Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MENGIDENTIFIKASI WUJUD DAN ISI BUDAYA MELAYU , NIAS DAN


JAWA YANG RELEVAN DENGAN KARAKTERISTIK
PERKEMBANGAN AUD

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :

1. ArliaKhoirunnisaSiregar( 1181113005 )

2. ChintyaRahelSimanjuntak (1183113084)

3. LijarJakiahRambe( 1183313005)

4. Roma Theresia Silitonga( 1182113005 )

5. YosiMelianda Br Torong( 1183113049)

DOSEN PENGAMPU:

Drs.Jasper Simanjuntak,S.Pd,M.Pd / May Sari, S.Pd,M.Pd

Mata Kuliah : Pembelajaran Berbasis Budaya Lokal

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

T.A. 2019/2020

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah
ini. Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada ibu dan bapak selaku dosen yang memberikan
bimbingan, saran, ide dan kesempatan untuk menganalisis tugas ini.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, Februari 2020

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG............................................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................................................4
C. TUJUAN DAN MANFAAT..................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
A. Wujud Budaya Lokal Sebagai Suatu Gagasan Konsep Dan Pikiran Manusia.......................5
Wujud Budaya Lokal Melayu dan Nias Sebagai Suatu Komplek Aktivitas Dan Sebagai Benda
.................................................................................................................................................................7
B. ISI BUDAYA LOKAL ( Bahasa Dan System Ekonomi )...............................................................8
BAB III......................................................................................................................................................16
PENUTUP.................................................................................................................................................16
A. KESIMPULAN..................................................................................................................................16
B. SARAN............................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Secara teoretis, budaya adalah komunitas makna dan sistem pengetahuan bersama
yang bersifat lokal.1 Kebudayaan merupakan wujud dari budi daya manusia yang
mencakup berbagai pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat serta
kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai makhluk sosial.
Budaya adalah salah satu yang membatasi dan mengarahkan perilaku.2 Budaya memuat
aturan bagaimana manusia berhubungan dengan orang lain, berpikir, dan bertingkah laku.
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan
hasil karya dalam kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik dari manusia yang
belajar.3 Menurut E. B. Taylor, kebudayaan adalah hal kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain-lain,
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat manusia sebagai
anggota masyarakat.4 Kajian budaya telah mendapatkan perhatian dari banyak ahli,
khususnya budaya masyarakat di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana mengidentifikasi wujud dan isi budaya Melayu dan Nias yang relevan
dengan karakteristik perkembangan AUD?

C. TUJUAN DAN MANFAAT

1. Untuk mengetahui tentang wujud dan isi budaya Melayu dan Nias yang relevan
dengan karakteristik perkembangan AUD

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Wujud Budaya Lokal Sebagai Suatu Gagasan Konsep Dan Pikiran Manusia

Wujud Budaya Lokal Melayu , Nias Dan Jawa Sebagai Suatu Komplek Aktivitas Dan
Sebagai Benda

Fenomena kesukubangsaan dalam masyarakat majemuk (plural society) seperti di


Indonesia merupakan spektrum budaya yang selalu mewarnai dinamika perkembangan
berbagai suku bangsa di tanah air. Dalam spektrum sosio-kultural ternyata memainkan
peranan penting dalam integrasi budaya di berbagai daerah asal suku bangsa seperti di
Tapanuli, wilayah suku Batak Toba.Pertemuan Pertemuan dan komunikasi antara budaya
asli dengan budaya suku pendatang dapat menumbuhkan suasana yang kondusif, untuk
memunculkan interaksi antarsistem budaya dan sistem sosial penduduk setempat.
Perbedaan atau bahkan kemiripan konsep ketuhanan dan kosmos dapat memberikan
kontribusi besar bagi mobilitas pendukung nilai budaya. Suku Batak adalah penduduk asli
di propinsi Sumatra Utara. Dari perbedaan dialek yang dipergunakan dalam kehidupan dan
pergaulan sehari-hari, orang Batak secara khusus terdiri dari enam sub suku, yaitu Karo,
Simalungun, Pakpak, Toba, Angkola, dan Mandailing. Setiap sub suku Batak memiliki
batas-batas wilayah kebudayaan yang jelas. Pada tahun 1961 orang Karo mendiami suatu
wilayah paling utara di Sumatra Utara yang wilayahnya meliputi daerah induk dataran
tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, dan sebagian kabupaten Dairi. Di
sebelah selatan dan tenggara wilayah orang Karodidiami oleh Batak Simalungun yang
menempati daerah induk Simalungun. Sedangkan disebelah barat orang Karo didiami suku
Batak Pakpak menempati daerah induk Dairi Di bagian wilayah paling selatan dari propinsi
Sumatra Utara merupakan lokasi orag Batak Angkola dan Mandailing. Sistem kepercayaan
yang pertamakali muncul pada orang Batak Toba adalah sitolusada (tiga dalam satu)
sebagai konsepsi ketuhanan dan kosmos dalam Parmalim, aliran kepercayaan tradisional

5
Batak Toba (Bonus Matra, 1994). Dalam konsepsi tentang kosmos dikenal dengan istilah
“banua natolu” atau alam yang tiga”, yaitu banua ginjang(dunia atas), banua tonga (alam
tengah), dan banua toru (alam bawah). Secara alamiah setiap manusia akan melewati tiga
tahapan alam. Sebelum lahir ke dunia nyata jiwa manusia terlebih dahulu berada di banua
toru, alam bawah, rahim ibunya. Setelah batas umur tertentu dalam rahim ibunya baru dapat
memasuki tahapan alam kedua, yaitu dunia fana, banua tonga. Ketika ada perpisahan antara
jiwa dengan raga dalam diri manusia, maka jiwa (tondi/hosa) memasuki alam tahap akhir
yang disebut banua ginjang, alam akhirat, dunia abadi. Orang Batak Toba sebagai salah satu
sub-suku Batak, memiliki perangkat struktur dan sistem sosial warisan dari nenek moyang.
Struktur dan sistem sosial berfungsi mengatur dan mengendalikan tata hubungan sesame
anggota masyarakat, baik yang menjadi kerabat dekat, kerabat, luas, saudara satu marga
(dongan sabutuha/dongan tubu) maupun masyarakat umum. Struktur sosial yang dimiliki
oleh Batak Toba pada hakekatnya berdasarkan system sosial marga. Dari garis keturuan
bapak (patrilineal).Kelompok ketiga dalam sistem kekerabatan Batak Toba adalah pihak
boru(kerabat dari suami). Sebagai unsur ketiga dalam sistem sosialnya, pihak borudapat
diperintah oleh kelompok hulahula dan wajib mematuhinya. Pada setiap perhelatan atau
horja yang diselenggarakan oleh pihak hulahula, maka kerabat boru adalah sebagai pihak
penanggungjawab dalam pelaksanaannya (Persada Marga HarahapDohotAnakboruna, 1993
: 24-25). Sekalipun demikian secara fungsional tugas dan tanggungjawab yang dilakukan
oleh pihak boru tetap dipandang sebagai simbol kedudukan dan kehormatan yang tinggi.
Bahkan sebaliknya, boru akan merasa diremehkan dan direndahkan derajatnya kalau tidak
diperintah untuk melakukan fungsi sosialnya sebagai pihak laki-laki. Ada ungkapan budaya
Batak Tobasebagai landasan sikap hulahula kepada boruyang berbunyi “elek marboru”,
membujuk boru.

B. ISI BUDAYA LOKAL ( Bahasa Dan System Ekonomi )

a. Bahasa Melayu

Melalui perantara bahasa, manusia dapat berkembang satu sama lain baik secara lisan
maupun tulisan. Dengan bahasa manusia dapat menyampaikan fikiran dengan jelas, maka
ucapannya harus mengandung makna.Sejarah bahasa itu menerangkan asal usul kelahiran suatu

6
bahasa dan perkembangan penulisannya. Penulisan yang tertua dalam sejarah bahasa ialah
bahasa mesir kuno dan Cina kira-kira 5000 tahun yang lalu
Menurut ahli sejarah bahasa melayu berasal dari bahasa Austronesia (bahasa Malay
Polinesia). Rumpun bahasa-bahasa Austronesia terbagi atas kelompok besar
yaitu Nusantara (Malaysia, Indonesia, Filifina dan Madagaskar), Melanesia ( Iran, Karolim dan
Salmon) Polinesia ( Maori, Hawaii dan lainnya). Bahasa melayu termasuk dalam kelompok
bahasa nusantara. Kelompok bahasa nusantara ini terbagi pula jadi dua rumpun bahasa yaitu
bahasa Nusantara Barat seperti bahasa Malaysia, Aceh, Melayu, Jawa, Sunda, Dayak dan
Tagalog dan bahasa Nusantara Timur mengandung bahasa Solo Roti, Sika dan lainnya.
Bangsa Indo-Melayu atau Austronesia yang datang ke alam melayu pada awalnya
memakai bahasa melayu proto ( induk bahasa melayu). Bahasa yang berasal dari Induk yang satu
mulai berkembang didalam lingkungannya.Oleh sebab itu lahirlah Dialek dan seterusnya
berkembang menjadi bahasa-bahasa yang berlainan seperti bahasa Jawa, Dayak, Minangkabau,
Batak dan lainnya. Jika diselidiki perbendaharaan kata  bahasa-bahasa tersebut akan terdapat
banyak persamaan satu sama lain yang menunjukan semua bahasa itu berasal dari satu induk
bahasa yaitu bahasa melayu proto. Kini bahasa melayu proto telah berkembang pada sekitar 150
cabang bahasa lainnya.
Diperkirakan sejarah bahasa melayu di Jambi. Menurut catatan Cina, kerajaan melayu
Jambi tahun 644 masehi pernah mengirim satu utusan ke negri Cina, jika kerajaan melayu sudah
mempunyai hubungan diplomatik antar bangsa, sewajarnya kerajaan melayu tua telah
mempunyai kebudayaan yang tinggi dan bahasa yang maju.
Sejak abad ke 7 masehi, kerajaan Sriwijaya sudah terkenal di Asia Tenggara sebagai pusat ilmu
pengetahuan agama Budha. I-Tsing ( orang cina yang berkunjung ke Sriwijaya) mengatakan
bahwa bahasa melayu kuno digunakan sebagai bahasa pengajaran di pusat pengajian Budha di
Sriwijaya, dalam mengajar bahasa Sanskrit dan falsafah agama Budha. Bahasa sanskrit
merupakan bahasa kitap Veda ( Hindu) dan juga bahasa kaum bangsawan.
Akibat pengaruh bahasa sanskrit, bahasa melayu kuno mengalami perubahan, perubahan
ini terjadi dengan masuknya kata-kata bahasa sanskrit kedalam bahasa melayu kuno yang
meliputi seluruh   kehidupan orang melayu, bukti adanya pengaruh ini terlihat pada batu bersurat
yang ditemui ditempat-tempat dibawah ini :
         Batu bersurat Talang Tuwo (684 T.M)

7
·         Batu besurat Telaga Batu dan kedukan bukit- Palembang (683 T.M)
·         Batu bersurat Karong Berahi, sungai Merangin di Hulu sungai Jambi dan Batu
bersurat kota Kapur di Bangka (686 T.M)
·         Batu bersurat Kertanegara (1285 T.M)
·         Batu bersurat Pagar Ruyong dan batu bersurat Suruaso atau Suroasa di Hulu Sungai
Batang Hari (1375 T.M)
Bahasa melayu bukan bahasa yang statis, tapi dinamik, senantiasa berkembang mengikuti
arus perkembangan zaman, terutama dalam penggunaan kata-kata pinjaman. Abad ke 13 dan 14
merupakan zaman peralihan dengan datangnya agama islam. Pada zaman peralihan ini terdapat
beberapa batu bersurat yang menunjukan perubahan bahasa melayu, contohnya memakai kata-
kata arab ( di Pagar Ruyong 1356) ini melihatkan adanya pengaruh bahasa arab dalam bahasa
melayu.Melalui pengaruh Islam dan huruf arab dalam penulisan melayu, bahasa melayu telah
berkembang pesat dan menjadi bahasa yang kaya dengan berbagai istilah yang dipinjam dari
perbendaharaan kata Arab dan Parsi. Dengan perkembangan itu, bahasa melayu menjadi bahasa
pengantar dalam penulisan yang bercorak agama Islam dan karya-karya sastra, bahasa melayu
menjadi bahasa pengantar dalam dakwah Islam didaerah ini. Selanjutnya bahasa melayu telah
mencapai tarafbahasa Lingua Franca atau bahasa perhubungan bagi daerah ini.

b. Bahasa Nias

Bahasa Nias, atau Li Niha dalam bahasa aslinya, adalah bahasa yang dipergunakan oleh
penduduk di Pulau Nias.Bahasa ini dapat dikategorikan sebagai bahasa yang unik karena
merupakan salah satu bahasa di dunia yang setiap akhiran katanya berakhiran huruf vokal.
Bahasa Nias mengenal enam huruf vokal, yaitu a, e, i, u, o dan ditambah dengan ö (dibaca
dengan “e” seperti dalam penyebutan “enam” dan “pepaya”).Abjad Bahasa Nias huruf besar dan
huruf kecil sebagai berikut :

Aa, Bb, Dd, Ee, Ff, Gg, Hh, Ii, Kk, Ll, Mm, Nn, Oo, Őő, Pp, Rr, Ss, Tt, Uu, Ww, Ŵŵ, Yy, Zz,

huruf vokal (a, e, i, o, ő, u)

Huruf Konsonan (b, d, f, g, h, k, l, m, n, p, r, s, t, w, ŵ, y, z)

Huruf yang tidak ada dalam abjad bahasa Indonesia ( ő, ŵ)

8
Huruf yang tidak dipakai dari bahasa indonesia (c, j, q, v, x,)

Untuk menulis sebuah kalimat dalam bahasa nias, harus memperhatikan beberapa aturan

1. Dalam penulisan kata yang terdapat huruf double harus menggunakan tanda pemisah (‘)
contoh kata :Ga’a ( abang.)
2. Semua kata dalam bahasa nias asli selalu ditutup oleh huruf vokal. Contohnya
“omasidokhömösoroi ba dödögu”  yang artinya “Aku menyukaimu dengan sunguh-
sunguh”

Beberapa kosakata :Ya’ahowu = Selamat (salam), ini digunakan baik di pagi, siang
maupun sore hari. Bahasa Nias tidak memiliki kebiasaan membedakan salam berdasarkan waktu
seperti halnya Selamat Pagi, Siang, Sore, Malam ;Saohagölö = Terima kasih ; HadiaDuria? =
Apa Kabar? ;Manörö-nörö = Jalan-jalan ; Ya’o = Saya ; ya`ugö = Kamu ; Ya’ami =
Kalian ; Ya’ita = Kita ; Ya’ira = Mereka ; Ahono = Tenang, Diam ; Aukhu =Panas

c. Sistem Teknologi Melayu Dan Nias


Sistem Teknologi Melayu

Kajian tentang teknologi masyarakat Melayu memang masih amat langka, termasuk
teknologi baharinya.Meskipun demikian, beberapa upaya inventarisasi dan penelitian yang
sedikit banyak menyinggung teknologi masyarakat Melayu Riau dapat ditemukan.Misalnya,
tentang teknologi perikanan dan perkapalan yang telah diamati oleh Ahmad (1975), Ahmad dkk.
(1983), serta beberapa dosen dan mahasiswa Fakultas Perikanan, Universitas Riau.Penelitian me-
ngenai pertanian pernah dilakukan oleh Ahmad (1982), Hamidy (1983/1984), serta Hamidy dan
Ahmad (1984).Uraian mengenai teknologi pengolahan makanan terdapat dalam beberapa laporan
penelitian mahasiswa dan dosen Fakultas Perikanan, Universitas Riau. Kajian tersebut umumnya
bukan berupa pendalaman khusus mengenai teknologi masyarakat Melayu, tetapi lebih banyak
mengenai kondisi sosial budaya atau ekonomi masyarakat Melayu, karena kurangnya tenaga ahli
peneliti maupun kurangnya perhatian terhadap teknologi bahari, terutama teradap teknologi luar

9
yang semakin mendesak teknologi tempatan (Ahmad, 1979), yang bahkan dapat mematikan
teknologi masyarakat Melayu yang ada, maupun mematikan hasrat untuk menelitinya.

Dari kajian-kajian itu terlihat bahwa bagaimanapun sederhananya suatu masyarakat


Melayu, mereka pasti memiliki teknologi.Teknologi ini mungkin sederhana, sesederhana
matapencaharian masyarakat Melayu sendiri.Meskipun demikian, hal itu tidak berarti bahwa
tidak ada teknologi yang canggih atau setidak-tidaknya dapat dicanggihkan.

Gambaran kesederhanaan kehidupan masyarakat Melayu bahari dapat digambarkan dari


uraian Clarke dan Pigott (1967: 114-153) dalam Prehistoric Societies yang intinya adalah bahwa
kehidupan mereka (Melayu) terutama adalah memakan umbi-umbian yang dikumpulkan oleh
perempuan dalam keluarga, yang didukung oleh hasil perburuan binatang dan ikan.Perburuan
binatang dilakukan dengan menggunakan panah beracun, tombak, dan tongkat, sedangkan dalam
menangkap ikan, lelaki dan perempuan bersama-sama menggunakan perangkap dan tombak.

Dari uraian singkat di atas diketahui bahwa pada dasarnya keluarga masyarakat Melayu
sejak zaman bahari telah melakukan beragam cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Masyarakat Melayu juga memiliki dan menguasai bermacam-macam teknologi, mulai dari
teknologi yang menghasilkan makanan dan tumbuh-tumbuhan (yang kemudian menjadi
pertanian), berburu (yang berkembang menjadi usaha peternakan), menangkap ikan (yang ber-
kembang menjadi usaha perikanan dengan berbagai teknologi penangkapan yang dipakai),
sampai cara membuat teratak (yang umumnya berlantai atas), serta cara mengangkut hasil-hasil
usaha yang disebutkan di atas. Teknologi yang dikuasai masyarakat Melayu antara lain membuat
rumah dan atapnya yang terbuat dari daun-daunan, maupun membuat sejenis keranjang untuk
mengangkut hasil pertanian yang bentuk dan jenisnya beragam. Masyarakat Melayu juga
menguasai cara membuat perkakas yang dipakai sehari-hari.

Terdapat anggapan bahwa beberapa peralatan dan matapencaharian khas yang masih
ditemukan dalam masyarakat Melayu Riau sekarang ini berasal dari masyarakat Melayu bahari.
Bukti lain menunjukkan bahwa ditinjau dari segi matapencahariannya, suatu keluarga Melayu
bahari jarang sekali bergantung pada satu macam matapencaharian, sehingga mereka tidak
bergantung pada satu jenis teknologi. Dengan cara hidup yang demikian mereka tidak terikat
pada satu sumber ekonomi, sehingga selalu ada teknologi cadangan atau matapencaharian lain

10
yang berperan sebagai cadangan (Mubyarto, 1979: 243). Namun hal itu mengakibatkan tidak
berkembangnya spesialisasi pekerjaan, sehingga teknologi yang ada tidak meningkat pesat.

Keragaman matapencaharian masyarakat Melayu di bagian daratan Sumatera (Riau


Daratan) dapat dijadikan dasar untuk menelusuri keragaman teknologi yang ada dalam
masyarakat.Hamidy (1983) memperkenalkan istilah tapak lapan yang berarti delapan
matapencaharian masyarakat Melayu di Rantau Kuantan. Adapun kedelapan matapencaharian itu
adalah 1) beladang ‘berladang‘, menanam padi di ladang dan sawah; 2) bakobun ‘berkebun‘
getah, tanaman muda, dan palawija; 3) bataronak ‘beternak‘, memelihara binatang ternak; 4)
mengusahakan niro ‘mengambil air nira‘ dari batang enau; 5) batukang ‘bertukang‘; 6) baniago
‘berniaga‘; 7) bapakarangan, mempunyai peralatan menangkap ikan, menjadi nelayan; dan 8)
mendulangemas(Hamidy,1982:18-25).

Setiap jenis matapencaharian biasanya mempunyai beberapa cara dan alat. Alat dan cara
penggunaannya akan menampakkan teknologinya. Peralatan dan cara penggunaannya
dipengaruhi oleh lingkungan dan sumber daya yang akan diolah, sehingga lahir berbagai
teknologi. Walaupun teknologi itu menghasilkan hal yang sama atau mempunyai fungsi yang
sama, tetapi teknologi tersebut tetap berbeda. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
masyarakat Melayu mampu secara aktif menghasilkan berbagai teknologi dan sekaligus
mengembangkannya sesuai dengan fungsi dan pengaruh lingkungan tempat digunakannya
teknologi tersebut.Masyarakat Melayu tidak canggung dengan perubahan teknologi, asal
teknologi tersebut lebih menguntungkan dan mudah diterapkan, seperti teknologidalampertanian.
Teknologi untuk menghasilkan padi misalnya, bermula dari ladang berpindah di pinggir sungai
(jauh dari desa), yang berkembang menjadi ladang baruh (ladang dekat desa).Kemudian karena
alasan pertambahan penduduk, pembangunan pemukiman, dan untuk menghindari banjir, mereka
melakukan ladang kasang (ladang tegalan), dan bila pengairan memungkinkan, akhirnya
berkembang menjadi sawah. Untuk menghasilkan padi, mereka tentu harus mengupayakan alat
dan cara mengolah lingkungan tersebut, dan pada akhirnya menghasilkan teknologi sendiri. Alat
yang diperlukan dalam ladang berpindah hanya lading (parang), beliung, api, tajak, tuai,
ketiding, dan kopuk untuk mengangkat dan menyimpan padi, sedangkan pada ladang baruh
diperlukan sabit, cabak, garo, tembilang, ajak, tuai, kembut, dan rangkiang.

11
Dengan diperkenalkannya tanaman baru seperti karet, jagung, ubi kayu, ubi jalar,
cengkih, dan sebagainya, teknologi yang dimiliki orang Melayu kemudian semakin berkembang
dan beraneka ragam. Hanya saja penelitian tentang proses dan mekanisme perkembangan, serta
sejauh mana proses perubahan tersebut dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Melayu
sejak zaman bahari masih sangat langka.

Secara sederhana, teknologi bahari yang dimiliki masyarakat Melayu Riau dapat
dikelompokkan dalam bidang teknologi pertanian, perikanan, peternakan, pertukangan,
perkapalan, pertambangan, dan pengolahan makanan. Dalam pertanian dikenal teknologi
berladang dan cara pengolahan tanah tebas, tebang, bakar (porun). Teknologi ini merupakan
teknologi bahari yang paling menonjol. Ternyata cara pengolahan tersebut tetap dipakai dalam
usaha perkebunan kelapa sawit dan perkebunan lainnya yang sedang digalakkan di Riau saat ini.
Dalam bidang peternakan, Riau memiliki teknologi beternak ayam, kambing, lembu, dan kerbau
yang masing-masing mempunyai teknik pemeliharaan kandang dan peralatannya yang berbeda
satu sama lain.

Sistem Teknologi Nias

Sebagian besar masyarakat Suku Nias terutama yang tinggal di  daerah pedesaan
menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian seperti tanaman padi, ubi, ketela, sagu, sayur -
sayuran, dan umbi-umbian. Akan tetapi karena tingginya curah hujan di pulau nias, mereka
sering mengalami gagal panen khususnya tanaman padi.Akibatnya stok beras pun tak mampu
memenuhi kebutuhan pokok, mereka pun beralih ke ubi atau sagu sebagai bahan makanan
pokok.

Beternak

Beternak merupakan kegiatan sekaligus pekerjaan sampingan yang wajib dilakukan oleh
masyarakat suku nias, terutama ternak babi.Karena selain untuk membantu perekonomian
mereka.Kebutuhan daging babi di nias tergolong sangat tinggi, karena setiap perayaan pesta, atau
upacara adat.Pelaksanaannya wajib menggunakan daging babi.Selain ternak babi masyarakat
suku nias juga bertenak ayam, kambing, kerbau dan ikan.

12
Berkebun

Berkebun adalah pekerjaan utama masyarakat suku nias, komoditi utama mereka adalah karet,
coklat, kelapa (kopra) dan aneka rempah-rempah.Namun, karena faktor tingginya curah hujan di
tambah dengan sistem bercocok tanam yang masih bersifat tradisional, membuat hasil
produktivitas mereka pun sangat rendah dan tidak bisa menjadi andalan untuk memperbaiki
perekonomian mereka.

Berburu

Berburu adalah pekerjaan sekaligus kegiatan hiburan untuk para pemuda dan orang tua di nias,
Berburu merupakan tradisi yang sudah lama ada di pulau nias dan sampai sekarang masih
banyak di minati.Namun karena terlalu sering melakukan perburuan, habitat binatang yang
diburu pun semakin menipis atau jarang di temukan.Buruan utama masyarakat Suku Nias adalah
rusa, kancil, dan babi hutan.

Selain dari keempat pekerjaan atau mata pencaharian masyarakat Suku Nias diatas, ada juga
yang bekerja sebagai pegawai, wiraswata dan kerajinan tangan lainnya.Karena faktor iklim dan
cara bercocok tanam yang buruk di nias, membuat perekonomian masyarakat suku nias
tergolong sangat rendah, pendapatan dan daya beli masyarakat nya sangat kecil. 

d. Sistem Ekonomi Melayu

Bagi orang Melayu yang tinggal di desa, mayoritasnya menjalankan aktivitas pertanian
dan menangkap ikan.Aktivitas pertanian termasuk mengusahakan tanaman padi, karet, kelapa

13
sawit, kelapa, dan tanaman campuran (mixed farming). Orang Melayu yang tinggal di
kotakebanyakannya bekerja dalam sektor dinas, sebagai pekerja di sektor perindustrian,
perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain. Penguasaan ekonomi di kalangan orang Melayu
perkotaan relatif masih rendah dibandingkan dengan penguasaan ekonomi oleh penduduk non-
pribumi, terutamanya orang Tionghoa.Tetapi kini telah ramai orang Melayu yang telah sukses
dalam bidang perniagaan dan menjadi ahli korporat.Banyak yang tinggal di kota-kota besar dan
mampu memiliki mobil dan rumah mewah.Selain itu itu juga, banyak orang Melayu yang
mempunyai pendidikan yang tinggi, setingkat universitas di dalam maupun di luar negeri.

e. Sistem Organisasi Sosial Melayu

Sistem organisasi sosial Melayu adalah musyawarah, musyawarah dijalankan di dalam


lumbung yang dipimpin oleh ketua atau pemangku adat setempat.Lumbung disini bukan hanya
tempat penyimpanan padi atau hasil bumi lainnya, namun juga berfungsi sebagai wadah untuk
menyimpan segala aset masyarakat setempat baik yang bergerak maupun yang diam yang
ditujukan untuk mengangkat harkat dan martabat hidup pribumi setempat.Musyawarah yang
dijalankan biasanya membahas mengenai pengelolaan sistem tanah adat berdasarkan budaya dan
adat setempat. Sehingga sistem musyawarah yang dijalankan akan memiliki corak dan karakter
yang berbeda antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Disini dapat dilihat bahwa suku
Melayu telah mengenal sistem politik yang egaliter dan mengakar kepada budayanya.Maka tidak
mengherankan bahwa suku Melayu mempunyai ikatan persaudaraan yang kuat, sebab
musyawarah memaknakan adanya tolong-menolong dan kesetiakawanan sosial sebagai suatu
permufakatan. Musyawarah juga merupakan sarana dimana rakyat dapat diposisikan untuk
membangun aturan-aturan dasar dalam kehidupannya baik pada tatanan nilai maupun pada
tatanan norma yang bersumber kepada hukum adat setempat. Sistem musyawarah ini lambat laun
hilang diakibatkan hancurnya sistem tanah adat melalui culture stelsel yang diberlakukan oleh
kaum penjajah. 

f. Sistem Ekonomi Nias

Sistem ekonomi suku Nias yaituberladang tanaman ubi jalar, ubi kayu, kentang dan
sedikit padi.Mata pencaharian tambahannya ialah berburu dan meramu, pada saat sekarang di
pulau ini ditanam cengkeh dan semak nilam untuk diambil minyaknya.

14
g. Sistem Organisasi Sosial Suku Nias

Pernikahan Dalam tradisi suku Nias Kebiasaan masyarakat Nias jika pesta perkawinan
banyak sekali yang harus di-folaya (dihormati dengan cara memberi babi). Selain itu, babi pun
banyak yang harus disembelih dengan berbagai macam fungsional adatnya, misalnya: tiga ekor
bawiwangowalu (babi pernikahan), seekor babi khusus untuk fabanuasa (babi yang disembelih
untuk dibagikan ke warga kampung dari pihak mempelai perempuan) , seekor untuk kaum ibu-
ibu (ö ndra’alawe) yang memberikan nasehat kepada kedua mempelai, seekor untuk solu’i (yang
menghantar mempelai wanita ke rumah mempelai laki-laki), dan masih banyak lagi babi-babi
yang disembelih.

Selain yang disembelih, ada juga babi yang dipergunakan untuk


“famolayasitengabö’ö“.Di sini saya sebut beberapa saja: sekurang-kurangnya seekor untuk
“nga’ötönuwu” (paman dari ibu mempelai perempuan), sekurang-kurangnya seekor sampai tiga
ekor untuk “uwu” (paman mempelai perempuan), seekor untuk talifusösia’a (anak sulung dari
keluarga mempelai perempuan), seekor untuk “sirege” (saudara dari orangtua mempelai
perempuan), seekor untuk “mbolo’mbolo” (masyakat kampung dari pihak mempelai perempuan,
biasanya babi ini di-uang-kan dan uang itu dibagikan kepada masyarakat kampung), seekor
untuk ono siakhi (saudara bungsu mempelai perempuan), seekor untuk balöndela yang diberikan
kepada sisobahuhuo, dsb (dan jika pas hari “H” perkawinan, ibu atau ayah atau paman, atau
sirege dari pihak saudara perempuan menghadiri pesta perkawinan, maka mereka-mereka ini
juga harus difolaya, biasanya seekor hingga tiga ekor babi).Dan masih ada pernik lain, yakni
fame’ebalaki atau ana’a (ritual memberi berlian atau emas), berupa famokaidanga kepada nenek
dan ibu mempelai perempuan; juga fame’elaeduruana’akhöni’owalu (pemberian cincin kepada
mempelai perempuan, cincin itu diharuskan emas).

Singkatnya, jika adat itu diterapkan pada zaman sekarang, maka Anda harus
menyediakan uang puluhan hingga ratusan juta rupiah hanya untuk membeli babi dan emas
belum lagi biaya pas hari “H” perkawiannya. Kalau kita melihat uraian di atas, böwö itu dibagi-
bagi.Dan, kadangkala dalam pembagian semacam ini muncul berbagai macam perseteruan,
permasalahan.

15
h. Sistem Pengetahuan
Melayu

Sebelum penjajahan, orang Melayu mendapat pendidikan agama. Semasa penjajahan,


peluang pendidikan sekuler terbatas, dan lebih terpusat di daerah perkotaan.Pendidikan sekuler
hanya dikembangkan setelah merdeka.Kini pendidikan sekuler menjadi saluran mobilitas
sosial yang utama di kalangan orang Melayu.Keberadaan kelas menengah Melayu di Malaysia
paling utamanya melalui saluran pendidikan.

Nias

Seiring berkembangnya jaman tradisi ini turut berubah fungsinya, karena jaman sekarang
mereka sudah tidak berperang lagi maka tradisi lompat batu digunakan bukan untuk perang lagi
melainkan untuk ritual dan juga sebagai simbol budaya orang Nias.Tradisi lompat batu ialah ritus
budaya untuk menentukan apakan seorang pemuda di Desa BawoMataluo dapat diakui sebagai
pemuda yang telah dewasa atau belum.

i. Religi dan Sistem Kepercayaan


Melayu

Orang Melayu hampir seluruhnya beragama Islam.Namun, sisa-sisa unsur agama Hindu
dan animisme masih dapat dilihat dalam sistem kepercayaan mereka.Islam tidak dapat
menghapuskan seluruh unsur kepercayaan tersebut. Proses sinkretisme terjadi di mana unsur
kepercayaan sebelum Islam ada secara laten atau disesuaikan dengan unsur Islam. Proses ini
jelas dapat ditemukan dalam ilmu pengobatan Melayu (pengobatan tradisional), dan dalam
beberapa upacara adat.

Nias

Pada masa sekarang sebagian besar orang Nias sudah memeluk agama Kristen dan sedikit
Islam.Agama asli mereka disebut malohe adu “penyembah roh” yang didalamnya dikenal banyak
dewa, di antaranya yang paling tinggi ialah Lowalangi.Mereka memuja roh dengan mendirikan
patung-patung dari batu dan kayu, rumah tempat pemujaan roh disebut osali.Pemimpin agama
asli disebut ere. Pada masa sekarang namaLowalangi diambil untuk menyebut Tuhan Allah dan

osali menjadi nama gereka dalam konsep Kristen.

16
j. Seni Melayu

Dalam masyarakat Melayu, seni dapat dibagi menjadi dua: seni persembahan (tarian,
nyanyian, persembahan pentas seperti makyong, wayang kulit, ghazal, hadrah, kuda kepang) dan
seni tampak (seni ukir, seni bina, seni hias, pertukangan tangan, tenunan, anyaman
dll).Permainan tradisi seperti gasing, wau, congkak, juga termasuk dalam kategori seni
persembahan.Kegiatan seni Melayu mempunyai identitas tersendiri yang juga memperlihatkan
gabungan berbaga-bagai unsur asli dan luar.

Seni Nias

Terdapa jenis beberapa alat musik suku Nias :

1. Göndra atau gendang dalam bahasa Indonesia adalah salah satu alat musik tradisional
khas suku nias, tidak jauh berbeda dengan gendang pada umumnya göndra juga terbuat
dari kulit sapi atau kerbau, suaranya juga sama.
2. Aramba (gong) adalah jenis alat musik tradisional khas suku nias yang terbuat dari
logam besi, atau Kuningan, sama seperti gong pada umumnya aramba juga di mainkan
dengan cara dipukul dan mengeluarkan suara yang sangat keras. Alat musik aramba biasa
di gunakan pada saat upacara adat, seperti upacara kematian siulu (raja), upacara owasa
dan upacara adat lainnya.
3. Faritia adalah jenis alat musik yang mirip dengan talempong atau gamelan.Faritia bisa
juga di sebut gong mini atau kecil bahan dan cara memainkannya sama seperti aramba.
4. Lagia adalah alat music yang hampir sama dengan rebab atau biola bedanya lagia di
mainkan dengan cara meletakkan nya diatas permukaan tanah atau apasaja lalu di
mainkan dengan cara di gesek.
5. 5.Doli-doli adalah alat musik tradisional yang mirip dengan alat musik kolintang yang
berasal dari Sulawesi, hanya saja ukuran Doli-doli lebih kecil daripada ukuran kolintang.

BUDAYA JAWA

a. Identifikasi suku jawa

Suku Jawa, yang merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia. Di tahun 2004 saja, telah
tercatat lebih dari 90 juta lebih orang yang bersuku bangsa Jawa.Beberapa orang pasti

17
menyangka bahwa yang dimaksud dengan suku Jawa adalah orang-orang yang lahir, mendiami
daerah wilayah Jawa Tengah dan menggunakan bahasa ibu bahasa Jawa.Padahal, daerah
kebudayaan Jawa itu luas, meliputi seluruh bagian tengah dan timur dari pulau Jawa.walaupun
pada kenyataanya, tetap saja tampak perbedaan karakteristik antara orang-orang yang mendiami
daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta, dengan orang-orang yang mendiami daerah Jawa Timur.
Selain suku bangsa Jawa, ada juga subsuku dari suku bangsa ini, yaitu suku osing dan suku
tengger. Di kalangan masyarakat, tercipta stereotip tentang perangai orang Jawa yang begitu
halus, sopan dan pasrah menjalani hidup atau nrimo, Sifat ini konon berdasarkan watak orang
Jawa yang berusaha untuk menjaga harmoni atau keserasian juga menghindari konflik. Mereka
cenderung diam dan tidak banyak berkomentar untuk menghindari konflik.

b. Kesenian dalam budaya Jawa

Kesenian yang terdapat dalam kebudayaan Jawa sangat beraneka ragam, mulai dari tari-
tarian, lagu daerah, wayang orang, dan juga wayang kulit, serta masih ada berbagai macam
kesenian lainya.

1. Tari

Seni tari di Jawa sendiri mengalami kejayaan pada masa kerajaan kediri, singasari, dan
majapahit. Pada masa sekarang ini, kota surakarta dianggap sebagai pusat seni tari, terutama di
Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran.

Seni tari dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

 Tari Klasik
 Tari Tradisional
 Tari Garapan Baru

Salah satu contoh tarian sebagai bagian dari kebudayaan suku Jawa antara lain:

Tari Srimpi

Tarian ini tidak diketahui dengan pasti sejak kapan muncul di lingkungan keraton.Tetapi
diperkirakan mulai ada saat Prabu Amiluhur masuk ke keraton.Tarian ini dipentaskan oleh empat

18
orang putri yang melambangkan empat unsur, dan empat penjuru mata angin. Dari beberapa
jenis tari Srimpi, ada satu yang dianggap sakral atau suci, yaitu Tari Srimpi Anghlir Mendhung.

2. Alat musik

Gamelan Jawa sendiri memiliki dua jenis yaitu Gamelan Salendro dan Gamelan Pelog. Gamelan
salendro biasa digunakan untuk mengiringipertunj ukan wayang, tari, kliningan, jaipongan dan
lain- lain. Sedangkan Gamelan pelog fungsinya hampir sama dengan gamelansalendro, hanya
kurang begitu berkembang dan kurangakrab di masyarakat dan jarang dimiliki oleh grup-grup
kesenian di masyarakat.

c. Sistem Religi

Agama dan kepercayaan yang berkembang dan dianut oleh masyarakat Jawa, antara lain
islam sebagai agama mayoritas, selain itu terdapat pula agama lain yang cukup banyak dianut,
seperti kristen protestan, yang cukup banyak dianut oleh masyarakat di sekitar semarang,
surakarta, dan solo. Katolik pun cukup berkembang di kalangan masyarakat Jawa, walaupun
persentase nya tidak sebesar agama kristen protestan. Di daerah pedalaman pun, berkembang
agama hindu dan budha, namun diantara kedua agama tersebut, persentase pemeluk budha jauh
lebih banyak dibanding pemeluk hindu.

Kepercayaan lain yang cukup banyak pemeluknya, adalah kepercayaan yang bernama kejawen.
Kejawen ini, terkadang bercampur dengan agama islam, sebagai agama mayoritas, sehingga
menghasilkan suatu kepercayaan baru yang bernama islam kejawen. Perbedaan paling mencolok
antara islam santri dengan islam kejawen adalah, pada islam kejawen, mereka tidak terlalu
mewajibkan shalat, puasa, dan naik haji, namun tetap percaya pada Allah, dan Nabi Muhammad
SAW. Kejawen dianggap memiliki makna sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan adat
dan kepercayaan Jawa.pada pandangan umum, kejawen hanya berisi tentang seni, budaya,
tradisi, ritual, sikap, serta filosofi orang Jawa. Selain membahas tentang agama dan kepercayaan
yang dianut oleh masyarakat suku Jawa, pada pembahasan tentang sistem religi ini, kami juga
akan membahas tentang kepercayaan, dan ritual-ritual yang sering dilakukan oleh orang Jawa.
Upacara Selamatan adalah upacara yang paling umum dan paling dikenal, bukan hanya di Jawa,

19
Sunda dan beberapa daerah lain pun mengadakan selamatan untuk situasi-situasi tertentu. Pada
dasarnya, selamatan adalah kegiatan makan bersama, dimana makananya telah lebih dahulu
didoakan sebelum dibagikan.Tujuan selamatan ini sendiri adalah untuk memperoleh keselamatan
dan menjauhi gangguan. Upacara selamatan dibagi menjadi empat macam yaitu:

Selamatan dalam rangka lingkaran hidup seseorang, dimulai dengan upacara nujuh bulanan,
aqiqahan, potong rambut, turun tanah, terus berputar hingga sampai pada saat kematian orang
tersebut, mulai dari upacara sedekah surtanah, sedekah nelung dina, sedekah mitung dina,
sedekah matangpulung dina, sedekah mendak pisan, dan sedekah nyewu. Selamatan yang
diadakan dalam rangka bersih desa, penggarapan tanha pertanian, dan setelah memanen padi.

d. Sistem kekerabatan

Sistem kekerabatan orang Jawa berdasarkan prinsip keturunan bilateral (garis keturunan
diperhitungkan dari dua belah pihak, ayah dan ibu). Di Yogyakarta tata cara sopan santun
pergaulan seperti di atas berlaku di antar kelompok kerabat (kinship behavior) Bagi orang muda
adalah keharusan menyebut seseorang yang lebih tua darinya baik laki-laki maupun perempuan
dengan istilah tersebut di atas, karena orang yang lebih tua dianggap merupakan pembimbing,
pelindung, atau penasihat kaum muda. Melanggar semua perintah dan nasihat kaum tua dapat
menimbulkan sengsara yang disebut kuwalat.

Pada masyarakat suku bangsa Jawa dilarang adanya perkawinan antara saudara sekandung,
antara saudara misan yang ayahnya adalah saudara sekandung, atau perkawinan antara saudara
misan yang ibunya sekandung, juga perkawinan antara saudara misan yang laki-laki menurut
ibunya lebih muda dari pihak perempuannya, sedangkan perkawinan yang termasuk nggenteni
karang wulu atau perkawinan sororat, yaitu perkawinan seorang duda dengan adik atau kakak
mendiang istrinya diperbolehkan.

20
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil bahwa keanekragaman suku yang ada di Indonesia
itu beragam.Perbedaan ras termasuk ke dalam diferensasi sosial, sehingga tidak ada ras yang
lebih tinggi kedudukannya di suatu tempat.Jadi, sudah sebaiknya tidak terjadi konflik sosial
yang timbul atas dasar primordialisme.

B. SARAN

Budaya daerah merupakan faktor utama berdirinya kebudayaan nasional, maka segala
sesuatu yang terjadi pada budaya daerah akan sangat mempengaruhi budaya nasional. Atas
dasar itulah, kita semua mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikan
budaya baik budaya lokal atau budaya daerah maupun budaya nasional, karena budaya
merupakan bagian dari kepribadian bangsa.

21
DAFTAR PUSTAKA
 http://repository.maranatha.edu/6222/3/0230121_Chapter1.pdf
 https://ejournal.undip.ac.id/index.php/endogami/article/download/16836/12214
 http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-10//S56447-Yosephine%20Sitanggang
 http://e-journal.uajy.ac.id/3276/2/1TA11947.pdf
 http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/22090/Chapter%20I.pdf?
sequence=5&isAllowed=y
 http://repository.upi.edu/21358/4/S_IND_1102072_Chapter1.pdf
 http://e-journal.uajy.ac.id/3276/3/2TA11947.pdf

 Raharjo, Budi. 2000.adat pernikahan di nias. Diambil dari: www.kaskus co.id (4 april
2018)

 Waruwu, Yohanes. 2014.rumah adat Nias. Diambil dari: www.arsitag.com (4 april


2018)

 Christy, Agnes. 2018.alat music tradisional suku nias. Diambil dari:


http://www.silontong com/2018/02/07/alat-musik-tradisional-nias/ (4 april 2018)

 Zendrato, Aldo.2001.artefak megalit di nias. Diambil dari: http://www.museum-nias


org/pameran/ (4 april 2018)

 Daeli,Eunike.2003.baju adat nias. Diambil dari:


https://sisteminformasipulaunias.wordpress com/category/baju-adat-nias/ (4 april 2018)

22

Anda mungkin juga menyukai