Anda di halaman 1dari 8

STUDI KASUS PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN

LANSKAP AGROWISATA DESA KANEKES, KABUPATEN LEBAK, BANTEN

Salsabila Salwa Fahira


A4401201096

Dosen:
Ir. Qodarian Pramukanto M.Si.
Vera Dian Damayanti S.P., M.L.A.

MK. LANSKAP AGROWISATA (ARL1315)


DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
IPB UNIVERSITY
2022
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Hal ini
menjadi daya tarik bagi para wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia. Sektor ini
tidak hanya memiliki kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,
tetapi juga terhadap sektor-sektor lain, seperti sektor transportasi, makanan, dan
industri (Dewantara 2019).
Agrowisata merupakan salah satu bentuk pariwisata yang menawarkan
pertanian sebagai daya tarik wisatawan untuk kesenangan dan edukasi. Pertanian
dalam sektor agrowisata dijelaskan dalam arti luas, yaitu mencakup kegiatan,
pertanian, peternakan, perikanan, dan lain sebagainya dari hulu hingga hilir. Menurut
Andini (2013), kegiatan agrowisata menjadi potensi sumber pendapatan bagi
masyarakat karena pengunjung kawasan dapat berinteraksi secara langsung dengan
petani dan secara tidak langsung meningkatkan konsumsi produk-produk pertanian.
Salah satu prinsip penting dalam pengembangan agrowisata berkelanjutan adalah
adanya peran masyarakat, khususnya masyarakat lokal dalam perencanaannya
Salah satu destinasi agrowisata menarik yang ada di Indonesia adalah wisata
kampung Suku Baduy, tepatnya di Desa Kanekes, Kabupaten, Lebak Banten. Daya
tarik wisata ini ditunjang oleh kebudayaan masyarakat Suku Baduy yang unik.
Pengembangan agrowisata di Desa Kanekes juga tentunya tidak dapat terpisahkan
dari lanskap dan sumber daya alam yang berada di sekitarnya. Oleh karena itu,
sebagai kawasan yang menjadi daya tarik wisatawan, penting untuk dilakukan studi
kasus pengembangan dan pemanfaatan lanskap agrowisata di Desa Kanekes.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
a. Menggambarkan nilai penting karakter lanskap pertanian pada kawasan Desa
Kanekes;
b. Mengetahui pengembangan sumber daya pertanian dalam bentuk agrowisata
dengan masyarakat sebagai subjek pada kawasan Desa Kanekes;
c. Menggambarkan keadaan eksisting serta objek dan daya tarik pada lanskap
agrowisata Desa Kanekes.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
a. Bagi mahasiswa, dapat mempelajari pengembangan dan pemanfaatan lanskap
agrowisata Desa Kanekes;
b. Bagi pemerintah, dapat dijadikan bahan masukan untuk pembuatan regulasi.

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Deskripsi Umum

Provinsi Banten Kabupaten Lebak Desa Kanekes


Gambar 1 Lokasi studi kasus
Sumber: Google maps
Desa Kanekes terletak di Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.
Desa ini memiliki luas sebesar 5.108 hektare dan dibagi menjadi tiga macam tata guna
lahan, yaitu lahan usaha pertanian, lahan hutan tetap, dan permukiman. Wilayahnya
masuk ke dalam bagian Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300-600 m di atas
permukaan laut (dpl) serta memiliki topografi berbukit dan bergelombang dengan
kemiringan rata-rata mencapai 45%. Pada wilayah ini juga terdapat tanah vulkanik di
bagian utara, tanah endapan di bagian tengah, dan tanah campuran di bagian selatan
(Suparmini et al. 2013).
Keunikan dari desa agrowisata ini juga didukung oleh tenaga dan masyarakat
setempat yang masih memegang erat adat istiadatnya. Penduduk Desa Kanekes
merupakan masyarakat Suku Baduy, yang terbagi menjadi Baduy Dalam dan Baduy
Luar. Baduy Dalam masih memegang teguh adat istiadat, sedangkan Baduy Luar
sudah terkontaminasi budaya luar. Menurut Suparmini et al. (2013), Tiga hal utama
yang terlihat pada masyarakat Baduy adalah sikap hidup sederhana, bersahabat
dengan alam, dan semangat kemandirian. Tidak ada keterpaksaan bagi mereka
dalam mengikuti dan menjaga tradisi yang berlaku untuk hidup sederhana.
Kealamiahan Baduy terlihat dari lingkungan tempat tinggal yang sulit terjangkau
transportasi modern dan terpencil di tengah bentang alam. Semangat survival dengan
kemandirian terlihat dalam etos kerja tinggi, misalnya dalam melakukan aktivitas kerja
khas petani gunung.

2.2 Pengembangan
Tata Ruang

Gambar 2 Penggunaan lahan Desa Kanekes


Sumber: Halmahera et al. 2019

Gambar 3 Pembagian zona wilayah Baduy


Sumber: Iskandar (1998) dan Prihantoro (2006) dalam Suparmini et al. 2013
Menurut Suparmi et al. (2013), secara umum masyarakat Baduy membagi
wilayah Desa Kanekes menjadi tiga zona, yaitu:
a. Zona bawah (hutan kampung), yaitu zona yang digunakan sebagai
pemukiman. Wilayah ini terletak di lembah bukut yang relatif datar dan biasa
disebut “duku lembur”. Masyarakat mendirikan rumah di zona ini secara
berkelompok. Permukiman mereka berada pada ketinggian 250 m dpl, dengan
daerah terendah pada 150 m dpl dan tertinggi sampai dengan 400 m dpl;
b. Zona tengah (ladang), yaitu lahan yang digunakan sebagai lahan intensif,
misalnya ladang kebun atau ladang campuran; dan
c. Zona atas (hutan tua), yaitu daerah puncak bukit yang digunakan sebagai
daerah konservasi dan tidak boleh dibuat ladang, hanya dimanfaatkan untuk
diambil kayunya secara terbatas. Dengan adanya area yang juga disebut
“leuweung kolot” atau “leuweung titipan”, daerah ini memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi.
Selain itu, vegetasi yang beraneka ragam dapat menjaga iklim setempat, menghindari
pemanasan global, melindungi dari angin dan sinar matahari, melindungi satwa,
mencegah erosi, dan menjaga kelestarian lingkungan lainnya
Objek dan Daya Tarik Agrowisata
Mata pencaharian yang sekaligus menjadi daya tarik agrowisata masyarakat
Baduy adalah berladang dan bertani organik. Berdasarkan ideologi mereka,
masyarakat Baduy bertani dan berladang dengan tidak membuat perubahan besar-
besaran yang akan menimbulkan ketidakseimbangan alam. Masyarakat Baduy
bercocok tanam dengan mengikuti kontur yang ada dan tidak membuat terasering.
Sistem pengairannya tidak menggunakan irigasi teknis, melainkan menggunakan
hujan saja (Suparmi et al. 2013). Masyarakat setempat juga tidak menggunakan sapi
atau kerbau untuk mengolah lahan karena terdapat aturan bahwa hewan berkaki
empat selain anjing dilarang masuk ke Desa Kanekes demi menjaga kelestarian alam.
Selain itu, terdapat budaya unik dalam proses penanaman padi masyarakat Baduy,
yaitu dengan diiringi oleh ritual Angklung Buhun, kesenian tradisional menabuh
angklung (Dewantara 2019.
Menurut Suparmi et al. (2013) terdapat beberapa larangan yang harus dipatuhi
dalam bercocok tanam, di antaranya:
a. Dilarang mengolah tanah dengan cangkul;
b. Dilarang menanam singkong;
c. Dilarang menggunakan bahan kimia untuk pupuk, pemberantas hama, dsb.;
d. Dilarang pergi ke ladang pada hari Senin, Kamis, dan Sabtu; dan
e. Dilarang membuka ladang di hutan tutupan dan hutan kampung.
Hasil pertanian yang menjadi komoditas utama di Desa Kanekes berupa kopi,
padi, dan umbi-umbian (Dewantara 2019). Selain itu, terdapat pula hasil perkebunan
berupa durian, petai, picung, aren, muncang, binglu, kecapi, ranji, jatake, kupa, duku,
pisitan, kaweni, limus, manggu, tiwu endog, hiris, kumili, dan sebagainya Salah satu
keunikan masyarakat Baduy lainnya yaitu menjadi pusat obat-obatan organik
tradisional yang berada di sekeliling hutan (Wahyuningsih dan Alam 2018). Hasil
bercocok tanam ini ada yang dijual dan ada yang hanya digunakan untuk keperluan
sendiri, misalnya komoditas padi.
Setelah panen, padi dikeringkan langsung dengan dimasukkan ke dalam
lumbung padi yang disebut leuit. Leuit terbuat dari anyaman bambu dengan rangkaian
kayu besar dan beratapkan sabut kelapa (kirai). Padi yang disimpan akan
dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari dan lebih diutamakan untuk digunakan
saat upacara adat. Setiap keluarga Baduy, memiliki satu atau lebih leuit. Leuit
merupakan milik perorangan, tetapi masyarakat Badui tidak dapat membuka leuit
seenaknya tanpa seizin pemimpin adat (Suparmi et al. 2013).
Sistem Pendukung

Gambar 4 Sirkulasi menuju Desa Kanekes


Sumber: Widyarti dan Arifin (2012)
Wilayah Kanekes terbagi menjadi kampung Baduy Luar yang berada di utara
desa Kanekes dan kampung Baduy Dalam yang berada di selatan desa Kanekes.
Sirkulasi yang berlaku mengikuti arah utara-selatan sehingga pengunjung yang ingin
memasuki Desa Kanekes harus melalui bagian Utara terlebih dahulu. Perkampungan
Baduy Luar merupakan entrance ke Desa Kanekes sekaligus menjadi penjaga dan
pendukung Baduy Dalam (Widyarti dan Arifin 2012).
Fasilitas dan utilitas lainnya yang berada di Desa Kanekes meliputi
penerangan, MCK, fasilitas berbelanja, dan warung. Masyarakat Desa Kanekes yang
merupakan Baduy Luar sudah mulai menikmati modernitas dengan adanya
penggunaan WC dan alat mandi. Pada dasarnya masyarakat Badut takut melakukan
perubahan karena adanya aturan adat, walaupun sudah banyak yang ingin hidup
seperti warga di kawasan lainnya. Misalnya keinginan mereka menikmati fasilitas
listrik, hingga akhirnya ada masyarakat Baduy yang menggunakan lampu bertenaga
surya. Selain itu, terdapat fasilitas lain yang dapat dinikmati pengunjung berupa
warung makan, dan fasilitas belanja yang menjual oleh-oleh ataupun aksesoris khas
Baduy (Bahrudin dan Zurohman 2021).

BAB 3 PENUTUP

3.1 Simpulan
Karakter lanskap pertanian paling umum yang ada pada kawasan Desa
Kanekes adalah pertanian dan ladang/kebun. Pengembangan sumber daya pertanian
dalam bentuk agrowisata oleh masyarakat Baduy dilakukan dengan tidak melakukan
perubahan besar-besaran agar tidak mengganggu keseimbangan alam. Sirkulasi
menuju Desa Kanekes mengikuti arah utara-selatan. Fasilitas dan utilitas yang ada di
kawasan ini juga sudah mulai mengalami modernisasi ditandai dengan adanya
penggunaan WC, alat-alat mandi, lampu tenaga surya, fasilitas berbelanja, dan
warung.
DAFTAR PUSTAKA

Andini N. 2013. Pengorganisasian komunitas dalam pengembangan agrowisata di


desa wisata studi kasus: Desa Wisata Kembangarum, Kabupaten Sleman.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. 24 (3): 173-188.
Bahrudin B, Zurohman A. 2021. Dinamika kebudayaan Suku Baduy dalam
menghadapi perkembangan global di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar
Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Journal Civics and Social Studies. 5(1): 31-
47.
Dewantara MH. 2019. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan wisata
Kampung Baduy, Banten. JOURNEY. 2(1): 35-54.
Halmahera M, Purnama AS, Hasyim F, Benardi AI. 2019. Local wisdom pikukuh
sapuluh suku baduy dalam konservasi lingkungan budaya Desa Kanekes. Geo
Image. 8(1): 80-88.
Suparmini S, Setiawati S, Sumunar DRS. 2013. Pelestarian lingkungan masyarakat
Baduy berbasis kearifan lokal. Jurnal Penelitian Humaniora. 18(1): 8-22.
Wahyuningsih I, Alam S. 2018. Pemberdayaan masyarakat Desa Kanekes pada
program kebersihan dan kesehatan untuk mendukung wisata adat Baduy.
Jurnal Pemberdayaan: Publikasi Hasil Pengabdian kepada Masyarakat. 2(3):
543-548.
Widyarti M, Arifin HS. 2012. Evaluasi keberlanjutan masyarakat Baduy Dalam
berdasarkan community sustainability assessment. Jurnal Lanskap Indonesia.
4(1): 9-14.

Anda mungkin juga menyukai