Anda di halaman 1dari 28

Makanan Halal Dan Haram

16

11

47

Oleh : Ustadz Alfi Syahar, MA


Mengkonsumsi makanan yang halal adalah keharusan, karena memang demikian
perintah syari’at agama. Allah berfirman :

‫يا أيها الذين ءامنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم‬


“ Hai orang-orang yang beriman makanlah diantara rizki yang baik-baik yang kami berikan
kepadamu.” [QS.Al Baqarah : 172].
Adapun mengkonsumsi makanan yang haram disamping mendatangkan mudharat dari
segi kesehatan, juga menimbulkan mudharat dari segi agama yaitu berupa ancaman
siksa, karena hal itu adalah pelanggaran terhadap ketentuan agama islam. Hal lain
yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa mengkonsumsi sesuatu yang haram bisa
menghalangi terkabulnya do’a.
Rasululullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬bersabda yang artinya : “Sesungguhnya Allah itu baik dan
tidak menerima kecuali yang baik dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang
beriman serupa dengan apa yang diperintahkan kepada para Rasul.” Allah berfirman yang
artinya : “Hai para Rasul makanlah dari segala sesuatu yang baik dan beramalah dengan
amalan yang baik.” Firman Allah juga yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman
makanlah dari apa-apa yang baik yang telah kami rizkikan kepadamu.” Kemudian Beliau
menceritakan seorang laki-laki yang telah lama perjalanannya, rambutnya kusut penuh
debu, dia mengangkat kedua tangnnya ke langit dan berdo’a : “Ya Rabb, Ya Rabb!
Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dikenyangkan
dengan sesuatu yang haram, bagaimana ia akan dikabulkan doa’anya.” [HR.Muslim, 1015].
A.HUKUM DASAR
Pada dasarnya semua makanan hukumnya adalah halal,kecuali yang diharamkan oleh
dalil, Allah berfirman :

‫هو الذي خلقكم ما في األرض جميعا‬


“Dialah yang telah menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi ini untuk kamu… [QS. Al
Baqarah:29].
Syaikh Abdurrahman As Sa’di berkata : “Dalam ayat diatas terdapat dalil bahwa pada
dasarnya segala sesuatu itu halal dan suci karena ayat tersebut konteksnya adalah menyebutkan
nikmat.” [Tafsir As Sa’di, hal 30].
B.SYARAT MAKANAN YANG HALAL
1.Suci, bukan najis atau yang terkena najis. Allah berfirman :

‫إنما حرم عليكم الميتة و الدم و لحم الخنزير وما أهل‬


‫به لغير هللا‬
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang
yang disembelih dengan nama selain Allah.” [QS. Al Baqarah:173].
2.Aman, tidak bermudharat baik yang langsung maupun yang tidak langsung. Allah
berfirman :

‫وال تلقوا بأيديكم إلى التهلكة‬


“Dan janganlah kamu menjerumuskan diri kamu kedalam kebinasaan.” [QS. Al Baqarah:195].
3.Tidak memabukkan. Rasulullah‫ صلى هللا عليه وسلم‬bersabda : “setiap yang memabukkan
adalah khamar dan setiap khamar adalah haram.” [HR.Muslim,2003].
4.Disembelih dengan penyembelihan yang sesuai dengan syari’at jika makanan itu
berupa daging hewan.

C. ASAL-USUL MAKANAN
Dilihat dari segi asal usul makanan dibagi menjadi dua : Makanan Nabati dan Hewani.
Yang kedua dibagi menjadi dua : hewan air dan hewan darat. Yang kedua dibagi
menjadi empat : Buas, jinak, unggas, serangga.
a.Makanan Nabati : Hukum asalnya adalah Halal, dalilnya adalah surat Al Baqarah :29,
dan hadits Salman Al Farisi, Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬bersabda yang artinya : “yang
halal adalah yang dihalalkan oleh Allah dalam kitab-Nya dan yang Haram adalah yang
diharamkan oleh Allah dalam kitab-Nya dan yang didiamkan maka itu dimaafkan.”[HHR.At
Tirmidzi, 1730, ia berkata : Gharib dan Mauquf lebih shahih].
b.Makanan Hewani :
1. Hewan air : Hukum dasarnya adalah Halal, dalilnya firman Allah yang artinya :

‫…أحل لكم صيد الير‬


“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut.” [QS. Al Maidah :96].
Juga sabda Rasulullah ‫صلى هللا عليه وسلم‬yang artinya : “(air laut ) itu suci dan bangkainya
halal.” [HR. Abu Daud,83. Dan At Tirmidzi,69, ia berkata Hasan Shahih]. Kecuali buaya
karena ia termasuk hewan bertaring dan buas, juga Ular dan Kodok.
Abdurrahman bin Utsman berkata : “Telah datang seorang Thabib kepada Rasulullah
meminta izin menjadikan kodok sebagai ramuan obat, maka Rasulullah melarangnya untuk
membunuh kodok.” [HR. Abu Daud,3871. Dan An Nasaa’i , 4062 dan dishahihkan oleh
Syeikh Al Bani].
2. Hewan darat.
a.Binatang buas. Ibnu Abbas berkata : “Rasulullah melarang memakan binatang buas yang
bertaring dan burung yang bercakar.” [HR.Muslim, 1934]. Berpijak dari hadits ini maka
binatang buas yang diharamkan adalah binatang yang bertaring.
b.Binatang jinak. Hukum asalnya adalah halal, dalilnya Allah berfirman :

‫أحلت لكم يهيمة األنعام‬


“Dihalalkan bagimu binatang ternak.” [QS. Al Maidah :1]. Kecuali Keledai, ia diharamkan
dalam hadits dari Jabir ia berkata : “Rasulullah melarang pada perang Khaibar untuk makan
daging Keledai dan mengizinkan makan daging kuda.” [HR. Bukhari,5524. Dan Muslim,
1941].
c.Unggas. Hukum dasarnya adalah halal. Zahdam Al Jarmi berkata : “Saya pernah datang
kepada Abu Musa Al ‘Asy”ari dan Ia sedang makan daging Ayam, lalu Ia berkata : “ mendekat
dan makanlah! Karena aku melihat Rasulullah memakannya.” [HR.At Tirmidzi, 1836]. Ia
berkata : “hasan. Kecuali burung pemangsa dengan cakar sebagai senjatanya.
Sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas diatas, juga burung pemakan bangkai seperti
gagak, sebagaimana Rasulullah bersabda yang artinya : “Lima Fawaasiq, dibunuh baik
dalam wilayah haram, atau diluar wilayah haram, : Gagak, Elang, tikus, kalajengking, dan
anjing penggigit.” [HR.Bukhari,1829. Muslim 1198]. Dan hewan yang halal tidak dibunuh
melainkan disembelih, karena jka dibunuh maka ia menjadi bangkai.
d.Serangga yang menjijikan haram hukumnya, dalilnya firman Allah :

‫ويحل لهم الطيبات ويحرم عليهم الخبائث‬


“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan segala yang
buruk.” [QS. Al ‘Araf :157]. Dan sesuatu yang buruk dan menjijikan tidak termasuk
dalam kategori ath thoyyibat. Allah berfirman :
‫قل أحل لكم الطيبات‬
“katakanlah dihalalkan bagi kalian yang baik-baik.” [QS. Al Maidah :4].
Adapun belalang maka ia halal tanpa diragukan, Abdullah bin Abi Aufa berkata : “Kami
telah berperang sebanyak tujuh kali peperangan dengan memakan Belalang bersama
Rasulullah.” [HR.Bukhari,5495. Dan Muslim, 1952].
Wallahu’alam
Maraji’ :
1. Al Uddah syarah Umda, karya Baha’uddin Abdurrahman Al Maqdisi.
2. Al Majmu’, karya Abu Zakariya Yahya bin Sharaf An Nawawi.
3. Al Mughni, karya ibnu Qudamah Al Maqdisi.
4. Fiqh Assunnah, karya Sayyid Sabiq.
Makan dan minum merupakan hal yang pokok dalam kehidupan. Tanpanya manusia tidak dapat
melanjutkan hidup. Maka dari itulah makanan menjadi faktor yang sangat penting. Dalam ada
kriteria makanan yang di bagi menjadi 2 yaitu makanan halal dan haram. Dalam keriteria
tersebut dijlaskan dengan detail makanan yang halal dan haram. Di sini mari kita coba jelaskan
lebih rinci kriteria tersebut.

Makanan Halal

Banyak orang yang meremehkan makanan yang halal dan haram. Padahal halalnya makanan
yang masuk kedalam tubuh juga mempengaruhi kehidupan. Sebelum membahas kriteria
dan jenis makanan halal terlalu jauh. Berikut beberapa kaidah yang harus kamu ketahui sebagai
muslim.

Berdasarkan wahyu Allah dalam surah al-Baqarah [2] ayat 29 dan al-An'am [6] ayat 119: "Dia-
lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untukmu". (QS.2: 29)

"Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu,
kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya". (QS. 6: 119)

Ayat pertama [2:29] megartikan jika segala sesuatu baik yang berupa makanan, minuman,
pakaian yang ada di bumi adalah halal dan suci, kecuali yang diharamkan dalam al-Qur'an dan
al-hadits. (Lihat: Aisarut Tafasir, hlm. 39-40, Taisirul Karimir Rahman, hlm. 48). Semakna
dengan itu ayat kedua [6;:119] menerangkan jenis-jenis makanan yang diharamkan, yang
menunjukan bahwa semua makanan yang tidak ada pengharamannya dalam syari'at berarti
adalah halal.

Makanan Haram

Seperti yang dibahas sebelumnya beberapa kaidah menjelaskan tentang makanan halal. Berikut
ini beberapa kriteria suatu makanan dan minuman menjadi haram. Makanan dan minuman
menjadi haram karena salah satu dari 5 hal berikut;
1. Membawa mudharat pada badan dan akal.
2. Memabukkan. Merusak akal, dan menghilangkan kesadaran.
3. Najis atau mengandung najis.
4. Menjijikkan menurut pandangan orang kebanyakkan.
5. Tidak diberi izin oleh syariat karena makanan/minuman tersebut milik orang lain. Artinya
haram mengkonsumsinya tanpa izin pemiliknya.

Dari dua penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Islam sangat memikirkan kelangsungan
hidup umatnya di dunia dan akhirat. Jadi sebelum mengkonsumsi makanan atau minuman
terlebih dahulu memperhatikan label halal pada kemasan makanan atau bahan dasar makanan
tersebut haram atau halal.
Makanan Halal dan Haram Menurut Islam,
Dilengkapi Penjelasannya

Husnul Abdi

09 Apr 2019, 14:45 WIB


16
Makanan Halal 100 % (sumber: Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta Makanan halal dan haram menjadi hal penting bagi umat Islam. Mengetahui
makanan halal dan makanan haram adalah mengetahui mana makanan yang boleh dimakan dan
makanan yang tidak boleh dimakan.

BACA JUGA

 6 Rekomendasi Restoran Halal Saat Berkunjung ke Korea Selatan


 14 Makanan Khas Bali yang Halal Selain Ayam Betutu
 Kuliner Malam Jumat: Berawal dari Mimpi Makan Dimsum Halal dan Terjangkau

Di Indonesia, kamu dapat melihat label halal yang terdapat pada bungkusan makanan kemasan.
Selain itu, bila tidak ada label halal, kamu juga dapat melihat komposisi produk yang akan kamu beli
terlebih dahulu.

Sedangkan masih banyak makanan yang tidak diketahui apakah makanan tersebut halal ataukah
haram. Untuk itu kamu harus mengetahui jenis makanan halal dan haram seperti Liputan6.com
rangkum dari berbagai sumber, Selasa (9/4/2019).

2 dari 5 halaman

Makanan Halal
Pada dasarnya, semua makanan hukumnya adalah halal. Tetapi ada beberapa syarat untuk menyebut
bahwa sebuah makanan itu adalah makanan yang halal, yaitu:

1. Suci dari najis

2. Aman dari mudharat

3. Tidak memabukkan

4. Disembelih dengan penyembelihan yang sesuai dengan syariat (bila makanan itu adalah daging).

Di Indonesia, kamu mungkin bisa terbantu melihat makanan halal dan haram dengan adanya
sertifikat halal atau label halal dari MUI. Kamu bisa memilih rumah makan atau restoran yang
memiliki sertifikat halal untuk dikunjungi, karena berarti restoran tersebut sudah diperiksa oleh MUI
makanan yang disajikannya.

Begitu pula dengan makanan yang berbentuk kemasan. Biasanya pada bungkus kemasan, akan ada
label halal bila memang makanan tersebut sudah diperiksakan ke MUI dan disetujui sebagai makanan
halal.

Jadi untuk menentukan suatu makanan halal dan haram, kamu wajib untuk memperhatikan sertifikat
MUI atau label MUI di kemasan.
3 dari 5 halaman

Makanan Haram: Bangkai


Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pada dasarnya semua makanan itu hukumnya adalah
halal, Kecuali yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an kalau makanan tersebut haram.

Diantara makanan haram yang tertulis di dalam Al-Qur’an yaitu:

1. Bangkai

Yang diharamkan disini adalah hewan yang mati tanpa melalui proses penyembelihan yang
berdasarkan agama islam. Bangkai merupakan setiap hewan yang mati.

Dalam kategori makanan halal dan haram, Bangkai yang diharamkan adalah hewan yang mati secara
tidak wajar, seperti hewan yang mati karena dipukul, hewan yang mati dari tempat yang tinggi,
hewan yang mati tercekik, hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan yang lain, dan hewan yang
dimangsa atau diterkam oleh hewan buas.

Bila hewan yang akan kamu makan mati karena beberapa hal yang telah disebutkan di atas, makan
haram hukumnya untuk memakan hewan tersebut. Kecuali kamu setelah kejadian tersebut hewan
masih hidup, dan kamu sempat menyembelihnya, maka hewan tersebut masih halal.

Selain itu, dalam pembahasan makanan halal dan haram ini, hewan yang dipotong tubuh tertentu
saja, misalnya paha, tanpa disembelih berdasarkan agam terlebih dahulu, maka hewan tersebut haram
untuk dikonsumsi.

Tetapi ada dua jenis bangkai yang tidak diharamkan dalam agama islam, atau dianggap sebagai
pengecualian, yaitu bangkai ikan atau hewan laut dan belalang.

4 dari 5 halaman
Makanan Haram: Darah yang Mengalir dan Daging Babi

ilustrasi gambar daging babi (Sumber: Pixabay)

2. Darah yang Mengalir

Dalam pembahasan makanan halal dan haram ini, darah juga merupakan sesuatu yang haram untuk
dikonsumsi oleh manusia. Terutama darah yang dikonsumsi dengan cara dialirkan atau ditumpahkan.

Tetapi, darah yang sedikit, misalnya darah yang tersisa pada daging sembelihan, maka hal itu
dinyatakan sebagai makanan yang halal.

3. Daging Babi

Salah satu makanan yang sudah terkenal dengan keharamannya yaitu daging babi. Dalam
pembahasan makanan halal dan haram, pastinya babi akan selalu masuk ke bagian yang haram.

Arti daging disini bukan hanya, daging babi saja, tetapi seluruh badan babi, yang merupakan bagian
dari si babi tersebut, adalah haram hukumnya untuk dikonsumsi.

5 dari 5 halaman
Selanjutnya: Makanan Haram: Hewan yang disembelih tanpa menyebut nama Allah

 Makanan Halal
 Makanan Haram
 Makanan Halal dan Haram

0%Suka


0%Lucu


0%Kaget


0%Sedih


0%Marah

KREDIT

BAGIKAN

16
REKOMENDASI

Jangan Salah Pilih, Ini Nama Lain Makanan yang Mengandung Babi

Beredar Kerupuk dan Sosis Mengandung Babi di Singkawang

Menantang dan Indah, Ini 5 Wisata Alam Liar di Indonesia yang Wajib Dikunjungi

Ternyata Ini Sosok Asli Pengisi Suara Film Spongebob Squarepants

Sosok Karenina Sunny, Adik Steve Emmanuel yang Aktif dalam Kegiatan Sosial
Kisah Anak Gajah di Thailand Ini Sungguh Miris, Mirip di Film Dumbo

Daftar Harga Menu Ini Kocak Abis, Ajak Pembeli Berpikir Keras
Artikel Selanjutnya

Jangan Salah Pilih, Ini Nama Lain Makanan yang Mengandung Babi
Prosedur Sertifikasi Halal MUI
Bagi perusahaan yang ingin memperoleh sertifikat halal LPPOM MUI, baik industri pengolahan (pangan, obat,
kosmetika), Rumah Potong Hewan (RPH), dan restoran/katering/dapur, harus melakukan pendaftaran sertifikasi
halal dan memenuhi persyaratan sertifikasi halal. Berikut ini adalah tahapan yang dilewati perusahaan yang akan
mendaftar proses sertifikasi halal :

1. Memahami persyaratan sertifikasi halal dan mengikuti pelatihan SJH


Perusahaan harus memahami persyaratan sertifikasi halal yang tercantum dalam HAS 23000. Ringkasan HAS
23000 dapat dilihat disini Dokumen HAS 23000 dapat dipesan disini (e-store). Selain itu, perusahaan juga harus
mengikuti pelatihan SJH yang diadakan LPPOM MUI, baik berupa pelatihan reguler maupun pelatihan online (e-
training). Informasi mengenai pelatihan SJH dapat dilihat disini

2. Menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH)


Perusahaan harus menerapkan SJH sebelum melakukan pendaftaran sertifikasi halal, antara lain: penetapan
kebijakan halal, penetapan Tim Manajemen Halal, pembuatan Manual SJH, pelaksanaan pelatihan, penyiapan
prosedur terkait SJH, pelaksanaan internal audit dan kaji ulang manajemen. Untuk membantu perusahaan dalam
menerapkan SJH, LPPOM MUI membuat dokumen pedoman yang dapat dipesan disini.

3. Menyiapkan dokumen sertifikasi halal


Perusahaan harus menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk sertifikasi halal, antara lain: daftar produk, daftar
bahan dan dokumen bahan, daftar penyembelih (khusus RPH), matriks produk, Manual SJH, diagram alir proses,
daftar alamat fasilitas produksi, bukti sosialisasi kebijakan halal, bukti pelatihan internal dan bukti audit internal.
Penjelasan mengenai dokumen sertifikasi halal dapat dilihat di user manual Cerol yang dapat diunduh disini

4. Melakukan pendaftaran sertifikasi halal (upload data)


Pendaftaran sertifikasi halal dilakukan secara online di sistem Cerol melalui website www.e-lppommui.org.
Perusahaan harus membaca user manual Cerol terlebih dahulu untuk memahami prosedur sertifikasi halal yang
dapat diunduh disini. Perusahaan harus melakukan upload data sertifikasi sampai selesai, baru dapat diproses oleh
LPPOM MUI.

5. Melakukan monitoring pre audit dan pembayaran akad sertifikasi


Setelah melakukan upload data sertifikasi, perusahaan harus melakukan monitoring pre audit dan pembayaran akad
sertifikasi. Monitoring pre audit disarankan dilakukan setiap hari untuk mengetahui adanya ketidaksesuaian pada
hasil pre audit. Pembayaran akad sertifikasi dilakukan dengan mengunduh akad di Cerol, membayar biaya akad dan
menandatangani akad, untuk kemudian melakukan pembayaran di Cerol dan disetujui oleh Bendahara LPPOM MUI
melalui email ke : bendaharalppom@halalmui.org.

6. Pelaksanaan audit
Audit dapat dilaksanakan apabila perusahaan sudah lolos pre audit dan akad sudah disetujui. Audit dilaksanakan di
semua fasilitas yang berkaitan dengan produk yang disertifikasi.

7. Melakukan monitoring pasca audit


Setelah melakukan upload data sertifikasi, perusahaan harus melakukan monitoring pasca audit. Monitoring pasca
audit disarankan dilakukan setiap hari untuk mengetahui adanya ketidaksesuaian pada hasil audit, dan jika terdapat
ketidaksesuaian agar dilakukan perbaikan.
8. Memperoleh Sertifikat halal
Perusahaan dapat mengunduh Sertifikat halal dalam bentuk softcopy di Cerol. Sertifikat halal yang asli dapat
diambil di kantor LPPOM MUI Jakarta dan dapat juga dikirim ke alamat perusahaan. Sertifikat halal berlaku selama
2 (dua) tahun.
Persyaratan Sertifikasi Halal MUI
HAS 23000 adalah dokumen yang berisi persyaratan sertifikasi halal LPPOM MUI. HAS 23000 terdiri dari 2
bagian, yaitu Bagian I tentang Persyaratan Sertifikasi Halal : Kriteria Sistem Jaminan Halal (HAS 23000:1) dan
Bagian (II) tentang Persyaratan Sertifikasi Halal : Kebijakan dan Prosedur (HAS 23000:2).
Bagi perusahaan yang ingin mendaftarkan sertifikasi halal ke LPPOM MUI, baik industri pengolahan (pangan, obat,
kosmetika), Rumah Potong Hewan (RPH), restoran, katering, dapur, maka harus memenuhi persyaratan sertifikasi
halal yang tertuang dalam dokumen HAS 23000. Berikut adalah ringkasan dari dokumen HAS 23000 :
I. HAS 23000:1 KRITERIA SISTEM JAMINAN HALAL (SJH)
1. Kebijakan Halal
Manajemen Puncak harus menetapkan Kebijakan Halal dan mensosialisasikan kebijakan halal kepada
seluruh pemangku kepentingan (stake holder) perusahaan.
2. Tim Manajemen Halal
Manajemen Puncak harus menetapkan Tim Manajemen Halal yang mencakup semua bagian yang terlibat
dalam aktivitas kritis serta memiliki tugas, tanggungjawab dan wewenang yang jelas.
3. Pelatihan dan Edukasi
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan. Pelatihan internal harus
dilaksanakan minimal setahun sekali dan pelatihan eksternal harus dilaksanakan minimal dua tahun
sekali.
4. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan produk yang disertifikasi tidak boleh berasal dari bahan haram
atau najis. Perusahaan harus mempunyai dokumen pendukung untuk semua bahan yang digunakan,
kecuali bahan tidak kritis atau bahan yang dibeli secara retail.
5. Produk
Karakteristik/profil sensori produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah
kepada produk haram atau yang telah dinyatakan haram berdasarkan fatwa MUI. Merk/nama produk
yang didaftarkan untuk disertifikasi tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang
diharamkan atau ibadah yang tidak sesuai dengan syariah Islam. Produk pangan eceran (retail) dengan
merk sama yang beredar di Indonesia harus didaftarkan seluruhnya untuk sertifikasi, tidak boleh jika
hanya didaftarkan sebagian.
6. Fasilitas Produksi
a. Industri pengolahan: (i) Fasilitas produksi harus menjamin tidak adanya kontaminasi silang
dengan bahan/produk yang haram/najis; (ii) Fasilitas produksi dapat digunakan secara bergantian
untuk menghasilkan produk yang disertifikasi dan produk yang tidak disertifikasi selama tidak
mengandung bahan yang berasal dari babi/turunannya, namun harus ada prosedur yang menjamin
tidak terjadi kontaminasi silang.
b. Restoran/Katering/Dapur: (i) Dapur hanya dikhususkan untuk produksi halal; (ii) Fasilitas dan
peralatan penyajian hanya dikhususkan untuk menyajikan produk halal.
c. Rumah Potong Hewan (RPH): (i) Fasilitas RPH hanya dikhususkan untuk produksi daging
hewan halal; (ii) Lokasi RPH harus terpisah secara nyata dari RPH/peternakan babi; (iii) Jika
proses deboning dilakukan di luar RPH tersebut, maka harus dipastikan karkas hanya berasal dari
RPH halal; (iv) Alat penyembelih harus memenuhi persyaratan.
7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis mengenai pelaksanaan aktivitas kritis, yaitu aktivitas pada
rantai produksi yang dapat mempengaruhi status kehalalan produk. Aktivitas kritis dapat mencakup
seleksi bahan baru, pembelian bahan, pemeriksaan bahan datang, formulasi produk, produksi, pencucian
fasilitas produksi dan peralatan pembantu, penyimpanan dan penanganan bahan dan produk, transportasi,
pemajangan (display), aturan pengunjung, penentuan menu, pemingsanan, penyembelihan, disesuaikan
dengan proses bisnis perusahaan (industri pengolahan, RPH, restoran/katering/dapur). Prosedur tertulis
aktivitas kritis dapat dibuat terintegrasi dengan prosedur sistem yang lain.
8. Kemampuan Telusur (Traceability)
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan telusur produk yang
disertifikasi berasal dari bahan yang memenuhi kriteria (disetujui LPPOM MUI) dan diproduksi di
fasilitas produksi yang memenuhi kriteria (bebas dari bahan babi/ turunannya).
9. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menangani produk yang tidak memenuhi kriteria,
yaitu tidak dijual ke konsumen yang mempersyaratkan produk halal dan jika terlanjur dijual maka harus
ditarik.
10. Audit Internal
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan SJH. Audit internal dilakukan
setidaknya enam bulan sekali dan dilaksanakan oleh auditor halal internal yang kompeten dan
independen. Hasil audit internal disampaikan ke LPPOM MUI dalam bentuk laporan berkala setiap 6
(enam) bulan sekali.
11. Kaji Ulang Manajemen
Manajemen Puncak atau wakilnya harus melakukan kaji ulang manajemen minimal satu kali dalam satu
tahun, dengan tujuan untuk menilai efektifitas penerapan SJH dan merumuskan perbaikan berkelanjutan.
1. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR SERTIFIKASI HALAL
Kebijakan dan prosedur harus dipenuhi oleh perusahaan yang mengajukan sertifikasi halal. Penjelasan mengenai
kriteria SJH dapat dilihat pada dokumen HAS 23000:2 Persyaratan Sertifikasi Halal: Kebijakan dan Prosedur.
Berikut Proses sertifikasi halal dalam bentuk diagram alir :
Secara Umum Prosedur Sertifikasi Halal adalah sebagai berikut :
a) Perusahaan yang mengajukan sertifikasi, baik pendaftaran baru, pengembangan (produk/fasilitas) dan
perpanjangan, dapat melakukan pendaftaran secara online. melalui website LPPOM MUI (www.halalmui.org) atau
langsung ke website : www.e-lppommui.org.

b) Mengisi data pendaftaran : status sertifikasi (baru/pengembangan/perpanjangan), data Sertifikat halal, status
SJH (jika ada) dan kelompok produk.

c) Membayar biaya pendaftaran dan biaya akad sertifikasi halal melalui Bendahara LPPOM MUI di email
: bendaharalppom@halalmui.org
Komponen biaya akad sertifikasi halal mencakup :
- Honor audit
- Biaya sertifikat halal
- Biaya penilaian implementasi SJH
- Biaya publikasi majalah Jurnal Halal
*) Biaya tersebut diluar transportasi dan akomodasi yang ditanggung perusahaan

d) Mengisi dokumen yang dipersyaratkan dalam proses pendaftaran sesuai dengan status pendaftaran
(baru/pengembangan/perpanjangan) dan proses bisnis (industri pengolahan, RPH, restoran, dan industri jasa),
diantaranya : Manual SJH, Diagram alir proses produksi, data pabrik, data produk, data bahan dan dokumen bahan
yang digunakan, serta data matrix produk.

e) Setelah selesai mengisi dokumen yang dipersyaratkan, maka tahap selanjutnya sesuai dengan diagram alir
proses sertifikasi halal seperti diatas yaitu pemeriksaan kecukupan dokumen ----- Penerbitan Sertifikat Halal.
Hadis tentang Keutamaan Makanan Halal
dan Haram
27 Februari 2018 06:02 Diperbarui: 27 Februari 2018 18:07 2898 0 0

konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan.
Konsumsi meliputi keperluan, kesenangan dan kemewahan. Kesenangan atau keindahan
diperbolehkan asal tidak berlebihan, yaitu tidak melampaui batas yang diperlukan oleh tubuh dan
tidak pula melampaui batasan batasan makanan yang dihalalkan.

Ajaran islam sebenarnya bertujuan untuk mengingatkan umat manusia agar membelanjakan
harta sesua kebutuhannya. Pengeluaran tidak seharusnya melebihi kekayaan, pendapatan dan
juga tidak menekan pengeluaran terlalu rendah sehingga mengarah pada kebakhilan. Manusia
seharusnya bersifat moderet dalam pengetahuan sehingga tidak mengurangi sirkulasi kekayaan
dan tidak melemahkan kekuatan ekonomi masyarakat akibat pemborosan.

Ayat yang menjelaskan tentang konsums

Artiya:

Nabi saw bersabda : Dari Zakaria bin Abi Zaidah dari al sya'bi berkara: saya mendengar Nu'man
bin basyir berkata diatas mimbar dan ia mengarahkan jarinya pada telinganya, saya mendengar
Rasul SAW bersabda: "halal itu jelas,haram pun juga jelas, diantara keduanya adalah subhad,
tidak banyak manusia yang mengetahu

Barang siapa menjaga diri dari subhad , maka ia telah bebes untuk agama dan harga dirinya,
barang siapa yang terjerumus dalam subhad maka ia diibaratkan pengembala disekitar tanah
yang dilarang dikawatirkan terjerumus. Ingatlah sesungguhnya setiap pemimpin punya bumi
larangan. Larangan allah adalah hal yang diharamkan oleh allah, ingatlah bahwa sesungguhnya
dalam jasad terdapat segumpal daging jika baik maka baiklah seluruhnya, jika jelek maka
jeleklah seluruh tubuhnya, ingat dagi itu adalah hati (HR. Muttafaqun Alaih).

Ibnu katsir berkata, allah menjelaskan tentang tidak ada tuhan selain allah yang maha
memberi kepada seluruh umatnya. Dia kemudian memberitahukan akan izinny terhadap segala
sesuatu (sumber daya) yang ada di bumi untuk dimakan dengan syarat halal, selama tidak
membahayakan akal dan badan.

Halal yang murni, misalnya adalah buah buahan, binatang sembelih, minuman sehat,
pakaian dari kapas atau wol, pernikahan yang sah, warisan, rampasan perang dan hadiah. Haram
yang murni misalnya bangkai, darah, babi, arak, pakaian sutra bagi kaum lelaki, pernikahan
sesama mahram, riba, hasil rampok dan curian.
Sementara diantara keduanya adalah subhad. Subhad adalah beberapa masalah yang
diperselisihkan hukumnya, seperti daging kuda, keledai, biawak, minuman anggur yang
memabukkan apabila banyak, pakaian kulit binatang buas. Kewajiban seseorang hamba adalah
menjahui segala bentuk subhad dan syahwat (keinginan) yang diharamkan, membersihkan hati
dan anggota badan dari segala hal yang bisa melenyapkan imam. Hal itu dilakukan dengan
memperbaiki hati dan anggota badanya sehingga akan semakin kuat hatinya.

Allah menyuruh manusia memakan makanan yang baik, sedangakn makanan yang
diharamkan oleh beberapa kabillah yang diterangkan menurut kemaun dan peraturan yang
mereka buat sendiri halal dimaka tidak, karena allah mengharamkan makanan itu, allah hanya
mengaramkan beberapa macam makanan tertentu.

Konsumsi berarti suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya
guna suatu benda, barang maupun jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan, pemakaian barang
barang hasil industry, bahan makan atau sebaginya, keberadaan tinggi pendapatan seseorang
cukup menentukan terhadap pola konsumsinya.

Ajaran konsumsi dalam islam kebaikan dari adanya kewajiban makan makanan halal dan
baik adalah larangan untuk memakan makanan yang haram. Sesuatu itu diharamkan karena
adanya unsure keburukan kemudharatan, setiap larangan yang dikeluarkan oleh allah dan
Rasullulah mempunyai hikmahnya.oleh karna itu kita berkewajiban untuk mengikutinya karna
hal ini bukti keimanan kita kepada allah dan Rasullulah.

Tetapi haram dalam pandangan islam bisa jadi halal jika dalam keadaan terpaksa, haram
dalam pandangan islam memiliki ciri menyeluruh. Akan tetapi islam tidak lupa terhadap
kepentingan hidup manusia dalam menghadapi kepentingan itu. Sehingga seseorang muslim
dalam keadaan memaksa diperkenankan melakukan yang haram karena dorongan keadaan dan
sekedar menjaga diri dari kebinasaan.

Banyak orang menyangka cara untuk mendapatkan kehidupan yang baik adalah dengan
mengumpulakna harta, digunakan untuk membeli kebahagiaan. Mereka menghabiskan umur
mereka untuk mencari mencari dan mengumpulkan harta sebanyak banyaknya. Mereka sengsara
karna mengumpulkan dan menjadi rakus terhadapnya. Mereka tidak memberi hak allah sehingga
diakhirat pun mereka diadzab karenanya.

Makanan yang baik itu adalah segala makanan yang baik bagi tubuh, dapat menimbulkan
nafsu makan dan tidak ada larangan dalam al quran maupun hadis,kata thayyib menjelaskan
sesuatu yang benar benar baik. Pada dasarnya sesuatu yang dirasa enak pada oleh indra dan jiwa,
atau segala sesuatu yang menyakitkan dan menjijikikan. Alquran menyebutkan kata thayyiban
dengan diawali halalan. Selain halal makanan juga harus baik, meski halal tapi tidak baik,
hendaknya tidak kita makan diantara makanan yang baik itu seperti bergizi dan tiddak
berlebihan, makanan sebaik apapun kalau berlebihan jadinya tidak baik
Berzigi dalam islam maksudnya adalah bukan hanya mengharamkan makanan yang
berbahaya bagi kesehatan seperti bangkai tetapi lebih dari itu, islam juga memperhat tentang
kualitas bentuk makanan yang dihidangkannya. Islam memberikan motivasi kepada umat islam,
agar menyediakan menu menu yang bermanfaat atau bergizi, seperti daging binatang darat dan
daging binatang laut dan segala sesuatu yang dihasilkan dibumi seperti biji bijian , buah buahan,
termasuk juga minuman madu dan susu karna nilai gizinya yang tinggi.

Makan dan minum secukupnya, menahan rasa lapar dan dahaga. Bukan berarti mereka
tidak mampu mengkonsumsinya, tetapi karena allah swt telah menetapkan jalan ini adalah jalan
yang paling utama untuk di tempuh oleh rasullulah dan para pengikutnya, inilah yang dilakukan
oleh Ibnu Umar Bin Khttab r.a. padahal mereka mampu dan banyak makanan.
Perintah Makan Makanan yang Halal dan
Baik (Surat Al-Baqarah ayat 168-171)
1 February, 2016 WIB

Mempersiapkan makanan untuk berbuka puasa

1 February, 2016 WIB

Tambah Komentar

Bagikan ini!
(168) Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh
yang nyata bagimu. (169) Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji,
dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. (170) Dan apabila dikatakan
kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi
kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”.
“(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (171) Dan perumpamaan (orang yang menyeru)
orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar
selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka
tidak mengerti.

Kelompok ayat ini merupakan bagian tak terpisahkan dari kelompok ayat sebelumnya, mulai dari
ayat 164. Di sana diungkapkan bahwa penciptaan langit dan bumi, siang malam, perjalanan di
laut, manfaat air hujan dan berhembusnya angin di atmosfir bumi, semuanya dapat menyadarkan
umat manusia akan kekuasaan dan keagungan Allah swt. Namun demikian ada saja, dan bahkan
banyak, orang yang tidak mau memetik pelajaran dari peristiwa alam yang sangat nyata itu.
Berbahagialah orang yang bertambah imannya dengan meresapi peristiwa alam sebagai bukti
keagungan Allah swt. Orang kafir kelak akan menyesal dan ingin rasanya kembali diberi
kesempatan hidup lagi di dunia untuk menebus kesalahan mereka, tetapi nasi sudah menjadi
bubur.

Pada ayat 168 ini Allah menyebut bumi lagi. Di Bumi ada makanan buat umat manusia. Seperti
pada kelompok ayat di atas, di sini Allah menyeru kepada seluruh umat manusia, bukan hanya
orang beriman, agar memilih makanan yang halal dan yang bagus (thayyib). Tentu, praktik yang
diperintahkan ini oleh Allah dijamin mendatangkan keuntungan dalam kesehatan, baik kesehatan
fisik maupun psikis, baik individu maupun sosial.
Kata thayyib yang dinisbahkan kepada makanan seringkali disertai dengan kata halal. Misalnya
perintah Allah agar makan rizki yang halal lagi thayyib yang disebutkan dalam Al-Baqarah: 168,
Al-Maidah: 88,
Teks ayatnya berbunyi:

Al-Anfal: 69,
Teks ayatnya berbunyi sebagai berikut:

An-Nahl: 114.
Teks ayatnya berbunyi sebagai berikut:

Terkadang Allah menyebut makanan atau rizki dengan label thayyib/thayyibat tidak disertai kata
halal. Misalnya firman Allah: “…makanlah dari yang baik-baik (thayyibat) dari apa yang Kami
berikan rizki kepada kalian….”
Teks ayatnya berbunyi sebagai berikut:

Contoh lain adalah firman Allah: “Wahai orang-orang mukmin, keluarkanlah infaq dari yang
baik-baik (thayyibat) dari hasil usaha kalian….”
Teks ayatnya berbunyi sebagai berikut:

Terkadang label thayyib untuk menjelaskan kata halal. Misalnya dalam surah al-Maidah: 4
disebutkan, “Mereka bertanya kepadamu, makanan mana yang halal? Katakanlah, dihalalkan
kepadamu makanan yang thayyibat.” Berdasarkan beberapa ayat di atas, tampaknya kata thayyib
yang mandiri mengandung pengertian halal.
Kata thayyib dikontraskan dengan khabâits. Misalnya surah Al-A’raf: 157 menyatakan “Allah
menghalalkan bagi mereka yang thayyib dan mengharamkan mereka yang khabâits….”
Menurut bahasa, halal berasal dari kata hill artinya terlepas, terbebas, lawan dari kata
‘aqdun artinya terikat. Barang halal adalah barang yang terbebas, terlepas, dibolehkan untuk
diperlakukann, sedangkan lawannya adalah barang yang terikat, tidak boleh diperlakukan. Tidak
diragukan bahwa halal adalah lawan haram. Rizki halal adalah rizki yang zatnya dan cara
memperolehnya diperbolehkan oleh Islam. Contoh rizki yang halal zatnya adalah hewan pada
umumnya seperti ayam, kambing, ikan laut. Kemudian, rizki yang diperoleh dengan cara
menipu, korupsi, mencuri, adalah haram meskipun termasuk jenis rizki halal. Banyak cara
memperoleh rizki yang diharamkan, banyak pula cara yang dihalalkan. Jadi, rizki halal adalah,
rizki yang baik zat maupun cara memperolehnya halal.

Thayyib mengandung arti baik, berkualitas dan bermanfaat. Label thayyib dalam Al-Qur’an
tidak hanya dinisbatkan kepada jenis makanan, tetapi dinisbatkan juga pada beberapa hal. Ia
dinisbatkan kepada keturunan (dzurriyyah) thayyibah, kalimah thayyibah, pohon (syajarah)
thayyibah, tempat-tempat (masâkina) thayyibah, negeri (baldah) thayyibah, penghargaan
(tahiyyatan) thayyibah, hembusan angin (rih) thayyibah. Semua kata yang diberi sifat thayyibah
adalah berkualitas, baik, dan memberi manfaat.

Perlu dicatat di sini bahwa makanan yang thayyib itu secara subjektif belum tentu baik dan
bermanfaat. Misalnya, ada orang tertentu yang karena gangguan kesehatan dilarang minum kopi,
makan daging kambing, yang secara objektif disebut sebagai makanan thayyib dan halal zatnya.
Atas pertimbangan tersebut, makanan jenis ini tidak mendatangkan manfaat dan kebaikan bagi
orang tertentu, karenanya harus dihindari. Ada juga orang yang secara subjektif tidak pantang
sama sekali, tetapi sekadar membatasi kuantitasnya. Banyak orang pada usia tertentu mengalami
gangguan kesehatan seperti kolesterol, atau diabetes melitus. Oleh dokter mereka tidak
dibenarkan mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tinggi dan mengandung kadar
gula seperti orang normal mengkonsumsinya. Di sini, meskipun menurut orang yang
kesehatannya normal kolesterol dan gula itu jenis makanan yang thayyib, tetapi bagi “si
penderita,” jenis makanan itu tidak thayyib. Dengan kesadaran beragama, si penderita harus
mengakui bahwa jenis makanan tersebut tidak thayyib, harus disingkiri sesuai petunjuk ilmu
kedokteran. Inilah yang dimaksud thayyib subjektif itu.

Perintah Al-Qur’an agar mengkonsumsi makanan halal dan thayyib menunjukkan kasih sayang
Allah kepada semua umat manusia. Mereka diundang untuk menjaga kesehatan melalui
konsumsi makanan. Benar juga rasanya, karena gangguan kesehatan selalu disebabkan oleh pola
makan. Orang yang membangkang dari petunjuk ini berarti menyengaja membawa dirinya ke
jurang kehancuran, yang dalam bahasa agama disebut melaksanakan ajakan setan. Karena itu Al-
Qur’an menyatakan “dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena
sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” Di sini, orang non muslim pun
(karena termasuk bagian dari umat manusia yang dipanggil) diingatkan agar tidak mengikuti
petunjuk setan, dimulai dari konsumsi makanan. Melepaskan hubungan dengan setan sedikit
demi sedikit akan mengantar manusia menjadi orang beriman yang berkualitas. Karena
sebenarnya manusia itu dalam hal mengikuti petunjuk setan juga dengan cara selangkah demi
selangkah, dalam bahasa Al-Qur’an dalam ayat ini disebut khuthuwâtisy syaithân.

Di muka disebutkan bahwa label halal untuk makanan mengandung maksud agar ia diperoleh
dengan cara yang benar. Adapun kehalalan dari segi zat akan dibicarakan pada kajian ayat 172
nanti. Seruan mengambil yang halal dan menjauhi langkah setan relevan dengan kehidupan
hedonisme yang dipraktikkan oleh mereka yang suka melakukan kecurangan dalam mengais
rizki.
Ayat 169 Al-Qur’an menyatakan, “Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat
dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” Ini mengandung maksud
bahwa orang yang menasarufkan dan memakan barang yang haram dan yang kotor, hina dan
tidak berkualitas termasuk mengikuti jejak setan. Kemudian diingatkan bahwa setan akan terus
menerus mengajak orang berbuat jahat dan keji. Ada baiknya ayat yang membicarakan tentang
cara memperoleh rizki dengan mengikuti langkah setan ini diasosiasikan dengan nuansa orang
yang mengejar kekayaan dan kesenangan duniawi melalui perdukunan. Orang yang terbiasa
mencari rizki berdasarkan petunjuk dukun tidak bisa membedakan mana yang halal dan mana
yang haram. Mereka habis-habisan membela sang dukun meskipun ajarannya menyimpang jauh
dari ajaran Al-Qur’an. Kalau perlu mereka mengatakan bahwa sang dukun mendapatkan wangsit
dari Allah untuk menunjukkan cara memperoleh rizki yang melimpah. Sementara, sang dukun
yang suka bersemedi dan beragama Islam dalam KTP-nya itu tidak pernah melaksanakan
perintah agama. Ia sembahyang dengan caranya sendiri tetapi tidak shalat. Bahkan ketika disuruh
membaca al-Fatihah, sang dukun tidak hafal. Tetapi para pengikutnya yang masih dalam
kungkungan setan masih menyatakan bahwa sang dukun adalah orang Islam taat, sesama orang
Islam tidak perlu memperpanjang permusuhan. Inilah agaknya yang dimaksudkan ungkapan
“dan kamu mengatakan tentang Allah tentang apa yang kamu tidak mengetahuinya.”

Ayat 170 menyatakan Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah
diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah
kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” “(Apakah mereka akan mengikuti juga),
walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat
petunjuk?”
Masyarakat tradisional pada umumnya melaksanakan seremoni dan ritual berdasarkan apa yang
mereka peroleh dari nenek moyang, yang otoritasnya di tangan sang dukun seperti disebut di
muka. Semua yang mentradisi dan membudaya itu dirasakan benar adanya. Sulit rasanya
menerima pandangan, pemikiran dan ajaran baru yang berbeda dari tradisi mereka selama ini.
Saking lengketnya tradisi pada diri mereka, misalnya berupa seni tertentu, mereka merasa perlu
melestarikan bahkan memamerkannya terhadap masyarakat luar, kalau perlu terhadap
masyarakat modern sekalipun. Setiap kali ada kunjungan dari luar, mereka mempertontonkan
kehebatan tradisi itu. Mereka tidak bisa lagi mempertimbangkan bahwa ada tradisi dan budaya
lain yang membawa mereka lebih maju. Karenanya wajar bila mereka senang menerima
kunjungan, tetapi tidak melakukan kunjungan balasan. Kata Sutan Takdir Ali Syahbana, mereka
seperti penghuni kebun binatang, suka menari dan memamerkan kebolehan mereka, tak peduli
bahwa pengunjung itu lebih hebat dari mereka. Agaknya demikianlah setan menjaga kelestarian
apa yang diperoleh dari nenek moyang agar kebenaran tidak bisa diterima.

Ayat ini dapat menggiring pikiran melihat sikap dan perilaku para koruptor karena berkaitan
dengan pembicaraan tentang memakan harta yang halal dan thayyib. Mereka sebenarnya
mengetahui bahwa korupsi itu tidak benar karena merugikan rakyat dan negara. Mereka juga
sadar bahwa mereka sedang mengikuti langkah setan. Tetapi mereka mendapati perilaku korupsi
itu dari generasi sebelumnya, yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut “diperoleh dari nenek
moyang.” Ketika diingatkan bahwa itu tindakan salah, meskipun tidak menjawab eksplisit,
mereka menjawab dalam hati, bahwa korupsi yang mereka lakukan adalah warisan sistematis
dari generasi sebelumnya, karenanya masih perlu dilestarikan. Agaknya pengaruh setan sudah
begitu mendalam sehingga sulit bagi mereka mengelak darinya. Bahkan, mereka sudah sampai
pada tingkat berposisi sebagai setan, malah dapat menggantikan fungsi setan. Seolah, andainya
setan mau agak santai menggoda, tidak perlu khawatir pekerjaannya terbengkalai karena
pekerjaan menggoda tersebut sudah diambil alih oleh manusia yang kerasukan setan cukup
mendalam tadi.

Ayat 171 menyatakan: “Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah
seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan
seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.” Di sini
Al-Qur’an menjelaskan bahwa para pengikut setia setan disebut orang kafir. Sebagaimana sering
dijelaskan bahwa kafir artinya tutup, maka orang kafir adalah mereka yang tertutup pikiran dan
kalbunya dari menerima kebenaran. Begitulah sakti dan dahsyatnya kekuatan setan
mempertahankan dan menyebarkan kebatilan. Orang kafir digambarkan sebagai hewan gembala
yang hanya dapat memahami satu atau dua kata sebagai aba-aba yang diucapkan oleh tuannya.
Hewan gembala tidak bisa menerima nasihat betapapun bagus dan indahnya nasihat itu. Hewan
gembala tidak bisa dibawa menjadi komunitas yang lebih maju. Katakanlah ada hewan yang bisa
membuat rumah sendiri seperti burung, sejak dulu hingga sekarang rumah burung pipit ajeg
seperti itu, tidak pernah beranjak menjadi lebih baik. Ia tidak tahu ada bahan yang lebih bagus
untuk membuat rumah, atau perlu rumah yang agak leluasa dan nyaman. Berbeda dengan
manusia yang tadinya membuat rumah dari dedaunan, kemudian dari papan, kemudian rumah
tembok, lalu berbeton dan tersusun, selanjutnya kelak akan membuat rumah seperti apa lagi kita
tidak tahu. Dengan kreativitasnya manusia dapat memberi asesoris rumah hingga lebih bagus,
mewah dan indah. Demikian karena manusia mau menerima perubahan. Nah, di sini, orang kafir
yang tidak mau menerima kebenaran itu bagai hewan yang tidak dapat menerima perubahan,
mereka seolah buta, bisu dan tuli.
Dalam kaitannya dengan pilihan makanan yang halal lagi thayyib, orang kafir terlanjur nyaman
dengan makanan dan minuman yang haram, karena hal itu lebih cocok bagi hawa nafsunya.
Begitu pula dengan cara memperoleh rizki dengan cara-cara yang tidak benar telah membikin
mereka kecanduan. Amat sulit bagi mereka untuk menerima nasihat bahwa perbuatannya
merugikan jasmani dan ruhaninya sendiri, bahkan bagi masyarakat luas.•

***) Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dengan naskah awal
disusun oleh Prof Dr Muhammad Zuhri, MA

Anda mungkin juga menyukai