Anda di halaman 1dari 18

SISTEM KULTUR DAN SOSIAL MASYARAKAT SUKU SASAK

PULAU LOMBOK NUSA TENGGARA BARAT

Dosen Pengampu:
Yusa’ Farchan S, Sos., M.Si.

Disusun Oleh:
Jihadurridho Suryatman
5-54 / 16
1302180598

PROGRAM STUDI DIII AKUNTANSI


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... ii


BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 3
1.3. Tujuan Penulisan............................................................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................................................... 4
2.1. Pengertian Sosial ............................................................................................................... 4
2.2. Sosial Budaya ..................................................................................................................... 4
BAB III PEMBAHASAN.................................................................................................................. 6
3.1. Dinamika Kebudayaan Sosial Suku Sasak ..................................................................... 6
3.1.1. Sistem Religi............................................................................................................... 6
3.1.2. Kesenian dan Tradisi ................................................................................................ 7
3.1.3. Ilmu Pengetahuan ..................................................................................................... 9
3.1.4. Statifikasi Sosial......................................................................................................... 9
3.2. Faktor Pendukung dan Penghambat Kebudayaan Sosial Suku Sasak ...................... 11
3.2.1. Faktor Pendukung................................................................................................... 11
3.2.2. Faktor Penghambat................................................................................................. 11
3.3. Alasan Kebudayaan Sosial Suku Sasak Perlu Dilestarikan ........................................ 12
3.4. Upaya Untuk Melestarikan Kebudayaan Sosial Suku Sasak ...................................... 13
BAB IV PENUTUP ......................................................................................................................... 14
4.1. Kesimpulan ...................................................................................................................... 14
4.2. Saran................................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial, semua di kehidupan kita hampir dilakukan

berkaitan dengan orang lain. Jadi bagaimana cara kita berinteraksi, dan apa yang terjadi

dengan interaksi itu adalah salah satu hal yang paling mendasar di kehidupan kita. (Jones,

Bradbury, & Boutillier, 2011) Tak kalah pentingnya sosial itu berkaitan erat dengan budaya

yang sangat melekat dengan jiwa dan pikiran manusia.

Terciptanya suata kebudayaan adalah sebagai hasil interaksi manusia dengan

lingkungannya yang dapat hidup di tengah-tengah kehidupan. Budaya itu terus tumbuh dan

berkembang. Namun, perlu diwaspadai agar tidak termakan akan zaman yang semakin

mendominasi kehidupan modernisasi sehingga perlu kesadaran untuk tetap menjaga dan

melestarikannya, dengan dapat menyaring hal-hal yang dapat merusak struktur sosial

budaya tersebut.

Pada zaman sekarang ini, keberlangsungan budaya di Pulau Lombok semakin

terancam karena masuknya globalisasi sosial serta kemajuan teknologi yang mengakibatkan

struktur sosial mulai mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh sosial

yang tidak terlepas dari budaya masyarakat.

Pulau Lombok merupakan salah satu pulau eksotis yang terletak di Provinsi Nusa

Tenggara Barat, berada diantara pulau Bali dan Sumbawa yang tidak hanya terkenal akan

wisatanya, namun juga kaya akan kebudayaan dan sejarahnya. Dalam bahasa jawa,

1
Lombok itu artinya cabe, namun arti lombok sebenarnya berarti “Lurus” yang tertulis sejak

kerajaan Majapahit.

Pulau ini didiami oleh penduduk aslinya, yaitu suku Sasak dan suku-suku pendatang

lainnya, seperti Jawa dan Bali, bahkan terdapat berbagai ras asing yang didiami oleh ras

Arab dan China yang berkulik pada bidang perdagangannya. Sebagian besar masyarakat

Suku Sasak beragama Islam dan menggunakan bahasa sasak di kehidupan sehari harinya.

Suku ini kaya akan khazanah serta budayanya. Kesastraannya diturunkan dari generasi ke

generasi lewat penulisan di atas daun lontar yang kemudian terceminkan pada perilaku

keseharian penduduk sasak. Tulisan yang digunakan yaitu dengan aksara jejawan/sasak

serta dialek yang bermacam macam, seperti Dialek Pejanggik, Dialek Selaparang, Dialek

Pujut, Dialek Bayan dan masih banyak lagi arti dan maknanya yang sama, namun

penyebutannya berbeda.

Pada masyarakat suku Sasak di Lombok Nusa Tenggara Barat ditinjau dari

kehidupan tradisinya sudah mulai mengikuti zaman, sedikit saat ini kita melihat daerah

daerah sebagai kelanjutan dari sistem sosio kultur masyarakat sebelumnya. Walaupun

sudah mulai mengalami perubahan, namun paling tidak masih ada sebagian peninggalan

tradisi nenek moyang yang masih dijalankan, inilah yang kita sebut sebagai miniatur sosio

kultur masyarakat sasak sebelumnya. (Afandi, 2016)

Seiring dengan pertumbuhan zaman dan berkembangnya teknologi, manusia kini

mulai kehilangan keasliannya, yang dimaksud yaitu perilaku pendahulu yang masih

dikatakan asli dan alami. Di mana saat itu antara manusia dan alam memiliki dependensi

yang masing masing saling menerima dan memberi. Hubungan antara masyarakat, kerabat,

2
dan keluarga sangat tinggi sehingga penuh dengan tali kebersamaan dan persaudaraan.

Karena itu dalam penulisan makalah ini saya akan coba mengkaji bagaimana sistem kultur

dan sosial pada masyarakat suku sasak di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya, maka perumusan

masalah dari pembahasan yang akan dibuat adalah:

1. Bagaimana dinamika kebudayaan sosial suku Sasak?

2. Apa faktor pendukung dan penghambat kebudayaan sosial suku Sasak?

3. Mengapa kebudayaan sosial suku Sasak perlu dilestarikan?

4. Apa upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan kebudayaan sosial suku Sasak?

1.3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan uraian terkait rumusan masalah, maka dilakukannya penelitian ini

adalah

bertujuan untuk :

1. Mendeskripsikan dinamika kebudayaan sosial suku Sasak.

2. Mengetahui dan menjelaskan berbagai faktor pendukung dan penghambat

kebudayaan sosial suku Sasak.

3. Menjelaskan alasan mengapa kebudayaan sosial suku Sasak perlu dilestarikan.

4. Menjelaskan upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan kebudayaan sosial


suku Sasak.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Sosial

Menurut pendapat Keith Jacobs “sosial adalah sesuatu yang terjadi di tengah

komunitas tertentu. Tidak hanya terjadi, sosial juga terbangun di dalam komunitas

tersebut”. Menurut Karl Max dalam situs yang sama “sosial merujuk pada setiap manusia

yang berusaha untuk memenuhi kebutuhannya melalui proses sosialisasi dalam

masyarakat” (Danar, 2020). Dengan kata lain, sosial merupakan suatu sistem yang

mengharuskan masyarakat memiliki kepribadian yang harus dipenuhi agar terbentuk suatu

komunitas dalam tatanan masyarakat.

Makna dari sosial berkaitan dengan tata kehidupan, nilai dan perilakunya harus

berlandaskan pada aturan aturan dan norma yang berlaku di suatu komunitas sosial

tersebut.

2.2. Sosial Budaya

Sosial budaya terdiri dari dua kata yaitu sosial dan budaya. Sosial berarti segala

sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat sekitar. Sedangkan budaya berasal dari kata

“bodhya” yang artinya pikiran dan akal budi. Struktur sosial budaya dapat berupa ras,

lingkungan, latar belakang daerah, agama, dan adaptasi penyesuaian diri, ilmu

pengetahuan, serta kesenian.

Kebudayaan dapat dilihat dari 3 hal dimensi wujudnya yaitu sistem budaya, sistem

sosial, dan sistem kebendaan. Sistem budaya menyangkut nilai-nilai, kebudayaan, gagasan,

4
peraturan, dan sebagainya. Sistem sosial merupakan kompleks dari aktivitas serta berpola

dari manusia dalam masyarakat dan organisasi. Sedangkan sistem kebendaan merupakan

wujud kebudayaan fisik atau alat-alat yang diciptakan manusia untuk kemudahan hidupnya.

Struktur sosial berkaitan dengan bagaimana suatu masyarakat mencerminkan bentuk

hubungan antar status dan peran mereka. Struktur sosial terjadi karena anggota masyarakat

tidak berinteraksi secara acak, tetapi mereka berjalan menurut suatu aturan sosial antara

interaksi dan hubungan yang berulang serta bersifat kurang lebih stabil. Akan tetapi,

struktur sosial bisa berubah apabila terjadi transformasi. Dengan demikian struktur sosial

cenderung merupakan suatu gambaran keteraturan statis dalam hubungan antarperan dalam

suatu sistem sosial.

5
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Dinamika Kebudayaan Sosial Suku Sasak

Berbicara mengenai kehidupan sosial masyarakat Suku Sasak, saat ini masih terjaga

kesopanan dan tata kramanya sesuai norma norma yang berlaku, yang dijunjung tinggi

bersama. Masyarakat lombok terkenal akan kereligiusannya. Hal ini mencerminkan

bagaimana sikap dan perilaku yang baik untuk memenuhi tanggung jawab sosialnya di

dunia. Stuktur Masyarakat suku Sasak:

3.1.1. Sistem Religi

Mayoritas suku Sasak beragama Islam. Berdasarkan Badan Pusat Statistik

Provinsi Nusa Tenggara Barat yang menunjukkan presentase penduduk islam

mencapai 96,78%, uniknya pada sebagian kecil masyarakat suku Sasak yang

berjumlah 1%, melakukan praktik agama Islam yang berbeda dengan Islam pada

umumnya yang disebut Islam Wetu Telu.

Ada dua jenis praktik agama Islam di Lombok, yaitu Islam Waktu Lima dan

Wetu Telu. Islam Waktu Lima sama seperti islam pada umumnya yang

mempraktikan rukun Islam, sedangkan Islam Wetu Telu tidak. Islam Wetu Telu

masih sangat kuat berpegang teguh pada adat-istiadat nenek moyang, misalnya

mereka shalat dzuhur hanya sekali pada hari Jum’at, atau sembahyang pada hari

Kamis sore, atau sembahyang subuh pada dua hari raya.” (Islamika, 2018)

6
Praktik Islam Wetu Telu yang terkenal dapat didapati pada sebuah desa

yaitu Desa Bayan, yang terletak di bagian utara Pulau Lombok khususnya berapa di

Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara. Di sana bakal ditemui bagaimana

keberagaman islam yang khas seperti Wetu Telu.

“Telu” yang artinya tiga, menggambarkan semua kepercayaan dalam praktik

ini dilaksanakan dengan tiga sistem seperti Islam Wetu Telu mengenal tiga sistem

reproduksi: mentioq (berbenih), mentelok (bertelur), dan menganak (beranak).

Ketiga sistem reproduksi ini jadi cikal bakal seluruh kehidupan di kosmos semesta

sebagai bukti kebesaran Tuhan. Kepercayaan ini juga hanya menjalankan tiga

rukun islam, yaitu membaca dua kalimat syahadat, salat dan puasa.

Dengan demikian perilaku sosial mereka mencerminkan pada kepercayaan

yang dijalani, mengarah pada tujuan yang baik supaya tidak melanggar norma yang

ada dilingkungan. Berdasarkan ajaran agama ini masyarakat sasak merasa memiliki

moral yang lebih besar terhadap sesama.

3.1.2. Kesenian dan Tradisi

Suku Sasak memiliki kesenian dan tradisi yang beragam yang masih

dijalankan dan dilestarikan sampai saat ini. Keseniannya dapat berupa tarian, lagu

lagu daerah,serta alat musik, diantaranya yaitu Tari Rudat, Gendang Beleq,

Nyongkolan, dan yang paling menantang yaitu tradisi peresean di mana dua lelaki

yang bertarung bersenjatakan tongkat rotan dan perisai dari kulit kerbau. Tradisi ini

dilakukan masyarakat suku sasak sebagai upacara permohonan hujan di musim

7
kemarau. Tradisi lain yang tidak kalah penting yaitu merari’ atau kawin lari.

Merari’ secara terminologis, mengandung dua arti.

Yang pertama, lari atau melarikan diri. Kedua, yang berarti keseluruhan

perkawinan menurut adat sasak. Bagi masyarakat sasak, merari’ artinya

menggambarkan keberanian lelaki karena berhasil mendapatkan wanita pujaan

hatinya. Tradisi ini sudah sedikit ada yang melakukannya, cuman terdapat beberapa

desa yang masih menerapkan seperti Desa Sade yang berada di Rambitan,

Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Desa ini mewajibkan untuk menikah

sesama warga desa, tidak bisa menikah dengan orang di luar desa.

Perlu ada turun tangan oleh pemerintah untuk tetap melestarikan tradisi -

tradisi ini agar tidak punah, seperti diadakannya lomba peresean ataupun lomba

kesenian tradisional khas lombok, baik berupa tari, nyanyian, ataupun permainan

alat musik. Karena perlu adanya dorongan dari pihak luar untuk bisa menyadarkan

masyarakat akan kekayaan budaya yang perlu dipertahankan.

Kesenian dan tradisi memiliki arti dan makna masing masing yang

mencerminkan bagaimana masyarakat itu berperilaku, baik kepada sesama manusia

maupun kepada sang pencipta. Sosial masyarakat ditentukan dari tradisi yang

mereka jalani, sehingga susah kemungkinan untuk merubah perilaku sosial manusia

karena sudah tertanam dengan adat istiadat mereka.

8
3.1.3. Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan didapatkan dari ajaran orang tua, lembaga pendidikan,

serta lingkungan sekitarnya. Masyarakat sasak sehari hari diajarkan bagaimana

berperilaku sopan santun pada yang lebih tua, orang yang dewasa serta bagaiman

cara bergaul di kehidupan sosial sesuai dengan norma yang berlaku. Ilmu

pendidikan di Pulau Lombok sekarang sudah memiliki kemajuan, tidak hanya orang

orang kota saja yang mendapatkan pendidikan yang layak, namun di daerah - daerah

terpencil sekarang terdapat sekolah negeri sehingga ilmu pengetahuan mereka tidak

ketinggalan zaman. Tidak hanya sekolah negeri saja yang berkembang pesat namun

banyak madrasah, pesantren, serta lembaga pendidikan agama lainnya yang tumbuh

berkembang untuk menciptakan masyarakat yang berwawasan baik dan luas.

3.1.4. Statifikasi Sosial

Stratifikasi sosial merupakan jenjang dalam kehidupan, dikelompokkan

berdasarkan tingkatan dan hirarki secara vertikal. Pembatasan tingkatan ini masih

ada dikalangan masyarakat sasak. Secara historis, adanya stratifikasi sosial pada

masyarakat sasak tidak lepas dari pengaruh kedudukan, gelar, serta akulturasi

budaya dan lain sebagainya. Terdapat dua kelompok status yang berbeda dalam

masyarakat sasak, yaitu kelompok bangsawan (perwangsa) dan orang biasa (jajar

karang). Bangsawan merupakan golongan yang paling penting dan mendominasi.

Pembagian status bangsawan dan orang biasa telah berlangsung pada masa kerajaan

dahulu yang melahirkan orang orang dengan golongan tertentu secara turun

9
menurun. Sedangkan orang biasa (jajar karang) merupakan golongan di bawah

yang merupakan mayoritas suku sasak. Status sebagai bangsawan dan orang biasa

dapat diidentifikasi dari gelar pada penamaannya. Seorang bangsawan akan

menyandang gelar Rahadian atau Raden, biasa disingkat Den, dan Wanita

bangsawan menyandang gelar kehormatan yaitu Denda atau penyebutannya yaitu

Dende. Bangsawan Pria yang sudah memiliki anak akan dipanggil “Mamiq” yang

artinya bapak/ayah, sedangkan orang biasa (jajar karang) kebanyakan dipanggil

amaq yang artinya sama yaitu bapak/ayah. Wanita bangsawan ataupun orang biasa

dipanggil “Inaq” yang artinya Ibu oleh anak anak mereka. Pada umumnya seorang

bangsawan apabila anak laki-laki maka penamaan awalnya dimulai dengan nama

“Lalu” dan untuk anak perempuan nama awalnya dimulai dengan “Baiq” sebagai

gelar kehormatan. Gelar Raden dan Dende secara sosial berstatus lebih tinggi

daripada Lalu dan Baiq. (Alaini, 2015)

Gelar Bangsawan Lalu dan Baiq sampai sekarang masih memegang motto

lomboq mirah sasak adi. Secara etimologis, lomboq artinya lurus, mirah adalah

permata sejati, logam mulia yang anggun yang sangat mahal harganya. (Jatnika.,

2019)

Nama kehormatan ini diwariskan melalui Bapak ke anak-anaknya, alias

menganut sistem patriarki, yang dimana apabila bapaknya bukan gelar Lalu atau

orang biasa, maka anak anaknya tidak mendapatkan gelar kehormatan “Lalu atau

Baiq” . Pada zaman modern ini tidak ada paksaan lagi untuk menikah sesama

pengemban nama kehormatan.

10
3.2. Faktor Pendukung dan Penghambat Kebudayaan Sosial Suku Sasak

Beberapa faktor pendukung dan penghambat berkembangnya kebudayaan sosial suku

Sasak, antara lain:

3.2.1. Faktor Pendukung

Faktor pendukung bisa melalui internal maupun eksternal, salah satu faktor

pendukung yang berasal dari internal tentunya yaitu dari kesadaran diri dan

kecintaan terhadap budaya itu sendiri. Dapat diimplementasikan melaui keseharian

masyarakatnya dalam berinteraksi, seperti contohnya yaitu saat perayaan Maulid

Nabi di Lombok yang di mana cara masyarakatnya yang tidak melupakan sikap

silaturahmi sesama umat beragama. Faktor eksternal dapat melalui program

pemerintah, seperti pengadaan lomba kesenian dan diadakannya mata pelajaran

wajib bahasa sasak untuk setiap sekolah dasar, menegah, dan atas. Adanya

dorongan dari internal dan eksternal tersebut merupakan salah satu faktor

pendukung dalam pengembangan kebudayaan sosial masyarakat suku Sasak.

3.2.2. Faktor Penghambat

Salah satu faktor yang paling menghambat kebudayaan sosial adalah

perkembangan zaman melalui masuknya globalisasi sosial dan teknologi.

Perkembangan zaman mendorong banyak perubahan dari segala bidang, termasuk

dalam hal sosial dan budaya. Konsep globalisasi sosial mengacu pada proses

terintegrasinya nilai, norma, gagasan, serta perilaku cara hidup sosial

kemasyarakatan yang mulai mengikuti kebudayaan barat. Sebagai contoh yaitu

11
bagaimana masyarakat sasak yang kini lebih kecanduan berinteraksi di sosial media

daripada secara langsung di lingkungannya.

3.3. Alasan Kebudayaan Sosial Suku Sasak Perlu Dilestarikan

Sebagaimana kita ketahui bahwa kebudayaan akan mengalami perkembangan

secara dinamis seiring dengan perkembangan manusia, dan tidak ada perkembangan

kebudayaan yang bersifat statis. Dengan demikian, sosial juga akan berubah. Perubahan

sosial budaya disebabkan karena adanya suatu gejala berubahnya pola budaya dan struktur

sosial dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya mengikuti perkembangan zaman

yang merupakan gejala umum sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu

terjadi sesuai dengan sifat dan hakikat dasar manusia yang selalu ingin mengalami

perubahan. Hirschman mengatakan bahwa penyebab dasar dari perubahan berasal dari

kebosanan manusia. Lima faktor yang menjadi penyebab perubahan kebudayaan, yaitu :

a. Perubahan lingkungan alam

b. Perubahan karena adanya kontak dengan kelompok lain

c. Perubahan karena adanya penemuan hal baru

d. Perubahan yang disebabkan karena suatu bangsa atau masyarakat mengadopsi

beberapa elemen kebudayaan yang berasal dari bangsa lain atau di tempat lain

e. Perubahan yang terjadi karena manusia mencoba memodifikasi cara hidupnya

dengan mengadopsi suatu kepercayaan dan pengetahuan yang baru, atau

perubahan karena pandangan hidup dan konsepsinya terhadap realitas.

(M.Setiadi, Hakam, & Effendi, 2013)

12
Perubahaan kultur sosial budaya yang sudah masuk ke dalam lingkungan

masyarakat suku Sasak memiliki pengaruh yang positif dan juga negatif. Dampak negatif

ini perlu dicegah agar tidak mempengaruhi kelestarian, pengaruh adat, serta kebiasaan yang

disebabkan komunikasi dan pola pikir negatif masyarakatnya, yang berakibat lunturnya

keaslian budaya tersebut.

Karena kebudayaan sosial suku Sasak memiliki keunikan tersendiri yang

memberikan nilai dan manfaat bagi manusia dan kehidupan . Perlu adanya upaya untuk

tetap menjaga dan melestarikannya agar tidak terpengaruh oleh perubahan-perubahan yang

negatif.

3.4. Upaya Untuk Melestarikan Kebudayaan Sosial Suku Sasak

Upaya merupakan kegiatan yang perlu dilakukan secara terus menerus, terarah dan

memiliki niat serta kesadaran dalam diri masing-masing untuk tetap mewujudkan keunikan

dan kebanggaan bagi masyarakat Indonesia sendiri. Upaya pelestarian kebudayaan sosial

suku Sasak ini bertujuan untuk tetap mempertahankan nilai-nilai moral, religius, serta

kebiasaan masyarakatnya. Dapat dilakukan melalui tindakan masyarakat yang mengenalkan

dan mengajari kebudayaan tata krama sosial kepada sesama, tindakan masyarakat perlu

didorong dengan adanya kesadaran dalam diri serta dukungan eksternal yang berasal dari

luar seperti dari program pemerintah yang diwujudkan melalui pendidikan. Masyarakat

suku Sasak akan memiliki ilmu pengetahuan yang luas tentang pentingnya menjaga

kelestarian budaya sendiri melalui sikap untuk memilih mana yang baik dan mana yang

buruk, yang berakibat fatal akan lunturnya budaya itu sendiri.

13
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penulisan, serta hasil pembahasan pada

bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Suku Sasak memiliki dinamika sosial budaya yang sangat beragam. Diantaranya

melalui sistem religi, kesenian dan trasisi, ilmu pengetahuan, dan stratifikasi

sosial. Masing-masing mencerminkan bagaimana sikap dan perilaku manusia

yang baik dalam berinteraksi di lingkungan untuk memenuhi tanggung jawab

sosialnya di dunia.

2. Faktor pendukung sosial budaya suku Sasak dapat timbul dari faktor internal

dan eksternal. Faktor internal berasal dari individu melalui kesadaran diri dan

kecintaan terhadap budaya itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal berasal dari

program pemerintah melalui pengadaan lomba kesenian dan diadakannya mata

pelajaran wajib bahasa sasak di sekolah-sekolah.

3. Adapun faktor yang menjadi penghambat dan berkembangnya sosial budaya

suku Sasak. Salah satunya berasal dari perkembangan zaman melalui masuknya

globalisasi sosial dan teknologi. Perkembangan ini mengacu pada dampak

negatif terhadap perubahan sosial budaya masyarakat suku sasak.

4. Sosial budaya suku Sasak perlu dilestarikan karena memiliki keunikan

kebudayaan sendiri, yang memberikan nilai-nilai serta manfaat bagi manusia

14
dan kehidupan. Nilai-nilai tersebut berupa nilai religius, moral dan kebiasaan.

Pelestariannya dapat dilakukan dengan menyaring dampak negatif dari

perubahan akibat perkembangan zaman.

5. Upaya yang dilakukan untuk melestarikan sosial budaya suku Sasak dapat

dilakukan melalui beberapa cara. Misalnya, melalui tindakan mengenalkan dan

mengajari pentingnya tata krama sosial kepada sesama. Tindakan itu perlu

adanya dorongan dari diri sendiri dan pihak eksternal yang berasal dari program

pemerintah melalui pendidikan. Sehingga terciptanya masyarakat suku sasak

yang memiliki pengetahuan luas akan pentingnya menjaga kelestarian budaya

sendiri.

4.2. Saran

1. Sebagai mahasiswa yang berpendidikan tinggi, seharusnyanya mampu untuk

mengedepankan rasa cinta terhadap budaya sendiri, termasuk budaya suku Sasak

yang semakin lama termakan oleh perubahan zaman yang terus berkembang.

2. Perubahan zaman yang terus berkembang harus dapat kita saring sesuai panduan

norma, nilai, dan keyakinan agama dengan tidak mudah terpengaruh oleh budaya

asing.

3. Membantu program pemerintah melalui pendidikan dengan meningkatkan

kesadaran dan tanggung jawab akan pentingnya pengetahuan sosial dan budaya itu

sendiri agar memiliki pemahaman dalam berinteraksi yang baik sesuai norma ajaran

yang berlaku.

15
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, A. (2016). Statifikasi Sosial (Sistem Sosio Kultur) Masyarakat Sasak di Kabupaten Lombok

Timur Nusa Tenggara Barat. Jurnal Criksetra, 1.

Alaini, N. N. (2015). Statifikasi Sosial Masyarakat Sasak Dalam Novel Ketika Cinta Tak Mau

Pergi Karya Nadhira Khalid. Kandai Vol. 11, No. 1, Mei 2015; 110—123, 7.

Danar. (2020, Oktober 14). Pengertian Sosial Menurut Para Ahli. Dipetik 11 6, 2020, dari

pengertian-sosial: https://www.cryptowi.com/pengertian-sosial/

Islamika, G. (2018, Mei 30). Islam di Lombok (1): Pulau Seribu Masjid. Dipetik November 6, 2020,

dari https://ganaislamika.com/.

Jatnika., Y. (2019, Oktober 08). Mengenal Pola Asuh Bangsawan Suku Sasak. Retrieved November

7, 2020, from https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/.

Jones, P., Bradbury, L., & Boutillier, S. L. (2011). Introducing Social Theory, Second Edition.

Terjemahan: Saifuddin, A.F. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

M.Setiadi, E., Hakam, K. A., & Effendi, R. (2013). Ilmu Sosial & Budaya Dasar Edisi Ketiga.

Bandung: K E N C A N A.

16

Anda mungkin juga menyukai