C. Penyembelihan
Penyembelihan di sini berasal dari kata adz-dzakah yang berarti menrakai wewangian.
Seperti dikatakan; raihah dzakiyyah, artinya aroma yang wangi. Disebut penyembelihan karena
legalitas syariat menjadikannya halal. Ada yang mengatakan bahwa adz-dzakah di sini artinya
penyempurnaan. Seperti dikatakan fulan dzakiy, maksudnya dia memiliki pemahaman yang
sempurna. Namun yang dimaksud di sini adalah penyembelihan atau pemotongan hewan dengan
memutuskan kerongkongan atau tenggorokannya. Hewan yang diperbolehkan untuk dikonsumsi
tidak boleh dimakan darinya sedikit pun kecuali dengan proses penyembelihan, kecuali ikan dan
belalang.4
E. Udhhiyah
3
Usman dan Suhardi, “Halal dan Tayyib dalam QS Al-Naḥl/16:114 (Tinjauan Ekonomi dan Kesehatan)”, Jurnal Al-
Wajid, Vol. 1, No. 2, Desember 2020, hlm. 246-247.
4
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Terj. Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Jilid 5, hlm. 352.
5
Syaikh Abu Abdurrahman Adil bin Yusuf Al Azazy, Tamammul Minnah Shahih Fiqih Sunnah, Terj. Syaikh Abu
Ishaq Al-Huwaini, dkk., Jilid 2, hlm. 352-356.
Udhhiyah: hewan yang di sembelih pada hari 'idul adha dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah disebut juga dengan: udhhiyah, idhhiyah, dhahiyyah, dan udhhah. Jumhur ahli ilmu
berpendapat bahwasanya hukumnya sunnah, dan hal tersebut telah shahih dari para sahabat.
Dari Hudzaifah bin Usaid ia berkata, “Aku telah melihat Abu Bakar dan Umar keduanya
tidak melaksanakan udhhiyah karena khawatir mereka berdua akan diikuti." Dari Abi Mas'ud an-
Nadwi ia berkata, "Sungguh aku bermaksud akan meninggalkan udhhiyah, padahal sesungguhnya
aku adalah orang paling kaya di antara kalian karena takut manusia mengira bahwasanya ia adalah
mesti dan wajib."
Demikianlah, sementara itu Abu Hanifah telah berpendapat bahwasanya udhhiyah adalah
wajib hukumnya, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah cenderung kepada pendapat ini. disyaratkan
dalam udhhiyah tersebut berupa seekor musinnah yaitu yang telah berumur dua tahun, dan
bahwasanya tidaklah sah jadza'ah dari dha'n kecuali apabila kesulitan mendapatkan musinnah
tersebut.6
F. Aqiqah
Kalau kita telurusi makna kata aqiqah secara bahasa, kita akan menemukan ada cukup
banyak pengertian kata ini secara bahasa. Al-Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan bahwa kata itu
ّ DD)عyang artinya memotong atau membelah. Pengertian seperti ini
berasal dari kata ‘aqqa (ق
dirajihkan oleh Ibnu Abdil Barr. Ibnu Manzhur dalam kamus Lisanul Arab, Abu Ubaid Al-Ashma’i,
Az-Zamakhsyari dan yang lainnya, bahwa makna aqiqah dalam bahasa Arab adalah:
ال َّش ْع ُر الَّ ِذي َعلَى ْال َموْ لُوْ ِد.
Rambut yang tumbuh di atas kepala bayi sejak masih ada di dalam perut ibunya.
Penyebutan itu dilatar-belakangi dari dicukurnya rambut hewan tersebut saat disembelih.
Sedangkan secara istilah syariah, makna istilah aqiqah itu adalah hewan yang disembelih atas
seorang bayi yang lahir sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah dengan niat dan syarat-syarat
tertentu.
Ada perbedaan pendapat tentang kebolehan menggunakan istilah aqiqah. Sebagian ulama
melarang penggunaan istilah aqiqah, namun sebagian lain membolehkan. Menurut para ulama,
daging hewan aqiqah lebih dianjurkan dan lebih afdhal untuk disajikan dalam bentuk masakan yang
siap disantap. 7
6
Ibid, hlm. 581-582.
7
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan (11): Sembelihan, (Jakarta Selatan, DU Publishing, 2011), Cet. 1, hlm. 234-241.