Anda di halaman 1dari 18

RINGKASAN

KETAHANAN PANGAN BERBASIS DIVERSIFIKASI


PANGAN LOKAL

Oleh:
Posman Sibuea

Permasalahan

Pertambahan penduduk dan kian menyempitnya lahan pertanian akibat alih fungsi
berdampak pada penurunan persediaan pangan, khususnya beras. Pada saat produksi
tanaman pangan utama terhenti, masyarakat daerah marjinal pada umumnya mengatasi
kelangkaan pangan dengan memanfaatkan pangan berbasis sumberdaya lokal seperti ubi
jalar, ubi kayu, talas, gadung dan umbi lainnya sebagai sumber karbohidrat dalam pola
konsumsi makanan sehari-harinya.
Pada kondisi sulit saat ini karena pandemi Covid-19 untuk mendapatkan beras
dan pangan pokok lainnya karena persediaan terbatas dan harganya yang relatif mahal,
maka ubi jalar sebagai sumber pangan lokal menjadi penting sebagai bahan pangan
alternatif. Di beberapa daerah di Indonesia misalnya Papua dan Maluku, ubi jalar
merupakan bahan makanan pemasok karbohidrat. Meski sebagian masyarakat
menganggap ubi jalar sebagai makanan kelas bawah, potensi gizi, ekonomi dan sosial ubi
jalar cukup tinggi, antara lain sebagai bahan pangan alternatif yang efisien pada masa
datang.
Pola Pangan Harapan tahun 2019 untuk penduduk Indonesia telah ditetapkan dan
kontribusi bahan pangan umbi-umbian sebesar 100 g/kapita/hari. Konsumsi beras sebagai
sumber kalori sebenarnya sudah melebihi norma yang dianjurkan. Untuk mencapai pola
konsumsi kalori yang ideal dapat ditempuh usaha penganekaragaman menu pangan
dengan pengurangan kalori asal beras, diikuti oleh peningkatan kalori asal bahan pangan
lain seperti ubi jalar. Berkembangnya teknologi pengolahan pangan belakangan ini
membuka peluang untuk meningkatkan mutu pengolahan hasil ubi jalar menjadi aneka
macam (jenis) makanan. Dari hasil uji coba yang dilakukan untuk memproduksi bebilar,
ternyata produk nasi sehat ini mendapat sambutan dari sebagian besar besar warga.

1
Tujuan dan Manfaat
Penguatan ketahanan pangan berbasis diversifikasi pangan lokal seperti beras ubi jalar
(bebilar) bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan para tenaga penyuluh lapangan tentang
manfaat ubi jalar sebagai pengganti makanan pokok beras. Bebilar (beras ubi jalar) memiliki
alasan kuat menjadi pangan alternatif utama sebagai pendamping beras, sebab bahan bakunya
yakni ubi jalar tumbuh dengan produktivitas tinggi di seluruh wilayah Indonesia. Program
percepatan diversifikasi konsumsi pangan dapat terwujud sesuai dengan potensi sumber daya
lokal yang pada akhirnya akan berkontribusi dalam pengembangan perekonomian masyarakat
daerah tersebut. Para tenaga penyuluh pertanian lapangan dan generasi milenial yang
mengikuti webinar ini diharapkan akan termotivasi untuk menerapkan pembuatan beras ubi
jalar di tempatnya bekerja sehingga masyarakat di seluruh daerah Indonesia dapat mengurangi
konsumsi beras dan meningkatkan konsumsi ubi jalar pangan lokal lainnya.

Kerangka Pemikiran
1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi ubi jalar dan pangan
lokal lainnya sebagai penyubsitusi beras sebagai bahan pangan pokok.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat bebilar bagi kesehatan
masyarakat sehingga masyarakat termotivasi untuk memproduksi bebilar dan
mengonsumsi baik sebagai makanan kesehatan maupun makanan pendamping beras
(nasi)
3. Memberikan penjelasan tentang manfaat bebilar dan pangan lokal lainnya sebagai
pangan pendamping beras (nasi) berbasis sumber daya lokal yang mampu
meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat petani tanaman pangan.

Khalayak Sasaran
Khalayak sasaran dari pertemuan dalam webinar ini sangat strategis diberikan
kepada mahasiswa, tenaga penyuluh pertanian dan generasi milenial di Indonesia agar
dapat menyebarkan informasi dan teknologi pembuatan bebilar ke masyarakat pedesaan.
Dengan demikian masyarakat Indonesia dapat mengurangi konsumsi beras sekaligus
meningkat produksi ubi jalar di tingkat petani.

2
Metode Pengabdian
Pengabdian dilakukan secara webinar. Memberikan makalah dan ceramah kepada
peserta pertemuan/penyuluhan secara online atau daring dalam diskusi virtual.
Selanjutnya diadakan tanya jawab dengan seluruh peserta yang dipandu oleh seorang
moderator.

Pelaksanaan dan Hasil


Ceramah tentang Ketahanan Pangan Berbasis Diversifikasi Pangan Lokal kepada
kelompok masyarakat telah dilaksanakan secara virtual dengan webinar yang
diselenggarakan oleh Pergizi Pangan Indonesia, berlangsung 16 Desember 2020. Dari
hasil pertemuan ternyata peserta merasa puas dan tanggap terhadap pemanfaatan ubi jalar
sebagai makanan sehat bebilar. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah pertanyaan dan
tanggapan yang diberikan peserta webinar. Ketua umum Pergizi Pangan Indonesia, Prof
Dr Hadinsyah dari Insitut Pertanian Bogor, dan seluruh peserta mengharapkan agar
pertembuan seperti ini dapat dilanjutkan pada tahap pelatihan pembuatan bebilar pada
masa-masa datang.

Kesimpulan dan Saran


Pertemuan webinar ini sangat diminati oleh seluruh peserta yang terdiri
mahasiswa, penyuluhan gizi, dan dosen karena materi ceramah selain menambah
pengetahuan audiens juga memotivasi para peserta webinar untuk melakukan sosialisasi
bebilar di tengah masyarakat di daerahnya masing-masing. Disarankan agar dilakukan
pelatihan pembuatan bebilar pada kelompok masyarakat khususnya di kelompok
masyarakat seperti ibu-ibu PKK, kelompok tani dan lain-lain.

Pelaksana
Prof. Dr. Ir. Posman Sibuea

3
I. PENDAHULUAN

A. Analisis Situasi
Di tengah makin mahalnya harga beras, masyarakat luas perlu diajak
mengembangkan potensi pangan nonberas berbasis sumber daya lokal untuk mengurangi
ketergantungan pada makanan pokok yang satu ini. Salah satu potensi makanan berbasis
sumber daya lokal yang patut dikembangkan adalah bebilar (beras ubi jalar). Pilihan
untuk menyosialisasikan beras ubi jalar, bukan pilihan tanpa alasan. Ubi jalar selain
sesuai dengan agroklimat sebagian besar wilayah Indonesia, juga mempunyai
produktivitas yang tinggi, dengan masa tanam 4 bulan dapat berproduksi lebih dari 30
ton/Ha, sehingga menguntungkan untuk diusahakan. Alasan lainnya adalah mengandung
zat gizi yang berpengaruh positif pada kesehatan (prebiotik, serat makanan dan
antioksidan), serta potensi produk olahannya cukup luas dan cocok untuk program
diversifikasi pangan.
B. Perumusan Masalah
Sesungguhnya masyarakat tidak sulit mengurangi konsumsi beras sebab setiap
daerah memiliki makanan khas yang bisa diandalkan sebagai pegganti beras. Sayangnya,
beragam makanan lokal ini kini dinilai sebagai makanan yang telah ketinggalan zaman.
Makanan lokal yang dianggap kurang bergengsi ini digantikan dengan beras yang bukan
produksi setempat. Dampaknya, pemanfaatan berbagai jenis umbi-umbian di Indonesia
masih terbatas. Sebagian besar baru diolah menjadi produk setengah jadi berupa tepung
tapioka dan gaplek. Dari produksi ubi kayu sekitar 19,4 juta ton per tahun, baru 59 persen
yang digunakan bahan baku industri pangan.
Miskinnya pengembangan teknologi pangan non-beras menjadi salah satu
penyebab mandulnya diversifikasi konsumsi pangan di Indonesia. Hasilnya, setiap kali
Indonesia mengalami kekurangan pangan, pemerintah selalu memutuskan untuk
mengimpor beras. Devisa negara pun terkuras habis untuk mendatangkan beras impor.
Ketergantungan yang tinggi terhadap beras sebagai makanan pokok secara
perlahan namun pasti dapat mengancam ketahanan pangan. Jika daerah yang bukan
penghasil beras tetap digiring untuk mengonsumsi produk olahan padi ini tiga kali sehari,
mereka harus menanggung biaya yang amat mahal. Selain mengeluarkan ongkos lebih

4
mahal, potensi makanan lokal menjadi terabaikan. Dalam konsep food miles, masyarakat
harus didorong mengonsumsi pangan lokal guna mereduksi pemakaian energi
transportasi yang makin mahal dan mengurangi pencemaran selama pengangkutan.
Karena itu, patut dimulai perubahan terhadap makanan pokok dari beras sebagai
komoditas strategis menjadi komoditas terdiversifikasi yang disesuaikan dengan potensi
sumber daya dan kondisi sosial budaya masyarakat lokal. Namun bagi rakyat Indonesia
yang mengonsumsi nasi tiga kali sehari dan telah lama menikmatinya sebagai makanan
pokok, memulai diversifikasi pangan bukanlah pekerjaan gampang. Kunci suksesnya,
kesadaran pemerintah dan warganya untuk melakukan diversifikasi konsumsi pangan.

II. Tujuan dan Manfaat Kegiatan


A. Tujuan
Mengacu pada uraian di atas maka tujuan pengabdian ini adalah menggali potensi ubi
jalar untuk mensubsitusi beras yang selama telah mengkristal sebagai makanan pokok. Bebilar
(beras ubi jalar) memiliki alasan kuat menjadi pangan alternatif utama sebagai pendamping
beras, sebab bahan bakunya yakni ubi jalar tumbuh dengan produktivitas tinggi di seluruh
wilayah Indonesia. Program percepatan diversifikasi konsumsi pangan dapat terwujud sesuai
dengan potensi sumber daya lokal yang pada akhirnya akan berkontribusi dalam
pengembangan perekonomian masyarakat daerah tersebut.
Secara khusus tujuan ini dapat dirinci dalam tujuan khusus berikut ini:
 Meningkatkan pengetahuan, kemampuan, kesadaran dan partisipasi petugas
dan seluruh komponen masyarakat dalam pengembangan diversifikasi konsumsi pangan
berbasis ubi jalar.
 Memperkuat kelembagaan yang dapat memfasilitasi pemberdayaan masyara-
kat dan budaya lokal dalam rangka percepatan diversifikasi konsumsi pangan berbasis
bebilar
 Membudayakan diversifikasi konsumsi pangan di kalangan masyarakat dalam
rangka peningkatan ekonomi berbasis sumberdaya lokal dan kualitas sumberdaya
manusia.
B. Manfaat

5
Manfaat kegiatan ini adalah meningkatkan kesadaran dan membudayakan diver-
sifikasi konsumsi pangan non beras berbasis sumber daya lokal bagi seluruh masyarakat
Indonesia melalui Badan atau Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten. Kelompok
sasarannya selain mahasiswa dan dosen adalah aparat pemerintah seperti petugas penyu-
luh, media-masa, organisasi wanita, kelompok fungsional desa (pemuda, wanita, pekerja,
pelajar, petani muda), dan anggota masyarakat lainnya. Kegiatan webinar di tengah
pandemi ini sangat penting artinya dalam upaya percepatan diversifikasi konsumsi
pangan di tengah masyarakat dalam upaya percepatan konsumsi pangan yang beragam
bergizi seimbang dan aman (B2SA).

III. Kerangka Pemecahan Masalah


Ubi jalar pangan lokal lainnya yang menjadi sumber karbohidrat memiliki alasan
kuat menjadi pangan alternatif utama sebagai pendamping beras. Ubi telo ini tumbuh
dengan produktivitas tinggi di seluruh wilayah Indonesia sehingga menguntungkan
diusahakan. Selain itu ubi jalar mengandung zat gizi yang berpengaruh positif bagi
kesehatan. Di dalamnya bersemayam zat prebiotik, serat makanan dan antioksidan
betakaroten yang ampuh menghalau penyakit degeneratif.
Beranjak dari asumsi ini, bebilar (beras ubi jalar merah) menjadi pilihan pangan
strategis di masa datang guna mengurangi ketergantungan pada beras. Bentuk nasi sehat
ini memiliki serat larut, yang berfungsi menyerap kelebihan kolesterol jahat (LDL),
sehingga kadar LDL dalam darah tetap terkendali. Serat alami oligosakarida yang
tersimpan dalam ubi jalar diyakini memiliki sifat fungsional bernilai tinggi dalam
pengayaan produk pangan olahan, seperti susu, es krim dan beras (nasi).
Selain mencegah sembelit, oligosakarida memudahkan buang angin. Hanya pada
orang yang sangat sensitif oligosakarida mengakibatkan kembung. Kandungan serat yang
berfungsi sebagai komponen non-gizi ini, amat bermanfaat bagi keseimbangan flora usus
dan prebiotik, merangsang pertumbuhan bakteri yang baik bagi usus sehingga
penyerapan zat gizi menjadi lebih baik dan usus lebih bersih.
Dalam upaya menyosialisasikan diversifikasi pangan sekaligus mengembangkan
pangan alternatif non beras, nasi sehat bebilar perlu diperkenalkan teknik pembuatannya
secara luas kepada masyarakat. Teknik pembuatan bebilar relatif mudah. Percobaan telah

6
dilakukan di Program Studi Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Katolik
Santo Thomas, Medan sejak tahun 2007. Pasta ubi jalar merah rebus (kukus) sebanyak
30-40 persen dicampur dengan beras yang hendak dimasak. Selanjutnya ditambahkan air
secukupnya dan dimasak seperti halnya menanak nasi pada umumnya. Jika dilakukan
dengan baik akan diperoleh butiran nasi berwarna merah ungu yang rasanya enak dan
gurih.
IV. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Metode Kegiatan

Bentuk kegiatan dalam pengabdian pada masyarakat ini meliputi ceramah dan

pemberian makalah secara vitual kepada peserta tentang ketahanan pangan berbasis

diversifikasi pangan lokal. Hal ini sering dengan program ketahanan pangan nasional dan

regional terkait pengembangan bebilar dalam upaya percepatan diversifikasi konsumsi.

Di samping itu juga dilakukan diskusi dan tanya jawab dengan seluruh peserta tentang

manfaat ubi jalar dan pangan lokal lainnya sebagai bahan pengganti makanan pokok

beras (nasi).

B. Realisasi Pemecahan Masalah

Dalam realisasi pemecahan masalah ini dijelaskan menyangkut kegiatan pra


pengabdian pada masyarakat seperti penjajajakan lokasi, penyesuaian hari dan tanggal
kegiatan serta melengkapi prasarana dan sarana yang mendukung untuk pelaksanan
kegiatan pengabdian.
Sebelum melaksanakan webinar terlebih dahulu dibicarakan tentang waktu
pelaksanaan kegiatan kepada staf Pergizi Pangan Indonesia di Jakarta. Dari hasil
pembicaraan disepakati kegitan webinar dilakukan pada hari Rabu 16 Desember 2020,
pukul 14.00 WIB. Bentuk kegiatan dalam pengabdian pada masyarakat ini meliputi
ceramah dan memberikan bahan makalah tentang ketahanan pangan berbasis diversifikasi
pangan lokal. Di samping itu juga dilakukan diskusi dan tanya jawab antara ketua

7
pelaksana kegiatan dan seluruh peserta webinar tentang manfaat ubi jalar sebagai bahan
pengganti makanan pokok beras (nasi).
Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan makalah disampaikan dalam bentuk
ceramah yang rangkumannya sebagai berikut:
Bebilar adalah istilah yang digunakan penulis untuk memperkenalkan pangan
alternatif beras ubi jalar (bebilar). Nasi sehat kaya betakaroten ini terbukti mampu
menyubsitusi beras sebanyak 30 – 40 persen sehingga secara signifikan dapat
mengurangi ketergantungan pada produk olahan padi ini dan memperkuat ketahanan
pangan.
Ketahanan Pangan merupakan hal yang amat strategis dalam pembangunan
nasional. Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan
bahwa pangan sebagai kebutuhan dasar manusia menjadi hak azasi setiap rakyat
Indonesia yang harus senantiasa tersedia cukup, beragam, bergizi, berimbang dan aman
serta terjangkau oleh daya beli masyarakat. Dalam pengertian pangan sebagai komoditas
HAM, seharusnya ketersediaannya tidak hanya dalam arti kuantitas, tetapi menyangkut
kualitas (memenuhi norma gizi) - yang tidak hanya membesarkan otot tetapi juga
mencerdaskan otak.
Undang-undang No 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengamanatkan, bahwa
pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab mewujudkan ketahanan pangan.
Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan
terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya. Selanjutnya,
masyarakat berperan dalam menyelenggarakan produksi dan penyediaan, perdagangan
dan distribusi, serta sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang aman dan
bergizi. Implikasi dari amanat ini adalah penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan
harus terjamin, sehingga dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga setiap saat sesuai
dengan kebutuhan agar dapat hidup sehat dan produktif.
Sejalan dengan berbagai dokumen kebijakan pembangunan nasional aspek
ketahanan pangan, dokumen Nawacita tahun 2014 juga mengamanatkan pentingnya
pembangunan ketahanan pangan yang mencakup aspek produksi hingga konsumsi
pangan masyarakat. Program revitalisasi mendorong peningkatan skor mutu Pola Pangan
Harapan dengan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan.

8
Dari berbagai dokumen kebijakan pangan disebutkan bahwa: a) pembangunan
ketahanan pangan haruslah dilakukan dengan semaksimal mungkin memanfaatkan
sumberdaya lokal dan menekan ketergantungan pada pihak/negara lain, harus berbasis
kemandirian dan memberikan dampak yang positif terhadap kesejahteraan petani dan
pelaku agribisnis lainnya dalam negeri; b) program diversifikasi pangan yang indikator
pencapaiannya adalah keragaman pola konsumsi pangan masyarakat (dengan parameter
Pola Pangan Harapan) sangatlah penting untuk diwujudkan guna meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia, namun tetap dalam koridor kemandirian (pemanfaatan
semaksimal mungkin sumberdaya pangan lokal) guna menunju kedaulatan pangan.
Implikasinya adalah perencanaan ketahanan pangan tidak lagi hanya berfokus
pada upaya peningkatan produksi (kuantitas) pangan, namun lebih jauh lagi adalah
peningkatan penyediaan, diutamakan dari produksi domestik, yang tidak hanya cukup
jumlah, tetapi juga bermutu tinggi dan peningkatan kualitas konsumsi. Dalam isitilah
yang dikembangkan oleh Badan Ketahanan Pangan, pangan yang tersedia dan
dikonsumsi masyarakat harus memenuhi kaidah B2SA (Beragam, Bergizi Seimbang dan
Aman). Tentu saja dalam konteks mutu disamping beragam dan bergizi juga harus
diperhatikan aspek keamanannnya, baik dari segi keamanan terhadap cemaran bahan
kimia berbahaya ataupun cemaran yang mengganggu keepercayaan dalam menjalankan
agama (aman dan halal).
Berdasarkan studi komprehensif yang telah dilakukan menunjukkan bahwa: a)
ketergantungan konsumsi pangan masyarakat terhadap pangan sumber karbohidrat,
khususnya beras masih sangat tinggi (lebih dari 60 persen); b) skor Pola Pangan Harapan
yang mencerminkan keanekaragaman pangan masih rendah; c) di samping tingkat
ketergantungan pada beras yang masih sangat tinggi, terjadi peningkatan kontribusi
pangan berbasis impor seperti terigu dan produk olahannya; d) konsumsi makanan siap
saji/ makan di luar rumah, khususnya fasfood yang dikelola perusahaan multinasional,
mengalami peningkatan; e) upaya peningkatan nilai organoleptik pangan lokal (ubi-
ubian, kacang-kacangan, dan lain-lain) yang didukung pengembangan teknologi
sederhana untuk usaha kecil dan menengah terbukti mampu meningkatkan preferensi
konsumen pangan lokal; dan f) alokasi dana penelitian di bidang pertanian dan pangan
masih sangat bias pada padi, dan kurang diarahkan pada pangan lokal lainnya.

9
Terkait berbagai pertimbangan di atas, dipandang perlu melakukan kajian
pengembangan pangan non beras berbasis sumber daya lokal, salah satunya ubi jalar. Pangan
lokal ini memiliki potensi untuk memantapkan gerakan percepatan diversifikasi konsumsi
pangan yang lebih operasional sehingga dapat menyentuh seluruh elemen masyarakat.

C. Khalayak Sasaran
Khalayak sasaran dalam kegiatan penyuluhan secara daring webinar ini adalah
individu atau kelompok yang dianggap strategis (mampu dan mau) untuk dilibatkan dalam
penerapan pengabdian pada masyarakat yang dilakukan pihak perguruan tinggi. Dengan
demikian diharapkan dapat menyebarluaskan hasil kegiatan ini kepada anggota khalayak
sasaran yang lain sehingga masyarakat Indonesia dapat melakukan upaya percepatan
diversifikasi konsumsi pangan.
Khalayak sasaran dari pertemuan dan penyuluhan ini sangat strategis diberikan
kepada tenaga penyuluh pangan dan gizi di Indonesia agar dapat menyebarkan informasi
dan teknologi pembuatan bebilar ke masyarakat pedesaan. Dengan demikian masyarakat
Indonesia dapat mengurangi konsumsi beras sekaligus meningkat produksi ubi jalar di
tingkat petani.
Efektivitas dan ketepatan: Penyuluhan secara webinar ini yang dilakukan sesuai
dengan jadwal dan waktu yang sudah ditetapkan, yaitu hari Rabu, 16 Desember 2020,
pukul 14.00 – 16.30 WIB.
Kegunaan: Peserta menyatakan bahwa penyuluhan secara webinar ini sangat
penting dan bermanfaat, karena selain menambah pengetahuan juga dapat
mengggerakkan dan memotivasi pemanfaatan ubi jalar sebagai bebilar guna mengurangi
ketergantugangan makanan pokok beras.
Dampak jangka panjang: Evaluasi tentang pengaruh jangka panjang akan dapat
dilakukan, karena penyuluhan pemanfaatan ubi jalar menjadi bebilar sudah dilaksanakan
beberapa kali di berbagai daerah. Namun diharapkan penyuluhan pemanfaatan pangan
nonberas berbasis sumber daya lokal dapar berlanjut di masa yang akan datang dalam
upaya percepatan diversifikasi konsumsi pangan.
Dari aspek partisipasi peserta dapat dikatakan selama proses penyuluhan secara
webinar berlangsung partisipasi peserta cukup baik, terlihat dari kehadiran peserta yang

10
cukup banyak dan dari sejumlah pertanyaan dan tanggapan yang diberikan peserta
kelompok. Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia, Prof Dr Hardinsyah dan seluruh
peserta mengharapkan agar penyuluhan seperti ini dapat dilanjutkan pada tahan pelatihan
pembuatan bebilar pada masa-masa datang.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penyuluhan secara webinar ini tentang tentang ketahanan pangan
berbasis diversifikasi pangan lokal terungkap bahwa pengembangan bebilar dalam upaya
percepatan diversifikasi konsumsi pangan di Indonesia semakin penting dilakukan saat
ini dan di masa datang. Selain itu penyuluhan secara webinar ini ini sangat diminati oleh
peserta sluruh peserta, karena materi ceramah selain menambah pengetahuan audiens
juga memotivasi para tenaga penyuluh pangan dan gizi untuk melakukan sosialisasi
bebilar dan pangan lokal lainnya di tengah masyarakat Indonesia. Peserta diskusi dalam
penyuluhan belum memahami bahwa selama ini pemerintah telah mengimpor hampir 100
persen tepung terigu dan jutaan ton beras untuk konsumsi rakyat Indonesia yang
menghabiskan devisa negara. Tetapi setelah mengikuti ceramah ini, peserta memahami
bahwa ubi jalar bisa dimanfaatkan menjadi beras ubi jalar dan bahan baku pembuat roti.
B. Saran
Disarankan agar dilakukan pelatihan pembuatan bebilar pada kelompok masyarakat
khususnya di kelompok ibu-ibu PKK dan di sekolah-sekolah mulai dari SD hingga
perguruan tinggi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A. 2019. Pangan Fungsional menjadi Tren Global. Kompas, Ed. 17 Oktober.
Jakarta.
Anonim, 2020. Ubi Jalar Ungu Tangkal Virus Corona. Liputan.Com. Jakarta
Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety, 2008. Nutritionally
Improved Sweetpotato. J. Food. Sci. (7): 81 – 91
Posman Sibuea, 2007. Bebilar, Nasi Sehat Kaya Betakaroten. Kertas Kerja. Jurussan
Teknologi Hasil Pertanian Universitas Katolik Santo Thomas SU
Posman Sibuea, 2008. Wajah Buram Ketahanan Pangan. Kompas, Ed. 14 Januari. Jakarta
Posman Sibuea, 2008. Beralih dan Berpalinglah ke Pangan Lokal. Kontan, Ed. 15
Januari. Jakarta.
Posman Sibuea, 2008. Ganjalan Keanekaragaman Pangan. Kompas, Ed. 20 Maret.
Jakarta.
Posman Sibuea, 2012. Pengembangan Teknologi Ekstrusi Beras Analog Bebilar untuk
Mendukung Pangkin. Laporan Penelitian. Pusat Kajian Makanan Tradisional
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Katolik Santo
Thomas Medan.
Posman Sibuea, 2020. Darurat Pangan Saat Pandemi Covid-19. Kontan, Ed. 21 April.
Jakarta.
Ravindran V., G. Ravindran., R. Sivakanesan and SB. Rajaguru. 1995. Biochemical and
Nutritional Assessment of Tubers From 16 Cultivars of Sweet Potato (Ipomoea
batatas L.). J Agric Food Chem 43:2646–51.

Rodrigues-Amaya DB and M. Kimura. 2004. HarvestPlus Handbook for Carotenoid


Analysis. HarvestPlus Technical Monograph 2. Wash., D.C.: Intl. Food Policy
Research Inst. And Intl. Center for Tropical Agriculture.

van Jaarsveld PJ, De Wet Marais., E. Harmse., SM.Laurie SM., P. Nestel ., DB.
Rodriguez-Amaya. 2004. Beta-carotene Content of Sun-dried and Oven-dried
Chips of Orange-fleshed Sweetpotato. XXII Intl. Vitamin A Consultative Group
Meeting, November 15–17, 2004, Lima, Peru.

12
Lampiran

1.Undangan

13
2. Gambar Flyer

14
3.Gambar Backdrop

15
4.1. Gambar PesertaWebinar

16
4.2. Gambar Peserta Webinar

4.3. Gambar Peserta Webinar

17
4.4. Gambar Peserta Webinar

18

Anda mungkin juga menyukai