Anda di halaman 1dari 13

e-ISSN: 2615-6628

Vol.12 No.1 Desember 2018 p-ISSN: 1411-7176

KETAHANAN PANGAN LOKAL


DAN DIVERSIFIKASI KONSUMSI MASYARAKAT
(Studi pada Masyarakat Desa Waimangit Kabupaten Buru)
M. Chairul Basrun Umanailo
Universitas Iqra Buru, Maluku
chairulbasrun@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di desa Waimangit, Pulau Buru dengan tujuan untuk
menganalisis perencanaan keamanan pangan masyarakat serta membuat proyeksi
untuk diversifikasi konsumsi dan ketahanan pangan lokal masyarakat. Pendekatan
yang digunakan adalah kualitatif dengan metode dasar analisis deskriptif. Dalam
penelitian ini, deskripsi konsumsi makanan masyarakat lokal masih rendah dengan
tingkat diversifikasi konsumsi pangan yang masih relatif rendah juga maka ada
faktor yang sangat mempengaruhi tingkat diversifikasi konsumsi pangan seperti
keahlian pengolahan, jumlah anggota rumah tangga dan pengetahuan masyarakat
itu sendiri, maka tidak ada pergeseran pola konsumsi beras ke makanan lokal,
kondisi konsumsi makanan lokal hanya terjadi pada segmen usia tertentu dengan
jumlah yang sangat terbatas dan akhirnya tingkat ketahanan pangan bagi
masyarakat Desa Waimangit umumnya rentan, dimana rata-rata rumah tangga
tangga jangka panjang petani yang membuat konsumsi beras menjadi kebutuhan
konsumtif.
Kata Kunci: Konsumsi, Diversifikasi, Ketahanan Pangan, Waimangit

THE SECURITY OF LOCAL FOOD


AND DIVERSIFYING COMMUNITY CONSUMPTION
(Study on Waimangit Village Community of Buru Island)

ABSTRACT

This research has been conducted in Waimangit village of Buru Island with
an effort to Analyze community food security planning as well as make projections
for diversification of consumption and local food security of the community. The
approach used is qualitative with the basic method of descriptive analysis. In this
study, the description of local people's food consumption is still low with the level of
diversification of food consumption which is still relatively low then there are also
factors that greatly affect the level of diversification of food consumption such as
processing expertise, the number of household members and the knowledge of the
community itself, then there has been no shift of rice consumption pattern to local

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p05
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 64

food, local food consumption condition only happened at certain age segment with
very limited amount and finally food security level for Waimangit Village community
is generally vulnerable, where average household of farmer based ladder long term
that makes rice consumption a consumptive need.
Keywords: Consumption, Diversification, Food Security, Waimangit

PENDAHULUAN dilaksanakan cenderung bercokol


hanya seputar beras (Elizabeth, 2011).
Pembangunan bidang
Dalam kajian yang dilakukan
ketahanan pangan di Kabupaten Buru
oleh Elizabeth mengenai strategi
diarahkan untuk meningkatkan
pencapaian diversifikasi dan
ketahanan pangan dan melanjutkan
kemandirian pangan, mengemukakan
revitalisasi pertanian dalam rangka
pergeseran pola pangan masyarakat
mewujudkan kemandirian pangan,
non beras menjadi beras seperti yang
peningkatan daya saing produk
terjadi di Madura, Maluku, NTT,
pertanian, peningkatan pendapatan
Ambon, dan Kawasan Indonesia Timur
petani, serta kelestarian lingkungan
lainnya. Bahkan di Maluku yang
dan sumberdaya alam, namun pada
semula mengonsumsi sagu sebagai
bagian tertentu, ketahanan pangan
bahan pangan pokok, telah beralih
sulit untuk dipenuhi ketika persoalan
(90-100%) menjadi beras, menyamai
konsumsi masyarakat menjadi
Sumatera Utara dan Sumatera Barat
terbalik dengan perencanaan dalam
(Elizabeth, 2011). Sementara itu,
sebuah proses penciptaaan
Hardono dalam penelitiannya
masyarakat yang berketahanan
mengenai strategi pengembangan
pangan.
diversifikasi pangan lokal
Diversifikasi pangan yang
menyampaikan fenomena yang terjadi
dimaksudkan bukan untuk
pada beberapa lokasi seperti Nusa
menggantikan beras sepenuhnya,
tenggara, Papua, Maluku dan
namun mengubah dan memperbaiki
Sulawesi adalah perubahan pola
pola konsumsi masyarakat supaya
pangan masyarakat dari dominan
lebih beragam jenis pangan dengan
pangan lokal seperti jagung, umbi-
mutu gizi yang lebih baik. Pengertian
umbian, dan sagu berubah ke arah
dan pemahaman diversifikasi pangan
pola pangan nasional (beras),
yang salah jalan (Singha, Choudhary,
kemudian berubah ke arah pola
& Vishnu, 2014), diprediksi karena
pangan internasional berbasis
adanya asumsi bahwa beras
gandum (Hardono, 2014).
merupakan bahan pangan pokok di
Memahami pola konsumsi
Indonesia, meski nyatanya penduduk
masyarakat desa Waimangit, maka
di beberapa daerah di Indonesia
dapat digambarkan bahwa konsumsi
mengkonsumsi jagung, sagu, ubi
pangan lokal masyarakat yang
kayu, dan ubi jalar sebagai bahan
terbangun dengan berbagai kondisi
pangan pokok. Oleh karenanya,
alam serta kearifan lokal yang dimiliki.
masalah pangan selalu terpaku pada
Pola konsumsi yang dapat
beras (Boncinelli, et al, 2018),
dimanfaatkan namun belum
sehingga program kebijakan
sepenuhnya terlaksana, sebagai
pemerintah yang disusun dan
akibat perubahan arus komunikasi
serta terbukanya transportasi di

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p05
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 65

berbagai wilayah pada geografis rekaman dan karya tulisan lain yang
masyarakat Buru sehingga memiliki sejenis (Adhikari et al., 2018). Teknik
pengaruh terhadap pola pikir dan sampel yang dipergunakan adalah
konsumsi, serta tindakan masyarakat purposive sampling. Berkaitan dengan
merupakan hasil korelasi dan data, dapat dibagi jenis data-datanya
interaksi (Berg, Hebinck, & Roep, ke dalam kata-kata dan tindakan
2018) dengan masyarakat dari luar (Fraval et al., 2018), sumber data
desa. tertulis, foto dan statistik (Subandi,
Namun harus dipahami lebih 2011). Dalam penelitian ini teknik
daripada itu, bahwa struktur pengumpulan data yang penulis
masyarakat yang memiliki hubungan gunakan adalah wawancara
kuat dengan lingkungan menjadikan mendalam, dengan jumlah informan
potensi untuk menciptakan yang diwawancarai sebanyak 20 orang
diversifikasi konsumsi semakin besar yang terdiri dari petani, wirausaha dan
(Lee et al., 2018), hal ini didukung perangkat desa serta penulis
dengan ketersediaan sumber tanaman melakukan pengamatan langsung
lokal serta lahan yang berada di desa kepada objek penelitian (Stoppok,
Waimangit. Jess, Freitag, & Alber, 2018). Dengan
Tujuan dari penelitian ini memanfaatkan kebiasaan masyarakat
adalah untuk mendapatkan gambaran yang suka berkumpul pada malam
tentang kondisi ketahanan pangan hari, maka wawancara dilakukan
serta perencanaan ketahanan pangan mulai pukul 19.00-23.00 WIT
yang dilakukan untuk keberlanjutan Untuk analisa data, penulis
hidup masyarakat desa Waimangit. menggunakan pada saat
Spesifikasi penelitian dikembangkan pengumpulan data berlangsung, dan
untuk melihat teknik diversifikasi setelah selesai pengumpulan data
konsumsi dalam kaitannya dengan dalam periode tertentu. Dengan
ketersediaan sumber pangan lokal di menganalisis data sambil
desa Waimangit. menggumpulkannya, penulis dapat
mengetahui secara langsung
METODE PENELITIAN kekurangan data yang harus
dikumpulkan (Umanailo, 2018) serta
Penelitian dilakukan di desa
metode yang harus dilakukan
Waimangit, Kabupaten Buru, Provinsi
selanjutnya agar diperoleh hasil yang
Maluku. Pemilihan lokasi dilakukan
komprehensip.
sengaja dengan pertimbangan bahwa
Dengan melakukan penyajian
desa Waimangit memiliki lahan luas
data, peneliti bisa bekerja lebih cepat
yang produktif untuk tanaman
dan tepat dalam pengkodean dan
makanan lokal yang signifikan.
pengambilan keputusan berdasarkan
Penelitian ini dilakukan dari Januari
fokus penelitian. Penyajian data tidak
hingga Mei 2018. Penelitian ini
terpisahkan dari analisis data
dilakukan dengan metode kualitatif
penelitian kualitatif. Penyajian data
dan pendekatan analisis deskriptif.
bagian dari analisis sebagaimana
Sumber data utama dalam
reduksi data juga bagian dari analisis
penelitian kualitatif adalah kata-kata
(Umanailo, 2016) Penyajian data
dan tindakan, selebihnya adalah data
dalam penelitian kualitatif pada
tambahan seperti dokumentasi foto,
umumnya yaitu matrik, grafik, bagan,

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p05
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 66

dan teks naratif. Penarikan tahun 2016 yakni sekitar 95 jiwa atau
kesimpulan/verifikasi merupakan kurang lebih 10 persen dari total
akhir dari analisis data penelitian jumlah penduduk. Sebagian besar
kualitatif. Penarikan kesimpulan masyarakat desa Waimangit berprofesi
dilakukan dengan pemaknaan melalui sebagai petani, dengan ketersediaan
refleksi data (Gumilang, 2016). sumberdaya alam berupa lahan
bercocok tanam maka pekerjaan
HASIL DAN PEMBAHASAN disektor pertanian menjadi orientasi
primer untuk mata pencaharian
Secara umum masyarakat yang
sehari-hari. Pada perkembangan
mendiami wilayah desa Waimangit
selanjutnya, masyarakat yang
merupakan karakteristik masyarakat
memiliki kultur pedesaan yang mana
yang telah mengalami perubahan
seharusnya sangat dekat dengan pola
dalam proses pembangunan yang
konsumsi terhadap produk lokal
terjadi di Kabupaten Buru. Terjadinya
seperti sagu, ubi, singkong serta
penambahan jumlah penduduk,
pisang namun dalam
meningkatnya tingkat pendidikan
perkembangannya banyak ditemukan
serta adanya perkembangan terhadap
pergeseran pola konsumsi yang
sektor ekonomi menjadikan desa
berbeda dengan waktu sebelumnya,
Waimangit menjadi salah satu wilayah
sehingga dirasakan perlu adanya
yang cukup berkembang. Dalam
pemetaan ulang dalam perencanaan
perkembanganya dapat kita lihat
ketahanan pangan masyarakat desa
kondisi jumlah penduduk Desa
Waimangit. Selanjutnya bisa kita lihat
Waimangit melalui tabel berikut ini.
tabel mengenai perencanaan pola
Dari data tabel yang disampaikan,
konsumsi yang terjadi pada
terjadi peningkatan jumlah
masyarakat di desa Waimangit.
pertambahan yang signifikan pada

Tabel 1. Jumlah Penduduk

Tahun Perempuan Laki-laki Total


2015 834 901 1740
2016 918 917 1835
2017 926 931 1857
Sumber: Monografi Desa Waimangit, 2018

Dari data tabel yang primer untuk mata pencaharian


disampaikan, terjadi peningkatan sehari-hari. Pada perkembangan
jumlah pertambahan yang signifikan selanjutnya, masyarakat yang
pada tahun 2016 yakni sekitar 95 jiwa memiliki kultur pedesaan yang mana
atau kurang lebih 10 persen dari total seharusnya sangat dekat dengan pola
jumlah penduduk. Sebagian besar konsumsi terhadap produk lokal
masyarakat desa Waimangit berprofesi seperti sagu, ubi, singkong serta
sebagai petani, dengan ketersediaan pisang namun dalam
sumberdaya alam berupa lahan perkembangannya banyak ditemukan
bercocok tanam maka pekerjaan pergeseran pola konsumsi yang
disektor pertanian menjadi orientasi berbeda dengan waktu sebelumnya,

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p05
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 67

sehingga dirasakan perlu adanya tabel mengenai perencanaan pola


pemetaan ulang dalam perencanaan konsumsi yang terjadi pada
ketahanan pangan masyarakat desa masyarakat di desa Waimangit.
Waimangit. Selanjutnya bisa kita lihat

Tabel 2. Perencanaan Pola Konsumsi

Struktur Masyarakat Ketersediaan Pola Konsumsi primer


Sumberdaya
Pegawai Negeri Sipil, Pendapatan gaji/honor Beras
TNI/Polri
Wiraswasta/Wirausaha Investasi, permodalan Beras, Ubi-ubian
usaha
Petani Luas Lahan, Tenaga Beras, Sagu, Ubi-ubian
Kerja dan Pisang
Sumber: diolah dari data primer, 2018
Data tabel menunjukan bahwa masyarakat di desa Waimangit masih
pada struktur masyarakat terjadi menjadikan beras sebagai bahan
diferensiasi pola konsumsi yang pokok konsumsi sekalipun ditemukan
terbagi menjadi tiga yakni pada juga ada sebagian kecil pada kelompok
struktur PNS dan polisi umunya wirausaha dan petani yang
mengkonsumsi beras sebagai bahan mengkonsumsi ubi, sagu dan
pokok primer, kemudia pada stuktur singkong sebagai bahan konsumsi
wiraswasta maupun wirausaha beras primer, namun hanya sekedar sebagai
masih menjadi bahan pangan primer, selingan untuk menahan pengeluaran
begitupun dengan petani yang masih ekonomi rumah tangga.
menjadikan beras sebagai bahan Segementasi berikutnya berupa
konsumsi primer dalam kehidupan pola konsumsi masyarakat yang
sehari-hari. terbagi pada sektor usia yang
Maka secara umum dapat merupakan stratifikasi di dalam
dikatakan bahwa pola perencanaan masyarakat desa Waimangit.
konsumsi yang terjadi pada

Tabel 3. Persentase Pola Konsumsi Masyarakat Desa Waimangit

Usia Persentase Pola Konsumsi (%)


Beras Sagu Ubi-ubian Pisang
1-12 Tahun 96 2,5 0,5 1
12-25 Tahun 82 11 4 2
26-35 Tahun 80 15 4 1
36-55 Tahun 68 21,5 8 2,5
56- K atas 53 31 10 6
Sumber: diolah dari data primer, 2018.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p05
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 68

Pada tabel persentase pola karena dorongan kemampuan


konsumsi yang dibagi berdasarkan ekonomi (pendapatan).
usia, terlihat bahwa beras masih Pada sisi lain, kemampuan
menjadi bahan konsumsi yang rumah tangga dalam masyarakat desa
dominan bagi masyarakat yang Waimangit untuk memberdayakan
berusia 1-35 tahun, sementara untuk sumber tenaga kerja serta waktu
usia 36-56 tahun, beras bukan lagi luang yang bekerja di sektor pertanian
menjadi bahan pokok yang dominan menjadi sebuah dukungan dalam
untuk dikonsumsi akibat naiknya pemenuhan konsumsi. Kondisi ini
persentase konsumsi sagu serta ubi- dapat dinilai sebagai struktur ekonomi
ubian. alternatif sebagaimana yang bisa
dijelaskan bahwa kekuatan jumlah
Perencanaan Masyarakat Untuk anggota keluarga sebagai daya
Ketahanan Pangan pendukung untuk mendapatkan
sumber ekonomi dalam pemenuhan
Diversifikasi konsumsi
konsumsi (Bhalla, Handa, Angeles, &
merupakan cara alternatif masyarakat
Seidenfeld, 2018). Model perencanaan
dalam memperoleh beragam sumber
pada sektor ini pada akhirnya
karbohidrat dari jenis tanaman selain
ditemukan pola konsumsi beras
beras. Upaya yang dilakukan
sebagai konsumsi primer sementara
masyarakat melalui model
ubi-ubian dan pisang masih menjadi
perencanaan dengan memberdayakan
konsumsi alternatif.
kemampuan sumberdaya ekonomi
Beberapa faktor yang
terlihat sebagai suatu karakteristik
menyebabkan sehingga masyarakat
masyarakat pedesaan dalam
pada segmentasi tersebut masih
pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
menjadikan beras sebagai bahan
peran sosial baru dan kelompok yang
konsumsi primer yakni karena
mendukung kegiatan pertanian
perubahan kultural yang terjadi akibat
sebenarnya dibangun di atas struktur
akulturasi yang menyebabkan
sosial tradisional (Umanailo et al.,
kebiasaan maupun perubahan pola
2018). Masyarakat yang kemudian
pikir dan pola tindak ikut
bekerja sebagai pegawai administrasi
mempengaruhi sehingga
maupun wirausaha dengan skala dan
ketergantungan terhadap beras masih
jenis usaha tertentu mengakibatkan
sangat dominan (Baysse-lainé &
sumber ekonomi menjadi kekuatan
Perrin, 2018). Sagu menjadi sumber
tersendiri dalam pola konsumsi primer
konsumsi yang cukup baik dalam
(Nii, Codjoe, & Okutu, 2016). Artinya,
penyeimbangan pola konsumsi sehari-
bahwa kekuatan pendapatan dari
hari. Kebiasaan mengkonsumsi sagu
pekerjaan menjadi simpulan untuk
pada acara ritual maupun seremonial
pemenuhan kebutuhan dan pada
di desa Waimangit mengindikasikan
akhirnya pilihan konsumsi lebih
bahwa segmentasi masyarakat pada
mengarah pada sesuatu bahan yang
sektor ini mulai berubah dari
instan seperti beras, sekalipun ada
sebelumnya yang pernah menjadi
beberapa diantaranya juga memilih
primer berubah menjadi sekunder
ubi-ubian atau pisang namun lebih
(Breen, Coveney, Anne, & Hartwick,
2018), alasan bahwa masyarakat tidak

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p05
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 69

lagi mengkonsumsi sagu yang tidak memiliki ketergantungan


terbantahkan dengan fenomena ekonomi yang tinggi akibat
bahwa dalam ritual maupun keterbutuhan terhadap beras dan
seremonial makan berbahan pokok kemampuan bertahan mereka
sagu selalu dihidangkan sebagai salah ditengah-tengah kesulitan ekonomi
satu konsumsi favorit. yang dialami oleh masyarakat desa
Pada model perencanaan yang Waimangit beberapa waktu
ketiga, masyarakat desa Waimangit belakangan.
dengan sumber mata pencaharian
sebagai petani menjadikan beras dan Diversifikasi Konsumsi Masyarakat
sagu sebagai sumber konsumsi
Secara umum, diversifikasi ada
primer, beberapa faktor yang menjadi
dua macam, yaitu: (a) diversifikasi
penyebab adalah kebiasaan yang
horizontal: penganekaragaman
terbangun dari waktu-waktu
konsumsi pangan dengan
sebelumnya dimana masyarakat
memperbanyak macam komoditi
dengan usia 40 tahun ke atas
pangan dan meningkatkan produksi
mengalami situasi kultural yang
dari macam-macam komoditi tersebut
menjalani konsumsi beras hanya pada
dan (b) diversifikasi vertikal:
hari tertentu yakni pada hari Jumat di
penganekaragaman pengolahan
setiap minggu. Hal ini menjadi dasar
komoditas pangan, terutama non
kebiasaan bagi mereka hingga saat ini
beras sehingga mempunyai nilai
untuk mengkonsumsi sagu dan ubi-
tambah dari segi ekonomi, nutrisi
ubian. Ketersediaan sumberdaya
maupun sosial (Budiningsih, 2009).
seperti lahan pertanian serta tenaga
Dalam pembangunan
kerja dalam keluarga menjadikan
pertanian, diversifikasi pada
masyarakat pada segmentasi tersebut
umumnya dihubungkan dengan suatu
mampu bertahan pada pola konsumsi
peralihan atau perpindahan dari
yang seimbang antara beras maupun
komoditas ekspor untuk ke arah
bahan konsumsi lokal seperti sagu,
pengusahaan komoditas baru yang
ubi-ubian serta pisang.
dipandang sebagai jalan keluar dalam
Dengan perencanaan tersebut,
menghadapi permintaan pasar.
sebagian besar menjadikan pekerjaan
Diversifikasi pertanian adalah suatu
yang ditekuni menjadi sumber
pemilihan dan adopsi dari beberapa
konsumsi sekaligus sumber
tambahan tipe komoditas yang
pendapatan ekonomi dimana hasil
berorientasi pasar, untuk dihasilkan
yang didapatkan dapat dijual maupun
melalui budidaya pertanian secara
dikembangkan untuk menambah
modern, baik pada tingkat nasional
penghasilan sehari-hari (Boncinelli et
maupun regional. Jadi diversifikasi
al., 2018). Persoalan kultural menjadi
pertanian adalah suatu usaha yang
penting ketika melihat masyarakat
kompleks dan luas untuk
pada segmentasi ini yang masih
meningkatkan perekonomian
mampu mempertahankan pola
pertanian melalui upaya
konsumsi dan pola tindak sehari-hari.
penganekaragaman komoditas pada
Kebiasaan yang dipertahankan
subsistem produksi, konsumsi dan
mampu membuat masyarakat tetap
distribusi baik pada tingkat usaha tani
berada pada kehidupan yang dapat
regional maupun nasional menuju
dikatakan sebagai kondisi sederhana

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p05
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 70

tercapainya tranformasi struktural ketersediaan maupun daya dukung


sektor pertanian ke arah pertanian wilayah, namun lebih sebagai akibat
tangguh (Wahyuningsih, 2008). pengetahuan masyarakat maupun
Usaha masyarakat untuk kondisi sosial budaya yang
melakukan suatu diversifikasi menyebabkan pergeseran pola piker
pertanian tentunya juga harus serta perilaku terhadap pola konsumsi
didukung dengan ketersediaan serta diversifikasi sumber pangan
sumberdaya alam yang memadai, lokal.
untuk masyarakat di Desa Waimangit Masyarakat desa Waimangit
sumber-sumber tersebut bukanlah merupakan struktur bentuk dari
sesuatu yang sulit untuk didapatkan masyarakat dengan keterkaitan serta
mengingat letak geografis serta kondisi ketergantungan terhadap alam dengan
sosial budaya mereka yang berada diversifikasi yang sudah tentunya
pada wilayah pedesaan dengan daya memiliki dua pendekatan. Berikut ini
dukung lahan yang sangat baik disajikan data tentang diversifikasi
(Bhalla et al., 2018). Bagi horisontal yang dilaksanakan oleh
permasalahan diversifikasi di desa masyarakat desa Waimangit:
Waimangit bukan lagi bercokol pada

Tabel 4. Diversifikasi Horisontal


Konsumsi
Usia Pokok Sagu Ubi-ubian Pisang
(beras)
1-12 Beras 96 % Penggunaan (0%) Penggunaan (1%) Penggunaan
Tahun dianggap belum dianggap belum (5%)
memiliki memiliki kecakupan dianggap belum
kecakupan gizi gizi dan model memiliki
pengolahan yang kecakupan gizi
rumit untuk
dikonsumsi usia
tertentu
12-25 Beras 82 % Penggunaan (3%) Penggunaan (10%) Penggunaan
Tahun sumber makanan sumber makanan (5%) sumber
sekunder tambahan dalam makanan
rumah tangga tambahan dalam
rumah tangga
26-35 Beras 80 % Penggunaan Penggunaan (3%) Penggunaan
Tahun (12%) sumber makanan (5%) sumber
sumber makanan sekunder makanan
tambahan sekunder
alternatif
36-55 Beras 68 % Penggunaan Penggunaan (8%) Penggunaan
Tahun (20%) Sumber sumber makanan (4%) sumber
makanan tambahan alternatif makanan
tambahan pokok tambahan
alternatif

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p05
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 71

56-Ke Beras 53 % Penggunaan Penggunaan (15%) Penggunaan


atas (31%) Sumber Sumber makanan (7%) Sumber
makanan pokok tambahan pokok makanan
tambahan pokok
Sumber: diolah dari data primer, 2018.

Pada tabel diversifikasi jagung masyarakat akan lebih banyak


horisontal, beras masih menjadi mengkonsumsi jagung (Satmalawati &
bahan dasar konsumsi bagi Falo, 2016). Hal ini berbeda dengan
masyarakat di desa Waimangit. Usaha yang terjadi pada desa Waimangit,
masyarakat untuk memperbanyak bahwa tidak ada keterkaitan antara
macam komoditi pangan masih musim panen dengan pola konsumsi
terbatas dengan menjadikan sagu, masyarakat, namun sebaliknya
ubi-ubian serta pisang hanya sebagai perayaan seremonial di desa yang
bahan sumber alternatif. Pada bagian kemudian menjadikan masyarakat
tertentu, dominasi beras terhadap mengkonsumsi pangan lokal seperti
jenis bahan dasar yang lain mulai sagu maupun ubi dan pisang.
berkurang, tentunya dengan adanya Penyebab beras menjadi
penggunaan pada bahan dasar lain dominan terhadap sumber pangan
sebagai sumber makanan alternatif lokal, seperti penelitian yang
bahkan telah menjadi sumber dilakukan oleh Yuni Hamid bahwa
makanan pokok (Nii et al., 2016). Pada terdapat kecenderungan tingkat
kolom terakhir, status keberadaan konsumsi energi dari bahan pangan
beras serta sagu menjadi sama dalam padi-padian yaitu beras sebagai
kualitas namun berbeda pada pangan pokok di desa lebih tinggi
kuantitas dimana masyarakat daripada di kota sementara sebaliknya
menjadikan sagu sebagai salah satu konsumsi energi dari pangan hewani,
sumber makanan yang ada di desa kacang-kacangan dan sayur/buah
Waimangit. lebih tinggi di kota daripada di desa
Pada penelitian sebelumnya, (Hamid, Setiawan, & Suhartini, 2013).
sebagian besar penduduk kecamatan Tentunya kondisi tersebut sejalan
Insana Barat yang diwakili oleh desa dengan hasil temuan di desa
Usapinonot mengkonsumsi beras, Waimangit yang menganggap beras
jagung dan umbi-umbian (ubi jalar sebagai keterwakilan dalam
ataupun ubi kayu). Sesuai kebiasaan pemenuhan konsumsi energi.
yang ada pada saat musim panen

Tabel 5. Diversifikasi Vertikal


Sagu Ubi Pisang
Inti sagu: Singkong: Pisang:
Diolah menjadi sagu Diolah menjadi keripik Diolah menjadi
lempeng (biasanya atau dihaluskan untuk keripik serta
dikonsumsi dengan menjadi tepung (bahan direbus untuk
makanan berkuah, dasar sagu kasbi) dan juga makanan
atau dikonsumsi direbus untuk makanan pendamping

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p05
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 72

dengan teh maupun pendamping berbahan


kopi) kuah
Ketela Pohon:
Diolah menjadi keripik
atau direbus sebagai
makanan pendamping
Tumbuh di lahan Singkong: Sebagian kecil Tumbuh dan
tertentu/berawa yang menanam dan berkembang di
diproduksi dalam hasilnya untuk konsumsi sekitar lahan
jumlah tertentu rumah tangga sebagian pertanian dan
untuk dikonsumsi lagi dijual untuk perkebunan desa.
untuk rumah tangga masyarakat di sekitar Sebagian kecil
Ubi jalar: Hanya ada dikonsumsi dan
beberapa warga yang lebih banyak
menanam dalam jumlah dipasarkan keluar
tertentu untuk dipasarkan desa Waimangit
Sumber: diolah dari data primer, 2018.

Sementara itu, untuk singkong menjadi keripik, tiwul, gatol


diversifikasi vertikal yang terjadi pada dan sebagainya. Sementara untuk ubi
masyarakat di desa Waimangit, jalar, tidak berbeda jauh dalam proses
penganekaragaman pengolahan pengolahan ubi-ubian yang mana
komoditas pangan masih sangat mampu dibuatkan menjadi saos yang
terbatas dengan pola konsusmsi yang disesuaikan dengan varietas ubi
masih sederhana. Belum adanya tersebut dan diikuti dengan kualitas
penggunaan teknologi serta yang juga tentunya berbeda
manajemen dalam pengolahan (Wardayanie, Susanti, Aviana, &
komoditas menyebabkan pengolahan Herman, 2008).
hanya sebatas menjadi bahan Kondisi tersebut sebagaimana
makanan yang tidak bernilai ekonomis dijelaskan sebelumnya bahwa dengan
tinggi (Singha et al., 2014). minimnya pengetahuan serta
Masyarakat yang mengolah, masih pemanfaatan teknologi (Stoppok et al.,
menggunakan pola sederhana dengan 2018) menyebabkan masyarakat desa
cara dibuatkan tepung untuk sagu Waimangit dalam pemanfaatannya
serta direbus dan dibuatkan keripik masih sangat sederhana, dan yang
untuk ubi-ubian dan pisang padahal terpenting bahwa diversifikasi yang
masyarakat desa Waimangit memiliki dilakukan bukan untuk produksi
ketersediaan sumberdaya alam yang pemasaran namun hanya beberapa
begitu besar. diantara penduduk yang mencoba
Pada penelitian yang dilakukan mengembangkan dan bukan menjadi
oleh Wardayanie sebagian besar sumber pendapatan utama sekalipun
tanaman seperti singkong, ubi jalar hal ini tidak menutup kemungkinan
dapat langsung dikonsumsi setelah untuk terjadi sebagai akibat
direbus, digoreng atau dibakar. Untuk ketersediaan lahan serta sumberdaya
penganekaragaman produk, telah alam yang melimpah.
tersedia proses pengolahan
tradisional, misalnya pengolahan

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p05
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 73

KESIMPULAN REFERENCE

Dari pembahasan yang telah Adhikari, P., Araya, H., Aruna,


diuraikan, ada beberapa hal yang bisa G., Balamatti, A., Baskaran, P., Barah,
dikemukakan sebagai kesimpulan B. C., … System, A. V. (2018). System
bahwa adanya ketergantungan of crop intensification for more
terhadap beras yang masih tinggi pada productive , sustainable agriculture :
masyarakat dan menurunya tingkat experience with diverse crops in
partisipasi konsumsi mengakibatkan varying agroecologies, 5903.
upaya diversifikasi konsumsi pangan
Baysse-lainé, A., & Perrin, C.
mengalami stagnansi. Banyak faktor
(2018). Land Use Policy How can
yang mempengaruhi kondisi tersebut
alternative farmland management
dan memiliki kaitan dengan yang lain.
styles favour local food supply ? A case
Pada intinya, faktor sosial, budaya,
study in the Larzac ( France ). Land
ekonomi, pengetahuan merupakan
Use Policy, 75(January), 746–756.
penyebab yang mempengaruhi
diversifikasi konsumsi pangan dan Berg, L. Van Den, Hebinck, P.,
penyebab tersebut identik dengan & Roep, D. (2018). ‘ We go back to the
penyebab yang mempengaruhi land ’: processes of re- peasantisation
konsumsi pangan masyarakat lokal. in Araponga , Brazil, 6150.
Selain itu, ketersediaan sumberdaya
Bhalla, G., Handa, S., Angeles,
alam untuk sumber pangan lokal tidak
G., & Seidenfeld, D. (2018). The e ff ect
diikuti dengan pola pengembangan
of cash transfers and household
dan pola konsumsi masyarakat, dalam
vulnerability on food security in
tindakan menjadikan pangan lokal
Zimbabwe. Food Policy, 74(March
sebagai sumber konsumsi sehari-hari,
2017), 82–99.
keterbatasan pengetahuan dan
informasi terkait pangan lokal Boncinelli, F., Bartolini, F., &
mengakibatkan masyarakat kurang Casini, L. (2018). Structural factors of
peduli terhadap keberadaan sumber labour allocation for farm
pangan lokal yang ada di desa diversification activities. Land Use
Waimangit. Pergeseran pola pikir yang Policy.
berdampak pada pola perilaku,
menyebabkan tradisi yang Breen, F., Coveney, J., Anne, C.,
sebelumnya mendukung konsumsi & Hartwick, P. (2018). A literature
pangan lokal bergeser pada konsumsi scoping review of eating practices and
primer sehingga melahirkan food environments in 1 and 2-person
ketergantungan masyarakat terhadap households in the UK , Australia and
beras menjadi sangat dominan. USA, 126.
Kondisi seperti ini menyebabkan Budiningsih, R. (2009). Faktor-
kerentanan pangan akibat Faktor yang Berpengaruh Terhadap
ketergantungan masyarakat terhadap Diversifikasi Konsumsi Pangan Non
beras. Beras Di Kabupaten Magelang.
Semarang: Universitas Dipenogoro.

Elizabeth, R. (2011). Strategi


Pencapaian Diversifikasi dan

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p05
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 74

Kemandirian Pangan: Antara Harapan Timor Tengah Utara NTT. In Prosiding


dan Kenyataan. IPTEK TANAMAN Semnas Hasil Penelitian “Inovasi
PANGAN, 6(2), 230–242. IPTEKS Perguruan Tinggi Untuk
Meningkatkan Kesejahteraan
Fraval, S., Hammond, J.,
Masyarakat” (pp. 250–268). Denpasar.
Lannerstad, M., Oosting, S. J., Sayula,
G., Teufel, N., … van Wijk, M. T. (2018). Singha, K., Choudhary, R., &
Livelihoods and food security in an Vishnu, K. (2014). Growth and
urban linked, high potential region of Diversification of Horticulture Crops in
Tanzania: Changes over a three year Karnataka : An Inter-District Analysis.
period. Agricultural Systems,
Stoppok, M., Jess, A., Freitag,
160(October 2017), 87–95.
R., & Alber, E. (2018). Of culture,
Gumilang, G. S. (2016). Metode consumption and cost: A comparative
Penelitian Kualitatif Dalam Bidang analysis of household energy
Bimbingan Dan Konseling. Jurnal consumption in Kenya, Germany and
Fokus Konseling Volume. Spain. Energy Research and Social
Science.
Hamid, Y., Setiawan, B., &
Suhartini. (2013). Analisis pola Subandi. (2011). Deskripsi
konsumsi pangan rumah tangga Kualitatif Sebagai Satu Metode Dalam
(Studi kasus di Kecamatan Tarakan Penelitian Pertunjukan. Harmonia.
Barat Kota Tarakan Provinsi
Umanailo, M. C. B. (2016).
Kalimantan Timur). Agrise, 13(3), 175–
marginalisasi buruh tani akibat alih
190.
fungsi lahan (1st ed.). Namlea: FAM
Hardono, G. S. (2014). Strategi PUBLISHING.
pengembangan diversifikasi pangan
Umanailo, M. C. B. (2018).
lokal, (70), 1–17.
Teknik Praktis Riset Fenomenologi.
Lee, G. O., Surkan, P. J., Zelner, Researchgate. Namlea: Researchgate.
J., Paredes Olórtegui, M., Peñataro
Umanailo, M. C. B., Umanailo,
Yori, P., Ambikapathi, R., … Kosek, M.
R., Yusuf, S., Nawawi, M., Pulhehe, S.,
N. (2018). Social connectedness is
Makatita, S. H., … Sam, B. (2018).
associated with food security among
Perubahan Sosial Di Indonesia: Tradisi,
peri-urban Peruvian Amazonian
Akomodasi, dan Modernisasi
communities. SSM - Population Health.
Perubahan Sosial. Namlea.
Nii, S., Codjoe, A., & Okutu, D.
Wahyuningsih, S. (2008). Sri
(2016). Urban Household
Wahyuningsih Diversifikasi Pertanian.
Characteristics and Dietary Diversity :
MEDIAGRO, 4(1), 1–11.
An Analysis of Food Security in Accra ,
Ghana, 37(2), 202–218. Wardayanie, N. I. A., Susanti, I.,
Aviana, T., & Herman, A. S. (2008).
Satmalawati, E. M., & Falo, M.
Potensi Umbi-umbian dan Serealia
(2016). Diversifikasi Konsumsi Pangan
Dalam Menunjang Diversifikasi
Pokok Berbasis Potensi Lokal Dalam
Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal.
Mewujudkan Ketahanan Pangan Di
Jurnal Riset Industri, 2(1), 35–43.
Kecamatan Insana Barat Kabupaten

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p05
e-ISSN: 2615-6628
Vol.12 No.1 Desember 2018 p-ISSN: 1411-7176

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p05

Anda mungkin juga menyukai