Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

ADAT ISTIADAT MEPASAH DI DESA TRUNYAN, BALI

DOSEN PEMBIMBING
Ibu Arni Widyastuti, S.K.M., M.Kes.
Ibu Nurul Qomariah, S.K.M, M.Si., Psi.

DISUSUN OLEH
Mutiara Pasha Rahmadina (P21335121059)

PRODI SARJANA TERAPAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA II


JL. HANG JEBAT III NO.8, RT.4/RW.8, GUNUNG, KEBAYORAN BARU, KOTA JAKARTA
SELATAN, DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA 12120.

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kehendakNya makalah dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah Ilmu Sosial
Budaya Dasar tentang makalah yang berjudul “Adat Istiadat Mepasah di Desa
Trunyan, Bali”. Dalam penyelesaian makalah ini, berkat bimbingan dari berbagai
pihak, yang pada akhirnya dapat terselesaikan walaupun masih banyak
kekurangannya, Karena itu, sepantasnya jika penulis mengucapkan terima kasih
kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat sehat sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini
2. Ibu Arni Widyastuti,SKM,M.Kes. Selaku dosen Ilmu Sosial Budaya Dasar
3. Ibu Nurul Qomariah,SKM,M.Psi. Selaku dosen Ilmu Sosial Budaya Dasar
4. Ayah dan Ibu tercinta yang banyak memberikan dorongan dan bantuan baik
secara moral maupun spiritual.
5. Dan semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat menjadi sumber informasi yang
bermanfaat bagi pembaca, rekan, dan Ibu pertiwi. Serta saya ucapkan perminta
maaf apabila adanya kesalahan penulisan dan kurangnya informasi lebih dalam.

Tangerang Selatan, 25 Oktober 2021

Mutiara Pasha Rahmadina

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................i

DAFTAR ISI .......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................2
1.3 Tujuan Pembahasan ................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................3

2.1 Budaya Mepasah di Desa Truyan, Bali ..................................................3


2.2 Perkembangan Budaya Mepasah di Bali.................................................5
2.3 Dampak Posistif dan Negatif dari Budaya Mepasah...............................7

BAB III PENUTUP.............................................................................................8

3.1 Kesimpulan .............................................................................................8


3.2 Saran........................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................9

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan budaya dan hasil

alamnya, budaya yang beragam ini terlahir karna banyaknya masyarakat

yang terbagi di beberapa kota, provinsi, dan juga pulau. Masyarakat tersebut

memiliki suku berbeda-beda dari segi bahasa dan juga tutur berbicara bisa

menjadi ciri khas dari mana seorang individu itu berasal. Seperti salah satu

pulau di bagian selatan Indonesia yaitu pulau Bali yang terkenal dengan

keindahan alamnya serta budaya yang masih kental pada masyarakat

walaupun saat zaman sudah mulai berubah dan akan menjadi gangguan

eksternal bagai budaya yang ada. Salah satu budaya yang menjadi sorotan

adalah budaya Mepayah yang masih ada pada hingga sekarang yang berada

desa Trunyan, Bali. Budaya mepasah adalah budaya penguburan yan telah

dilakukan bertahun-tahun sebagai peninggalan turun temurun budaya yang

ditinggalkan oleh pendahulunya.

Budaya ini menarik perhatian saya sebagai penulis untuk membahas

lebih dalam lagi, karena Bali yang dikenal dengan pantai-pantai yang indah

serta pemandangan yang sangat asri memiliki budaya tradisional yang

membuat banyak bertanya-tanya. Dengan sebab ini saya membuat makalah

dengan judul “Adat Istiadat Mepasah di Desa Trunyan, Bali” sebagai

pemenuhan tugas UTS dari mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar. Pada

1
makalah ini saya ingin menambah wawasan tentang bagaimana budaya

dapat menjadi kekayaan atas keunikan sebuah tempat di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan Budaya Mepasah di desa Truyan, Bali?

b. Bagaimana perkembangan Budaya Mepasah?

c. Apa saja dampak positif dan negatif dari Budaya Mepasah kepada

sekitar?

1.3 Tujuan Pembahasan

a. Mengetahui Budaya Mepasah di desa Truyan, Bali.

b. Mengetahu perkembangan Budaya Mepasah.

c. Mengetahui dampak positif dan negatif dari Budaya Mepasah untuk

sekitar.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Budaya Mepasah di Desa Truyan, Bali


Desa Trunyan merupakan salah satu dari banyaknya desa lama yang ada

di Bali, desa trunyan berada di tepi danau Batur. Desa Trunya dapat

dikatakan sebagai desa Bali Aga Bali Mula dengan kehidupan masyarakat

yang menarik. Bali Aga berarti orang Bali pegunungan, sedangkan Bali

Mula berarti Bali Asli. Kebudayaan orang Trunyan mencerminkan satu pola

kebudayaan petani yang konservatif. Masyarakat Trunyan mempersepsikan

diri dan jati diri mereka dalam dua versi.

Versi pertama, orang Trunyan adalah orang Bali Turunan. Mereka

mempercayai bahwa leluhur mereka ‘turun’ dari langit ke bumi Trunyan.

Terkait dengan versi ini, orang Trunyan mempunyai satu mitos atau certa

suci mengenai asal-usul penduduk Trunyan adalah seorang Dewi dari langit.

Sedang versi kedua menyebutkan bahwa orang Trunyan hidup dalam sistem

ekologi dengan adanya pohon Taru Menyan, yaitu pohon yang

menyebarkan bau-bauan wangi. Dari penyatuan kata “taru” dan “menyan”

berkembang kata Trunyan yang dipakai nama desa dan nama penduduk desa

tersebut (Ida Bagus, 2016)

Tradisi penguburan yang dinamakan mepasah ini berbeda dengan

budaya penguburan Bali pada umumnya yang kita ketahui adalah ngaben

atau saat orang yang meninggal akan dibakar. Tradisi mepasah adalah

melektakan jenazah di atas tanah tanpa dikuburkan. Masyarakat keturunan

3
Bali Ada di Desa Trunyan ini akan membiarkan jenazah tadi hingga

membusuk di permukaan tanah dangkal benbentuk cekungan panjang lalu

akan ditutupi dengan bambu “Ancak Saji”. Ancak saji adalah anyaman

bambu segitiga sama kaki yang memiliki fungsi melindungi jenazah dari

serangan binatang buas.

1.1 Ancak Saji pada pemakaman

Di tempat ini ada tiga lokasi yang digunakan sebagai tempat penguburan

yaitu Sema Nguda, Sema Wayah, dan Sema Bantas. Apabila salah seorang

warga Trunyan meninggal secara wajar, mayatnya akan ditutupi kain putih,

diupacarai, kemudian diletakkan tanpa dikubur di bawah pohon besar

bernama Taru Menyan, di sebuah lokasi bernama Sema Wayah. Namun,

apabila penyebab kematiannya tidak wajar, seperti karena kecelakaan,

bunuh diri, atau dibunuh orang, mayatnya akan diletakan di lokasi yang

bernama Sema Bantas. Sedangkan untuk mengubur bayi dan anak kecil,

atau warga yang sudah dewasa tetapi belum menikah, akan diletakan di

4
Sema Muda. Dengan berbagai keunikan itulah, terlebih lagi di tengah-

tengah derasnya gempuran modernisasi dan globalisasi sebagai penyebab

pergeseran maupun pengikisan nilai dan sikap budaya masyarakat, tradisi

ini ternyata mampu bertahan sampai sekarang. Hal tersebut terjadi karena

kehidupan masyarakat di Desa Trunyan masih berpegang teguh pada tradisi

kuno yang berciri sosial religius, sehingga dalam kesempatan ini penulis

tertarik untuk meneliti lebih lamjut mengenai Tradisi mepasah di Desa

Trunyan, Kintamani, Bangli. (I Wayan, 2014)

2.2 Perkembangan Budaya Mepasah di Bali


Munculnya tradisi mepasah ini terdapat dilihat dari 3 faktor yaitu faktor

historis, faktor keyakinan,dan faktor upacara ritual. Dalam faktor historis

adanya cerita tentang empat orang anak yang tertarik dengan wangi dari

desa Trunyan yang tercium sampai ke puri (keraton) Dalem Solo. Dalam

faktor keyakinan tradisi mepasah dilihat memiliki hubungan erat dengan

konsep Tri Hita Karana yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan

(alam), antara manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan

Tuhan. Dalam faktor upacara ritual masyarakat Desa Trunyan memaknai

suatu upacara sebagai bentuk sebuah Yadnya, dimana Yadnya merupakan

wujud dari rasa terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang

Widhi Wasa) dengan bentuk persembahan dan pengorbanan yang tulus iklas

yang timbul dari hati yang suci dengan maksud yang mulia dan luhur.

5
Untuk saat ini kita sedang dilanda dengan pandemi yang sangat

berpengaruh sekali manusia dari yang masih hidup maupun sudah tidak

bernyawa manusia tersebut masih dapat membawa virus. Dengan telah kita

ketahui bagaimana pemakaman dengan tradisi mepasah diilakukan berbeda

sekali dengan protokol pemakaman pada masa ini. Tradisi mepasah juga

memiliki rangkaian acara yang dihadiri oleh orang banyak dari keluarga

maupun masyarakat sekitar untuk saling menghargai satu sama lain.

Tradisi pemakaman Trunyan ini sudah dilakukan turun-temurun dan

masih berlanjut selama pandemi karena hingga bulan Oktober 2020, kasus

COVID-19 belum terdapat di daerah Trunyan dan sekitarnya. Pemakaman

dengan cara mepasah ditujukan hanya kepada orang yang memenuhi

kriteria, salah satunya adalah meninggal secara wajar. Meninggal secara

wajar berarti bukan meninggal karena sakit, kecelakaan, dibunuh, atau

bunuh diri. Apabila seseorang meninggal dengan penyebab seperti itu, maka

jenazah akan dikuburkan seperti biasa di pemakaman yang bernama Sema

Bantas. Pemerintah dan masyarakat Trunyan telah melakukan berbagai

upaya untuk mengurangi resiko terpapar virus corona dengan tetap

menghargai masyarakat setempat untuk melakukan tradisinya. Upaya yang

dilakukan yaitu membuat peraturan yang mewajibkan petugas pemakaman

untuk mengenakan masker selama ritual pemakaman dan penutupan

sementara wilayah Trunyan sebagai destinasi wisata. Diperlukan suatu

regulasi khusus oleh pemerintah sekitar agar budaya pemakaman tersebut

dapat berjalan dengan baik sesuai penyesuaian di kala pandemi ini.

6
Diperlukan juga pemahaman dari perspektif budaya masyarakat Trunyan

serta perspektif hukum yang ada. Dengan adanya hal tersebut, mewujudkan

terciptanya kondisi yang mendukung protokol kesehatan serta pelestarian

budaya pemakaman mepasah di Desa Trunyan. (Angelina dkk., 2021)

2.3 Dampak positif dan negatif dari Budaya Mepasah


Setiap budaya pasti memiliki keunikan dan daya tarik bagi banyak

orang namun akan menimbulkan dampak pada lingkungan maupun

makhluk hidup. Dampak ini pun terbagi menjadi 2 yaitu dampak positif dan

dampak negatif seperti berikut:

a. Dampak Positif
• Penyeimbang alam dari mayat yang ada untuk harum pohon
taru menyan yang tercium kemana-mana.
• Sebagai keunikan untuk para wisatawan.
• Bukti bagi penurus bangsa bagaimana pemakamam bisa
sangat berbeda-beda sesuai dengan adat istiadat, serta
adanya cerita untuk diambil manfaatnya.
• Memengingatkan kita untuk selalu menghargai budaya
maupun tempat dimanapun berada.
b. Dampak Negatif
• Adanya sampah yang ditingkalkan karena sebagai ‘barang
bawaan’ jenazah terlihat kotor untuk lingkungan.
• Dari segi spiritual akan memberikan hawa yang berbeda
dari biasanya
• Pada saat pandemi ini akan terlihat seperti memaksakan hak
asasi manusia yang seharusnya dapat dimakamkan dengan
protocol Kesehatan yang ada.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, seperti pribahasa tersebut

yang memiliki arti bahwasanya selama kita hidup di dunia ini dan kita

berpergian kemanapun kita harus tetap bisa menghargai budaya atau adat

istiadat tempat itu. Banyak yang telah kita dapat dari budaya mepasah di

desa Trunyan ini, bagaimana kekayaan bumi pertiwi ini masih banyak dan

unik-unik. Beberapa hal mungkin tidak dapat diterima dengan akal pikiran

tetapi saat sebuah budaya telah ditinggalkan, maka penurus keturunanpun

akan dengan segenap hati tetap melestarikan serta selalu menjaganya.

3.2 Saran
Mungkin adanya pengurangan untuk pemakaman dengan adat mepasah
ini pada masa pandemi karena mungkin terlihat sangat tidak aman. Tetapi
tidak untuk dihilangkan, karena tugas kita semua juga untuk selalu menjaga
keyaan di Indonesia ini yang beragam dari budaya maupun alamnya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Nanda, Ida Bagus. 2016. Sema Wayah Sebagai Sumber Inspirasi Dalam Berkarya
Seni Lukis di Desa Trunyan – Bali. :1-4
Pranata, I Wayan Dedi. 2014. Tradisi Mepasah di Setra Wayah Desa Trunyan,
Kintamani, Bangli dan Pemanfaatannya Sebagai Sumber Pembelajaran
Sejarah Peminatan di SMA Berbasis Kurikulum 2013. : 3-10
Putri, Angelina Chandra. Sandrina, Dhea, dkK. 2021. Analisis Tradisi Pemakaman
Trunyan Berdasarkan Perspektif sosial Budaya dan Hukum Terkait Hak Asasi
Manusia Pada Masa COVID-19. Jurnal Ilmu Budaya. 9(1): 7-8

Gambar 1.1 : https://merahputih.com/post/read/tulang-manusia-beserakan-di-


desa-ini (diakses pada 26 Oktober 2021)

Anda mungkin juga menyukai