Anda di halaman 1dari 11

BONENG

Beras Analog Talas Beneng (Xanthosoma undipes k.koch)


Pemanfaatan Bahan Pangan Lokal di Provinsi Banten untuk Diversifikasi Pangan

BAB I
1.1 Latar Belakang
Beras merupakan makan pokok orang Indonesia yang utama. Tingkat konsumsi
beras orang Indonesia cukup besar, sekitar 114 kg/kapita/tahun (BPS,2015). Penduduk
Indonesia berjumlah sekitar 273.500.000 diasumsikan penduduk yang memakan beras
adalah 191.345.000 jiwa. Jika ditotal, maka jumlah kebutuhan beras di Indonesia
21.813.330 ton. Untuk memenuhi permintaan dan cadangan pangan, pemerintah masih
mengimpor beras. Jika, hal ini dibiarkan menyebabkan kenaikan harga bahan pangan dan
merugikan kas negara. Selain itu, jika terjadi ketergantungan pada salah satu bahan
pangan dapat menyebabkan krisis pangan yang disebabkan meningkatnya konsusmsi.
Diperlukan solusi untuk mengurangi dampak ketergantungan beras. Salah satunya adalah
diverisfikasi pangan.
Diversikasi pangan adalah sebuah program untuk mendorong masyarakat untuk
memvariasikan makanan pokoknya agar tidak tergantung hanya pada satu jenis makan
pokok. Program diversifikais pangan ini ditujukan agar masyarakat Indonesia tidak
tergantung pada beras sebagai makanan pokok. Negara Indonesia memiliki berbagai
macam keanakaragaman hayati yang melimpah. Banyak tanaman pangan yang dapat
dijadikan bahan makanan pokok. Mulai dari umbi-umbian seperti talas, ubi dsb, serelia
seperti sorgum dan masih banyak lagi. Di Indonesia, banyak provinsi yang memiliki
sumber pangan lokal yang dapat menjadi makanan pokok alternatif , namun banyak yang
belum termanfaatkan secara baik. Salah satu potensi lokal yang belum dimanfaatkan
secara maksimal yaitu talas beneng merupakan potensi lokal dari Provinsi Banten.
Talas beneng (Xanthosoma undipes k.koch), merupakan tanaman umbi umbian
dari genus xanthosoma. Tanaman ini memiliki umbi yang dapat dimakan. Hingga saat ini
pemnfaatan umbi talas beneng ini hanya terbatas pada pembuatan tepung mocaf dari
talas beneng. Tepung mocaf ini biasanya diolah menjadi bahan dasar kue. Tetapi, talas
beneg ini belum dimanfaatkan sebagai makanan pokok, hanya menjadi makanan ringan.
Untuk mengoptimalkan manfaat talas beneng ini,dapat diolah menjadi beras analog yang
dapat dikonsumsi masyarakat. Diharapkan, beras analog ini dapat menjadi alternatif
pangan selain beras karena memiliki karakteristik mirip beras pada umumnya.
Diharapakan, beras analog dari talas beneng dapat menjadi salah satu bahan
pangan pokok alternatif untuk medukung program diversifikasi pangan di wilayah
Banten, agar masyarakat tidak tegantung pada beras,dan juga pemanfaatan bahan pangan
lokal ini dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga manfaatnya dapat dirasakan
masyarakat.
1.2 Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan, penulisan ini bertujuan untuk
memenfaatkan bahan pangan lokal yaitu talas beneng asli Banten menjadi beras analog
untuk keanekaragaman pangan/diversifikasi pangan.
1.3. Manfaat Penulisan
1. Bagi pemerintah, dapat memberikan solusi dalam wacana ketahanan pangan nasional,
melalui program diversifikasi pangan per tiap provinsi dengan plasma nutfah khas
tiap daerah serta menjaga kelestariannya.
2. Bagi masyarakat, untuk memperkenalkan kepada masyarakat sumber makanan pokok
selain beras yang dapat menjadi alternatif dan juga menyehatkan.
3. Bagi perekonomian, dapat menekan angka impor beras dan gandum apabila
diversifikasi diperlakukan sehingga dapat menanggulangi kenaikan harga bahan
pokok.
4. Bagi penelitian dan akademis, talas beneng ini dapat diketahui informasi dan
pemahaman lebih jauh kandungan gizi dari talas beneng ini.Sehingga, talas beneng
ini dapat dikembangkan lebih lanjut.
1.4. Rumusan Masalah
1. Bagaimana solusi untuk ketahanan pangan di Indonesia?
2. Apa kandungan gizi talas beneng?
3. Apa itu beras analog?
4. Apa manfaat dari beras analog?
5. Bagaimana cara membuat beras analog?
1.5. Batasan Masalah
1. Penelitian ini belum dilakukan secara skala laboratorium, baru dilakukan studi
literatur.
2. Beras analog dari talas beneng ini, akan ditujukan untuk diversifikasi pangan di satu
wilayah, tidak mengganti konsumsi beras di seluruh wilayah Indonesia.
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Diverisfikasi Pangan
Diverisifikasi pangan adalah program yang medorong masyarakat untuk
memvariasikan jenis makanan pokok agar tidak tergantung pada satu jenis bahan pangan.
Diversisfikasi pangan ditujukan kepada masyarakat Indonesia agar tidak terfokus pada
nasi. Indonesia memiliki banyak jenis tanaman pangan yang dapat diolah menjadi bahan
makanan pokok, seperti umbi-umbian, talas, sukun dsb. Diversifikasi pangan merupakan
upaya pemerintah dalam menuju swasembada beras dengan cara meminimalkan
konsumsi beras sehingga angka konsumsi tidak melewati jumlah produksi beras
Upaya diverisifikasi pangan telah lama pemerintah upayakan. Hal ini pemerintah
tegaskan melalui Inpres No 14 tahun 1974 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat
(PMMR) dan disempurnakan melalui Inpres No 20 tahun 1979. Dalam Peraturan
Pemerintah RI No 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan Pasal 1 ayat 9 dijabarkan
sebagai upaya peningkatan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang
(BBKP 2002).
Diverisfikasi pangan dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi kerergantungan
masyarakat pada beras.. Tercatat pada tahun 2015 menurut data BPS angka konsumsi
bersa masyarakat Indonesia sebesar 114 kg/kapita/tahun dibandingkan tahun sebelumnya.
Meskipun tingkat konsumsi beras menurun, pemerintah tetap harus mengimpor beras
karena pertambahan jumlah pendudk yang signifikan. Untuk memenuhi kebutuhan beras
dalam negeri, Indonesia masih melakukan impor. Berdasarkan data dari BPS 2014
Indonesia tercatat mengimpor sebanyak 60,79 ribu ton beras dari sejumlah negara
sepanjang kuartal 2014. Nilai impor beras yang dilakukan Indonesia dalam 3 bulan
pertama 2014 mencapai US$26,87 juta.
Masyarakat Indonesia baru baru ini sadar untuk mesubstitusikan beras dengan
makanan pokok lainnya selain beras. Tetapi, masayarakat justru beralih dengan
mengkonsumsi makanan pokok yang berasal dari gandum dan olahannya (tepung
gandum, tepung terigu dan olahannya). Hal ini dapat dilihat dari kenaikan konsumsi
gandum dan olahannya (tepung dsb). Pada tahun 2016 jumlah konsumsi tepung gandum
sebesar 22,3 kg/kapita/tahun meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk data
kenaikan konsumsi tepung gandum dapat dilihat pada grafik 2.1
Grafik 2.1 Konsumsi tepung gandum 2007-2016 (Kg/kapita/tahun)

(sumber : Aptindo, 2016)


Tepung gandum dan tepung terigu berbahan dasar dari gandum (Triticum spp)
yang bukan tanaman lokal dan tidak dapat ditanam di lingkungan Indonesia yang
beriklim tropis. Sehingga dibutuhkan impor untuk memenuhi kebutuhan gandum dan
olahannya.
Jika permintaan gandum dan tepung gandum meningkat, maka pemerintah makin
terbebani dalam mengimpor bahan pangan selian beras, juga harus mengimpor tepung
gandum. Diversifikasi pangan harus dilakukan dengan mensubsitusaikan beras dengan
bahan pangan lokal berkarbohidrat. Hal ini dilakukan agar negara tidak terbebani untuk
megimpor bahan pangan yang bukan asli dari Indonesia seperti gandum. Banayak bahan
pangan yang dapat dijadikan bahan makan pokok seperti umbi-umbian, sorgum, sagu dll.
Diverisfikasi pangan harus dilakukan dengan bahan makan pokok lokal sehingga tidak
perlu mengimpor serta untuk meningkatkan nilai jual bahan panagn pokok lokal.
Oleh karena itu, diversifikasi pangan harus dilakukan agar masyarakat di
Indonesia tidak tergantung pada satu jenis bahan makanan pokok. Hal ini harus dilakukan
agar ketahanan pangan nasional terwujud.
2.2. Beras Analog
Beras analog adalah beras tiruan (artificial rice) berbahan dasar dari karbolokal
non padi seperti jagung, sagu, talas, dan umbi umbian. Beras analog ini dibuat mirip
dengan beras, baik bentuk maupun kandungannya. Beras analog dibuat agar memiliki
kandungan karbohidrat yang sama atau melebihi kandungan karbohidrat beras
konvensional. Beras analog merupakan salah satu cara dari Kementerian Pertanian untuk
mengurangi ketergantungan konsumsi masyarakat terhadap beras padi dan tepung terigu.
Kebiasaan makan (food habit) masyarakat Indonesia yaitu memakan beras,
Karena, masyarakat Indonesia sudah lama mengkonsumsi beras konvensional (berupa
butiran), sehingga sangat sulit untuk menggantikan beras dengan makan pokok lainnya
yang bentuk fisiknya jauh berbeda dengan beras. Beras analog merupakan pilihan yang
tepat.Peluang beras analog diterima cukup besar karena beras analog dibuat semirip
mungkin dengan beras dari padi.
Berasa analog dapat dibuat untuk mengatasai malnutrisi, dengan melakukan
fortifikasi pangan. Dengan cara menambahkan micronutrient seperti vitamin A, vitamin
E,mineral, zat besi dan lainnya. Untuk meningkatkan kandungan protein dapat
menggunakan pangan sumber protein seperti kacang kacangan. Dapat juga ditambahkan
bahan lainnya untuk kebutuhan khusus seperti: (i) penambahan vitamin dan mineral
untuk mengatasi masalah gizi (kekurangan zat besi, kekurangan vitamin A dan
kekurangan Iodium), (ii) ditambahkan serat untuk menghasilkan beras analog berserat
tinggi, (iii) penambahan antioksidan atau (iv) menambahkan bahan lainnya sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai.(BBPP Ketindan,2015)
Berasa anlog dapat dikembangkan menjadi makanan pokok yang aman
dikonsumsi penderita penyakit seperti diabetes, obesitas dsb. Beras dari padi memiliki
kandungan kalori yang besar sehingga berbahaya dikonsumsi penderita diabetetes dan
obesitas. Selain itu bahan bahan beras analog berasal dari sumber karbohidrat non padi
seperti sagu, jagung, umbi-umbian (seperti talas beneng) yang memilki indeks glikemik
(GI) rendah. Dalam membuat beras analog, digunakan bahan yang rendah kalori tapi
berkarbohidrat yang cukup sebagai sumber energi. Beras analog dibuat juga agar bebas
dari gluten (gluten free) yang rendah, dimana terlalu banyak mengkonsumsi makanan
yang mengandung gluten dapat menyebabkan celiac disease.(Litbang Pertanian, 2013).
Dalam membuat beras analog, terdapat dua cara yang dapat digunakan. Yaitu
metode granulasi, dan metode ekstrusi. Perbedaan dari dua proses tersebut adalah, pada
tahapan gelatinisasi dan tahap pencetakan. Bentuk hasil akhir beras dari kedua proses
juga berbeda. Beras hasil proses granulasi bentuknya seperti butiran, sedangkan hasil dari
proses ekstrusi berbentuk butiran lonjong seperti beras pada umumnya.Pembuatan beras
analog dengan proses ekstrusi menghasilkan bentuk beras analog yang mirip dengan
beras biasa,sehingga masyarakat mau mengonsumsinya.
Program beras analog untuk mendukung program diversifikasi pangan adalah
solusi yang paling tepat, terlebih memanfaatkan bahan pangan lokal untuk tujan
ketahanan pangan.Beras analog agar dapat menjadi solusi mendukung diversifikasi
pangan diarahkan untuk dikonsumsi segmentasi golongan menengah ke atas. Hal ini
dilakukan agar terbentuk brand image yang baik hingga akhirnya beras analog dapat
diproduksi massal dan dikonsumsi berbagai lapisan masyarakat.
2.3. Talas Beneng
Talas beneng (Xanthosoma undipes k.koch) atau disebut juga talas banten
tanaman umbi umbian berasal dari Desa Juhut, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
Talas ini merupakan komuditas andalan Banten. Tanaman ini tumbuh secara liar di
pegunungan. Saat ini, tanaman ini telah dibudidayakan oleh para petani lokal.Pemprov
Banten memulai program pembudidayaan talas beneng ini untuk dijadikan komoditas
bahan pangan pokok di Provinsi Banten sehingga dapat menguatkan dan mengurangi
kerawanan ketahanan pangan (BPTP Banten; 2015). Karena awalnya merupakan tanaman
liar, talas beneng ini mampu hidup di cuaca yang eksterem. Talas beneng memliki
karakteristik yang khas.
Bagian yang dapat dimakan dari talas ini cukup banyak. Batang umbi berumur
lebih dari dua tahun.Ukuran talas beneng lebih besar dibandingkan ukuran talas bogor.
Talas ini memiliki batang yang besar dan panjang serta pada bagian akarnya terdapat
umbi-umbi kecil (kimpul) yang bergerombol. Bagian yang dapat dimakan pada talas ini
adalah bagian batang umbi. Panjangnya dapat mencapai 120 cm dengan berat 42 kg dan
ukuran lingkaran luar 50 cm.
Talas beneng memilki kandungan protein, mineral, dan serat pangan yang cukup
tinggi.Talas beneng memiliki kandungan nutris yang baik. Seperti pada data tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kandungan Gizi pada Talas Beneng

Kandungan Gizi Jumlah


Kalori 83,7 kkal
Karbohidrat 18,30 %
Pati 15,21 %
Lemak 0,27 %
Protein 2,01 %
(sumber : Litbang Pertanian, 2016)

Dari tabel tersebut, talas beneng memiliki karbohidrat yang cukup besar yaitu
18,30% lebih besar dibandingkan dengan jumlah karbohidrat beras hanya 15% saja.
Karena kandungan karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan beras, maka talas beneng
ini lebih mengenyangkan dibandingkan beras. Selain itu keunggulan dari talas beneng
adalah memiliki kalori 83,7 kkal, lebih rendah dibandingkan kalori beras sebesar 360
kkal dalam 100 g (Puslitbangtan,2010). Maka dengan jumlah kalori yang lebih rendah
daripada beras, maka talas beneng ini lebih aman dikonsumsi oleh penderita diabetes dan
obesitas.
Talas beneng ini juga memiliki keistimewaan lainnya. Yaitu, ukuran talas yang
besar, memiliki warna kuning yamg menarik serta memiliki protein yang tinggi (Litbang
Petanian,2016).Umbi talas beneng yang telah dipanen dapat bertahan lama hingga 4
bulan.
Hingga saat ini, talas beneng umumnya dikonsumsi dengan cara cara
konvensional. Seperti digoreng, dikukus atau hanya dijadikan kripik. Potensi talas beneng
kurang termanfaatkan dengan baik karena keterbatasan peralatan dan sumber daya
manusia di Desa Juhut. Belakangan ini, pemprov dan kelompok tani lokal
mengembangkan tepung mocaf berbahan dasar talas beneng ini (BPATB Litbang
Pertanian). Tepung ini dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue, roti rotian,
bakpao dll. Tetapi, karena masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan memakan nasi
sebagai bahan makanan pokok,masyarakat jarang menganggap roti sebagai makan pokok.
Akhirnya, tepung mocaf talas beneng dan olahannya ini kurang diminati karena tidak
mensubstitusi beras yang dikonsumsi masyarakat. Untuk olahannya seperti
keripik,dikukus atau digoreng hanya sebagai makanan ringan.
2.4. Tepung sorgum
Tepung sorgum adalah tepung yang berbahan dasar dari tanaman serelia sorgum
(Shorgum sp).Tanaman ini sangat potensial. Tanaman ini memiliki daya adaptasi yang
tinggi, dapat hidup di lingkungan yang sedikit air, lingkungan yang digenangi air. dan
relatif tahan terhadap gangguan hama atau penyakit. Daerah penghasil sorgum di
Indonesia adalah Jawa Tengah (Purwodadi, Pati, Demak, Wonogiri), Daerah Istimewa
Yogyakarta (Gunung Kidul, Kulon Progo), Jawa Timur (Lamongan, Bojonegoro, Tuban,
Probolonggo) dan sebagian Nusa Tenggara Timur (Sirappa 2003).Selain itu, kegagalan
panen pada tanamn sorgum rendah dan input pertanian yang rendah (Litbang
Pertanian,2013)
Bagian dari sorgum yang dapat diolah yaitu biji sorgum. Bagian lainnya seperti
daunnya dapat dijadikan pakan ternak dan batangnya dapat dijadikan bahan bakar
bioethanol, karena batang sorgum menghasilkan nira yang dapat diolah. Tanaman ini,
biasanya diolah bjinya menjadi tepung sorgum yang memiliki beragam kelebihan.Biji
sorgum mengandung tiga jenis karbohidrat yaitu pati, gula terlarut, dan serat. Kandungan
gula terlarut pada sorgum terdiri dari sukrosa, glukosa, fruktosa dan maltosa.
Biji sorgum memiki kandungan gizi yang sama dengan makan pokok lainnya,
sehingga sangat mungkin untuk dijadikan bahan makan pokok atau substitusinya.
Kandungna gizi sorgum dapat dilihat dalam tabel 2.4.
Tabel 2.4, Kandungan Gizi Sorgum

Kandungan Gizi Jumlah (%)


Karbohidrat 80,42
Protein 10,11
Lemak 3,65
Serat 2,34
(sumber : Suarni 2001, BPTB Bali)
Kandungan karbohidrat pada sorgum lebih besar dibandingkan jagung. Sorgum
memiliki karbohidrat 80,42% dibandingkan jagung yang hanya 79,95%. Kandungan
protein pun seimbang dengan jagung sebesar 10,11% sedangkan jagung 11,02%.
Tepung sorgum,memilki indeks glikemik yang rendah sehingga cocok dimakan
orang yang alergi gluten dan diabetes. Tepung sorgum adalah tepung yang bebas gluten
(gluten free). Karena tepung sorgum ini adalah tepung lokal, maka pemanfaatnya akan
sangat menguntungkan dalam diversifikasi pangan. Tepung sorgum dapat dijadikan
pengganti terigu atau juga dapat dijadikan campuran beras analog.
BAB III
Metodologi Penelitian
3.1. Metode Pembuatan Beras Boneng
Pembuatan beras analog terdapat dua metode, yaitu metode pembutiran atau
granulasi dan metode ekstrusi. Yang membedakan dari kedua metode itu adalah hasil
beras analog tersebut. Metode granulasi adalah metode paling awal dalam pembuatan
beras analog. Beras analog yang dihasilkan dari metode granulasi berbentuk granule,
seperti butiran pelet ikan. Beras analog ini berbeda bentuk dengan beras konvensional
sehingga akan lebih sulit untuk meyakinkan masyarakat memakan beras analog hasil
granulasi
Metode yang kedua bernama ekstrusi. Metode ekstrusi adalah, pembuatan beras
analog dengan proses pnecetakan dengan mesin shrudder, dan dipanasakan pada suhu
diatas 70C (Hot extrusion).Beras yang dihasilkan berbentuk mirip dengan beras yang
umumnya dikonsusmsi masyarakat Indonesia, sehingga akan mudah diterima oleh
masyarakat dapat menjadi substitusi pangan pengganti masyarakat.
Alat : mixer, alat extruder, oven
Bahan : Tepung talas beneng, tepung sorgum, pengemulsi (minyka goring, garam, GMS)
3.2. Proses Pembuatan Beras Boneng
1) Bahan bahan ditimbang terlebih dahulu seperti tepung talas beneng dan tepung
sorgum. Takaran tepung talas beneng lebih banyak dibandingkan tepung sorgum.
2) Semua bahan dicampur di mixer selama lk.10 menit. Selama pencampuran, adonan
ditambahkan dengan pengemulsi (emulsi berupa campuran minyak goreng, garam
dan GMS)
3) Bahan yang telah dicampurkan,akan diroses dengan teknologi ekstrusi .Adoanan
dimasukan ke dalam mesin extruder dan dipanaskan pada suhu 80C. Mesin extruder
ini berfungsi mencetak beras analog.
4) Adonanyang dicetak mesin shrudder akan berbentuk seperti bulir beras biasa,
kemudian setelah adonan dicetak, adonan dioven pada suhu 40C selama 4 jam (beras
analog juga bisa dijemur dibawah sinar matahari).
5) Beras analog siap dikemas dan didistribusikan.

BAB IV
Pembahasan
4.1. Manfaat beras Boneng bagi ketahanan pangan
Beras analog Boneng terbuat dari bahan pangan yang mengandung karbohidrat
dan merupakan tanaman pangan lokal, sehingga tidak perlu mengimpor untuk memenuhi
kebutuhannya. Beras Boneng menggunakan bahan karbolokal asli Banten yaitu, talas
beneng, sehingga cocok untuk dijadikan susbstitusi beras konvensional dalam
menjalankan diversifikasi pangan
Talas beneng merupakan tanaman pangan lokal asli Banten. Penggunaan bahan
pangan lokal akan berdampak baik dalam mendukung program diversifikasi pangan di
Provinsi Banten. Sebelumnya, talas beneng ini hanya diolah sebagai makanan ringan
sperti kripik, atau menjadi makanan ringan seeprti digoreng atau direbus
Pemprov Banten telah melakukan penelitian pemanfaatan potensi talas
beneg.Talas beneng ini dikembangkan menjadi berbagai produk olahan seperti tepung
mocaf talas beneng. Tepung talas beneng ini dikembangkan untuk mensubstitusikan
tepung gandum yang harus di impor dalam pembuatan kue dan roti, (Litbang
Pertanian,2016).
Pemanfaatan talas beneng yang diolah menjadi tepung mocaf hanya sebagai
substitusi tepung terigu dan gandum dalam pembuatan roti dan kue. Penggunaan tepung
talas beneng sebagai subsitusi terigu dapat dikembangkan lebih lanjut tak hanya sebagai
sustitusi terigu dalam roti dan bahan kue,seperti dijadikan bahan beras analog yang
berpotensi mensubstitusi beras konvensional. Beras analog ini berpotensi dalam
mendukung diversifikasi pangan.
Tepung talas beneng diolah menjadi beras analog Boneng. Pengembangan beras
Boneng ditujukan agar dapat memanfaatkan bahan pangan sumber karbohidrat lokal
Banten sebagai sarana diversifikasi.
Selama ini masyarakat di Banten lebih sering mengkonsumsi nasi dari beras padi.
Penggunaan bahan pnagan lain yang mengandung karbohidrat jrang dijadikan makanan
pokok.
Beras Boneng memiliki bentuk dan karakteristik mirip beras konvensional,
sehingga memiliki kemungkinan besar diterima dan dikonsumsi oleh masyarakat. Jika
beras Boneng ini diterima, maka dapat memperkecil ketergantungan terhadap beras.
Beras Boneng memiliki kandungan nutrisi seperti karbohidrat yang tak jauh berbeda
dari beras biasa. Bentuk bulir beras Boneng sama seperti beras konvensional sehingga,
dapat dimemasak dan dapat diolah sama seperti memasak nasi pada umumnya. Sehingga,
beras Boneng berpotensi diterima oleh masyarakat Banten karena tidak ada perbedaan
dalam mengkonsumsi beras Boneng
Dengan adanya beras Boneng dapat dijadikan wahana program diverisfikasi
pangan di Provinsi Banten. Beras Boneng dapat dijadikan sumber pangan alternatif.
Dengan dukungan Pemerintah Banten dengan melakukan suatu program diversifikasi
pangan yang terencana seperti One Day No Rice dengan adanya suatu program tersebut
diversifikasi pangan dapat dijalankan. Beras Boneng dapat dijadikan bahan pangan
alternatif dengan bahan lokal untuk Provinsi Banten. Dengan adanya program
diversifikasi yang jelas, sehingga Beras Boneng dapat dijadikan pangan alternatif non-
beras padi untuk manjalankan diversifikasi pangan di Banten
4.2. Manfaat beras Boneng bagi kesehatan
Beras Boneng menggunakan bahan bahan yang rendah kalori.Talas beneng
memilki kadar kalori yang rendah yaitu 83,7 kkal, sehingga aman untuk dikonsumsi oleh
penderita diabetes melitus dan obesitas, dibandingkan dengan kalori yang terdapat pada
beras sebesar 360 kkal. Jumlah kalori yang besar pada beras biasa tidak aman bagi
penderita obesitas dan diabetes mellitus.
Beras Boneng memiliki kadar karbohidrat yang lebih tinggi dibanding beras.
Tetapi, Beras Boneng berkadar kalori yang rendah. Hal ini dikarenakan bahan dari
beras Boneng yaitu talas beneng yang memilki kalori rendah.
Dengan mengkonsumsi beras analog, kadar gula para penderita diabetes melitus
diharapkan lebih stabil dan terjaga karena pada umumnya beras analog terbuat dari bahan
baku yang rendah kadar indeks glikemiknya (low GI).(Litbang Deptan,2014)
Beras konvensional dan gandum beserta olahannya (tepung gandum dll)
mengandung gluten. Beras Boneng tidak mengandung gluten karena terbuat dari talas
beneng, sehingga aman dikonsumsi oleh penderita celiac disease & penderita autisme.
4.3. Bentuk produk yang dihasilkan
Beras Boneng dibuat dengan proses ekstrusi. Beras yang dihasilkan melalui
proses ekstrusi memilki bentuk bulir yang sama seperti beras konvensional.
4.4. Hasil yang diharapkan.
Beras Boneng ini ditujukan untuk diversifikasi pangan di Banten. Untuk
mencapai tujuan tersebut, Pemprov Banten bekerja sama dengan industri pangan skala
besar untuk meproduksi beras Boneng unruk memnuhi kebutuhan pasar. Boneng ini jika
sudah diproduksi massal. akan didistribusikan dengan beberapa cara. Pertama, pemasaran
ditujukan ke konsumen kelas menengah atas melalui supermarket atau minimarket sekitar
tempat tinggal konsumen dengan harga yang terjangkau, dengan dukungan Pemprov
sehingga akan tercapai pemasaran Beras Boneng yang optimal.
Pemasaran Boneng kepada kalangan menengah atas bertujuan menciptakan
brand image di masyarakat luas. Setelah terbentuk brand image yang baik dari kalangan
menengah atas maka akan lebih mudah untuk dipasarkan ke berbagai lapisan masyarakat.
Dalam medukung diversifikasi, pemerintah dapat mengadakan program One
Day No Rice atau sejenisnya dengan cara menganjurkan pada sekolah (kantin) di
provinsinya menjual/mengganti menu nasinya dengan beras Boneng secara berkala dan
juga di kantor instansi pemerintahan juga mengganti menu nasinya secara berkala dengan
beras Boneng yang menunya dapat divariasikan. Penyuluhan oleh instansi terkait juga
penting, agar masyarakat tertarik dan mau mengkonsumsi beras analog-beras Boneng-
sebagai pangan alternatif, selain beras.
Oleh karena itu, untuk merealisasikan program diversifikasi pangan di Provinsi
Banten dengan produk olahan talas beneng yaitu Beras Boneng, diperlukan kerjasama
dan komitmen yang berkesinambungan antara industri/perusahaan pangan, industri sektor
pertanian, kalangan akademisi/peneliti,dan dukungan dari pemerintah. Dukungan
pemerintah-Pemprov Banten-dengan instansi terkaitnya sangat penting dalam
menjalankan diversifikasi pangan menjadi lebih optimal dan sesuai rencana. Hal ini
karena, pemerintah melalui instansinya dapat mebuat regulasi dan program yang jelas
dalam diverisfikasi pangan. Dengan adanya beras Boneng ini diharapkan dapat menjadi
sarana diversifikasi pangan di Provinsi Banten menuju ketahanan pangan. Sehingga,
dapat mengurangi kebutuhan beras nasional, khususnya di Provinsi Banten.
BAB V
Kesimpulan
Talas beneng dapat diolah menjadi beras analog untuk mengurangi ketergantungan pada
beras konvensional.
Beras analog dari talas beneng memiliki nutrisi (karbohidrat dan kalori) yang lebih baik
daripada beras konvensional, sehingga aman dikonsumsi penderita diabetes, obesitas dan
alergi gluten.
Pemanfaatan talas beneng menjadi beras analog produk asal lokal asal Banten yang dapat
diolah menjadi beras analog, dapat mengurahi kebutuhan beras di Provinsi Banten.

BAB VI
Daftar Pustaka
http://bbppketindan.bppsdmp.pertanian.go.id/blog/beras-analog-sebagai-pangan-alternatif
http://majalah1000guru.net/2014/05/beras-analog/
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/950
http://www.biologi-sel.com/2015/04/talas-beneng-xanthosoma-undipes-k-koch.html
http://aptindo.or.id/2016/10/28/indonesia-wheat-flour-cunsumption-growth/
Herawati, Heny, dkk. 2014.Teknologi Proses Produksi Beras Tiruan Mendukung Diversifikasi
Pangan. Bogor : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Oktaviani, Nuning.2013. Pembuatan Beras Cerdas Berbahan Dasar Mocaf Umbi Talas dan
Rumput Laut. Jember : Universitas Jember

Soraya,Vidiyana. 2012. Studi Pembuatan Beras Analog Dari Berbagai Sumber Karbohidrat
Menggunakan Teknologi Hot Extrusion.

Subagio, Achmad,dkk. PENGEMBANGAN BERAS CERDAS SEBAGAI


PANGAN POKOK ALTERNATIF BERBAHAN BAKU MOCAF. Jember : Univeristas Jember.

Anda mungkin juga menyukai