah Al-Mutwakkil memberi penghargaan
dan penghormatan kepada Ibnu Hanbal, yang merupakan lawan Mu’tazilah
terbesar. Dengan demukian orang-orang yang diecewakan dan disakiti
Mu’tazilah leluasa untuk mengkritik dan menyerang Mu’tazila. Akibatnya
terjadilah perpeahan dan sebagian tokoh-tokoh meninggalkan barisan
Mu’tazilah, seperti Isa Al-Waroq, Ahmad Ibnu Al-Asy’ari, Ahmad Ibnu
Rawandi. Harun Nasution ketika mengomentari proses konversi Abu Hasan Al-
Asy’ari dari aliran Mu’tazilah keteologi barunya, menurutya itu hal yang sangat
mungin sekali bagi Al-Asy’ari membentuk teologi baru karena melihat posisi
Mutazilah yang semakin dimrginalkan dan semakin tidak diterima oleh kalangan
umum. mengapa Al-Asyari meninggalkan Mu’tazilah. Pada saat yang sama
sebelum adanya teologi yang teratur yang dapat dijadikan pedoman masyarakat
ditambah dengan keraguan yang ada pada diri Al-Asy’ari, maka lengkaplah
dorongna untuk menyusun teologi baru, yang kemudian terkenl dengan teologi
(madzhab) Al-Asy’ariyah, dan suatu nama yang dinisbatkan kepada sang
pendiri, Abu Hasan Al-Asy’ri.

Pemikiran Teologi Al-Asy’ari

Inti dari pokok teologi Al-Asyari adalah sunnisme karena pedoman yang
dianutnya adalah berpegang teguh kepada kitab Al-Qur’an, Sunnah Rashul dan
Riwayat Shohih dari para sahabat, tabi’in dan pemuka hadist. Pokok- pokok
pandangan al- Asy’ari secara rinci disampaikan sebagai berikut:

1. Al-Qur’an sebagai Kalam Allah


Pemikiran Al-Asy’ari tentang kalam Allah ini dibedakan menjdi dua,
kalam Nafsi (kalam Allah yang bersifat abstrak tidak berbentuk yang ada
pada zat diri tuhan) ia bersifat Qodim dan Azali serta tidak berubah oleh
adanya perubahan ruang, waktu dan tempat. Maka Al-Qur’an sebagai Kalam
Allah dalam artian buksnlsh makhluk, sedangkan Kalam Lafdhi (kalam
Allah yang diturunkan kepada Rashull dalam bentuk huruf atau kata-kata
yang dapat dibaca, ditulis atau disuarakan oleh makhluk-Nya, yakni berupa
Al-Qur’an yang dapat dibaca sehari-hari. Maka kalam dalam hal ini bersifat
Hadis (baru) dan termasuk makhluk.
Sebagai reaksi atas pandanagan Mu’tazilah yang mengatakan bahwa
kalam Allah tidak bersifat kekal tetapi bersifat baru dan diciptaan Allah,
maka Al-Asy’ari berpendapat bahwa kalam Allah tidaklah diciptakan , sebab
jika diciptakan, maka bertentangan dengan firman Allah (QS.AN-Nahl
16.40).
Artinya :
Sesungguhnya terhadap sesuatu apabila kami menghendakinya, kami
hanya mengatakan kepadanya “Jadilah” maka jadilah ssuatu itu.
Maka dapat dipahami bahwa kalam Allah, menurut aliran al-Asy’ri
adalah sifat, dan sebagai sifat Allah. Maka mustahil ia kekal, namun untuk
mengatasi persoalan bahwa yang tersusun tidak boleh bersifat kekal atau
qodim, seperti yang telah dikemukakan oleh Mu’tazilah, Al-Asy’ari
memberikan dua definisi yang berbeda, kalam yang tersusun disebut sebagai
firman dalam arti kiasan (lafdhi) sedangkan kalam yang sesungguhnya
adalah apa yang terletak dibalik yang tersusun tersebut (nafsi).

2. Melihat Allah
Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah dapat dilihat diakhirat, tetapi tifdak
digambarkan. Karena bisa saja itu terjadi bila Allah sendiri yang
menyebabkan dapat dilihat sesuai kehendaknya. Firman Allah dalam QS.
AL-Qiyamah 22-23:
Wajah-wajah (orang mu’min) pada hari itu berseri seri. Kepada tuhannyalah
mereka melihat.
Argumen logika yang dikemukakan adalah bahwa Tuhan itu ada, maka
melihat-Nya dengan mata kepala dalah hal yang mungkin, karena sesuatu
yang tidak bisa dilihat dengan mata kepala itu tidak bisa diakui adanya.
Sama seperti sesuatu yang tidak ada
3. Keadilan
Asyari tidak sependapat dengan Mutazilah yang mengharuskan Allah
harus berbuat adil sehingga harus menyiksa orang yang salah dan memberi
pahala orang yang berbuat baik. Menurutnya Allah tidak memiliki keharusan
apapun karnya Ia adalah penguasa mutlak.
Dalam pandangan Asy’ariah, tuhan itu adil, sedangkan dalam pandangan
Mutazilah standar adil dan tidak adil dalam pandangan manusia untuk
menghukumi Tuhan, sebab segala sesuatu yang berkenaan dengan kebaikan
manusia hukumnya wajib bagi Tuhan.
Keadilan dalam pandangan asyariah sebagaimana dikutip Ash-Syarstani,
adalah menempatkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya. Oleh karena,
alam dan segala sesuatu yang ada didalamnya adlah milik Allah, maka Dia
dapat berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya meskipun dalam pandangan
manusia tidak adil, dengan demikian, jika Allah telah menambah beban yang
telah ada pada manusia atau menguranginya, dalam pandangan Al-
Asy’ariyah, Allah tetap adil, bahkan Ia tetap adil meskipun mmemasukan
orang kedalam surga atau neraka-Nya, baik yang jahat maupun yang ta’at
dan banyak amalnya. Dan hal ini tidak memberi kesan bahwa Allah berlaku
Dzalim kepada hambah-Nya.
Berdasarkan keterangan tersebut, dapat dipahami bahwa keadilan Allah
menurut pemahaman Al-Asy’ari adalah bersifat absolut, Dia memberi
hukuman menurut kehendak mutlak-Nya, tidak terkait pada suatu kekuasaan
kecuali kekuasaan-Nya sendiri.
4. Kedudukan Orang yang Berbuat Dosa
Al-Asyari menegaskan bahwa oraang mukmin yang mengesahkan tuhan
tetapi fasik, terserah kepada tuhan, apakah akan diampuni-Nya dan masuk
syurga atau akan dijatuhi siksa karena keffasikannya, tetapi dimasukan-Nya
kedlaam syurga.
Dalam hal ini Al-Asyari berpendapat bahwa orng mukmin yang berbuat
dosa besar adalah fasiq, sebab iman tidak akan hilang karena dosa selain
kufur.
Berdasarkan pokok-pokok ajaran Asy’ariyah, ciri-ciri orang yang
menganut ajaran Asy’ariyah adalah sebagai berikut
a. Mereka berpikir sesuai denagan Undang-undang alam dan mereka
juga mempelajari ajaran itu.
b. Iman adalah membenaarkan dengan hari, amal kebaikaan aadalah
kewajiban untuk berbuat baik bagi manusia, dan mereka tidak
mengkafirkan oraang yang berbuat dosa besar.
c. Kehadiran tuhan dalam konsep Asy’ariyah terletak pada kehenda
mutlak-Nya.
KESIMPULAN

1. Asy’ari berpandanangan bahwa metode rasional Mu’tazilah akan membawa


islam kepada kehanccuran dan metode tekstuais akan membawa islam semakin
mundur, disamping itu hal ini juga telah menjadikan umat islam terpecah belah
maka untuk epentingan islam dan kesatuan umat alangkah baiknyabila kedua
belah pihak menccari jalur keluar dan di kompromikan pada suatu madzhab baru
yang merupakan jalan tengah (moderat) yang dapat mrnyatukan hati,
mengembalikan kesatuan umat islam dengan mengapresiasi kedua sumber
akidah secara proposional yaitu nash dan naql secara simultan.
2. Ahlu sunnaah waljamaah sadalah sebuah aliran teologi yang dibangun oleh Abu
Hasan Al-Asy’ari, teologi ini disebut dengan teologi moderat, rumusan teologi
Al-Asy’ari selain menggunakan argumen tekstual berupa teks-teks sui dari Al-
Qur’an dan ahli hadis sepertti yang dilakukan oleh ahli Hadis yang ia dukung,
juga menggunkan argumen rasional yang berupa mantik atau logika Aristoteles.
3. Pendekatan yang dipakai Al-Asy’ari dalam teologi ahlu sunnah wal jamaah
tergolong unik, beliau mengambil yang baik dari pendekatan tekstual salaffiyah
sehigga ia menggunakan argumen akal dan naql secara kritis, mengeksploitasi
akal secara maksimal tetapi tidak sebebas Mu’tazilah, memegang naql dengan
kuat tetapi tidak sekuat Hanbali dalam penolakan mereka terhaadap argumen
logika.
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam: Aliran aliran Sejara Anlisa Perbandingan.
Jakarta : Universitas Indonesia

Mufid, Fathul. 2013. Menimbang Pokok-pokok Pemikiran Teologi Imam Al-Asy’ari


dan Al-Mturidi. Fikrah. Vol.1, No.2

Supridin. 2014. Al-Asy’ariyah, Sejarah, Abu Hasan Al-Asy’ari dan Doktrin-doktrin


Ajarannya. Sulesana. Vol.9, No.2

Anda mungkin juga menyukai