Anda di halaman 1dari 17

Tafsir Ahkam Ayat Kiblat

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas


Mata Kuliah Tafsir Ahkam
Dosen Pengampuh:
Andri Gunawan, M.Phil

Disusunoleh:
Kelompok 2

Abdul Rahmad Ramja : 201110020


Zidan Saifulloh : 201110009
Said Muhammad Yasir : 201110032

FAKULTAS SYARIAH
PROGRAMSTUDIAL-AHWALAL-SYAKHSIYYAH
INSTITUTPERGURUANTINGGI ILMU AL-QUR’AN (PTIQ) JAKARTA
TAHUNAKADEMIK 2021/2022
KATAPENGANTAR

‫ميحرلانمح رلااللهمــــــــــــــــــسب‬

Alhamdulillah, puji syukur kepadaAllah SWT, kami panjatkan atas limpahan


Rahmat,Hidayah serta Inayah-Nya,kami bisa menyelesaikan karya ilmiah berupa makalah yang
singkat dan sederhan ini. Sholawat serta salam mudah-mudahan tetap tercurah kepada
junjungan kita yaitu Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita kepada
jalan yang lurus yang diridhoi oleh Allah SWT dengan ajarannya agama Islam.
Makalah ini dibuat dalam rangka untuk memenuhi tugas dari Bapak Andri Gunawan,
M.Phil Dosen Mata Kuliah Filsafat dengan judul Tafsir Ahkam Ayat Rasydu Al Kiblat
Fakultas Syariah Program Studi Al-ahwal al-syakhsiyyah Institut PTIQ Jakarta.Dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Dosen,yang selalu kami harapkan keberkahannya dan semua pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini masih belum sempurna, untuk itu perlu masukan dari semua pihak
terutama Bapak Andri Gunawan,M.Phil dan teman-teman mahasiswa lainnya.Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnyabagi penyusun sendiri umumnya para pembaca
makalah ini, apabila ada kekurangan dalam penulisan makalahini Penulis mohon maaf yang
sebesar- besarnya.Terima Kasih.

Jakarta, 21 September 2021

Kelompok Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................................................

BAB I: Pendahuluan ..............................................................................................................

A. Latar Belakang ...................................................................................................


B. Rumusan Masalah………………………………………………………….
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………………

BAB II: Pembahasan..............................................................................................................

A. Pengertian Kiblat…………………………………………………………..
B. Tafsir al-Baqarah Ayat 142-144 .......................................................................
C. Tafsir al-Baqarah Ayat 149-150…………………………………………..
D. Makna Lafazh “Masjidil Haram” dalam Tafsir Ayat Ahkam……………
E. Hukum Menghadap ‘Ain Ka’bah dalam Tafsir Ayat Ahkam ...........................

BAB III: Penutup

A. Kesimpulan…………………………………………………………………
B. Saran .................................................................................................................

Daftar Pustaka .........................................................................................................


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Shalat merupakan salah satu jenis ibadah bagi umat Islam dan termasuk ibadah yang
paling utama. Ibadah ini berbentuk perkataan dan perbuatan dengan diawali oleh gerakan
takbir dan diakhiri dengan gerakan salam. Menurut syariat Islam, praktik shalat harus sesuai
dengan segala petunjuk tata cara yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Salah satu
yang menjadi rukun dalam ibadah ini adalah menghadap kiblat. Namun, menghadap kiblat
bukan hanya bagian dari ibadah shalat saja, tapi juga merupakan bagian dari ibadah ibadah
umat Islam lainnya seperti haji, posisi hewan saat disembelih, dan lain-lain. Oleh karena itu
penulis merasa penting untuk kita mengetahui apa itu kiblat, bagaimana sejarahnya, dan
hukum yang bisa diambil dari ayat tentang kiblat.

Berdasarkan latar belakang diatas dan untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Tafsir
Ahkam, penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih jauh lagi mengenai masalah ini

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu kiblat?
2. Bagaimana penafsiran ulama tentang ayat kiblat?
3. Apa hikmah dibalik pemindahan kiblat?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian kiblat
2. Untuk mengetahui tafsir al-Qur’an tentang kiblat
3. Untuk mengetahui hukum menghadap kiblat dalam shalat
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kiblat

Kiblat menurut bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu ‫ قبلة‬. Kata ini adalah salah satu
bentuk masdar dari kata kerja ‫ قبلة – يقبل – قبل‬yang berarti menghadap.¹ Menurut Al Manawi
dalam kitabnya At Taufiq ‘Ala Muhimmat At Ta’arif seperti yang dikutip dalam buku
‘Pedoman Hisab Muhammadiyah’ menguraikan bahwa kiblat adalah segala sesuatu yang
ditempatkan di muka atau sesuatu yang kita menghadap kepadanya.² Sehingga secara harfiah
kiblat mempunyai pengertian arah ke mana orang menghadap. Sedangkan menurut istilah
Kiblat adalah arah yang dituju umat Islam dalam sebagian konteks ibadah, termasuk dalam
shalat. Arah ini menuju kepada bangunan Ka'bah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi,
yang merupakan bangunan suci bagi umat islam yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail. Arah kiblat ini diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah ayat 144,
149, dan 150 yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW pada tahun ke-2 Hijriyah;
sebelum ini Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya di Madinah berkiblat ke arah Baitul
Maqdis. Selain arah salat, kiblat juga merupakan arah berihram dalam haji, arah wajah hewan
saat disembelih, arah jenazah seorang Muslim saat dimakamkan, arah yang dianjurkan untuk
berdoa, serta arah yang dihindari untuk buang air serta membuang dahak.

Secara teknis, definisi kiblat yang paling banyak digunakan ilmuwan Muslim adalah arah
yang ditunjukkan lingkaran besar pada bola dunia yang menghubungkan suatu tempat
dengan Ka'bah. Arah ini menunjukkan jarak terpendek yang dapat ditarik dari tempat
tersebut ke arah Ka'bah. Definisi ini memungkinkan perhitungan (hisab) arah kiblat secara
tepat melalui rumus trigonometri berdasarkan menggunakan koordinat lintang dan bujur
setempat serta koordinat Ka'bah.
B. Tafsir Al-Baqarah Ayat 142-144

Al-Baqarah ayat 142

ُ ‫ِّل ٱلمش ِر ُق وٱلمغ ِر‬


‫ب‬ ِ َّ‫سیقُو ُل ٱلسُّفه ۤا ُء ِمن ٱلن‬
ِ َّ ‫اس ما ولَّ ٰى ُهم عن قِبلتِ ِه ُم ٱلَّتِی كانُوا علیها قُل ِل‬
ِ ‫يه ِدی من يش ۤا ُء ِإل ٰى‬
‫صر ٰ⁠ط ُّمست ِقیم‬

Artinya: “Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: "Apakah yang
memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah
berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.”

1. Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili

Orang-orang bodoh yang memiliki pemikiran lemah dari golongan orang-orang


Yahudi, orang-orang musyrik dan munafik itu berkata: “Apakah sebab berpalingnya
mereka dari kiblat Baitul Maqdis yang mana mereka menghadapnya sebagai kiblat dalam
shalat mereka” Katakanlah kepada mereka wahai Nabi: “Milik Allah itu seluruh arah baik
barat maupun timur. HakNya pula untuk memerintah menghadap ke arah manapun yang
Dia kehendaki. Dia menunjukkan jalan yang lurus dalam beribadah bagi hambaNya yang
dikehendaki. Jadi berpalingnya kiblat menuju Ka’bah adalah suatu hidayah” Imam
Bukhari meriwayatkan dari Al-Bara’ yang berkata: “Ketika tiba di Madinah Rasulullah
SAW shalat menghadap ke Baitul Maqdis selama 16 atau 17 bulan. Namun Rasulullah
SAW lebih senang menghadap ke arah Ka’bah. Lalu Allah menurunkan ayat {Qad Naraa
Taqalluba wajhika} [Surah Al-Baqarah ayat 144] Lalu orang-orang bodoh itu, yaitu
orang Yahudi berkata: {Ma Wallaahum ‘an qiblatihimullatii kaanuu ‘alaihaa} Lalu Allah
SWT berfirman: {Qul Lillahil masyriqu wal maghribu}” (Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof.
Dr. Wahbah az-Zuhaili),³

2. Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih
bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)

Orang-orang bodoh dan lemah akal dari kalangan Yahudi, orang-orang munafik yang
seperti mereka bertanya, “Apa yang membuat orang-orang Islam berpaling dari kiblat
Baitul Maqdis yang menjadi kiblat mereka sebelumnya?” Katakanlah -wahai Nabi- untuk
menjawab pertanyaan mereka, “Allah lah satu-satunya pemilik kerajaan timur, barat dan
arah mata angin lainnya. Dia berhak menghadapkan siapa saja di antara hamba-hamba-
Nya ke arah tertentu yang dihendaki-Nya. Dan Dia lah yang menunjukkan hamba-hamba-
Nya yang Dia kehendaki ke jalan lurus, yang tidak bengkok dan tidak menyimpang.”⁴

3. Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI

Setelah pada ayat yang lalu diceritakan perilaku kaum yahudi secara umum, pada ayat
ini Allah menjelaskan sikap mereka dan juga orang musyrik terkait persoalan khusus,
yaitu pengalihan kiblat salat dari baitulmakdis di palestina ke kakbah di mekah. Pada saat
nabi berhijrah ke madinah, beliau dan para sahabatnya selama 16 sampai 17 bulan
melaksanakan salat menghadap ke baitul maqdis. Pada rajab tahun ke-2 hijriah, Allah
memerintahkan nabi untuk menghadap ke masjidil haram di mekah. Tentang hal ini Allah
berfirman sebagai berikut. Orang-orang yang kurang akal di antara manusia, yakni
sebagian orang yahudi dan kelompok lain, akan mengolok-olok nabi dan kaum mukmin
dengan berkata, apakah yang memalingkan mereka, yakni kaum muslim, dari kiblat yang
dahulu mereka berkiblat kepadanya' pemberitahuan awal ini dilakukan agar nabi dan
orang-orang islam tidak kaget jika hal itu tejadi. Lalu Allah memerintahkan kepada nabi
untuk menjawab mereka. Katakanlah, wahai rasul, milik Allah-lah timur dan barat. Allah
berhak untuk menyuruh hamba-Nya menghadap ke arah mana saja, apakah ke arah timur
atau barat, karena semua arah adalah milik Allah. Mereka yang beriman dengan benar
akan mengikuti seluruh perintah Allah. Mereka itulah yang mendapat petunjuk dari
Allah. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki ke jalan yang lurus. Allah
yang paling mengetahui siapa yang pantas untuk mendapat petunjuk itu⁵

Dari ketiga penafsiran di atas, dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang


membantah hukum-hukum Allah hanyalah orang bodoh dan pembangkang, sedangkan
kaum mukmin akan berkata “kami mendengar dan kami patuh” selain itu Allah juga
menegaskan bahwa milik-Nyalah arah timur dan barat, maka dari itu Allah berhak
memutuskan kemana saja hamba-Nya harus menghadap karena semua arah adalah milik
Allah
Al-Baqarah Ayat 143

‫لرسُو ُل عل ْیكُ ْم ش ِهیدا ۗ وما‬ ِ َّ‫وك ٰذ ِلك جع ْل ٰنكُ ْم أ ُ َّمة وسطا ِللتكُونُوا شُهدآء على ٱلن‬
َّ ‫اس ويكُون ٱ‬
ْ ‫ب عل ٰى ع ِقب ْی ِه وإِن كان‬
‫ت‬ ُ ‫لرسُول ِم َّمن ينق ِل‬ َّ ‫جع ْلنا ٱ ْل ِقبْلة ٱلَّتِى كُنت علیْها ٓ إِ َّّل ِلن ْعلم من يتَّبِ ُع ٱ‬
‫اس لر ُءوف َّر ِحیم‬ ِ َّ‫ُضیع إِ ٰيمنكُ ْم إِ َّن ٱ َِّّل بِٱلن‬ِ ‫لكبِیرة إِ َّّل على ٱلَّذِين هدى ٱ َِّّلُ ۗ وما كان ٱ َِّّلُ ِلی‬
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan
pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)
menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi
kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang
mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa
amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah
tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasihlagi Maha
Penyayang kepada manusia.

A. Tafsir Almuyasar/Kementrian Agama Saudi Arabia

Sebagaimana kami telah member kalian petunjuk-wahai kaum muslimin-menuju jalan


yang lurus dalam agama kami, dan juga telah menjadikan kalian umat pilihan terbaik dan
adil. Supaya kalian kelak akhirat memberikan persaksian di hadapan umat-umat lain
bahwa para rasul mereka telah menyampaikan risalah Allah kepada mereka,dan begitu
juga rasulullah shalallahu wasalam akan menjadi saksi atas kalian di akhiraat kelak
bahwa dia telah menyampaikan risalah tuhannya. Dan kami tidaklah menjadikan-wahai
rasul-kiblat baitul maqdis yang dahulu engkau menghadapnya, lalu kami memalingkan
engkau darinya menuju ka’bah(mekah) kecuali demi menampakkan apa yang telah kami
ketahui sehak zaman permulaan (Azali).

Pengetahuan yang berhubungan dengan pahala dan siksaan, supaya kami bisa
membedakan siapa siapa saja yang mengikuti dan taat kepadamu serta menghadap kearah
yang sama denganmu kearah manapun kamu menghadap, dan siapa saja orang orang
yang lemah imannya sehingga berbalik menjadi murtad minggalkan agama islam gara
gara keraguan dan kemunafikannya. Sesungguhnya kejadian ini yang mengalihkan arah
ke baitul maqdis menuju ka’bah, betul betul berat lagi sulit, kecuali bagi orang orang
yang allah beri hidayah dan allah beri anugerah iman dan taqwa kepada mereka. Dan
allah benar benar tidak akan menyianyiakan keimanan kalian kepadanya dan ittiba’
kalian kepada rasulnya, serta tidak membatalkan pahala shalat kalian yang menghadap
kiblat sebelumnya. Sesungguhnya allah ta’ala maha pengasih lagi maha penyayang
kepada manusia dan rahmat luas di dunia akhirat.⁶

B. Tafsir Al-Mukhtashar/Markas Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan syaikh DR.


Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)

Sebagaimana kami telah memberi kalian kiblat yang kami ridhai untuk kalian
kamipun telah menjadikan kalian sebagai umat terbaik. Adil dan moderat di antara umat
umat yang lainnya, baik dalam hal akidah, ibadah maupun muamalah. Supaya kalian
kelak hari kiamat menjadi saksi bagi para utusan Allah bahwa mereka telah
menyampaikan apa yang Allah perintahkan kepada mereka untuk di sampaikan kepada
umat mereka. Dan juga supaya Rasullullah menjadi saksi atas kalian bahwa dia telah
menyampaikan kepada kalian apa yang harus dia sampaikan. Dan tidaklah kami
menjadikan pengalihan kiblatmu yang pertama (Baitul Maqdis) itu kecuali supaya kami
mengetahui secara nyata balasan apa yang akan di terima oleh orang yang mau menerima
ketentuan Allah secara sukarela dan tunduk kepadanya, kemudian mengikuti Rasulullah.
Dan juga supaya kami mengetahui siapa yang murtad dari agamanya dan mengikuti hawa
nafsunya, sehingga tidak mau tunduk kepeda ketentuan Allah. Peristiwa pengalihan dari
kiblat yang pertama ini terasa sangat berat kecuali bagi orang orang yang mendapatkan
bimbingan dari Allah untuk beriman kepadanya dan percaya bahwa apapun yang di
tetapkan Allah bagi hamba-hambanya pasti di dasari oleh hikmah hikmah tertentu yang
sangat bijaksana. Dan Allah tidak akan menyianyiakan iman kalian kepadanya, termasuk
shalat yang kalian lakukan sebelum pengalihan kiblat. Sesungguhnya Allah maha
penyantun lagi maha penyayang, dan tidak akan memberatkan mereka dan tidak akan
menyia-nyiakan pahala amal perbuatan mereka.⁷

C. An-Nafahat Al-Makiyyah/ Syaikh Muhammad Bin Shalih asy-Syawi

Allah mengajarkan bahwasannya ia memberikan hidayah kepada kalian wahai orang


orang yang beriman kepada agama islam dan kepada kiblat bapak kalian Ibrahim, begitu
juga menjadikan kalian adil dalam memilih tidak menyepelekan serta berlebihan; sebagai
saksi atas kalian umat bagi umat-umat di hari kiamat yang bahwasannya para utusan telah
menyampaikan kerisalahan rabb mereka.⁸

Dalam ayat ini, dapat diketahui 4 hal, pertama bahwa Allah menjadikan umat Islam
sebagai “ummatan wasathan” yang berarti umat pertengahan. Ibnu Jarir Al-Thobari
menjelaskan yang dimaksud tengah-tengah adalah dalam hal agama. Dimana orang Islam
tidak ceroboh layaknya orang Yahudi yang membunuh Nabi mereka, dan tidak
mengganti kitab suci Allah. Dan orang Islam juga tidak sesat seperti orang Nasrani yang
menyangka bahwa Nabi Isa adalah anak Allah dan mereka terlalu dalam ketakutan yang
sangat. Berbeda dengan umat Islam yang berada di posisi tengah tengah dan bijaksana
dalam hal peralihan Ka’bah. dan Allah mensifati kaum muslimin dengan “ummatan
wasathan”, karena hal yang disukai Allah swt adalah tengah-tengah.⁹

Kedua umat Islam menjadi saksi di hari kiamat bahwa para utusan Allah telah
menyampaikan risalah-Nya kepada umat mereka

Ketiga peralihan kiblat akan membuat nyata perbedaan orang-orang yang benar-
benar beriman dan mengikuti Nabi, mereka akan tunduk dan mengikuti perintah Allah,
sedangkan orang yang berada dalam keraguan dan kemunafikan, mereka akan mengikuti
hawa nafsunya dan murtad dari agamanya.

Keempat, bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan sholat kaum mukmin yang
dilakukan sebelum peralihan kiblat.

Al Baqarah Ayat 144

‫طر ْالمس ِْج ِد‬ ْ ‫قدْ نر ٰى تقلُّب وجْ ِهك فِي السَّماءِ ۖ فلنُو ِللینَّك قِبْلة ت ْرضاها فو ِلل وجْ هك ش‬
‫طرهُ ۗ و ِإ َّن الَّذِين أُوتُوا ْال ِكتاب لی ْعل ُمون أنَّهُ ْالح ُّق ِم ْن‬
ْ ‫ْث ما كُ ْنت ُ ْم فولُّوا ُو ُجوهكُ ْم ش‬
ُ ‫ْالحر ِام وحی‬
‫ّللاُ ِبغافِل ع َّما ي ْعملُون‬
َّ ‫ر ِبل ِه ْم ۗ وما‬

Artinya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka


sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah
mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu
ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab
(Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah
benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.

D. Tafsir Jalalain

(Sesungguh) menyatakan kepastian (telah kami lihat perpalingan) atau tengadah


(wajahmu ke) arah (langit) menunggu nunggu kedatangan wahyu dan rindu menerima
perintah untuk menghadap ka’bah. Sebabnya tidak lain karna ia merupakan kiblat nabi
Ibrahim dan lebih menggugah orang orang arab untuk masuk islam (maka sungguh akan
kami palingkan kamu) pindahkan kiblatmu ( ke kiblat yang kamu ridai) yang kamu sukai.
(maka palingkanlah mukamu) artinya menghadaplah di waktu shalat (kearah masjidil
haram) yakni ka’bah (dan dimana saja kamu berada) di tunjukan kepada seluruh umat
(palingkanlah mukamu) dalam shalat (kearahnya! Dan sesungguhnya orang orang yang di
beri alkitab sama mengetahui hal itu) maksudnya pemindahan kiblat kea rah ka’bah
(benar) tidak di sangsikan lagi (dari tuhan mereka) karna didalam kitab-kitab suci mereka
di nyatakan bahwa di antara ciri ciri nabi saw. Ialah terjadi pemindahan kiblat di
masanya. (dan allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan) jika dengan ‫ت‬,
maka di tunjukan kepada ‘kamu’ hai orang orang yang beriman, yang mematuhi segala
perintahnya, sebaliknya bila dengan ‫ي‬, maka ditunjukan kepada orang orang yahudi yang
meyangkal soal kiblat ini.¹⁰

Ibnu Abbas dan jumhur ulama mengemukakan bahwasanya Rasulullah SAW


sebelumnya diperintahkan untuk menghadap ke Baitul Maqdis. Ketika masih berada di
Mekkah, beliau shalat di antara dua rukun, dengan posisi Ka’bah berada dihadapannya,
tetapi beliau tetap menghadap ke Baitul Maqdis. Dan ketika berhijrah ke Madinah beliau
tidak dapat menyatukan antara keduanya, maka Allah Ta’ala memerintahkannya untuk
menghadap ke Baitul Maqdis.

Penyebab yang menjadi alasan Rasulullah menginginkan kiblat Ka’bah adalah:

a. Berusaha berbeda dari umat Yahudi yang mereka mengatakan bahwa Muhammad
tidak menerima agama kita lalu dia mengikuti kiblat kita (Baitul Maqdis), kalau tidak
ada kiblat kita, kita tidak tau kearah mana dia menghadap.
b. Ka’bah merupakan kiblat kakek moyang Nabi Muhammad, yaitu Nabi Ibrahim AS
c. Nabi Muhammad lebih suka kiblat Ka’bah agar dapat menarik orang arab masuk ke
agama Islam.
d. Rasulullah SAW lahir dan tumbuh di kota Makkah yang disitu terletak bangunan
Ka’bah.¹¹

Firman Allah menggunakan redaksi “Masjidil Haram” yang mengisyarahkan bahwa


hal yang wajib adalah menghadap jihah, bukan ain Ka’bah. rahasia akan perpindahan
kiblat ini bersifat khusus dan umum dengan dikuatkannya menggunakan firman Allah
yang berbunyi:

‫فو ِلل وجهك شطر ٱلمس ِج ِد ٱلحر ِام‬

Kemudian disusul ayat

ُ‫ث ما كُنتُم فولُّوا ُو ُجوهكُم شطر ۗۥه‬


ُ ‫وح ی‬

redaksi perkataan Rasulullah untuk umatnya adalah menegaskann kepentingan Kiblat,


dan mengantisipasi Kesalahpahaman bahwa Ka’bah adalah satu satunya Kiblatnya orang
madinah.¹²

C. Tafsir Al-Baqarah Ayat 149-150

Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke Masjidil Haram;
Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang haq dari Rabb-mu. Dan Allah sekali-
kali tidak lengah atas apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah: 149) Dan dari mana saja
kamu berangkat, maka palingkanlah wajahmu ke Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu
(sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah manusia
atas kamu kecuali orang-orang yang zhalim di antara mereka. Maka janganlah kamu takut
kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan
supaya kamu mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 150)

Ini adalah perintah Allah swt. yang ketiga untuk menghadap ke Masjidil-haram dari
seluruh belahan bumi. Para ulama berbeda pendapat mengenai hikmah pengulangan sampai
tiga kali tersebut. Ada yang berpendapat bahwa hal itu dimaksudkan sebagai penekanan,
karena ia merupakan nasakh (penghapusan hukum) yang pertama kali terjadi dalam Islam,
sebagaimana dinyatakan Ibnu Abbas dan ulama lainnya.

Ada juga yang mengatakan, perintah itu turun dalam beberapa kondisi. Pertama,
ditujukan kepada orang-orang yang menyaksikan Ka’bah secara langsung. Kedua, bagi
orang-orang yang berada di Mekkah, tetapi tidak menyaksikan Ka’bah secara langsung. Dan
ketiga, bagi orang-orang yang berada di Negara lain. Demikian yang dikemukakan oleh
Fakhruddin ar-Razi.

Sedangkan jawaban yang rajih (kuat) menurut al-Qurthubi, yang pertama, ditujukan
kepada orang-orang yang berada di Mekkah. Kedua, untuk orang-orang yang berada di
negara lainnya. Dan ketiga, bagi orang yang melakukan perjalanan. Wallahu a’lam.

Dan firman Allah Ta’ala: li allaa yakuuna lin naasi ‘alaikum hujjatun (“Agar tidak ada
hujjah manusia atas kamu.”) Yaitu Ahlul Kitab. Mereka mengetahui di antara sifat umat ini
adalah menghadap ke arah Ka’bah sebagai kiblat. Jika kehendak untuk menghadapkan kiblat
ke Ka’bah itu telah hilang dari sifat umat Islam ini, mungkin mereka akan menjadikannya
sebagai hujjah atas kaum muslimin. Dan selain itu agar mereka tidak berhujjah bahwa kaum
muslimin sama dengan mereka dalam menghadap ke Baitul Maqdis. Dan pendapat ini lebih
jelas.

Mengenai firman Allah Ta’ala ini, Abu al-Aliyah mengatakan, “Yang dimaksudkan
dengan hal itu adalah Ahlul Kitab ketika mereka mengatakan, “Muhammad berpaling ke arah
Ka’bah.” Mereka mengatakan, “Dia rindu kepada rumah ayahnya dan agama kaumnya.” Dan
yang menjadi hujjah mereka atas Nabi adalah berpalingnya beliau ke Baitul Haram, mereka
katakan, “Ia akan kembali kepada agama kita sebagaimana ia telah kembali ke kiblat kita.”

Kata Ibnu Abi Hatim hal senada juga diriwayatkan dari Mujahid, Atha’, adh-Dhahhak,
Rabi’ bin Anas, Qatadah, dan as-Suddi.

Dan mengenai firman Allah Ta’ala: illalladziina zhalamuu minHum (“Kecuali orang-
orang yang zhalim di antara mereka,”)mereka semua berpendapat, yaitu orang-orang musyrik
Quraisy.

Rasulullah senantiasa taat kepada Allah dalam segala keadaan, tidak pernah melanggar
perintah-Nya meskipun hanya sekejap mata, sedang umat beliau selalu mengikutinya.

Firman-Nya: falaa takhsyauHum wakhsyaunii (“Maka janganlah kamu takut kepada


mereka, dan takutlah kepada-Ku.”) Artinya, janganlah kalian takut terhadap kesangsian
orang-orang zhalim yang menyusahkan, tetapi takutlah hanya kepada-Ku saja. Sesungguhnya
hanya Allah Ta’ala sajalah yang lebih berhak untuk ditakuti daripada mereka.

Firman-Nya: wa li-utimma ni’matii ‘alaikum (“Dan supaya Aku menyempurnakan


nikmat-Ku atasmu.”) Firman-Nya itu merupakan athaf (sambungan) bagi firman-Nya yang
sebelumnya, yaitu: li allaa yakuuna lin naasi ‘alaikum hujjatun (“Agar tidak ada hujjah
manusia atas kamu.”) Artinya, supaya Aku (Allah) menyempurnakan nikmat-Ku atas kalian
yaitu berupa ditetapkannya Ka’bah sebagai kiblat, supaya syari’at kalian benar-benar
sempurna dari segala sisi.

Wa la’allakum tahtaduun (“Dan agar kalian mendapat petunjuk.”) Maksudnya, Kami


tunjukkan kalian kepada jalan yang umat lain menyimpang darinya dan Kami khususkan
jalan itu hanya untuk kalian. Oleh karena itu umat ini menjadi umat yang paling baik dan
mulia.¹³

Makna Lafadz “Masjidil Haram” Menurut Tasfir Ayat Ahkam

Lafadz Masjidil Haram di dalam Al-Quran sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad Ali
Al-shabuni memiliki beberapa makna, diantaranya:

1. Bermakna Ka’bah
2. Bermakna keseluruhan masjidil haram, sebagaimana dikuatkan dalam hadis
keunggulan shalat di masjidil haram “Shalat di Masjidku lebih lebih baik 1000 kali
shalat dibandingkan shalat di masjid yang lain, kecuali Masjidil Haram.”
3. Bermakna Kota Makkah al-Mukarromah sebagaimana dijelaskan dalam surat al Isra’
ayat pertama yang berbunyi:

‫ا‬
‫سُبح ٰـن ٱلَّذِیۤ أسر ٰى بِعب ِد ِهۦ لیࣰل لمِن ٱلمس ِج ِد ٱلحر ِام‬

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al
Masjidil Haram”

Isra’ Nabi sebagaimana dijelaskan ayat diatas adalah dari masjidil haram yang
dimaksud dengan isra’ tersebut adalah dari kota Makkah al-Mukarromah
4. Bermakna keseluruhan tanah haram sebagaimana ditegaskan dalam ayat yang
menerangkan kenajisan orang musyrik yang berkonsekuensi larangan bagi mereka
mendekati tanah haram.¹⁴

Hukum Menghadap ‘Ain Ka’bah Dalam Tafsir Ayat Ahkam.

Hukum dalam hal menghadap kiblat menurut imam madzhab terbagi menjadi dua
pendapat, yang pertama Syafiiyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa kewajiban
menghadap ‘ain (dzat) Ka’bah. Sedangkan Hanafiyyah dan Malikiyyah berpendapat
bahwa kewajibannya menghadap pada jihah Ka’bah bagi orang yang shalat tidak dapat
menyaksikan Ka’bah. Adapun jika menyaksikan Ka’bah, ulama madzhab sepakat bahwa
tidak boleh kecuali benar-benar menghadap ‘ain Ka’bah. Perbedaan kedua pendapat
diatas adalah pendapat pertama mengatakan bagi yang menyaksikan ka,bah harus benar-
benar menghadap Ka’bah dan bagi yang tidak menyaksikan Ka’bah wajib berusaha
benar-benar menghadap Ka’bah disertai mengan menghadap arah nya. Adapun pendapat
yang kedua bagi yang tidak menyaksikan Ka’bah cukup menghadap arah Ka’bah saja.¹⁵
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kiblat adalah arah yang dituju umat Islam dalam sebagian konteks ibadah, terutama
dalam sholat. Pada ayat mengenai kiblat ini, Allah memerintahkan umat Islam untuk
menghadap ke arah Masjidil Haram yang sebelumnya adalah Baitul Maqdis, perintah ini
juga sesuai harapan dan keinginan Nabi SAW agar kiblatnya dipindah ke Baitul ‘Atiq
yang mana itu adalah kiblat kakek moyangnya Nabi SAW, yaitu nabi Ibrahim AS dan
agar berbeda dari kiblatnya orang yahudi, peralihan kiblat ini memiliki hikmah
diantaranya Allah membuat nyata perbedaan antara orang munafik dan orang beriman
serta menjadikan umat Islam ummatan wasathan, umat pertengahan, yaitu sebaik-
baiknya umat.

B. Saran
Sebagai orang beriman sudah sepatutnya kita bersikap “kami mendengar dan kami
patuh”, jangan sampai kita termasuk golongan orang-orang yang memiliki keraguan
terhadap perintah Allah dan mempertanyakan, bahkan sampai mengolok-olok perintah
tersebut sebagaimana orang-orang bodoh dan pembangkang dalam ayat di atas.
Daftar Pustaka

Ahmad Warson Munawir, 1997, Al Munawir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka


Progressif

Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, op.cit

Muammad Ali Al-Shabuni, 2004, Rawai’ Al-Bayan Tafsiru Ayati Al-Ahkam, Dimisqa: Dar Ibn
“ashashah

Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Wajiz

Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh

Tafsir Almuyasar/Kementrian Agama Saudi Arabia

Muhammad Bin Shalih asy-Syawi, An-Nafahat Al-Makiyyah

Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI

Jalaludin al-Mahalli, 1459, Jalaludin as-Suyuthi, 1505, Tafsir Jalalain

Anda mungkin juga menyukai