Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HADITS-HADITS TENTANG IMAN


Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas “Hadits Tarbawi”
Dosen Pengampu : H.Subhan, M.Ag

Disusun Oleh :
Yedi Iskandar
Rikdi Risnanda
Ismatullah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DAARUSSALAAM


TAHUN AJARAN
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Setiap insan yang ingin mendalami agamanya perlu mempelajari ajaran
dasar yang terdapat didalam agama yang dianutnya. Sebagai contoh yaitu agama
Islam.
Orang yang beragama Islam mereka harus percaya bahwa adanya Tuhan
yang maha Esa, selain itu mampu mengetahui dasar-dasar ajaran dalam agama
Islam. Bukan hanya sekedar percaya namun harus meyakininya.
Didalam makalah ini akan kami paparkan materi tentang keimanan, yang
mencakup beberapa hal yang mana pembahasan ini akan dikuatkan oleh hadits-
hadits para sahabat tentang bagaimana keimanan kemudian menjadi pegangan yang
kokoh dalam menjalankan kehidupan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah pengertian keimanan?
2. Apa saja cabang keimanan?
3. Bagaimanakah karakteristik orang yang beriman?
4. Bagaimana buah dari keimanan?

C. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui pengertian keimanan
b. Mengetahui cabng-cabang keimanan
c. Mengetahui karakteristik orang yang beriman
d. Mengambil buah dari keimanan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN IMAN
Hadits yang menjelaskan tentang pengertian Iman:

‫َح َّدثَنَا ُم َس َّد ٌد قَا َل َح َّدثَنَا إ م َْسا ِعي ُل مب ُن إ مب َرإ ِه َمي َأخ َ َمَبَنَ َأبُو َحيَّ َان إلتَّ مي ِم ُّي َع من َأ ِِب ُز مرعَ َة‬
ِ ِ
‫إَّلل عَلَ مي ِه َو َس َّ ََّل ََب ِر ًزإ ي َ مو ًما لِلنَّ ِاس فَأََتَ ُه ِج م َِبي ُل فَ َقا َل‬
ُ َّ ‫َع من َأ ِِب ه َُرمي َر َة قَا َل ََك َن إلنَّ ِ ُِّب َص ََّّل‬
‫َما مإْلمي َ ُان قَا َل مإْلمي َ ُان َأ من ت مُؤ ِم َن َِب َّ َِّلل َو َم ََلئِ َك ِت ِه َو ُك ُت ِب ِه َو ِب ِل َقائِ ِه َو ُر ُس ِ ِِل َوت مُؤ ِم َن َِبلم َب مع ِث‬
ِ ِ
“Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, Telah menceritakan kepada
kami Isma'il bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Abu Hayyan At Taimi
dari Abu Zur'ah dari Abu Hurairah berkata; bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam pada suatu hari muncul kepada para sahabat, lalu datang Malaikat Jibril
'Alaihis Salam yang kemudian bertanya: "Apakah iman itu?" Nabi shallallahu
'alaihi wasallam menjawab: "Iman adalah kamu beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan
kamu beriman kepada hari berbangkit"…(HR.Bukhari)”1
Iman menurut bahasa ialah mashdar (akar kata) dari amana, yu’minu,
imanan. Ibnu Faris berkata, “Amana yang terdiri dari hamzah, mim, dan nun
memiliki dua makna yang saling berdekatan. Pertama, maknanya adalah amanah
yang merupakan kebalikan kata khianat, yang berarti tentramnya hati. Kedua,
maknanya adalah membenarkan, kedua makna ini berdekatan.2 Namun ada juga
iman yang mempunyai makna membenarkan, seperti tashdiq= membenarkan.
Menurut istilah sebagian ahli ilmu, ialah tashdiqur rasuli fi ma ja-a bihi ‘an
robbihi= membenarkan Rasul terhadap apa yang didatangkan dari Tuhannya.
Al Qashtalany berkata : “Iman, sebagai yang telah ditegaskan oleh At
Taftazany, ialah tunduk kepada penetapan seseorang dan memandang pembawa
kabar itu seorang yang benar.” Maka hakikat tashdiq, bukan hanya dalam hati

1
Al Bukhary 2:37; Muslim 1:1; Al Lu’lu’ wal Marjan 1:2
2
Majmû’ Fatâwa 7/638

2
sekedar membenarkan saja, namun mematuhinya. Karena itu, iman tidak lepas dari
hukum Islam. Kedua-duanya bersatu pada ma shadaq (pada hakikat), walaupun
berlainan pengertiannya. Pengertian iman, membenarkan dengan hati, sedang
Islam, mengerjakan dengan anggota.
Iman menurut pendapat ulama salaf dan khalaf, baik mutakallimin maupun
muhadditsin ialah mengucapkan dengan lidah yakni mengucapkan kalimat
syahadat dan mengamalkannya. Makna ini sesuai dengan pendapat salaf yang
menetapkan bahwasanya Iman, ialah “mengiktikadkan dengan hati, menuturkan
dengan lidah dan mengerjakan dengan anggota”.
Golongan hanafiyah atau golongan maturidiyah berkata iman itu
membenarkan dengan hati dan mengikrarkan dengan lidah.3
Jadi Iman adalah meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan serta
membuktikannya dengan amal perbuatan.

B. HADITS MENGENAI CABANG IMAN

َ ‫ مإْلمي َ ُان بِضم ٌع َو َس مب ُع‬: ‫إَّلل عَلَ مي ِه َو َس َّ ََّل‬


،‫ون‬ ُ َّ ‫هللا َص ََّّل‬ِ ‫إَّلل َع من ُه قَا َل قَا َل َر ُس مو ُل‬ ُ َّ ‫ِض‬ َ ِ ‫َع من َأ ِِب ه َُرمي َر َة َر‬
ِ
َّ ‫ َو َأدمَنَ هَا إ َم َاط ُة م َإْل َذى َع ِن‬،‫إَّلل‬
،‫إلط ِر ِيق‬ ُ َّ ‫ َْل إ َ ََل إ َّْل‬: ‫ فَأَفمضَ لُهَا قَ مو ُل‬،‫ون ُش مع َب ًة‬ َ ُّ‫َأ مو بِضم ٌع َو ِس ت‬
ِ ِ ِ
‫َوإلم َح َيا ُء ُش مع َب ٌة ِم َن مإْلمي َ ِان‬
ِ
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih, atau enam
puluh cabang lebih. Yang paling utama yaitu perkataan Lâ ilâha illallâh, dan yang
paling ringan yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan.Dan malu itu termasuk
bagian dari iman.” 4
Dalam hadits ini disebutkan iman yang paling utama, yang paling rendah,
serta yang pertengahan. Yang pertengahan yaitu malu. Malu disebutkan di sini,

3
Syarh Aqîdah Wâsithiyah, hlm. 231, karya Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs, takhrîj: ‘Alwi
bin Abdul Qadir as-Saqqâf
4
Diriwayatkan oleh al-Bukhâri, no. 9 dan dalam al-Adabul Mufrad, no. 598; Muslim, 35 [58], dan
lafazh hadits di atas adalah lafazh riwayat imam Muslim; Ahmad, II/414, 445; Abu Dawud, no.
4676; At-Tirmidzi, no. 2614; An-Nasâ-I, VIII/110; Ibnu Mâjah, no. 57; Ibnu Hibban, no. 166,
181, 191-at-Ta’lîqâtul Hisân ‘ala Shahîh Ibni Hibbân

3
karena ia merupakan faktor terkuat yang mendorong seseorang mengerjakan
seluruh cabang keimanan. Orang merasa malu terhadap Allâh Azza wa Jalla karena
menyadari nikmat Allâh Azza wa Jalla yang melimpah kepadanya, kedermawanan-
Nya, kemuliaan nama-nama dan sifat-sifat-Nya –sementara dia seorang hamba
yang sangat banyak kekurangannya terhadap Rabbnya Yang Maha Mulia dan Maha
Besar, dia menzhalimi dirinya dan bermaksiat.
Kesadaran ini mengharuskan dirinya memiliki rasa malu untuk mencegahnya
dari (berbuat) kejahatan dan mengerjakan segala kewajiban dan keutamaan-
keutamaan. Cabang iman yang paling tinggi, paling pokoknya, akar dan pondasi
iman adalah perkataan ‫ اَل ِإلا اه ِإ اَل للاه‬dengan jujur dari hatinya, dalam keadaan tahu,
sadar dan meyakini bahwa tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali
hanya Allâh semata. Allâh Azza wa Jalla, Rabb yang mengurusnya dan mengurus
seluruh alam dengan keutamaan dan kebaikan-Nya.
Segala sesuatu itu selain Allâh Azza wa Jalla itu faqir, hanya Allâh Yang
Maha Kaya. Segala sesuatu itu lemah, hanya Allâh Yang Maha Kuat. Kemudian
seorang hamba beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla dalam setiap keadaan,
mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya. Karena semua cabang-cabang iman itu
merupakan cabang dan buah dari pokok ini. Hadits ini juga menunjukkan bahwa
sebagian iman itu kembali kepada pengikhlasan ibadah kepada Allâh dan
sebagiannya lagi kembali kepada berbuat baik kepada sesama makhluk5.

ْْ‫ ْ« َمنْ ْ َرأَى ْ ِمنكُمْ ْ ُمنكَرا‬:ُ‫للا ْﷺ ْ َيقُول‬


ِْ ْ ‫سو َْل‬ ُ ‫س ِمعتُْ ْ َر‬ َ ْ :َ‫ ْقَال‬،ُ‫للاُ ْعَنه‬
ْ ْ ْ‫ي‬ َ ‫ي ِْ َر ِض‬ َ ْ ‫عَنْ ْأَ ِبي‬
ْ ‫س ِعيدْ ْال ُخد ِر‬
.‫ان»ْ َر َواهُْْ ُمس ِل ٌم‬
ِ ‫اإلي َم‬ ُْ َ‫ْفَ ِإنْْلَمْْيَستَ ِطعْْفَبِقَلبِ ِهْْ َوذَ ِلكَْْأَضع‬،‫سانِ ِه‬
ِ ْ‫ف‬ َ ‫ْفَ ِإنْْلَمْْيَستَ ِطعْْفَبِ ِل‬،ِ‫فَليُغَيِرهُْْبِيَ ِده‬
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa dari kalian
melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah
dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan
selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)6

5
https://almanhaj.or.id/13169-cabang-cabang-iman.html
6
HR. Muslim, no. 49

4
Keterangan hadits
• man ra-a: siapa yang melihat, maknanya adalah siapa yang mengetahui,
walaupun tidak melihat secara langsung, bisa jadi hanya mendengar berita
dengan yakin atau semisalnya.
• munkaran: segala yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi
wa sallam, pelakunya diingkari untuk melakukannya. Kemungkaran di sini
disyaratkan: (1) jelas kemungkaran yang disepakati oleh pihak yang
mengingkari dan yang diingkari; atau (2) orang yang diingkari punya hujah
yang lemah.
• minkum: yang dilihat dari kaum muslimin yang sudah mukallaf (yang sudah
dikenai beban syariat).
• fal-yughayyirhu biyadihi: maka hendaklah mengubah dengan tangannya.
Contoh, seseorang yang punya kuasa–misal: ayah pada anak–, ia melihat
anaknya memiliki alat musik (tentu tidak boleh digunakan), maka ayahnya
menghancurkannya.
• fainlam yas-tathi’ fa bi lisaanih: jika tidak mampu, maka ubahlah dengan
lisannya. Yang mengingkari tetap bersikap hikmah dengan tetap melarang.
Mengingkari dengan lisan termasuk juga mengingkari dengan tulisan.
• fabi-qalbihi: mengingkari dengan hatinya, yaitu menyatakan tidak suka,
benci, dan berharap tidak terjadi.
• adh-‘aful imaan: selemah-lemahnya iman, yaitu menandakan bahwa
mengingkari dalam hati itulah selemah-lemahnya iman dalam mengingkari
kemungkaran7.

C. HADITS MENGENAI KARAKTERISTIK ORANG YANG BERIMAN

7
https://rumaysho.com/23958-hadits-arbain-34-mengubah-kemungkaran.html

5
ِ ‫ قُلم ُت ََي َر ُس مو َل‬:‫هللا َع من ُه قَا َل‬
‫هللا قُ مل‬ ُ ‫ِض‬ ِ ‫ َأ ِ مِب َ مَع َر َة ُس مف َي َان مب ِن َع مب ِد‬،َ‫ َو ِق ميل‬،‫َع من َأ ِ مِب َ مَع ٍرو‬
َ ِ ‫هللا َر‬
‫َبهلل ُ َُّث إس تَ ِق مم” َر َوإ ُه ُم مس ِ ٌَّل‬
ِ ‫ “قُ مل أ َمنم ُت‬:‫ِ مِل ِِف إْل مسَل ِم قَ مو ًْل َْل َأ مسأَ ُل َع من ُه َأ َحدَ ًإ غَ م َْيكَ ؟ قَا َل‬
ِ
“Dari Abu ‘Amr ada yang menyebut pula Abu ‘Amrah—Sufyan bin
‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku berkata: Wahai Rasulullah
katakanlah kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang aku tidak perlu bertanya
tentangnya kepada seorang pun selainmu.” Beliau bersabda, “Katakanlah: aku
beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.” (HR. Muslim)” 8

• Kalimat “katakanlah suatu perkataan dalam Islam” yaitu dalam syariat


Islam.
• Kalimat “suatu perkataan yang aku tidak perlu bertanya tentangnya kepada
seorang pun selainmu”, maksudnya kalimat tersebut sangat berbeda, kalimat
tersebut sudah jadi definisi, sifat kalimat tersebut jaami’ dan maani’. Jaami’
dan maani’ artinya memasukkan semua yang tercakup di dalamnya dan
mengeluarkan yang tidak tercakup di dalamnya.
• Beriman kepada Allah itu terkait dengan amalan hati, sedangkan “kemudian
istiqamahlah” berarti istiqamah dalam ketaatan termasuk amalan jawarih
(anggota badan)9.
‫هللا عَلَ مي ِه َو َس َّ ََّل – َع ِن‬
ُ ‫هللا َص ََّّل‬ ِ ِ‫هللا َع من ُه – خَا ِد ِم َر ُس مول‬ ُ ‫ِض‬ َ ِ ‫اِل َر‬
ٍ ِ ‫َع من َأ ِِب َ مَح َز َة َأن َ ٍس مب ِن َم‬
‫ ” َْل يُ مؤ ِم ُن َأ َحدُ ُ مُك َح ََّّت ُ ُِي َّب ِ َْل ِخ مي ِه َما ُ ُِي ُّب ِلنَ مف ِس ِه ” َر َوإ ُه‬:‫هللا عَلَ مي ِه َو َس َّ ََّل قَا َل‬
ُ ‫إلنَّ ِ ِ ِِّب َص ََّّل‬
‫إل ُبخ َِار ُّي َو ُم مس ِ ٌَّل‬
“Dari Abu Hamzah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, pembantu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman

8
HR. Muslim, no. 38
9
https://rumaysho.com/20071-hadits-arbain-21-beriman-kepada-allah-dan-
istiqamahlah.html

6
sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)” 10
Hadits di atas semakna dengan hadits dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-
‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,

‫فَ َم من َأ َح َّب َأ من يُ َز مح َز َح َع ِن إلنَّ ِار َويَدم ُخ َل إلم َجنَّ َة فَلم َتأْ ِت ِه َم ِن َّي ُت ُه َوه َُو يُ مؤ ِم ُن َِب َّ َِّلل َوإلم َي مو ِم إْل ِخ ِر َولم َيأْ ِت‬
‫إ ََل إلنَّ ِاس َّ ِإَّلى ُ ُِي ُّب َأ من يُ مؤ ََت إلَ مي ِه‬
ِ ِ
“Barangsiapa ingin dijauhkan dari neraka dan masuk ke dalam surga, hendaknya
ketika ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah, dan hendaknya ia berperilaku
kepada orang lain sebagaimana ia senang diperlakukan oleh orang lain.” (HR.
Muslim)11
Mencintai bisa jadi berkaitan dengan urusan diin (agama), bisa jadi berkaitan
dengan urusan dunia. Rinciannya sebagai berikut.
1. Sangat suka jika dirinya mendapatkan kenikmatan dalam hal agama, maka
wajib baginya mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
mendapatkan hal itu. Jika kecintaan seperti itu tidak ada, maka imannya
berarti dinafikan sebagaimana disebutkan dalam hadits.
Jika seseorang suka melakukan perkara wajib ataukah sunnah, maka ia suka
saudaranya pun bisa melakukan semisal itu. Begitu pula dalam hal
meninggalkan yang haram. Jika ia suka dirinya meninggalkan yang haram,
maka ia suka pada saudaranya demikian. Jika ia tidak menyukai saudaranya
seperti itu, maka ternafikan kesempurnaan iman yang wajib.
Termasuk dalam hal pertama ini adalah suka saudaranya mendapatkan
hidayah, memahami akidah, dijauhkan dari kebid’ahan, seperti itu dihukumi
wajib karena ia suka jika ia sendiri mendapatkannya.

10
HR. Bukhari, no. 13 dan Muslim, no. 45

11
HR. Muslim, no. 1844

7
2. Sangat suka jika dirinya memperoleh dunia, maka ia suka saudaranya
mendapatkan hal itu pula. Namun untuk kecintaan kedua ini dihukumi
sunnah. Misalnya, suka jika saudaranya diberi keluasan rezeki sebagaimana
ia pun suka dirinya demikian, maka dihukumi sunnah. Begitu juga suka
saudaranya mendapatkan harta, kedudukan, dan kenikmatan dunia lainnya,
hal seperti ini dihukumi sunnah12.
‫ َم من ََك َن يُ مؤ ِم ُن َِب ِهلل‬:‫هللا عَلَ مي ِه َو َس َّ ََّل قَا َل‬ ِ ‫هللا تَ َع َاَل َع من ُه َأ َّن َر ُس مو َل‬
ُ ‫هللا َص ََّّل‬ ُ ‫ِض‬َ ِ ‫َع من َأ ِِب ه َُرمي َر َة َر‬
‫ َو َم من ََك َن‬،‫ َو َم من ََك َن يُ مؤ ِم ُن َِب ِهلل َوإل َي مو ِم إْل ِخ ِر فَلم ُي مك ِر مم َج َار ُه‬،‫َوإل َي مو ِم إْل ِخ ِر فَلم َي ُق مل خ مَْي ًإ َأ مو ِل َي مص ُم مت‬
.ُ‫يُ مؤ ِم ُن َِب ِهلل َوإل َي مو ِم إْل ِخ ِر فَ مل ُي مك ِر مم ضَ مي َفه‬
.‫َر َوإ ُه إل ُبخ َِار ُّي َو ُم مس ِ ٌَّل‬
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah
ia berkata baik atau diam. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
hendaklah ia memuliakan tetangganya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)13
Hadits ini menunjukkan bahwa kewajiban itu ada dua macam:
(1) kewajiban kepada Allah dan (2) kewajiban kepada sesama. Kewajiban yang
terkait dengan hak Allah adalah menjaga lisan. Artinya kalau kita beriman dengan
benar kepada Allah dan hari akhir, maka disuruh untuk menjaga lisan. Bentuknya
adalah (1) berkata yang baik, atau jika tidak bisa (2) diperintahkan untuk diam.
Memuliakan tetangga bisa melakukan sebagaimana saran dari Imam Al-Ghazali
berikut ini14.

12
https://rumaysho.com/18775-hadits-arbain-13-mencintainya-seperti-mencintai-
diri-sendiri.html
13
HR. Bukhari, no. 6018, 6019, 6136, 6475 dan Muslim, no. 47
14
https://rumaysho.com/18958-hadits-arbain-15-berkata-yang-baik-memuliakan-
tamu-dan-tetangga.html

8
1. Memulai mengucapkan salam pada tetangga.
2. Menjenguk tetangga yang sakit.
3. Melayat (ta’ziyah) ketika tetangga mendapatkan musibah.
4. Mengucapkan selamat pada tetangga jika mereka mendapati kebahagiaan.
5. Berserikat dengan mereka dalam kebahagiaan dan saat mendapatkan nikmat.
6. Meminta maaf jika berbuat salah.
7. Berusaha menundukkan pandangan untuk tidak memandangi istri tetangga
yang bukan mahram.
8. Menjaga rumah tetangga jika ia pergi.
9. Berusaha bersikap baik dan lemah lembut pada anak tetangga.
10. Berusaha mengajarkan perkara agama atau dunia yang tetangga tidak
ketahui.
Selain sepuluh hal tadi, ada juga hak-hak sesama muslim secara umum yang
ditunaikan.
Disebutkan dalam Al-Ihya’, 2:213, dinukil dari Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah,
16: 219 saat membahas perintah menunaikan hak pada sesama tetangga.
Salah satu ayat yang menyebutkan perintah berbuat baik pada tetangga adalah,

‫ْش ُكوإ ِب ِه َش ميئًا َو َِبلم َو ِ َإِل مي ِن إ مح َساَنً َو ِب ِذي إلم ُق مر ََب َوإلم َيتَا َمى َوإلم َم َسا ِكنيِ َوإلم َج ِار‬
ِ ‫إَّلل َو َْل ت ُ م‬
َ َّ ‫َوإ مع ُبدُ وإ‬
ِ
‫ِيل َو َما َملَ َك مت َأيم َمانُ ُ مك‬ َّ ‫إلصا ِح ِب َِبلم َج من ِب َوإ مب ِن‬
ِ ‫إلسب‬ َّ ‫ِذي إلم ُق مر ََب َوإلم َج ِار إلم ُج ُن ِب َو‬
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.
Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman
sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.” (QS. An-Nisa’: 36)
Juga di antara dalilnya adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan,
‫وص ِيِن َِبلم َج ِار َح ََّّت َظنَنم ُت َأن َّ ُه َس ُي َو ِِّرثُ ُه‬
ِ ُ‫َما َزإ َل ِج م َِبي ُل ي‬

9
“Jibril tidak henti-hentinya mengingatkan padaku untuk berbuat baik pada
tetangga, sampai-sampai aku menyangka bahwa Jibril hendak menjadikannya
sebagai ahli waris.” (HR. Bukhari dan Muslim)15

D. BUAH DARI IMAN

: ‫هللا عَلَ مي ِه َو َس ََّّل‬


ُ ‫ قَا َل َر ُس مو ُل هللا َص َِّّل‬: ‫هللا َع منه قَا َل‬
ُ ‫ِض‬َ ِ ‫ َر‬،‫َو َع من عُبادَة ِبن إلصا ِم ِت‬
ِ َّ ُ‫ و َأ َّن ِعيىس َع مبد‬،ُ‫ َو َأ َّن ُمح َّمد ًإ ع مبدُ ُه َو َر ُس ُوَل‬،ُ‫يك ََل‬
‫إَّلل‬ ُ َّ َّ‫َم من َشهِدَ َأ من ْل إ َ ََل إْل‬
ِ َ ‫إَّلل َو محدَ ُه َْل‬
َ ‫َش‬
ِ ِ
ٌ ‫ َو َ َِك َم ُت ُه َألمقَاهَا إَل َم مر َ ََي َو ُر‬،ُ‫َو َر ُس ُوَل‬
ُ َّ ‫ َأ مدخ َ َُِل‬،‫ َو َأ َّن إجلَنَّ َة َح ٌّق َوإلنَّ َار َح ٌّق‬،ُ‫وح ِمنمه‬
‫إَّلل إجلَنَّ َة عَ ََّل‬
ِ
. ‫َما ََك َن ِم َن إلع َم ِل‬

‫ُمتَّ َفقٌ عَلَ مي ِه‬

. ‫إَّلل عَلَي ِه إلنَّ َار‬ ِ َّ ‫ول‬


ُ َّ ‫ َح َّر َم‬،‫إَّلل‬ ُ َّ َّ‫ َم من َشهِدَ َأ من ْل إ َ ََل إْل‬: ‫َو ِِف ِر َوإي َ ٍة مل ُ مس َِّل‬
ُ ‫ َو َأ َّن ُم َح َّمد ًإ َر ُس‬،‫إَّلل‬
ِ ِ

Dari 'Ubadah Ibn ash-Shamit ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda:

Barangsiapa bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah yang Maha Esa, tiada
sekutu bagi-Nya,dan bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya, dan
bahwa Isa adalah hamba Allah dan Rasul-Nya dan kalimat-Nya diberikan kepada
Maryam, juga sebagai ruh daripada-Nya, menyaksikan pula bahwa surga dan
neraka itu benar adanya, maka orang itu akan dimasukkan oleh Allah ke dalam
surga apapun amalnya. (Muttafaq 'alaih)

15
HR. Bukhari, no. 6015 dan Muslim, no. 2624

10
Dalam HR Muslim disebutkan: Barangsiapa yang menyaksikan bahwa tiada Tuhan
melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah maka Allah
mengharamkan ia masuk neraka16.

‫َح َّدثَنَا إ مْس َُق مب ُن إ مب َرإ ِه َمي َو ُم َح َّمدُ مب ُن َ مُي ََي مب ِن َأ ِِب ُ ََع َر َو ُم َح َّمدُ مب ُن ب َ َّش ٍار َ َِجي ًعا َع من إلث َّقَ ِف ِّ ِي قَا َل إ مب ُن‬
ِ ِ
‫إَّلل عَلَ مي ِه َو َس َّ ََّل‬
ُ َّ ‫وب َع من َأ ِِب ِق ََلب َ َة َع من َأن َ ٍس َع من إلنَّ ِ ِ ِِّب َص ََّّل‬ َ ُّ ‫َّاب َع من َأي‬ ِ ‫َأ ِِب ُ ََع َر َح َّدثَنَا َع مبدُ إلم َوه‬
َ ُ ‫وَل َأ َح َّب إلَ مي ِه ِم َّما ِس َو‬
‫إُها َو َأ من‬ ُ ُ ‫إَّلل َو َر ُس‬ُ َّ ‫قَا َل ثَ ََل ٌث َم من ُك َّن ِفي ِه َو َجدَ ِبِ ِ َّن َح ََل َو َة مإْلمي َ ِان َم من ََك َن‬
ِ ِ
ُ َّ ‫ُ ُِي َّب إلم َم مر َء َْل ُ ُِي ُّب ُه إ َّْل ِ َّ َِّلل َو َأ من يَ مك َر َه َأ من ي َ ُعو َد ِِف مإل ُك مف ِر ب َ معدَ َأ من َأنمقَ َذ ُه‬
‫إَّلل ِم من ُه َ َمَك يَ مك َر ُه َأ من يُ مق َذ َف‬
ِ
‫ِِف إلنَّ ِار‬
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim(1) dan Muhammad bin Yahya
bin Abu Umar(2) serta Muhammad bin Basysyar(3) semuanya dari ats-Tsaqafi(4)
berkata Ibnu Abu Umar(5) telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab(6) dari
Ayyub(7) dari Abu Qilabah(8) dari Anas(9) dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
dia berkata, "Tiga perkara jika itu ada pada seseorang maka ia akan merasakan
manisnya iman; orang yang mana Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada
selain keduanya, mencintai seseorang yang ia tidak mencintainya kecuali karena
Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya
dari kekafiran tersebut sebagaimana ia benci untuk masuk neraka."(HR. Muslim)
17

Syeikh Ibnu Baz –rahimahullah- berkata:

“Barang siapa yang meninggal dunia dengan bertauhid dan tidak mensekutukan
Allah dengan sesuatu, maka ia termasuk penghuni surga, meskipun ia telah

16
diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 3180; Muslim, hadis no. 41; al-Tirmizi,
hadis no. 2562; Ahmad, hadis no. 21620, 21653 dan 21705
17
https://carihadis.com/Shahih_Muslim/60

11
melakukan zina atau mencuri, demikian juga jika ia telah melakukan maksiat
lainnya, seperti durhaka, riba, persaksian palsu, atau yang lainnya. Karena pelaku
maksiat itu (kedudukannya) berada di bawah kehendak Allah, jika Dia
berkehendak, Dia akan mengampuninya, jika Dia berkehendak Dia akan
mengadzabnya sesuai dengan kadar kemaksiatannya jika ia meninggal dunia
belum bertaubat. Jika dia masuk neraka dan diadzab, dia tidak kekal di dalamnya,
akan tetapi ia akan dikeluarkan dari neraka untuk menuju surga setelah disucikan
dan dibersihkan”. (Fatawa Nur ‘Ala Darb: 6/51)

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada pembahasan makalah ini mengenai keimanan kepada Allah SWT
dimana Iman adaalh sebuah ketetapan dalam hati, mengucapkan dengan lisan dan
diamalakan dengan perbuatan atau tingkah laku kita’
Adapun cabang-cabang iman yang sudah kita ketahui pada intinya kita tidak
tahu keimanan kita tentang amal mana yang akat diterima di sisiNya maka dengan
mengkokohkan keimanan kita dan merealisasikannya dengan perbuatan menjadi
hal penting untuk berlomba-lomba dalam kebaikan supaya kita dapat membuka
kunci untuk bisa bertemu dengan Rabb kita.
Adapun buah dari keimanan yang telah kita tetapkan baik itu dengan
perbuatan atau ketetapan hati kita yakni Ketika sampai pada kepercayaan yang
kokoh Allah janjikan orang tersebut bertemu dengan Rabb dan kekasihnya di surga
kelak. Maka dari itu, kita tidak tahu amal mana yang akan menyampaikan kita pada
sebuah kebajikan itulah sebabnya pentingnya mengkokohkan keimanan agar dapat
dikerjakan dalam kehidupan.

B. SARAN
Adapun makalah yang kami buat mungkin masih banyak salah baik itu dari
segi kebahasaan atau susunanya untuk untuk itu kami mengarapkan kritik dan
asaran dari teman-teman.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://carihadis.com/Shahih_Muslim/60
http://www.infotbi.com/hadis9
https://rumaysho.com/18958-hadits-arbain-15-berkata-yang-baik-memuliakan-
tamu-dan-tetangga.html
https://almanhaj.or.id/13169-cabang-cabang-iman.html

14

Anda mungkin juga menyukai