E-mail: alifmarifa@gmail.com
ABSTRAK
Teologi As’yariyah muncul dipicu oleh situasi sosial politik yang berkembang
pada saat itu. Teologi al-Asy’ari muncul sebagai teologi tandingan dari aliran
Mu’tazilah yang bercorak rasional, aliran Mu’tazilah ini mendapat tantangan
keras dari golongan tradisionalil islam. Latar belakang al-Asy’ari berubah
pendirian dari kedudukannya sebagai pembela Mu’tazilah menjadi pembela
salaf dikalangan ulama’ terjadi perselisihan dan merupakan perdebatan yang
terus berkembang. Akan tetapi terlepas dari berbagai alasan para ahli al-
Asy’ari telah menjadikan pendapat-pendapatnya yang menyerang Mu’tazilah,
sebagai paham (aliran yang berdiri sendiri) dan paling banyak memperoleh
pengikut. Empat puluh tahun telah dihabiskan al-Asy’ari dalam mengabdikan
dirinya dibawah naungan bedera teologi Mu’tazilah, namun secara tiba-tiba
dia berbalik arah dan menjadi lawan tangguh yang begitu talak menyerang
Mu’tazilah. Ahli sunnah waljamaah adalah sebuah aliran teologi yang
dibangun oleh Abu Hasan al-Asyari teologi ini sering disubut dengan sebutan
(Teologi Moderat). Rumusan teologi al-Asyari selain menggunakan
argumentasi tekstual berupa teks-teks suci dari al-Qur’an dan al-Sunnah
seperti yang dilakukan oleh ahli hadis yang ia dukung, juga menggunakan
argumen rasional yang berupa mantik atau logika Aristoteles.
Nama asli Abu Al-Hasan Al-Asy’ari ialah Ali Ibnu Isma’il , keluarga
Abu Musa Al-Asy’ari. Secara lengkap nama itu adalah Abi Al hasan Ali bin
Isma’il bin Ishakq bin Salim bin Ismail bin Abdillh bin Musa bin Bilal bin Abi
Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari . ia dilhirkan dikota basroh tahun 260H dan
wafat pada tahun 330 H (musa , 1975: 165-166). Al-Asy’ari adalah murud dan
belajar ilmu kalam dari seorang tokoh Mu’tazilah yaitu Al-juba’i Ibnu Asaki
mengatakan bahwa Al-Asyari adalah tokoh Mu’tazilah, Al-Asy’ari belajar dan
bersama gurunya selama 40 tahun, sehingga Al-Asyari termasuk tokoh
Mu’tazilah, bahkan karena kepintarannya dia sering mewaili gurunya dalam
berdiskusi namun dalam hal selanjutnya Al-Asyari menjauhkan diri dari
pemikiran Mu’’tazilah dan condong pada pemikiran para fuqoha’ dan ahli
hadist.
Inti dari pokok teologi Al-Asyari adalah sunnisme karena pedoman yang
dianutnya adalah berpegang teguh kepada kitab Al-Qur’an, Sunnah Rashul dan
Riwayat Shohih dari para sahabat, tabi’in dan pemuka hadist. Pokok- pokok
pandangan al- Asy’ari secara rinci disampaikan sebagai berikut:
2. Melihat Allah
Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah dapat dilihat diakhirat, tetapi tifdak
digambarkan. Karena bisa saja itu terjadi bila Allah sendiri yang
menyebabkan dapat dilihat sesuai kehendaknya. Firman Allah dalam QS.
AL-Qiyamah 22-23:
Wajah-wajah (orang mu’min) pada hari itu berseri seri. Kepada tuhannyalah
mereka melihat.
Argumen logika yang dikemukakan adalah bahwa Tuhan itu ada, maka
melihat-Nya dengan mata kepala dalah hal yang mungkin, karena sesuatu
yang tidak bisa dilihat dengan mata kepala itu tidak bisa diakui adanya.
Sama seperti sesuatu yang tidak ada
3. Keadilan
Asyari tidak sependapat dengan Mutazilah yang mengharuskan Allah
harus berbuat adil sehingga harus menyiksa orang yang salah dan memberi
pahala orang yang berbuat baik. Menurutnya Allah tidak memiliki keharusan
apapun karnya Ia adalah penguasa mutlak.
Dalam pandangan Asy’ariah, tuhan itu adil, sedangkan dalam pandangan
Mutazilah standar adil dan tidak adil dalam pandangan manusia untuk
menghukumi Tuhan, sebab segala sesuatu yang berkenaan dengan kebaikan
manusia hukumnya wajib bagi Tuhan.
Keadilan dalam pandangan asyariah sebagaimana dikutip Ash-Syarstani,
adalah menempatkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya. Oleh karena,
alam dan segala sesuatu yang ada didalamnya adlah milik Allah, maka Dia
dapat berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya meskipun dalam pandangan
manusia tidak adil, dengan demikian, jika Allah telah menambah beban yang
telah ada pada manusia atau menguranginya, dalam pandangan Al-
Asy’ariyah, Allah tetap adil, bahkan Ia tetap adil meskipun mmemasukan
orang kedalam surga atau neraka-Nya, baik yang jahat maupun yang ta’at
dan banyak amalnya. Dan hal ini tidak memberi kesan bahwa Allah berlaku
Dzalim kepada hambah-Nya.
Berdasarkan keterangan tersebut, dapat dipahami bahwa keadilan Allah
menurut pemahaman Al-Asy’ari adalah bersifat absolut, Dia memberi
hukuman menurut kehendak mutlak-Nya, tidak terkait pada suatu kekuasaan
kecuali kekuasaan-Nya sendiri.
4. Kedudukan Orang yang Berbuat Dosa
Al-Asyari menegaskan bahwa oraang mukmin yang mengesahkan tuhan
tetapi fasik, terserah kepada tuhan, apakah akan diampuni-Nya dan masuk
syurga atau akan dijatuhi siksa karena keffasikannya, tetapi dimasukan-Nya
kedlaam syurga.
Dalam hal ini Al-Asyari berpendapat bahwa orng mukmin yang berbuat
dosa besar adalah fasiq, sebab iman tidak akan hilang karena dosa selain
kufur.
Berdasarkan pokok-pokok ajaran Asy’ariyah, ciri-ciri orang yang
menganut ajaran Asy’ariyah adalah sebagai berikut
a. Mereka berpikir sesuai denagan Undang-undang alam dan mereka
juga mempelajari ajaran itu.
b. Iman adalah membenaarkan dengan hari, amal kebaikaan aadalah
kewajiban untuk berbuat baik bagi manusia, dan mereka tidak
mengkafirkan oraang yang berbuat dosa besar.
c. Kehadiran tuhan dalam konsep Asy’ariyah terletak pada kehenda
mutlak-Nya.
KESIMPULAN
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam: Aliran aliran Sejara Anlisa Perbandingan.
Jakarta : Universitas Indonesia