Di susun oleh :
Hairiah:19.42.021776
Tuti Fiani : 20.42.023585
SEMEATER VI
Penyusun
A.Isi buku
A. Hukum pinjam meminjam dalam syariat Islam dibagi menjadi empat yaitu:
a. Mubah, artinya boleh. Ini merupakan hukum asal dari pinjam meminjam.
b. Sunnah, artinya pinjam meminjam yang dilakukan memenuhi suatu kebutuhan yang
cukup penting, misalnya meminjamkan sepeda untuk mengantarkan anak ke sekolah,
meminjamkan buku pelajaran dan sebagainya.
c. Wajib, artinya pinjam meminjam yang merupakan kebutuhan yang sangat mendesak
dan kalau tidak meminjam akan menemukan suatu kerugian.Misalnya meminjamkan
baju dan sarung untuk shalat wajib, apabila tidak dipinjami maka orang tersebut tidak
bisa shalat karena bajunya najis. Hal ini wajib bagi peminjam dan juga orang yang
meminjamkan.
d. Haram, artinya pinjam meminjam yang dipergunakan untuk kemaksiatan atau untuk
berbuat jahat. Misalnya seseorang meminjam pisau untuk mencuri,pinjam tempat
(rumah) untuk berbuat maksiat dan hal-hal lain yang dilarang oleh agama. Hukum
haram ini berlaku bagi peminjam dan orang yang meminjamkan.
C. Macam-macam Ariyah
a. Ariyah Mutlaqah
Yaitu pinjam meminjam barang yang dalam akadnya tidak dijelaskan persyaratan
apapun atau tidak dijelaskan penggunaannya. Misalnya meminjam sepeda motor di mana
dalam akad tidak disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan sepeda motor tersebut.
Meskipun demikian, penggunaan barang pinjaman harus disesuaikan dengan adat kebiasaan
dan tidak boleh berlebihan.
b. Ariyah Muqayyadah
Ariyah muqayyadah adalah meminjamkan suatu barang yang dibatasi dari segi waktu
dan kemanfaatannya, baik disyaratkan oleh kedua orang yang berakad maupun salah satunya.
Oleh karena itu,peminjam harus menjaga barang dengan baik, merawat, dan
mengembalikannya sesuai dengan perjanjian.
Hukum akad wadi’ah merupakan akad yang diperbolehkan (mubah) menurut syariat.
Rukun Wadi’ah adalah hal pokok yang harus ada dalam akad wadi’ah. Jika ada salah satu hal
pokok tadi yang tidak terpenuhi maka akad itu menjadi tidak sah.Rukun wadi’ah ada empat
yaitu:
Adapun Jenis Barang Wadi’ah yaitu Jenis barang yang dititipkan adalah barang yang
termasuk kategori:
a. Harta benda.
b. Uang.
Dari hasil telaah kelompok kami pada buku mata pelajaran Fiqih pada BAB III sesuai
dengan kurikulum dimana materi dan pembelajaran pada buku ini sudah mencakup aspek
pengetahuan,keterampilan,sikap dan perilaku siswa.
C.Kesesuaian KI dan KD
Menurut penelaah KI dan KD sudah sesuai dimana pada point KI-1 berkaitan dengan KD
1.5,KI-2 dengan KD 2.5 dan seterusnya secara berurutan.
1.Pendalam Karakter
Terdapat pada halaman 74
2.Tugas Kelompok
Terdapat pada halaman 78
3.Individu
4.motivasi
Menurut penelaah untuk Bahasa yang di gunakan cukup mudah di pahami oleh siswa
karna menggunakan Bahasa baku dimana hal ini mudah untuk di pahami,dan setiap terdapat
istilah-istilah dalam Bahasa arab maka akan di artikan atau di jelaskan secara kamus besar
Bahasa Indonesia dimana hal ini akan mempermudah dalam memahaminya.
Referensi yang digunakan pada BAB ini jelas dan bisa di pertanggung jawabkan karna
mengambil materi pembelajaran dari suber terpercaya dan shahih
Kelebihan
Adapun kelebihan pada BAB ini yaitu:pembahasan materinya di kemas dengan cukup
mudah untuk dipahami dengan kalimat atau Bahasa baku,dan di sertakan dalil berupa ayat-ayat
Al-Qur’an atau hadist sebagai penguat dalam penyampaian materi
Kekurangan
1) Pada BAB ini menurut penelaah kurang menarik karna kurang di cantumkan media atau
contoh gambar pada materi.karna dengan adanya media gambar akan mempermudah
siswa untuk memahami suatu materi,dan dengan di cantumkanya gambar akan menarik
minat siswa untuk belajar.
2) Tidak di cantumkan sanad hadit dengan jelas
H.Kesimpulan
Dari hasil telaah pada BAB ini dapat di simpulkan bahwa materi bahan ajar sudah baik
dan layak untuk di ajarkan,walau terdapat beberapa kekuragan namun masih bisa di tutupi
dengan beberapa kelebihan pada BAB ini.
1. Isi BAB
Bab ini membahasa tentang muamalah antar manusia yang sering terjadi diluar lingkup
jual beli. Seperti hutang piutang, gadai, dan hiwalah. Disini kami meringkas materi bab ini
sebagai berikut:
Utang-piutang disebut ad-dain. Utang-piutang menurut istilah syara’ ialah akad untuk
memberikan sesuatu benda yang ada harganya, atau berupa uang dari seseorang kepada
orang lain yang memerlukan dengan perjanjian orang yang berutang akan
mengembalikannya dalam jumlah yang sama. Orang yang berutang hukumnya mubah
(boleh), sedangkan orang yang memberikan pinjaman hukumnya sunah. Utang piutang
juga adalah menyerahkan harta dan benda kepada seseorang dengan catatan akan
dikembalikan pada waktu kemudian. Dengan cara tidak mengubah keadaannya. Contoh
muamalahnya adalah utang Rp 100 ribu di kemudian hari harus melunasinya sebesar Rp
100 ribu pula. Menurut agama Islam, memberi utang kepada seseorang dianggap sebagai
tindakan menolong yang sangat dianjurkan. Rukun utang-piutang ada tiga di antaranya
adalah yang berpiutang dan yang berutang, harta atau barang, dan lafadz kesepakatan.
Gadai menurut istilah syara’ ialah penyerahan suatu benda yang berharga dari
seseorang kepada orang lain sebagai penguat atau tanggungan dalam utang-piutang. Borg
(atau jaminan) ialah benda yang dijadikan penguat dalam utang-piutang itu. Hukum gadai
dan borg ialah sunah bagi yang memberikan utang (menerima borg) dan mubah bagi yang
berutang (menyerahkan borg/jaminan). Contohnya, seseorang berhutang sebesar
Rp1.000.000,00 kepada tempat gadai. lalu ia menyerahkan barang yang dapat dijadikan
jaminan untuk melunasi utangnya kepada tempat gadai.
Hiwalah secara harfiah berarti berpindah atau pengalihan. Yang maksudnya ialah
pengalihan utang atu piutang dari pihak kreditur kepada pihak yang menjadi penanggung
jwawab untuk meluasi hutang.
5. Rukun hiwalah:
a. Yang berutang (muhil).
b. Yang berpiutang (muhal).
c. Yang mendapat tanggung jawab membayar utang (muhal ‘alaih).
d. Utang muhil kepada muhal, dan
e. Akad, yaitu ijab qabul.
Skema hiwalah dalam perbankan syariah terbagi dalam dua jenis yaitu al-muqayyadah dan
al-mutlaqah. Adapun penjelasan skema hiwalah adalah berikut ini.
1. Hiwalah Al-Muqayyadah
Hiwalah Al-Muqayyadah adalah skema hiwalah yang memindahkan tanggung jawab
pembayaran hutang pihak pertama kepada pihak kedua.
Contoh hiwalah skema ini yakni seorang individu A berpiutang kepada pihak B sejumlah
Rp 2 juta. Sementara pihak B berpiutang kepada pihak C sebesar Rp 2 juta. Kemudian
pihak B mengalihkan haknya untuk menuntut piutangnya yang ada di pihak C kepada
individu A sebagai ganti pembayaran utang pihak B kepada A.
2. Hiwalah Al-Mutlaqah
Kebalikan dari contoh hiwalah sebelumnya, Hiwalah Al-Mutlaqah yaitu konsep hiwalah
dengan pengalihan utang secara tidak tegas sebagai pengganti pelunasan utang pihak
pertama kepada pihak kedua.
Contoh hiwalah al mutlaqah yaitu bank konvensional sebagai pemberi piutang kepada
pihak B sebagai peminjam. Kemudian hutang pihak B mengalihkan pembayaran utang
kepada pihak muhal'alaih. Sehingga yang membayar hutang pihak B kepada bank
konvensional adalah pihak muhal'alaih tanpa pihak B menegaskan pengalihan utang.
ُ ِّٰللاُ يَ ْقب
ض ْ َ ض ِعفَهٗ لَهٗ ٓٗ ا
ض َعافًا َكثِي َْرة ً َۗو ه ٰ ُسنًا فَي ً ّٰللا قَ ْر
َ ضا َح َض ه ُ ِي يُ ْق ِر ْ َم ْن ذَا الَّذ
ُ ُۖ ْص
َط َواِلَ ْي ِه ت ُ ْر َجعُ ْون ُ َويَب
Hadis di atas terdapat pada kitab: sedekah, bab: memberi pinjaman, no hadist 2421,
dan derajat hadis ini dhoif.
Kitab: pengairan
عن أَبِي ه َُري َرة َ ـ رضى هللا عنه ـ قَا َل َكانَ ل َِر ُج ٍل َ
علَى النَّبِي ِ صلى هللا عليه وسلم س ٌِّن مِ نَ ِ
اإلبِ ِل عن أَبِي َ
سلَ َمةََ ، سلَ َمةََ ، َحدَّثَنَا أَبُو نُعَي ٍمَ ،حدَّثَنَا ُ
سفيَانُ َ ،
عن َ
8. Kesimpulan
Kami menyimpulkan bahwa bab ini sangat layak untuk dijadikan bahan ajar guru dan
menjadi sumber belajar peserta didik. Walaupun adanya sedikit kekurangan, maka itu
dapat menjadi saran ataupum masuk dalam evaluasi bab ini agar menjadi lebih bagus.
Sebab, Kesempurnaan pada sebuah karya adalah impian yang mustahil, karena manusia
tempatnya lupa, kesalahan dan kekurangan. Jadi Kesempurnaan sejatinya hanya milik
Allah Tuhan semesta Alam.
Terimakasih…