Anda di halaman 1dari 29

MATA KULIAH KEUANGAN PUBLIK

“DEFISIT DAN PEMBIAYAAN DALAM APBN (2016-2019)”

Disusun Oleh :

1. Jihadurridho Suryatman (16)


2. M Dicky Prasetyo (18)
3. Nur Sukma Alam (25)
4. Oryza Milenia Kartika (27)
5. Putri Hasanah Nasution (28)
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan utang pemerintah menjadi isu yang cukup hangat di masyarakat saat
ini khususnya paska pemilu 2019. Isu tersebut memang cukup menjadi sorotan dikala
peningkatan utang pemerintah pada rezim kabinet kerja. Menteri keuangan Sri
Mulyani menjelaskan bahwasanya peningkatan utang pemerintah tersebut tidak bisa
dihindari lantaran kebutuhan besar atas dana guna menunjang pembangunan
Infrastruktur dan SDM Indonesia.
Kebijakan defisit anggaran menjadi penyebab utama meningkatnya jumlah utang
pemerintah. Kebijakan defisit anggaran sendiri adalah kebijakan anggaran pemerintah
yang menetapkan rencana belanja negara melebihi estimasi pendapatan negara.
Akibat kebijakan inilah nantinya pemerintah akan melakukan pinjaman untuk
menutupi defisit anggaran tersebut. Akibatnya, pembiayaan utang menjadi faktor
penentu dan kunci bagi keberlangsungan fiskal Negara dan jumlah pemerintah akan
terus bertambah seiring penerapan kebijakan tersebut.
Kebijakan anggaran defisit ini banyak dikritik oleh masyarakat di berbagai
kalangan khususnya politisi dan akademisi. Dan banyak dari beberapa pihak yang
memanfaatkan kritik-kritik tersebut untuk kepentingan dirinya dan kelompok.
Sehingga banyak bermunculan isu-isu yang memberikan kekhawatiran tentang
kebijakan defisit dan utang pemerintah di masyarakat. Untuk itulah Penulis menulis
karya tulis ini guna memberikan informasi kepada pembaca tentang keadaan defisit
anggaran dan pembiayaan utang pemerintah yang sebenarnya dari tahun ke tahun
serta dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah

1. Mengapa pemerintah melakukan kebijakan anggaran defisit ?


2. Bagaimana perbandingan realisasi dan anggaran defisit APBN tahun 2016-2019 ?
3. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam menutup defisit APBN tahun 2016-2019 ?
4. Bagaimana perbandingan realisasi penerimaan pembiayaan APBN tahun 2016-
2019 ?
5. Apa dampak kebijakan anggaran defisit terhadap perekonomian Indonesia ?

A. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan karya tulis ini adalah
menjelaskan tentang :
1. Alasan pemerintah melakukan kebijakan anggaran defisit
2. Perbandingan realisasi dan anggaran defisit APBN tahun 2016-2019
3. Kebijakan pemerintah dalam menutup defisit APBN tahun 2016-2019
4. Perbandingan realisasi penerimaan pembiayaan APBN tahun 2016-2019
5. Dampak kebijakan anggaran defisit terhadap perekonomian Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI

2. 1 Pengertian APBN
Pengelolaan keuangan negara sebagai wujud dari kewajiban negara dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara perlu dilaksanakan secara profesional,
terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sehingga
perlu disusun dan diwujudkan dalam suatu dokumen negara sebagai acuan bagi
penyelenggara negara dalam menjalankan fungsinya yaitu APBN. Berdasarkan UU
Keuangan Negara No. 17 Tahun 2003, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berfungsi sebagai undang-undang dan
memiliki kekuatan hukum mengikat, sehingga APBN, perubahan APBN, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun ditetapkan dengan undang-
undang.

Berdasarkan Pasal 23 UUD 1945 menyatakan bahwa “Anggaran Pendapatan dan


Belanja Negara ditetapkan setiap tahun oleh Undang-Undang. Jika DPR tidak
menyetujui rancangan Anggaran Negara yang diajukan oleh presiden maka
pemerintah akan mengimplementasikan APBN tahun lalu”. APBN merupakan
implementasi dari kebijakan fiskal yang memiliki peran penting dan sangat strategis
dalam mempengaruhi perekonomian, terutama untuk mencapai target-target
pembangunan nasional. Dalam pasal 3 ayat (4) UU Keuangan Negara disebutkan
bahwa APBN memiliki fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi
dan stabilisasi.
2.2 Struktur APBN
A. PENDAPATAN NEGARA
I. PENDAPATAN DALAM NEGERI
1. Penerimaan Perpajakan
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
II. PENERIMAAN HIBAH
B. BELANJA NEGARA
I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT
1. Belanja K/L
2. Belanja NON K/L
II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
1. Transfer ke Daerah
2. Dana Desa
C. KESEIMBANGAN PRIMER
D. SURPLUS / DEFISIT ANGGARAN (A – B)
% Surplus / (defisit) terhadap PDB
E. PEMBIAYAAN ANGGARAN (I + II)
I. PEMBIAYAAN UTANG
II. PEMBIAYAAN INVESTASI
III. PEMBERIAN PINJAMAN
IV. KEWAJIBAN PENJAMINAN
V. PEMBIAYAAN LAINNYA
Keterangan:
A. Pendapatan Negara
Dalam Pasal 1 butir 13 UU Keuangan Negara, pendapatan negara adalah hak
pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih yang terdiri
atas penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, dan penerimaan hibah.

B. Belanja Negara
Adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih yang terdiri atas belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah dan
dana desa yang disediakan untuk mendanai berbagai kegiatan Pemerintah dalam
menyelenggarakan fungsi pemerintahan untuk mencapai sasaran-sasaran program
pembangunan nasional yang ditetapkan pemerintah.

C. Pembiayaan
Adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan /atau pengeluaran yang
akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-
tahun anggaran berikutnya (Pasal 1 butir 17 UU Keuangan Negara). Unsur-unsur
dalam pembiayaan :
 Setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali,
 Penerimaan kembali atas pengeluaran tahun-tahun anggaran sebelumnya,
 Pengeluaran kembali atas penerimaan tahun-tahun anggaran sebelumnya,
 Pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran ybs
maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
 Saldo anggaran lebih tahun anggaran yang lalu.

2.3 Keterkaitan antara Kebijakan Pembiayaan dan Anggaran Defisit


Tujuan dari kebijakan pembiayaan, antara lain adalah:
 Untuk menutup defisit anggaran akibat pendapatan negara tidak mencukupi
dalam membiayai kebutuhan belanja negara
 Mengelola portofolio utang
 Investasi dan penyertaan modal negara
 Pemberian pinjaman dan/atau penjaminan
 Penerus pinjaman
Dalam pelaksanaannya, kebijakan pembiayaan APBN dipengaruhi oleh anggaran
defisit dan anggaran surplus. Sesuai dengan amanat UU Nomor 17 Tahun 2003
sejalan dengan penerapan APBN I Account diberlakukan pola pengelolaan anggaran
pendapatan yang tidak harus sama dengan anggaran belanja. Dalam pola ini, APBN
dapat berdampak surplus atau defisit. Surplus atau defisit anggaran akan berdampak
pada kebijakan pembiayaan dalam APBN.
Defisit anggaran merupakan selisih kurang antara pendapatan negara dan
belanja negara pada tahun anggaran yang sama, defisit terjadi bila jumlah pendapatan
lebih kecil daripada jumlah belanja. Latar belakang diterapkannya kebijakan defisit
adalah
- Mempercepat pertumbuhan ekonomi. Untuk mempercepat pembangunan
diperlukan investasi yang besar dan dana yang besar pula. Apabila dana dalam
negeri (pendapatan negara) tidak mencukupi, negara akan melakukan
pembiayaan dengan pembiayaan
- Pemerataan pendapatan masyarakat. Pengeluaran ekstra juga diperlukan
dalam rangka menunjang pemerataan di seluruh wilayah, sehingga pemerintah
mengeluarkan biaya yang besar untuk pemerataan pendapatan tersebut,
misalnya pengeluaran subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan
terpencil.
- Melemahnya nilai tukar. Bila suatu negara melakukan pinjaman luar negeri,
maka negara tersebut akan mengalami masalah bila ada gejolak nilai tukar
setiap tahunnya. Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung
dengan valuta asing, sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga
pinjaman dihitung dengan mata uang negara peminjam tersebut. Sehingga
pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang diambil dari APBN
bertambah, lebih dari apa yang dianggarkan semula.
- Pengeluaran akibat krisis ekonomi. Krisis ekonomi akan menyebabkan
meningkatnya pengangguran, sedangkan penerimaan pajak akan menurun
akibat menurunnya sektor-sektor ekonomi sebagai dampak krisis tersebut,
padahal negara harus bertanggung jawab untuk menaikkan daya beli
masyarakat yang tergolong miskin. Dalam hal ini negara perlu mengeluarkan
dana ekstra untuk program-program kemiskinan.
- Realisasi yang menyimpang dari rencana. Apabila realisasi penerimaan negara
meleset dibanding dengan yang telah direncanakan, atau dengan kata lain
rencana penerimaan negara tidak dapat mencapai sasaran seperti apa yang
direncanakan, maka berarti beberapa kegiatan proyek atau program harus
dipotong. Pemotongan proyek tidak begitu mudah, karena bagaimanapun juga
untuk mencapai kinerja pembangunan, suatu proyek tidak bisa berdiri sendiri,
tetapi ada kaitannya dengan proyek lain, sehingga negara harus menutup
kekurangan, agar kinerja pembangunan dapat tercapai sesuai dengan rencana
semula
- Pengeluran karena inflasi. Penyusunan anggaran negara pada awal tahun,
didasarkan menurut standar harga yang telah ditetapkan. Apabila terjadi
inflasi, dengan adanya kenaikan harga-harga mengakibatkan biaya
pembangunan program juga akan meningkat, sedangkan anggaran tetap sama,
sehingga anggaran negara perlu direvisi. Akibatnya, negara harus
mengeluarkan dana dalam rangka menambah standar harga
Pasal 12 ayat (3) dan (4) UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara menyatakan
bahwa dalam hal anggaran diperkirakan defisit ditetapkan sumber-sumber
pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN
yang dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto.
Sumber pembiayaan anggaran untuk menutup defisit adalah “penerimaan
pembiayaan” yakni semua penerimaan yang digunakan untuk membiayai defisit
APBN baik yang berasal dari penerimaan pembiayaan non utang maupun penerimaan
pembiayaan utang.
Penerimaan Pembiayaan Non Utang
- Penerimaan cicilan pengembalian
- Penerusan pinjaman (SLA/RDI)
- Saldo Anggaran Lebih (SAL) tahun sebelumnya
- Rekening Kas Umum Negara
- Rekening Pembangunan Hutan (RPH)
- Rekening Cadangan Dana Reboisasi
- Rekening Pemerintah Lainnya
- Privatisasi
- Hasil Pengelolaan Aset dan hasil penjualan kekayaan negara yang dipisahkan
- Penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang
Penerimaan Pembiayaan Utang
- Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN)
- Penarikan Pinjaman Luar Negeri (bruto)
- Pinjaman Dalam Negeri (neto)

Dengan wacana rencana pemerintah untuk melaksanakan balance budget mulai


tahun 2014, maka pemerintah dituntut harus mampu untuk mengoptimalkan potensi
penerimaan yang ada dan mencari sumber penerimaan baru agar dapat mengimbangi
kebutuhan alokasi belanja negara dalam rangka meningkatkan pertumbuhan negara.
Salah satu alat untuk melihat keberlanjutan fiskal adalah keseimbangan primer, yang
merupakan total penerimaan dikurangi belanja di luar pembayaran bunga utang
[Pendapatan – (Belanja Total – Belanja Bunga)]. Agar posisi utang dapat terjaga
dalam keseimbangan jangka panjang, maka nilai keseimbangan primer ini harus
dijaga setidaknya mendekati nol. Jika nilai keseimbangan primer ini positif, maka
posisi utang akan berkurang seiring waktu, namun sebaliknya, jika nilainya negatif
maka dalam jangka panjang dapat menyebabkan peningkatan nilai utang secara
signifikan, sehingga dapat membahayakan perekonomian negara. Besaran
penerimaan pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
- Asumsi dasar makro ekonomi
- Kebijakan pembiayaan
- Kondisi dan kebijakan lainnya
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Alasan Pemerintah Melakukan Anggaran Defisit Selama 2016-2019

Gambar 1. Uraian APBN 2016-2019


Sumber : Buku Informasi APBN 2019

Seperti yang telah diketahui, selama tahun 2016 hingga 2019, pemerintah telah
melakukan Kebijakan Anggaran Defisit (Kebijakan Fiskal Ekspansif). Akan tetapi,
tidak tanpa alasan dan sewenang-wenang saja pemerintah menerapkan anggaran
defisit ini, buktinya selama menerapkan anggaran defisit, pemerintah dapat
mengendalikan kebijakan tersebut sehingga defisit yang terjadi tiap tahun dapat
semakin berkurang seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar di atas menunjukkan komitmen pemerintah dalam menurunkan defisit
yang terjadi dari tahun 2016 hingga 2019, dari 2.49% menuju 1.84%. Dari hal
tersebut juga dapat dikatakan bahwa selama mengelola APBN setiap tahunnya, defisit
Pemerintah mengikuti Trend Menurun. Trend defisit menurun ini merupakan
indikator baik, karena hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tingkat
investasi, konsumsi dan tabungan masyarakat dan inflasi yang semakin bisa
dikendalikan oleh pemerintah.
Setelah mengetahui bagaimana pemerintah mengelola APBN hingga
menimbulkan defisit yang mengalami trend menurun, kemudian pada bagian berikut
ini akan dibahas alasan-alasan apa saja yang menyebabkan Pemerintah melakukan
anggaran defisit. Menurut Barro (1989), ada beberapa sebab terjadinya defisit
anggaran, yaitu:
A. Kebijakan Pemerintah Dalam Mempercepat Pembangunan
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian bangsa,
pemerintah menjalankan program-program pembangunan.
Pembangunan tersebut antara lain berupa pembangunan infrastruktur,
pembangunan desa-desa dan pembangunan yang berkaitan dengan
pertumbuhan ekonomi, bidang pertahanan-keamanan, bidang hukum
sosial pendidikan, kesahatan dan lain-lain. Oleh karenanya pemerintah
memerlukan dana dan investasi yang besar sehingga negara melakukan
kebijakan anggaran defisit
B. Rendahnya Daya Beli Masyarakat
Masyarakat di negara berkembang yang mempunyai pendapatan per
kapita rendah, dikenal mempunyai daya beli yang rendah pula dan
ketika kondisi ekonomi sedang lesu, masyarakat cenderung tidak
membelanjakan uang mereka yang menyebabkan semakin rendahnya
daya beli masyarakat. Apabila dibiarkan saja menurut mekanisme pasar,
maka akan menyebabkan para produsen mengalami kerugian yang
akhirnya akan berakibat pada penurunan penerimaan negara. Oleh
karena itu, negara harus melakukan pengeluaran untuk mensubsidi
barang-barang yang diproduksi produsen yang juga secara langsung
akan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga roda perekonomian
dapat bergerak kembali.
C. Melemahnya Nilai Tukar
Bila suatu negara melakukan pinjaman luar negeri, maka negara tersebut
akan mengalami masalah bila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya.
Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta
asing, sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman
dihitung dengan mata uang negara peminjam tersebut. Misalnya apabila
nilai tukar rupiah depresiasi terhadap mata uang dollar AS, maka
pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang akan dibayarkan
juga membengkak. Sehingga pembayaran cicilan pokok dan bunga
pinjaman yang diambil dari APBN bertambah, lebih dari apa yang
dianggarkan semula
D. Pengeluaran Akibat Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi akan menyebabkan meningkatnya pengangguran, ketika
tingkat pengangguran meningkat, kinerja sector-sektor ekonomi akan
menurun yang berakibat pada menurunnya penerimaan pajak .
Pemerintah dalam hal ini bertanggung jawab untuk menaikkan daya beli
masyarakat yang tergolong rendah. Dalam hal ini pemerintah terpaksa
mengeluarkan dana tambahan untuk program-program bantuan sosial
dan pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah yang terkena krisis
tersebut.
E. Pengeluaran Karena inflasi
Penyusunan APBN pada awal tahun didasarkan pada standar harga dan
asumsi-asumsi makro yang telah ditetapkan. Harga standar itu sendiri
dalam perjalanan tahun anggaran, tidak dapat dijamin ketepatannya.
Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu
dapat meningkat tetapi jarang yang menurun. Apabila terjadi inflasi,
dengan adanya kenaikan harga-harga itu berarti biaya pembangunan
program juga akan meningkat, sedangkan anggarannya tetap sama.
Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan kualitas
program, sehingga anggaran negara perlu direvisi. Pengguna Anggaran
sulit untuk bisa menyesuaikan apabila terjadi kenaikan harga barang
yang melampaui harga standar anggaran negara yang telah tercantum
terlalu rinci dalam dokumen anggaran tersebut. Untuk melaksanakan
pembangunan proyek yang melampaui standar yang telah ditentukan,
Pengguna Anggaran wajib mempertanggungjawabkan perbuatannya
kepada Badan Pengawas Keuangan, sebaliknya juga apabila Pengguna
Anggaran terpaksa mengurangi volumenya.
F. Pemerataan Pendapatan
Pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang
pemerataan di seluruh wilayah, sehingga pemerintah mengeluarkan
biaya yang besar untuk pemerataan pendapatan tersebut. Misalnya
pengeluaran subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan terpencil,
agar masyarakat diwilayah itu dapat menikmati hasil pembangunan
yang tidak jauh berbeda dengan wilayah yang lebih maju. Akibatnya,
negara terpaksa harus mengeluarkan dana untuk eskalasi dalam rangka
terdapat revisi standar harga itu.
3.2 Perbandingan Realisasi dan Anggaran Defisit Tahun 2016-2019
 Defisit Anggaran Tahun 2016

Pada tahun 2016 pemerintah menargetkan defisit anggaran sebesar


Rp.296.723,9 miliyar yang merupakan selisih dari estimasi pendapatan negara dan
hibah sebesar Rp.1.786.225 miliar dan aproriasi belanja negara sebesar
Rp.2.082.948,9 miliar. Kebijakan defisit ini diambil demi tercapainya pokok-pokok
kebijakan belanja negara tahun 2016 sebagaimana yang tercantum dalam APBNP
tahun 2016. Dalam realisasinya defisit anggaran pemerintah pusat (APBN) adalah
Rp308.340,9 miliar dengan realisasi pendapatan negara dan hibah sebesar
Rp1.555.934,1 miliar (87,11%) dan realisasi belanja negara sebesar Rp1.864.275
miliar (89,5%). Defisit anggaran ini melebihi target yang telah ditetapkan dalam
APBNP tahun 2016 sebesar 3,92%. Peningkatan defisit ini terjadi karena tidak
tercapainya target realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2016 dan dihadapkan
pada komitmen Pemerintah untuk terus melanjutkan pembangunan infrastruktur dan
perbaikan iklim investasi, serta tetap menjaga pemenuhan belanja yang dimandatkan
oleh peraturan perundang-undangan, antara lain berupa anggaran pendidikan dan
anggaran kesehatan.

 Defisit anggaran tahun 2017


Arah kebijakan fiskal yang ditempuh oleh pemerintah pada tahun 2017 masih
bersifat ekspansif. Arah kebijakan fiskal ini berfokus untuk mendukung kegiatan
yang bersifat produktif guna meningkatan daya saing dan kapasitas produksi. Arah
kebijakan ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
dan berkeadilan.
Berdasarkan APBNP tahun 2017, pemerintah menargetkan defisit anggaran
tahun 2017 sebesar Rp397.235,9 miliar yang besarannya meningkat dibandingkan
dengan besaran yang ditetapkan dalam APBN tahun 2017. Besaran tersebut
merupakan selisih dari estimasi pendapatan negara dan hibah sebesar Rp1.736.060,1
miliar dan aproriasi belanja sebesar Rp2.133.296,1 miliar. Dalam realisasinya defisit
anggaran pemerintah pusat (APBN) adalah Rp340.975,9 miliar dengan realisasi
pendapatan negara dan hibah sebesar Rp1.666.375,9 miliar (95,99%) dan realisasi
belanja negara sebesar Rp1.864.275 miliar (87,39%).
 Defisit Anggaran Tahun 2018

Defisit anggaran tahun 2018 mencapai Rp269.442,9 miliar atau 1,81 persen
terhadap PDB tahun 2018. Realisasi tersebut berada dibawah target defisit anggaran
pada APBN tahun 2018 sebesar Rp325.936,6 miliar dengan persentase 2,19 persen
terhadap PDB. Realisasi defisit anggaran tersebut, merupakan defisit anggaran yang
paling rendah sepanjang tahun 2012. Selain dengan defisit anggaran yang terendah,
realisasi anggaran pada belanja negara mengalami kenaikan dengan signifikan. Hal
ini menggambarkan besarnya komitmen pemerintah dalam menjaga keberlanjutan
fiskal yang sehat melalui optimalisasi pendapatan negara yang berupa pendapatan
pajak dan PNBP dan penguatan kualitas belanja produktif yang efisien serta
perbaikan kinerja penyerapan anggaran.
 Defisit Anggaran Tahun 2019

Arah kebijakan fiskal yang ditempuh pemerintah pada tahun 2019 tidak
berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu bersifat ekspansif. Arah kebijakan
fiskal ini diharapkan : (1) mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan berkeadilan;(2) mendukung kegiatan produktif guna meningkatkan
kapasitas produksi dan daya saing;(3) menjaga pengelolaan fiskal yang sehat dan
berkesinambungan.
Dengan arah kebijakan fiskal ekspansif ini, pemerintah menargetkan defisit
anggaran tahun 2019 sebesar Rp296.000,2 miliar rupiah atau 1,84 persen terhadap
PDB. Target defisit ini lebih rendah dari target defisit anggaran tahun 2019 yang
mencapai Rp.325.936,6 miliar atau 2,19 persen terhadap PDB dengan realisasi
sebesar 269.442,9 miliar atau 1,81 persen terhadap PDB.
Penurunan ini disebabkan adanya recofusing program pemerintah khususnya
untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan, perlindungan
sosial, dan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat. Akan tetapi, meskipun
defisit anggaran tahun 2019 jauh lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya,
kebijakan ini tetap ditujukan untuk menstimulus fiskal dalam rangka mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan.

 Tabel Perbandingan Defisit Anggaran Tahun 2016-2019

Perbandingan Defisit Anggaran Tahun 2016-2019


Realisasi/Anggaran (dalam triliun rupiah)

2,500.0000
2,213.1178 2,165.1118
1,864.2750
2,000.0000 1,864.2750 1,943.6749 1,864.2770
1,666.3759
1,555.9341
1,500.0000

1,000.0000

500.0000 397.2000
340.9759 325.9000
308.3409
296.7000 269.4429 296.0002

.0000
2016 2017 2018 2019 (Anggaran)
Tahun

Pendapatan Negara dan Hibah Belanja Negara


Defisit Anggaran Realisasi Defisit

Grafik diatas menggambarkan perbandingan jumlah pendapatan negara dan


hibah, belanja negara, defisit anggaran dan realisasi defisit tahun 2016-2019.
Berdasarkan grafik tersebut, pendapatan negara dan hibah pemerintah pusat
menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan. Peningkatan ini terbilang cukup pesat
dengan peningkatan rata rata sebesar Rp.203 triliun tiap tahunnya. Kemudian, Pada
garis grafik belanja negara menunjukkan kenaikan besaran belanja pemerintah tiap
tahunnya, hanya saja terjadi penurunan anggaran belanja pada tahun 2019. Kenaikan
belanja ini menggambarkan kinerja pemerintah yang sangat baik dalam meningkatkan
belanjanya yang nantinya berpengaruh terhadap pendapatan nasional sektor
pemerintah. Terakhir , pada garis grafik defisit anggaran dan realisasi defisit, kita
dapat melihat bahwa defisit anggaran dalam realisasinya yang tidak jauh berbeda
dengan target defisit anggarannya mengalami tren perubahan yang stabil dan sedikit
menurun pada target defisit anggarannya. Kestabilan defisit anggaran tersebut
menjadi bukti adanya usaha pemerintah dalam menjaga angka defisit anggaran agar
tetap stabil dan aman.

3.3 Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Defisit


Dalam hal mengatasi defisit negara, pemerintah lebih mengacu pada strategi
kebijakan pembiayaan. Banyak sekali pembiayaan yang dibutuhkan untuk
pembangunan infrastuktur serta proyek pemerintah yang sedang berjalan untuk
memenuhi kebutuhan APBN yang sedang dijalankan, salah satunya pemerintah
menyusun rencana strategi pembiayaan utang atau defisit dengan penerbitan Surat
Berharga Negara (SBN).
Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ini sudah dijalankan sejak 2014
untuk menutup defisit negara saat itu. Pada 2019 pemerintah menargetkan SBN
secara gross sejumlah 825,7 T dan neto dengan jumlah 389 T sedangkan pada 2018
dengan gross 753,21 T dan neto sejumlah 374,81 T rupiah. Terdapat tren peningkatan
dalam strategi anggaran pembiayaan SBN ini dari tahun ke-tahun.
Ada beberapa kebijakan dalam persiapan pemenuhan kebutuhan pembiayaan
pada 2019. Diantaranya yaitu :
1. Lelang Surat Utang Negara (SUN) berada pada komposisi 70-75% dan Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) berada pada komposisi 25-30% dari SBN
Bruto dengan mempertimbangkan kondisi pasar keuangan.
2. Mekanisme non lelang yang diadakan dengan metode Bookbuilding untuk
penerbitan SBN ritel dan penerbitan dengan metode SBN Private Placement
dengan kisaran pada 22%-24% dari SBN Bruto.
3. Penerbitan SBN valas yang direncanakan dalam kisaran 14%-17% dari SBN
bruto serta dapat disesuaikan dengan potensi sumber pembiayaan lainnya dan
kebutuhan pembiayaan. SBN valas akan diterbitkan sebagai komplementer
untuk menghindari crowding out di pasar domestik serta menjaga keberadaan
di pasar modal internasional.
4. Lelang Surat Utang Negara (SUN) dan lelang Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN) masing-masing akan diadakan sebanyak 24 kali. Secara total terdapat
48 lelang SBN.
5. Pinjaman program pemerintah maupun pinjaman proyek baik itu dari dalam
negeri maupun luar negeri.

3.4 Perbandingan Realisasi Penerimaan Pembiayaan 2016-2019

 2016 (1 Januari - 31 Desember)

Di sisi pembiayaan, kebijakan pembiayaan diarahkan antara lain untuk (1)


mengarahkan agar pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif; (2) memberdayakan
peran swasta, BUMN dan Pemerintah Daerah dalam percepatan pembangunan
infrastruktur; dan (3) melakukan inovasi pada instrumen pembiayaan (creative
financing)
APBNP tahun 2016 mengalami defisit anggaran sebesar Rp 296,7 Triliun atau
2,35% terhadap PDB. Defisit APBN tahun 2016 tersebut direncanakan akan dibiayai
dengan pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri sebesar Rp 299,3 Triliun dan
pembiayaan yang bersumber dari luar negeri (neto) sebesar minus Rp 2,5 Triliun.
Realisasi pembiayaan untuk tahun 2016 mencapai Rp 331 Triliun yang salah satunya
terdiri dari penerimaan pembiayaan. Peneriman pembiayaan yang terealisasi di tahun
2016 yaitu, pembiayaan dalam negeri dalam bentuk perbankan dalam negeri senilai
Rp 25,8 Triliun dan dalam bentuk Non-perbankan dalam negeri sebesar Rp 319,1
Triliun. Sedangkan realisasi penerimaan pembiayaan dari pinjaman program sebesar
Rp 35,3 Triliun dan pinjaman proyek sebesar Rp 22,9 Triliun.
Dari pemaparan diatas, penerimaan pembiayaan dalam negeri untuk tahun
2016 didominasi oleh surat berharga negara (neto) sebesar Rp 407,3 Triliun,
penggunaan SAL sebesar Rp 19 Triliun, sedangkan untuk pembiayaan luar negeri
didominasi oleh penarikan pinjaman luar negeri (bruto) sebesar Rp63,4 Triliun.
Untuk kategori Pembiayaan utang, bersumber dari Surat Berharga Negara dan
penarikan pinjaman. Sedangkan untuk pembiayaan non-utang bersumber dari
perbankan dalam negeri. Realisasi tahun 2016 menghasilkan Sisa lebih pembiayaan
anggaran sebesar Rp 26,2 Triliun.
 2017 (1 Januari – 31 Desember)

Pada tahun 2017, dilakukan perubahan klasifikasi pembiayaan anggaran yang


semula terdiri dari pembiayaan utang dan pembiayaan non utang, menjadi
pembiayaan utang, pembiayaan investasi, pemberian pinjaman, kewajiban
penjaminan dan pembiayaan lainnya. Penerimaan penerusan pinjaman yang awalnya
merupakan bagian dari pembiayaan utang, mulai tahun 2017 menjadi bagian dari
pemberian pinjaman. Saldo anggaran lebih, mulai tahun anggaran 2017 merupakan
bagian dari pembiayaan lainnya.
Pada tahun 2017, Indonesia masih menerapkan kebijakan fiscal ekspansif dan
penerapan kebijakan defisit. Akibat dari pelaksanaan kebijakan defisit adalah
mengharuskan untuk menutup defisit dengan pembiayaan. Sumber pembiayaan yang
utama tahun 2017 adalah utang, yaitu dengan menerbitkan Surat Berharga Negara
seperti layaknya tahun-tahun sebelumnya. Di tahun 2017 ini, pembiayaan utang
diutamakan untuk kegiatan produktif dan mengoptimalkan pembiayaan bagi UMKM.
Penerbitan Surat Berharga Negara di pasar domestik dilakukan dengan memanfaatkan
instrument Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara.
Realisasi Surat Berharga yang diterbitkan pada tahun 2017 adalah 94,5% dari
anggarannya, yaitu sebesar Rp 441,8 Triliun. Jumlah ini lebih kecil Rp 455 milyar
dari penerimaan pembiayaan SBN tahun 2016. Realisasi penerimaan pembiayaan
yang lain terdiri atas penarikan pinjaman dalam negeri yang merupakan salah satu
dari pembiayaan utang selain Surat Berharga Negara, yaitu sebesar Rp 1,3 Triliun
atau 52,2% dari jumlah yang ada di APBN-P. Sedangkan penarikan pinjaman luar
negeri terealisasi sebesar 90% dari yang dianggarkan, yaitu terealisasi Rp 51,7 triliun.
Kurang optimalnya pencapaian dalam penarikan pinjaman ini, terutama untuk dalam
negeri ialah karena kurangnya koordinasi dan komunikasi antar instansi dalam proses
perencanaan hingga pelaksanaan kegiatan.
 2018 (1 Januari – 31 Desember)

Penerimaan pembiayaan di tahun anggaran 2018 diantaranya, Penerbitan


Surat Berharga Negara (SBN) yang berhasil terealisasi sebesar Rp 358,4 Triliun dari
anggarannya sebesar Rp 414,5 Triliun. Jumlah ini lebih kecil dari jumlah yang
terealisasi di tahun 2017. Penarikan Pinjaman Dalam Negeri terealisasi sebesar Rp
2,4 Triliun atau 54% dari yang dianggarkan. Meskipun masih kurang optimal, namun
angka ini sudah mengalami peningkatan dari realisasi tahun sebelumnya. Sedangkan
Penarikan Pinjaman Luar Negeri yang dianggarkan sebesar Rp 51,3 Triliun, telah
terealisasi senilai Rp 88,6 Triliun. Angka Rp 88,6 Triliun ini mengalami kenaikan
yang cukup signifikan dibanding tahun 2017.
Dari data di atas, terlihat bahwa sumber utama pemenuhan target pembiayaan
anggaran ialah dari penerbitan Surat Berharga Negara. Pembiayaan anggaran ini
diarahkan untuk pembiayaan investasi dalam rangka mendukung pembangunan
infrastruktur, perbaikan kualitas pendidikan, dan UMKM.
Berdasar realisasi pembiayaan anggaran tahun 2018, terdapat selisih lebih
penggunaan anggaran (SiLPA) sebesar Rp 36,24 Triliun, dimana jumlah tersebut
lebih besar dari tahun 2017 yang bernilai Rp 25,64 Triliun. Hal ini mengakibatkan
pertumbuhan positif sebesar 41,34%
 2019 (1 Januari – 30 November)

Pembiayaan utang dalam APBN berperan untuk menutup defisit kas tahun
berjalan karena penerimaan APBN pada saat tertentu tidak dapat memenuhi
kebutuhan belanja. Pembiayaan utang untuk tahun 2019 dipenuhi dari penerbitan
Surat Berharga Negara dan penarikan pinjaman, dimana penerbitan Surat Berharga
Negara ini masih menjadi sumber terbesar dan utama dalam pembiayaan utang.
Dari data yang terekam hingga 30 November 2019, telah terealisasi penerbitan
Surat Berharga negara yang merupakan bagian dari Pembiayaan utang sebesar Rp
442,5 Triliun, dimana jumlah ini telah mencapai angka 94,7% dari anggarannya dan
lebih banyak dibanding dengan outlook tahun 2018. Untuk penerimaan pembiayaan
berupa penarikan pinjaman dalam negeri baru terealisasi 39,8% yaitu sebesar Rp 1
Triliun, dimana angka yang terealisasi ini masih jauh dari yang diharapkan dan
jumlahnya lebih rendah dibanding tahun 2018. Sedangkan untuk penerimaan
pembiayaan berupa penarikan pinjaman luar negeri telah terealisasi Rp 31 Triliun dari
anggaran sebesar Rp 57,5 Triliun.
Penerimaan Pembiayaan
(Dalam Triliun Rupiah)
500

450 442.5
441.8

400 407.3

358.4
350

Penerbitan SBN
300
Pinjaman DN
Pinjaman LN
250

200

150

100
88.6
63.4
50 51.7
31
0 1.3 1.3 2.4 1
2016 2017 2018 2019

Grafik diatas menggambarkan realisasi penerimaan pembiayaan untuk tahun


anggaran 2016 hingga 2019, berupa penerbitan Surat Berharga Negara, Penarikan
Pinjaman Luar Negeri, dan Penarikan Pinjaman Dalam Negeri. Dari data tersebut,
menggambarkan bahwa sumber utama penerimaan pembiayaan yang digunakan
sebagai penutup defisit anggaran ialah bersumber dari penerbitan Surat Berharga
Negara. Terlihat perbedaan yang sangat signifikan dibanding dengan sumber
penerimaan pembiayaan yang lainnya.
BAB IV
KESIMPULAN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan


tahunan pemerintahan negara yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang
meliputi pendapatan negara, belanja negara dan pembiayan sebagai wujud kewajiban
negara dalam mengelola keuangan negara untuk mencapai tujuan negara. Dalam UU
Nomor 17 Tahun 2003 , pengelolaan anggaran pendapatan tidak harus sama dengan
anggaran belanja, sehingga APBN dapat berdampak surplus atau defisit. Surplus atau
defisit anggaran akan berdampak pada kebijakan pembiayaan dalam APBN. Defisit
anggaran merupakan selisih kurang antara pendapatan negara dan belanja negara
pada tahun anggaran yang sama, yang diterapkan pemerintah atas dasar upaya dalam
mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan masyarakat yang
membutuhkan dana yang sangat besar (melebihi pendapatan negara). Defisit
anggaran dapat pula timbul karena melemahnya nilai tukar, engeluaran akibat krisis
ekonomi, realisasi yang menyimpang dari rencana dan pengeluran karena inflasi.
Dalam menutup anggaran defisit, pemerintah melaukan kebijakan pembiayaan yakni
melalui “penerimaan pembiayaan” yaitu semua penerimaan yang digunakan untuk
membiayai defisit APBN baik yang berasal dari penerimaan pembiayaan non utang
maupun penerimaan pembiayaan utang.
Jadi, alasan utama pemerintah indonesia melakukan kebijakan anggaran
defisit selama tahun 2016-2019 adalah untuk mempercepat pembangunan,
meningkatkan daya beli masyarakat, dan untuk menangani inflasi dengan cara
meminjam baik dari dalam maupun luar negeri.
Defisit anggaran pada tahun 2016-2019 mengalami tren perubahan yang stabil
dan sedikit menurun pada target defisit anggarannya yang menjadi bukti adanya
usaha pemerintah dalam menjaga angka defisit anggaran agar tetap stabil dan aman.
Penerimaan pembiayaan digunakan untuk menutup defisit anggaran pada
tahun berjalan. Dengan sumber utama penerimaan pembiayaan hingga saat ini yang
dilakukan oleh pemerintah ialah dari Penerbitan Surat Berharga Negara.

Defisit anggaran pada tahun 2016-2019 mengalami tren perubahan yang stabil
dan sedikit menurun pada target defisit anggarannya yang menjadi bukti adanya
usaha pemerintah dalam menjaga angka defisit anggaran agar tetap stabil dan aman.
Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negara_Indonesia.
Diakses pada 23 Desember 2019, pukul 20:30 WIB

http://www.djpk.kemenkeu.go.id/?ufaq=apa-yang-dimaksud-dengan-defisit-apbd-
dan-bagaimana-tindak-lanjutnya. Diakses pada 23 Desember 2019, pukul 20:30 WIB

Anwar, K. 2014. Analisis Dampak Defisit Anggaran terhadap Ekonomi Makro di


Indonesia. Artikel Jejaring Administrasi Publik, Tahun VI. (2): 594-595.
Tim Penyusun HKN. 2011. Bahan Ajar Hukum Keuangan Negara Program Diploma
III Keuangan Spesialisasi Akutansi. Jakarta: Sekolah Tinggi Akutansi Negara

https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/realisasi-apbn/

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/laporan/laporan-keuangan-pemerintah-pusat/

Direktorat Penyusunan APBN. (2019), Buku Informasi APBN 2019, DKI Jakarta,
Kementerian Keuangan.
Barro, Robert J. (1989), The Ricardian Approach to Budget Deficits, Journal of
Economic Perspectives—Volume 3, Number 2 Pages 37-54.
(https://www.aeaweb.org/articles?id=10.1257/jep.3.2.37)
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN-SETJEN DPR RI, (2015), PERAN
POSITIF DEFISIT ANGGARAN DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN
EKONOMI, DKI Jakarta, SETJEN DPR RI.

Anda mungkin juga menyukai