Anda di halaman 1dari 15

TANAMAN BULELENG (SORGUM), KEARIFAN LOKAL

DALAM DIVERSIFIKASI PANGAN

Oleh :
LUH PASTINIASIH, S.T.P
NIM 2107351010012

PRODI MAGISTER PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH


DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang
Hyang Widi Wasa atas Asungkertawaranugraha-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah “Tanaman Buleleng (Sorgum), Kearifan Lokal dalam Diversifikasi Pangan”
sebagai tugas mata kuliah Perencanaan dan Manajemen Resiko Berbasis Budaya
Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pengelolaan
Lingkungan Universitas Mahasaraswati Denpasar.
Melalui tulisan ini penulis berharap dapat memperkenalkan tanaman
buleleng/sorgum dan berbagai olahannya sebagai suatu kearifan lokal yang dapat
mendukung diversifikasi pangan dengan mengurangi konsumsi beras dan terigu
khususnya di Kabupaten Buleleng. Dengan mengkonsumsi buleleng/sorgum dapat
mendukung penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal sesuai
dengan amanat Undang-Undang No 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak
kekurangan. Penulis sangat berharap mendapat kritik dan saran yang membangun dari
pembaca khususnya Dosen Pengampu mata kuliah Perencanaan dan Manajemen
Resiko Berbasis Budaya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Singaraja, 4 November 2021


Penulis,

Luh Pastiniasih, S.T.P

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................................ 1

B. Tujuan ...................................................................................................................................... 2

C. Manfaat .................................................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 3

BAB III PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5

A. Perkembangan Tanaman Buleleng (Sorgum) di Kabupaten Buleleng ............................. 5

B. Tanaman Buleleng (Sorgum) dalam Diversifikasi Pangan ................................................ 8

C. Upaya Meningkatkan Peran Aktif Masyarakat dalam Pengembangan Tanaman


Buleleng (Sorgum)................................................................................................................ 10

BAB IV KESIMPULAN ......................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Desawa ini konsumsi terhadap pangan lokal sudah tidak familiar
dimasyarakat, hal ini dikarenakan penggalakan konsumsi beras selama masa orde baru.
Penggalakan konsumsi beras nyatanya berimbas pada turunnya konsumsi pangan pokok
lokal. Sebagian besar masyarakat bergantung pada satu jenis pangan pokok yaitu beras,
tentunya hal ini tidak baik jika berlangsung terus menerus mengingat jika terjadi
gangguan terhadap suplay beras masyarakat akan mengalami kesulitan dalam
pemenuhan pangannya.
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan pasal 60,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mewujudkan penganekaragaman
konsumsi pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan mendukung hidup
sehat, aktif, dan produktif. Penganekaragaman konsumsi pangan diarahkan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat dan membudayakan pola konsumsi pangan yang
beragam, bergizi seimbang, dan aman serta sesuai dengan potensi dan kearifan lokal.
Kabupaten Buleleng merupakan Kabupaten yang teletak di Bali Utara yang
memiliki logo/ikon patung singa ambara raja yang memegang tanaman buleleng atau
jagung gembal. Nama Buleleng sendiri diambil dari nama kerajaan yang dibangun oleh
Ki Barak Panji Sakti di tengah hamparan tanaman buleleng atau jagung gembal atau
secara nasional disebut sorgum (koranbuleleng.com, 2020). Buleleng (sorgum)
merupakan makanan pokok masyarakat pada jaman itu.
Tanaman buleleng sebagai suatu kearifan lokal dapat menjadi salah satu
alternatif dalam penganekaragaman konsumsi pangan khususnya untuk sumber energi
(karbohidrat) pengganti beras dan terigu. Tanaman buleleng (sorgum) telah dibudidaya
di beberapa daerah di Kabupaten Buleleng sebagai bentuk pelestarian kearifan lokal.
Tanaman buleleng (sorgum) dapat di budidayakan pada lahan kering atau
marjinal yang sangat sesuai dengan kondisi lahan di sebagian besar wilayah Kabupaten
Buleleng. Teknik budidaya tanaman buleleng (sorgum) juga sangat sederhana dan tidak
butuh perawatan intensif.
Biji buleleng (sorgum) memiliki kandungan gizi yang cukup kompleks yang
tidak kalah dari beras, bahkan dengan adanya kandungan serat membuat nasi dari
buleleng (sorgum) lebih mengenyangkan dan tidak cepat membuat rasa lapar (Suarni

1
dan Firmansyah, 2013). Ini sangat cocok dikonsumsi untuk diet bagi penderita diabetes.
Biji buleleng (sorgum) juga dapat diolah menjadi aneka jajanan tradisional maupun
modern. Selain bijinya, batang tanaman buleleng (sorgum) dapat diolah menjadi gula
tetes atau minuman fermentasi. Tentunya ini sangat mendukung Gerakan Diversifikasi
Pangan Lokal.

B. Tujuan
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana tanaman buleleng
(sorgum) dapat mendukung diversifikasi pangan khususnya di Kabupaten Buleleng.
Tulisan ini juga bertujuan untuk menjadi acuan perencanaan pengembangan buleleng
(sorgum) serta produk-produk olahannya sebagai pangan lokal.

C. Manfaat
Manfaat dari tulisan ini adalah memberikan pengetahun terkait diversifikasi
pangan lokal berbasis kearifan lokal khususnya tanaman buleleng (sorgum) serta
memperkenalkan tanaman buleleng sebagai kearifan lokal yang harus dipertahankan
dan dikembangkan kembali sebagai alternatif pengganti beras serta produk olahannya
yang memiliki nilai jual.

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum kearifan lokal (local wisdom) dapat dipahami sebagai gagasan-
gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam
dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal itu terdapat dalam masyarakat,
komunitas, dan individu. Dengan demikian kearifan lokal merupakan pandangan dan
pengetahuan tradisional yang menjadi acuan dalam berperilaku dan telah dipraktikkan secara
turun-temurun untuk memenuhi kebutuhan dan tantangan dalam kehidupan suatu masyarakat
(Kristiyanto, 2017).
Kearifan lokal berperan dalam menjawab berbagai permasalahan yang berkaitan
dengan lingkungan hidup, pemenuhan kebutuhan pangan, serta strategi adaptasi masyarakat
dalam menghadapi perubahan lingkungan alam dan sosial (Sari dan Zuber, 2020). Dalam
pemenuhan kebutuhan pangan, tidak terlepas dari kegiatan pertanian yang telah dilakukan
secara turun temurun dengan cara tradisional maupun dengan bantuan teknologi. Teknik
budidaya dan pemilihan komoditas pertanian dipengaruhi oleh kondisi lahan setempat. Untuk
lahan kering atau marjinal teknik budidaya tentu berbeda dengan lahan basah dan pemilihan
komoditas pertaniannya yang adaptif terhadap kondisi kering.
Sumber daya alam terutama bahan pangan lokal daerah merupakan kekayaan yang
dimiliki Indonesia. Potensi yang dimiliki oleh pangan lokal Indonesia sangat besar dan bukan
hal yang mustahil jika akan dikembangkan dan dimanfaatkan menjadi pangan yang memiliki
sifat fungsional, contoh bahan pangan lokal yang bisa dimanfaatkan diantaranya: ubi kayu,
pisang, ubi jalar, jagung, sorgum, teh, wortel dan lain-lain (Kusumayanti, Triaji and Bagus,
2018).
Pengembangan pangan fungsional dan pangan lokal ini memiliki peran yang
strategis baik secara ekonomi, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Penggunaan pangan
lokal dalam pengembangan pangan fungsional dimaksudkan untuk memajukan pangan lokal
unggulan yang diproduksi dan dikonsumsi daerah setempat sehingga sesuai dengan kearifan
dan budaya setempat (Herlina and Nuraeni, 2014).
Sorgum merupakan salah satu alternatif pangan lokal pengganti beras yang sangat
adaptif di lahan kering (Sirappa, 2003). Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan yang
punya eksistensi tinggi di lahan tandus. Tanaman sorgum berasal dari daratan pantai selatan
di Lautan Tengah. Di Indonesia, sorgum memiliki banyak nama daerah seperti jagung
garai (Minangkabau), kumpay (Sunda), jagung pari (Jawa), bata (Bugis), sela (Flores),

3
dan wataru hamu (Sumba) (biodiversitywarriors.kehati.or.id). Tanaman sorgum, sekilas
mirip tanaman jagung, karena itu di Kabupaten Buleleng sendiri lebih dikenal dengan nama
Jagung Gembal. Di masa kerajaan, jagung gembal ini dikenal sebagai tanaman buleleng.
Anglurah Ki Barak Panji Sakti, Raja Kerajaan Buleleng mengambil nama Buleleng dari
Kawasan perkebunan jagung gembal atau tanaman buleleng (koranbuleleng.com, 2020).
Budi daya sorgum tidak rumit seperti padi dan jagung. Benih sorgum dapat tumbuh
dengan baik pada berbagai agroekosistem dan tingkat cekaman kekeringan. Sorgum mampu
beradaptasi pada kondisi kekeringan. Secara fisiologis, permukaan daun sorgum yang
mengandung lapisan lilin dan sistem perakaran yang ekstensif, fibrous, dan dalam cenderung
membuat tanaman lebih efisien dalam absorpsi dan pemanfaatan air (laju evapotranspirasi
sangat rendah) (Tabri dan Zubachtirodin, 2013).
Di negara-negara berkembang, sorgum dibudidayakan terutama sebagai bahan
pangan dan minuman beralkohol atau bahan upacara adat. Minuman beralkohol yang dibuat
dari biji sorgum dapat berupa bir berasal dari biji yang difermentasi setelah dikecambahkan.
Di negara-negara maju, batang atau biji sorgum digunakan sebagai pakan, media jamur
merang. Khusus sorgum manis, batangnya digunakan sebagai bahan untuk gula dan kertas
(Sundra dan Marimutu 2012).
Hampir seluruh bagian tanaman sorgum, seperti biji, tangkai biji, daun, batang dan
akar, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Produk-produk turunan seperti gula,
sirup, bioetanol, kerajinan tangan, pati, biomas, dan lain-lain merupakan produk yang dapat
dihasilkan dari sorgum. Nira sorgum juga bisa diolah untuk berbagai keperluan sehingga
lebih efisien dibandingkan jagung. Biji sorgum memiliki kandungan tepung dan pati yang
dapat digunakan sebagai bahan baku industri pakan dan pangan seperti gula, monosodium
glutamat (MSG), asam amino, dan minuman. Biji sorgum juga dapat diolah menjadi pati
(starch) yang kemudian dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk industri seperti
bahan perekat, pengental, dan aditif pada industri tekstil (Irawan dan Sutrisna 2011).
Sorgum mempunyai kandungan nutrisi dasar yang tidak kalah penting dibandingkan
dengan serealia lainnya, dan mengandung unsur pangan fungsional. Biji sorgum mengandung
karbohidrat 73%, lemak 3,5%, dan protein 10%, bergantung pada varietas dan lahan
pertanaman. Unsur pangan fungsional dalam biji sorgum antara lain beragamnya antioksidan,
mineral terutama Fe, serat, oligosakarida, β-glukan termasuk karbohidrat non-starch
polysakarida (NSP) (Suarni dan Firmansyah, 2013).

4
BAB III PEMBAHASAN

A. Perkembangan Tanaman Buleleng (Sorgum) di Kabupaten Buleleng


Pada masa orde baru penggalakan konsumsi beras menyebabkan tergerusnya
budaya konsumsi pangan pokok lokal. Beberapa daerah yang awalnya mengkonsumsi
pangan pokok lokal berupa jagung, sagu, ubi kayu dan sebagainya mulai beralih
mengkonsumsi beras. Beras dianggap pangan superior yang memiliki kandungan gizi
yang lebih baik dari pada bahan pangan pokok lainnya. Namun pada kenyataanya
konsumsi beras menjadi pangan pokok menimbulkan permasalahan baru mengingat
tidak semua wilayah di Indonesia memiliki lahan yang sesuai untuk penanaman padi
sehingga membutuhkan suplay beras dari daerah lain. Selain itu, produktivitas lahan
sawah semakin menurun karena tingginya alih fungsi lahan atau perubahan karakteristik
lahan menjadi lahan kering dan tandus. Tingginya permintaan beras tidak sebanding
dengan produksinya menyebabkan pemerintah harus melakukan import beras untuk
mencukupi kebutuhan beras secara nasional.
Berangkat dari kondisi tersebut, pemerintah kemudian menggalakkan
penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal. Pemerintah daerah
dianjurkan untuk menggali potensi pangan pokok lokal di wilayah masing-masing.
Kabupaten Buleleng sendiri memiliki pangan lokal berupa tanaman buleleng (sorgum)
yang dicirikan dari ikon kabupaten Buleleng yaitu Singa Ambara Raja yang memegang
buleleng/jagung gembal/sorgum dapat dilihat dari gambar berikut :

Gambar 1. Patung Singa Ambara Raja Gambar 2. Logo Pemerintah Kabupaten Buleleng

Akibat penggalakan konsumsi beras, konsumsi buleleng/sorgum di Kabupaten


Buleleng mulai ditinggalkan dengan beralih ke konsumsi beras. Sorgum hanya
diperuntukkan sebagai pakan ternak. Hal inilah yang mendasari pemerintah kembali

5
mengembangkan budidaya buleleng/sorgum di beberapa wilayah yang memiliki
karakteristik lahan kering dan tandus.
Kelebihan yang paling mendasar dari buleleng/sorgum adalah budi dayanya
yang mudah, murah, efisien, dan dapat dikembangkan di lahan marginal. Dengan
demikian, pengembangan sorgum dapat meningkatkan ketahanan pangan pada daerah
miskin nutrisi dan pangan fungsional. Keistimewaan tanaman sorgum adalah
kemampuan tumbuh kembali setelah dipanen (ratoon). Peratunan dapat dilakukan 2-3
generasi dengan memanfaatkan pertumbuhan tunas, sehingga tidak membutuhkan benih
kembali. Hal ini dapat meningkatkan produktivitas tanaman sorgun dengan pemanenan
hingga 3-4 kali dalam sekali tanam (Efendi, dkk, 2013).
Budi daya buleleng/sorgum kembali digalakkan di Kabupaten Buleleng mulai
tahun 2016 melalui kerjasama dengan BPTP Provinsi Bali. Budi daya buleleng/sorgum
di kembangkan di Desa Bukti, Kecamatan Kubutambahan dengan luasan lahan
sebanyak 3 Ha dengan produktivitas mencapai 6 ton. Kondisi lahan di Desa Bukti
sangat kering dan tandus namun tanaman buleleng/sorgum dapat tumbuh dan
menghasilkan. Untuk selanjutnya perkembangan budidaya sorgum pada Tahun 2020
dapat dilihat pada tabel 1:
Tabel 1. Budi daya sorgum di Kabupaten Buleleng Tahun 2020
Luas
Produksi
No Nama Kelompok Kecamatan Desa Tanam
(ton)
(Ha)
1 Kelompok tani Ternak Tejakula Tembok 1.00 0.360
Merta Nadi
2 Tempekan Kangin, Sukasada Sambangan 0.20 0.817
Subak Sambangan
3 Subak Babakan Sukasada Sambangan 1.00 1.414
Sambangan
4 Tempekan Dangin Sukasada Tegallinggah 1.00 3.515
Margi, Subak Anyar
Tegallinggah
5 Tempekan Kelod Kauh, Sukasada Tegallinggah 0.20 0.913
Subak Tegallinggah
6 Tempekan Kalang Sukasada Panji Anom 0.10 0.179
Anyar, Subak Pancoran,
7 Kelompok Tani Kerti Kubutambahan Bukti 16.5 66.264
Winangun
8 Kelompok Tani Sidi Gerokgak Patas 5 15.200
Karya
Sumber : Data Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, 2020
6
Hasil produksi buleleng/sorgum pada Tahun 2020 mencapai 88,66 ton dari
luasan lahan 25 Ha. Sebagian besar hasil ini disimpan sebagai benih untuk ditanam
kembali pada Tahun 2021. Pembuatan benih ini dikerjasamakan dengan UD. Swandewi
yang merupakan usaha perbenihan yang berlokasi di Desa Sambangan, Kec. Sukasada,
Kab. Buleleng. Berikut merupakan dokumentasi budidaya tanaman buleleng/sorgum:

Gambar 3. Budi daya buleleng/sorgum di Desa Tegallinggah, Kec. Sukasada

Gambar 4. Budidaya buleleng/sorgum di Desa Bukti, Kec. Kubutambahan


Sumber : https://koranbuleleng.com/2020/09/29/sorgum-alternatif-tanaman-pangan-di-lahan-tandus/ dan
dokumentasi pribadi petani
Pada Tahun 2021 tanaman sorgum dibudi daya di wilayah Kecamatan
Gerokgak seluas 30 Ha dan di beberapa wilayah lainnya. Budi daya tanaman
buleleng/sorgum di Kecamatan Gerokgak sangat sesuai dengan kondisi lahan berupa
lahan kering yang cendrung tandus, melalui penanaman sorgum ini diharapkan dapat
melestarikan kearifan lokal sekaligus dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
Berdasarkan wawancara dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) wilbin
Kecamatan Sukasada (Made Sudarka, SP), teknik budi daya yang diterapkan oleh
masyarakat dalam menanam buleleng/sorgum sangat sederhana, dimulai dari
pengolahan lahan, penanaman melalui biji, perawatan berupa penyiraman dan
pemupukan dengan pupuk organik. Biji sorgum dapat dipanen dalam usia 100 – 115
hari setelah tanam. Biji dalam malai yang telah dipanen kemudian di jemur sehingga
kadar airnya tidak lebih dari 12%. Perontokan biji dalam malai dilakukan dengan
“ngetigang” memukulkan malai sorgum pada bidang datar hingga biji rontok. Biji
tersebut kemudian dapat disimpan dan bertahan hingga lebih dari 6 bulan.

7
B. Tanaman Buleleng (Sorgum) dalam Diversifikasi Pangan
Biji sorgum mempunyai kualitas nutrisi sebanding dengan jagung dan beras,
bahkan kandungan proteinnya lebih tinggi, namun kandungan lemaknya lebih rendah.
Oleh karena itu, sorgum dimanfaatkan sebagai penyangga pangan penduduk di lebih 30
negara. Selain sebagai bahan pangan, biji sorgum juga digunakan sebagai bahan baku
industri pangan seperti gula, monosodium glutamate, asam amino, minuman, dan
hijauannya digunakan sebagai pakan ternak. Bahkan saat ini sorgum juga digunakan
sebagai bahan baku energi, terutama sorgum manis (Tabri dan Zubachtirodin, 2013).
Biji dan batang tanaman buleleng/sorgum dapat diolah menjadi bahan pangan.
Biji buleleng/sorgum memiliki kandungan gizi berupa karbohidrat, protein dan lemak.
Perbandingan kandungan gizi buleleng/sorgum dengan serealia lainnya dapat dilihat
pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Sorgum dan Jenis Serealia Lainnya/100gr
Kandungan /100gr
Unsur Gizi
Sorgum Beras Jagung
Kalori (kkal) 329 370 365
Protein (gr) 10,6 6,8 9,4
Lemak (gr) 3,4 0,7 4,7
Karbohidrat (g) 72,0 81,6 72,4
Kalsium (mg) 28,0 6,0 9,0
Zat Besi (mg) 5,4 1,8 4,6
Fosfor (mg) 287 140 380
Vitamin B1 (mg) 0,38 0,12 0,27
Serat Kasar (gr) 6,7 2,8 6,3
Air (%) 11,20 9,80 13,50
Sumber : Faesal, 2013
Pada tabel diatas menunjukkan kandungan gizi buleleng/sorgum lebih baik
dari segi kandungan protein, kalsium, zat besi, vitamin B1, dan serat kasar
dibandingkan dengan beras dan jagung. Kandungan protein yang lebih tinggi tentu
sangat bermanfaat bagi tubuh sebagai zat pembangun tubuh. Kandungan kalsium
membantu untuk kesehatan tulang dan gigi. Kandungan zat besi sangat baik untuk
perbaharuan sel-sel darah merah yang berfungsi mengantarkan oksigen dan nutrisi ke
seluruh tubuh. Kandungan zat besi sangat penting guna meningkatkan imun tubuh pada
masa pandemi Covid-19 sekarang ini dan juga zat besi merupakan unsur penting untuk
8
pencegahan stunting. Kandungan serat pangan sangat baik untuk pencernaan dan untuk
mencegah penyakit degenarif (Suarni dan Firmansyah, 2013).
Pemanfaatan biji buleleng/sorgum menjadi berbagai produk pangan olahan
merupakan salah satu upaya untuk mendukung diversifikasi pangan. Biji sorgum dapat
dimasak menjadi nasi sorgum melalui proses perendaman selama 24 jam, pelepasan
kulit ari, dan penanakan (sama seperti nasi dari beras). Nasi dari sorgum lebih
mengenyangkan dibandingkan dengan nasi dari beras karena adanya kandungan serat
pangan, sehingga menjadi alternatif sumber karbohidrat bagi penderita diabetes atau
orang yang sedang diet.
Untuk memudahkan pemanfaatan buleleng/sorgum, biji sorgum diolah
menjadi tepung melalui proses perendaman 24 – 36 jam, pelepasan kulit ari, penirisan,
penggilingan, pengeringan tepung hingga kadar air tidak lebih dari 11% (Suarni, 2004).
Proses pengolahan sorgum menjadi tepung telah dilakukan oleh beberapa kelompok
Wanita tani salah satunya adalah KWT Tulus Bakti, Desa Panji, Kec. Sukasada (dan
KWT Sekar Sari, Desa Bukti, Kec. Kubutambahan. Proses pengolahan tepung sorgum
di KWT Tulus Bakti, Desa Panji dapat dilihat dalam video melalui link
https://www.youtube.com/watch?v=YirjQrv8Wo0 .
Tepung sorgum dapat menjadi susbtitusi tepung terigu sebagai bahan dasar
berbagai olahan pangan. Tepung sorgum dapat diolah menjadi cookies, kue basah, mie,
dan roti. Berbagai macam kreasi olahan tepung sorgum telah diusahakan oleh KWT
Sekar Sari, Desa Bukti diantaranya kue kering semprit, thumbprint, cochochip, dan roti
dapat dilihat pada Gambar 5. KWT Tulus Bakti, Desa Panji mengolah tepung sorgum
menjadi nagasari, abug, lepet dan jajanan tradisional lainnya.

Gambar 5. Pengolahan tepung sorgum oleh KWT Sekar Sari, Desa Bukti, Kec. Kubutambahan
Petani buleleng/sorgum di Desa Bukti, Kecamatan Kubutambahan, Made
Suparta juga mengolah batang sorgum menjadi gula cair. Batang sorgum manis
mengandung nira yang dapat diperoleh dengan memeras batangnya dengan mesin press
seperti mengolah batang tebu. Nira ini kemudian dapat diolah menjadi minuman
fermentasi atau bioethanol (Suarni dan Firmansyah, 2013).

9
C. Upaya Meningkatkan Peran Aktif Masyarakat dalam Pengembangan Tanaman
Buleleng (Sorgum)
Tanaman buleleng/sorgum yang mudah dibudidayakan bahkan dilahan kering
dan tandus sangat baik dikembangkan untuk menghasilkan pangan alternatif pengganti
beras mengingat kandungan gizinya pun tidak berbeda jauh dengan beras dan jagung.
Selain itu pengembangan buleleng/sorgum merupakan salah satu upaya pelestarian
kearifan lokal yang dimiliki Kabupaten Buleleng.
Upaya yang dilakukan untuk pengembangan tanaman buleleng/sorgum di
Kabupaten Buleleng dengan melibatkan partisifasi aktif masyarakat adalah dengan
menggalakkan budidaya sorgum pada lahan marjinal yang sebelumnya tidak
dimanfaatkan. Penggalakkan budi daya tanaman buleleng telah dilaksanakan oleh Dinas
Pertanian Kabupaten Buleleng melalui pembagian bibit dan sapras budi daya kepada
kelompok-kelompok tani yang telah ditentukan.
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat akan tanaman buleleng/sorgum
perlu dilakukan sosialisasi atau edukasi melalui event-event seperti workshop atau
penjajagan langsung ke lapangan. Promosi terhadap produk olahan buleleng/sorgum
dapat dilakukan melalui event-event pameran. Pemerintah Kabupaten Buleleng, melalui
Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan telah melakukan promosi pemanfaatan pangan
lokal salah satunya buleleng/sorgum melalui Gelar Pangan Lokal yang dilakukan
beberapa kali dalam setahun. Diharapkan melalui event ini semakin banyak masyarakat
yang mengetahui manfaat buleleng/jagung gembal/sorgum.
Pemerintah Buleleng juga mendukung berkembangnya usaha pangan lokal
dengan melakukan pendampingan dan pembinaan kepada pelaku usaha pangan salah
satunya adalah pelaku usaha dengan produk olahan sorgum. Pendampingan dilakukan
dengan harapan pelaku usaha pangan dapat lebih professional dalam mengelola
usahanya dan menjaga kualitas produk yang dihasilkan agar menjadi pangan yang aman
untuk dikonsumsi. Dengan dukungan tersebut pangan lokal dapat bangkit dan berperan
dalam diversifikasi pangan untuk mengurangi konsumsi beras dan terigu.

10
BAB IV KESIMPULAN

Tanaman buleleng/jagung gembal/sorgum merupakan salah satu kearifan lokal yang


dimiliki Kabupaten Buleleng. Kandungan gizi biji buleleng/sorgum tidak kalah dengan beras
atau jagung sehingga dapat dijadikan pangan pokok pengganti beras. Budi daya tanaman
buleleng/sorgum relatif mudah dan sangat adaptif pada lahan kering dan tandus menjadi
keunggulan buleleng/sorgum dibandingkan dengan budi daya padi atau jagung. Teknologi
pengolahan buleleng/sorgum juga telah berkembang, selain menjadi pengganti nasi beras,
buleleng/sorgum dapat diolah menjadi tepung sebagai bahan dasar aneka olahan pangan
substitusi tepung terigu. Peningkatan peran masyarakat dalam diversifikasi pangan berbasis
buleleng/sorgum harus terus ditingkatkan dengan melibatkan langsung masyarakat dalam
budi daya, pengolahan serta konsumsinya.

11
DAFTAR PUSTAKA

biodiversitywarriors.kehati.or.id. Berbagai Nama Lain Sorgum di Indonesia.


https://biodiversitywarriors.kehati.or.id/artikel/berbagai-nama-lain-sorgum-di-
indonesia/ (diakses pada 1 oktober 2021)
Efendi, Fatmawati, dan Bunyamin. 2013. Prospek Pengolahan Ratun Sorgum. Sorgum : Inovasi
Teknologi dan Pengembangan : 205-219.
Faezal. 2013. Peningkatan Peran Penelitian Tanaman Serealia Menuju Pangan Mandiri. Balai
Penelitian Tanaman Serealia. Seminar Nasional Serealia 2013 : 181-191.
hellosehat.com. Mengenal Sorgum, Si “Pengganti Nasi” dengan 6 Khasiat untuk Kesehatan.
https://hellosehat.com/nutrisi/fakta-gizi/manfaat-sorgum/ (diakses pada 3 Oktober 2021)
Herlina, E. and Nuraeni, F. .2014. Pengembangan Produk Pangan Fungsional Berbasis Ubi
Kayu dalam Menunjang Ketahanan Pangan. Manajemen pemasaran, dasar-dasar
pemasaran / Marius P. Angipora. 3(2): 142–148.
Irawan, B. dan N. Sutrisna. 2011. Prospek pengembangan sorgum di jawa barat mendukung
diversifikasi pangan. Forum Agro Ekonomi 29 (2C).
Kristiyanto, Eko Noer. 2017. Kedudukan Kearifan Lokal dan Peran Masyarakat Dalam
Penataan Ruang di Daerah. Jurnal Rechts Vinding 6(2) : 159-177.
koranbuleleng.com. Sorgum Alternatif Tanaman Pangan di Lahan Tandus.
https://koranbuleleng.com/2020/09/29/sorgum-alternatif-tanaman-pangan-di-lahan-
tandus/ (diakses pada 1 Oktober 2021)
Kusumayanti, H., Triaji, R. and Bagus, S. 2018. Pangan Fungsional Dari Tanaman Lokal
Indonesia . Metana 12(01) : 26–30.
Sari, Intan Purnama dan Zuber, Ahmad. 2020. Kearifan Lokal Dalam Membangun
Ketahanan Pangan Petani. Journal of Development and Social Change 3(2) : 25 – 35.
Sirappa, M. P. 2003. Prospek pengembangan sorgum di Indonesia sebagai komoditas
alternatif untuk pangan, pakan, dan industri. Jurnal Litbang Pertanian, 22(4) : 133-
140.
Suarni dan Firmansyah. 2013. Struktur, Komposisi Nutrisi, dan Teknologi Pengolahan
Sorgum. Sorgum : Inovasi Teknologi dan Pengembangan : 260-279.
Sundara, K.D. and P. Marimuthu. 2012. Sweet sorghum stalk-an alternate agro based raw
material for paper making. IPPTA 24(3) : 47-50.
Tabri, Fahdiana dan Zubachyirodin. 2013. Budi Daya Tanaman Sorgum. Sorgum : Inovasi
Teknologi dan Pengembangan :175-187.

Anda mungkin juga menyukai