Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ILMU LINGKUNGAN DAN MITIGASI BENCANA

“Peranan Kearifan Lokal Masyarakat Teluk Meranti Dalam


Mengelola Lahan Gambut Dengan Cara Tobe Tobang”

DISUSUN OLEH:

Ananda Dwi Syahfytry Hardi

2205110596

DOSEN PENGAMPU:

1. Abdullah, S.Si., M.Si

2. Putri Adita Wulandari, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS RIAU

2023
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Peranan Kearifan Lokal Masyarakat Teluk Meranti Dalam Mengelola Lahan
Gambut Dengan Cara Tobe Tobang” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Lingkungan dan
Mitigasi Bencana dari Bapak Abdullah, S.Si., M.Si dan Ibu Putri Adita Wulandari, M.Pd.
Makalah ini juga bertujuan untuk memberikan wawasan kepada pembaca tentang peranan
kearifan lokal masyarakat Teluk Meranti dalam mengelola lahan gambut dengan cara Tobe
Tobang. Penyusun berterima kasih kepada Bapak Abdullah, S.Si., M.Si dan Ibu Putri Adita
Wulandari, M.Pd. selaku dosen mata kuliah Ilmu Lingkungan dan Mitigasi Bencana. Berkat
tugas yang diberikan ini membuat wawasan penyusun menjadi bertambah dan penyusun juga
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang ikut berkonstribusi dalam pembuatan
makalah ini.

Di luar itu, penyusun sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi.
Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami selaku penyusun menerima segala kritik dan
saran yang membangun dari pembaca.

Pekanbaru, Juni 2023

Penyusun

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................3

A. Letak Geografis Teluk Meranti.....................................................................................3


B. Kearifan Lokal Masyarakat Teluk Meranti.................................................................3
1. Asal mula munculnya Tobe Tobang.....................................................................3
2. Proses Tobe Tobang..............................................................................................4
C. Peranan Tobe Tobang Dalam Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan.................5

BAB III PENUTUP.....................................................................................................................8

A. Kesimpulan......................................................................................................................8
B. Saran ...............................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kearifan lokal yang berkembang di masyarakat pedesaan merupakan hasil dari
kebiasaaan masyarakat setempat atau kebudayaan masyarakat sebagai bentuk adaptasi
terhadap alam dan lingkungan tempat tinggalnya. Masyarakat menggunakan cara-cara
tersendiri untuk mengelola alam dan lingkungan. Kebiasaan-kebiasaaan itu kemudian
membentuk dengan apa yang disebut dengan kearifan lokal. Kearifan lokal mengandung
nilai, kepercayaan, dan sistem religi yang dianut masyarakat setempat. Kearifan lokal
pada intinya kegiatan yang melindungi dan melestarikan alam dan lingkungan. Oleh
karena itu, penting untuk mengkaji dan melestarikan kearifan lokal yang berkembang di
masyarakat.
Prospek kearifan lokal sangat bergantung kepada bagaimana masyarakat
melestarikan kembali kearifan lokal yang ada dan bagaimana masyarakat mengubah pola
pikirnya kembali ke pola pikir holistik. Sehingga sumberdaya alam dan lingkungan alam
yang dimiliki masyarakat dapat dimanfaatkan dan dilestarikan dengan tanpa menganggu
keseimbangannya.
Kearifan lokal-kearifan lokal ikut berperan dalam pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungannya. Namun demikian kearifan lokal juga tidak lepas dari berbagai
tantangan seperti: bertambahnya terus jumlah penduduk, teknologi modern dan budaya,
modal besar serta kemiskinan dan kesenjangan. Adapun prospek kearifan lokal di masa
depan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat, inovasi teknologi, permintaan
pasar, pemanfaatan dan pelestarian keanekaragaman hayati di lingkungannya serta
berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung dengan pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan serta peran masyarakat lokal (Suhartini 2009:1).

B. Rumusan Masalah
1. Dimana letak geografis Teluk Meranti?
2. Bagaimana asal mula munculnya Tobe Tobang?
3. Bagaimana rangkaian proses Tobe Tobang?

1
4. Apa peranan dan manfaat Tobe Tobang dalam pengelolaan dan pelestarian
lingkungan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui letak geografis kelurahan Teluk Meranti
2. Untuk mengetahui sejarah dan asal mula munculnya Tobe Tobang di Teluk
Meranti
3. Untuk mengetahui rangkaian proses dan metode dalam melakukan praktik Tobe
Tobang
4. Untuk mengetahui peranan dan manfaat Tobe Tobang dalam pengelolaan dan
pelestarian lingkungan hidup

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Letak Geografis Teluk Meranti
Secara geografis, kelurahan Teluk Meranti terletak di bantaran sungai Kampar,
yang mana kondisi wilayahnya masih terkena dampak dari air pasang surut sungai
Kampar. Daerah ini berjarak ±135 kilometer dari ibukota Kabupaten Pelalawan.
Sebelumnya, jalur ini hanya bisa ditempuh dengan menggunakan angkutan sungai seperti
speed boat, kapal, dan motor dari Pangkalan Kerinci. Namun, saat ini, wilayah tersebut
sudah dapat ditempuh melalui jalan darat.
Wilayah ini memiliki potensi alam yang baik untuk dimanfaatkan sebagai sumber
kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah potensi wisata yang perlu dikembangkan
sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan perekonomian masyarakat, serta
meningkatkan sumber pendapatan asli daerah Kabupaten Pelalawan. Dengan
berkembangnya objek wisata yang ada, maka peluang angkatan kerja baru, baik dengan
datangnya pengembang maupun dari peluang usaha lainnya yang berbasis industri rumah
tangga (home industry), dapat lebih terbuka.
Selain itu, ada pula kegiatan budaya yang bisa dijadikan sebagai objek wisata di
wilayah ini, seperti silat, tari-tarian, permainan rakyat, dan lainnya. Untuk wisata religi,
di wilayah ini juga terdapat makan salah seorang pahlawan daerah yang bergelar Datuk
Serapung.

B. Kearifan Lokal Masyarakat Teluk Meranti


1. Asal mula munculnya Tobe Tobang
Tobe tobang adalah metode tradisional yang digunakan oleh masyarakat adat di
Riau, khususnya di daerah Teluk Meranti, untuk mengelola dan memanfaatkan lahan
gambut. Sekitar tahun 1920, ada kelompok masyarakat di Kampung Osam atau di
Pangkalan Panduk yang saat itu masih memercayai kemantan (dukun). Beberapa
kemantan dinamakan Kemantan Panjang, Kemantan Gogak, dan Kemantan Peso. Ketiga
kemantan tersebut merupakan kakak-beradik yang setiap hari saling adu ilmu. Selain
kemantan, di wilayah ini juga terjadi konflik antara manusia dan harimau sehingga
hampir setiap hari masyarakat diserang oleh harimau sampai menyebabkan kematian.

3
Saat itu, masyarakat mulai merasa terancam dan berencana untuk pindah ke Batu
Pahat, Malaysia. Namun, dalam perjalanan menyusuri Sungai Kampe (Kampar) dengan
menggunakan perahu kemantan, masyarakat melihat daerah Sungai Serkap, Sungai
Pebilah, Sungai Turip, dan Sungai Sangar yang berpotensi sebagai sumber perladangan
yang bagus. Kemantan pun memutuskan untuk singgah membangun tempat tinggal dan
perladangan. Setelah mencoba berladang selama enam bulan, masyarakat melihat hasil
padi yang bagus di wilayah gambut dengan kedalaman 3 sampai 20 meter ini sehingga
mereka memutuskan untuk tinggal menetap.
2. Proses Tobe Tobang
Salah satu budaya lokal yang hidup di lingkungan masyarakat perladangan ini
adalah terkait penggunaan lahan gambut. Pada masa itu, masyarakat bebas membuka
lahan gambut dengan cara tebas (tobe tobang) dan berdasarkan arah mata angin, serta
waktu berladang yang aman. Sebelum membuka hutan untuk ladang, dilakukan dahulu
musyawarah dengan Bomo (dukun khusus ladang) yang bernama Mangkayo Kopa untuk
memastikan hutan mana yang boleh dan diizinkan untuk dijadikan lahan perladangan
karena hama ladang saat itu adalah makhluk halus penunggu hutan. Masyarakat yang
akan membuka hutan perlu menyiapkan kemenyan, kain putih, kain kuning, kain hitam,
inggu, kain merah, taik kuda, taik besi. Hal ini dilakukan sebagai tanda hutan/ lahan itu
sudah ada yang punya. Selain itu, dilakukan pula pembacaan mantra oleh Bomo untuk
mengusir makhluk halus agar tidak mengganggu ladang. Masyarakat paling banyak
menanam dan mengelola ladang padi sekitar lima jalur, kira-kira ukurannya tidak sampai
dua hektar. Satu jombo sama dengan 10x10 depa atau 16x16 m. Satu jalur terdiri atas 10
jombo dan 36 jombo sama dengan 1 Ha.
Pembukaan hutan gambut dilakukan dengan melihat arah angin. Angin utara
sekitar bulan satu (Januari) menunjukkan saatnya masyarakat menebas dan menebang
(tobe tobang). Setelah itu, tanah dibiarkan sekitar tiga bulan agar bekas tebas tebang tadi
kering. Lalu, pada angin selatan (sekitar bulan Mei dan Juni), dilakukan pembakaran
selama 3 hari dengan menggunakan kemenyan. Setelah api dan asapnya hilang, barulah
dilakukan penyemaian padi.
Jenis padi yang ditanam di lahan gambut ini adalah padi aceh, pulut, jambai,
cokuh, dan semua padi rawa. Setelah padi disemai, diletakkanlah bermacam-macam kain

4
di ladang masing-masing selama enam bulan sebagai tanda untuk mengusir hama. Selama
masa penanaman padi, masyarakat bekerja mencari ikan untuk dibagikan kepada
masyarakat setempat, bukan untuk diperjualbelikan. Selama itu pula padi yang
ditinggalkan tidak rusak atau diganggu hama.
Setelah memasuki bulan keenam, tahap menuai pun dimulai. Sebagian padi
dibawa ke rumah untuk disimpan di petak sebelah rumah (mangkiang, rangkiang).
Setelah itu, padi dijemur dan dipisahkan antara sekam dengan beras. Beras kemudian
dimasak untuk makan bersama dan doa selamat dilakukan bersama Bomo sebagai ritual
membayar utang. Bomo dibayar dengan beras hasil menuai dalam wadah yang terbuat
dari tempurung kelapa sebanyak satu gantang. Setelah itu, baru dilakukan panen raya
selama satu bulan dengan hasil dari lima jalur yang berjumlah kurang lebih 300 gantang.
Pada 1960, masyarakat mulai membuka hutan gambut untuk perkebunan karet
yang berasal dari biji-biji karet yang ditemukan di pantai-pantai dan di bibir Sungai
Serkap. Awalnya, pembukaan hutan untuk kebun karet dimulai dari Teluk Tanah Tebakar
sampai ke Tanjung Lombing. Karet baru bisa dideres hingga berumur delapan tahun
dengan perawatan tebas belukar yang tumbuh di areal kebun. Pola yang dilakukan dalam
membuka hutan karet sama dengan pola yang dilakukan untuk membuka hutan ladang,
tetapi tidak menggunakan ritual bayar hutang ke Bomo.
Karet dideres dan diolah setiap hari dengan jenis karet keeping. Satu hektar lahan
gambut yang ditanami pohon karet bisa mengahasilkan lima kilogram karet yang saat itu
dijual 1 rupiah per kg. Hasil perkebunan karet ini dikumpulkan selama sebulan, baru
dijual ke Tanjung Batu. Selain karet, masyarakat di sini juga bertani sayur-sayuran dan
membuat minyak goreng sendiri yang dibuat dari bahan buah kayu suntai untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka.

C. Peranan Tobe Tobang Dalam Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan


Kearifan lokal, termasuk tobe tobang, memainkan peran penting dalam
pembentukan dan pengelolaan lahan gambut oleh masyarakat di Teluk Meranti, Riau.
Tobe tobang adalah sistem tradisional dalam mengelola lahan gambut yang digunakan
oleh suku Melayu di daerah tersebut. Berikut ini adalah peranan dan manfaat kearifan
lokal tobe tobang dalam membuat lahan gambut masyarakat Teluk Meranti, Riau:

5
1) Konservasi Ekosistem: Sistem tobe tobang dirancang secara khusus untuk
menjaga keseimbangan ekosistem gambut. Metode ini melibatkan pembuatan
kanal-kanal kecil yang mengatur aliran air di lahan gambut, sehingga mengontrol
kelembaban dan mencegah kebakaran. Dengan cara ini, tobe tobang membantu
mencegah kerusakan lingkungan dan kerugian yang dapat disebabkan oleh
kebakaran hutan.
2) Pertanian Berkelanjutan: Tobe tobang juga memungkinkan masyarakat Teluk
Meranti untuk melakukan pertanian berkelanjutan di lahan gambut. Melalui
sistem ini, air tanah yang dikelola dengan baik dan nutrisi alami dalam gambut
digunakan untuk menanam berbagai tanaman pangan, seperti padi, jagung, dan
sayuran. Pendekatan ini memungkinkan penghidupan yang berkelanjutan dan
mempertahankan keanekaragaman pangan di daerah tersebut.
3) Mencegah kebakaran hutan dan lahan gambut: Metode tobe tobang membantu
menjaga kelembaban lahan gambut, yang merupakan langkah penting dalam
mencegah kebakaran hutan dan lahan gambut. Dengan menjaga tingkat air yang
tepat, risiko kebakaran dapat dikurangi secara signifikan.
4) Menjaga fungsi ekosistem: Lahan gambut memiliki peran penting dalam
menyimpan karbon dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Metode tobe tobang
membantu menjaga fungsi ekosistem ini dengan menjaga kelembaban dan
membatasi degradasi lahan gambut.
5) Peningkatan produktivitas pertanian: Dengan menggunakan tobe tobang,
masyarakat dapat mengelola air dengan lebih baik di lahan gambut. Hal ini
memungkinkan mereka untuk melakukan pertanian atau budidaya tanaman
lainnya secara berkelanjutan dan meningkatkan produktivitas lahan gambut.
6) Keberlanjutan Sosial dan Ekonomi: Tobe tobang tidak hanya memberikan
manfaat ekologis, tetapi juga dampak sosial dan ekonomi yang positif bagi
masyarakat. Dengan menjaga kelestarian lahan gambut dan menghasilkan hasil
pertanian yang berkelanjutan, masyarakat Teluk Meranti dapat mempertahankan
mata pencaharian mereka dan meningkatkan kesejahteraan. Metode ini juga
mendorong keberlanjutan sosial, karena pengetahuan dan praktik tradisional tobe
tobang dapat diteruskan dari generasi ke generasi.

6
7) Pelestarian Budaya Lokal: Tobe tobang merupakan bagian penting dari warisan
budaya masyarakat Melayu di Teluk Meranti. Dengan mempertahankan praktik
ini, masyarakat dapat merawat dan menghormati nilai-nilai tradisional mereka,
serta menjaga identitas dan keberagaman budaya yang unik. Pelestarian kearifan
lokal seperti tobe tobang membantu membangun kebanggaan dan rasa identitas
masyarakat terhadap tradisi mereka.
8) Pengetahuan Berkelanjutan: Kearifan lokal tobe tobang mencerminkan akumulasi
pengetahuan yang dikembangkan oleh masyarakat setempat selama berabad-abad.
Dengan mempertahankan dan meneruskan pengetahuan ini, generasi mendatang
dapat belajar dari kebijaksanaan dan pengalaman masa lalu. Ini memungkinkan
adaptasi dan inovasi yang tepat dalam menghadapi perubahan lingkungan dan
tantangan masa depan.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tobe Tobang adalah salah satu bentuk kearifan lokal yang digunakan oleh
masyarakat di Teluk Meranti, Riau, dalam membuat lahan gambut. Lahan gambut
merupakan ekosistem rawa-rawa yang kaya akan bahan organik dan memiliki kandungan
air yang tinggi. Masyarakat Teluk Meranti telah mengembangkan metode Tobe Tobang
sebagai cara berkelanjutan untuk membuka lahan gambut secara tradisional dan
berkelanjutan.
Metode Tobe Tobang ini telah menjadi bagian dari kearifan lokal masyarakat
Teluk Meranti yang diperoleh melalui pengetahuan turun temurun dan pengalaman dalam
berinteraksi dengan lingkungan gambut. Metode ini telah terbukti efektif dalam
membuka lahan gambut secara berkelanjutan, karena mempertahankan kualitas tanah,
mencegah erosi, dan menjaga keberlanjutan ekosistem gambut.

B. Saran
Kearifan lokal Tobe Tobang di Teluk Meranti, Riau, merupakan bagian penting
dari budaya lokal dan identitas masyarakat setempat. Penting untuk memahami,
menghormati, dan melestarikan warisan budaya ini agar tetap hidup dan berkembang.
Upaya pelestarian dan pengenalan Tobe Tobang kepada generasi muda perlu terus
ditingkatkan untuk memastikan kelangsungan keberadaannya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Darusman, T., & Atmawidjaja, R. (2017). Kearifan Lokal Dalam Membangun Ketahanan
Pangan Di Wilayah Riau. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, 36(4), 207-
217.

Fikaqandhi. (2012). Pentingnya Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya


Alam dan Lingkungan di Pedesaan. WordPress. Diakses pada 17 Juni 2023 melalui
https://fikafatiaqandhi.wordpress.com/2012/05/07/pentingnya-kearifan-lokal-masyarakat-
dalam-pengelolaan-sumberdaya-alam-dan-lingkungan-di-pedesaan/#:~:text=Kearifan
%20lokal%20berkaitan%20erat%20dengan%20pengelolaan%20sumberdaya
%20alam,keseimbangan%20alam%20dan%20lingkungannya%20guna%20memenuhi
%20kebutuhan%20hidupnya

Oktarina, R., & Hidayati, N. (2018). Kearifan lokal masyarakat dalam pengelolaan lahan gambut
di desa Teluk Meranti Hulu, Kabupaten Pelalawan, Riau. Jurnal Manusia Dan
Lingkungan, 25(1), 50-57.

Simpul Jaringan Riau. (2018). Perjalanan Gmbut Di Teluk Meranti. PantauGambut. Diakses
pada 17 Juni 2023 melalui https://pantaugambut.id/kabar/perjalanan-gambut-di-teluk-
meranti

Suhartini. (2009). Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan penerapan.


Yogyakarta. Diakses pada 17 Juni 2023 melalui
http://www.search-document.com/pdf/1/Kajian-Kearifan-Lokal-Masyarakat-dalam-
Pengelolaan-Sumberdaya-Alam-dan-Lingkungan.html

Anda mungkin juga menyukai