Disusun Oleh :
A. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan karya tulis ini adalah
menjelaskan tentang :
1. Alasan pemerintah melakukan kebijakan anggaran defisit
2. Perbandingan realisasi dan anggaran defisit APBN tahun 2016-2019
3. Kebijakan pemerintah dalam menutup defisit APBN tahun 2016-2019
4. Perbandingan realisasi penerimaan pembiayaan APBN tahun 2016-2019
5. Dampak kebijakan anggaran defisit terhadap perekonomian Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
2. 1 Pengertian APBN
Pengelolaan keuangan negara sebagai wujud dari kewajiban negara dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara perlu dilaksanakan secara profesional,
terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sehingga
perlu disusun dan diwujudkan dalam suatu dokumen negara sebagai acuan bagi
penyelenggara negara dalam menjalankan fungsinya yaitu APBN. Berdasarkan UU
Keuangan Negara No. 17 Tahun 2003, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berfungsi sebagai undang-undang dan
memiliki kekuatan hukum mengikat, sehingga APBN, perubahan APBN, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun ditetapkan dengan undang-
undang.
B. Belanja Negara
Adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih yang terdiri atas belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah dan
dana desa yang disediakan untuk mendanai berbagai kegiatan Pemerintah dalam
menyelenggarakan fungsi pemerintahan untuk mencapai sasaran-sasaran program
pembangunan nasional yang ditetapkan pemerintah.
C. Pembiayaan
Adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan /atau pengeluaran yang
akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-
tahun anggaran berikutnya (Pasal 1 butir 17 UU Keuangan Negara). Unsur-unsur
dalam pembiayaan :
Setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali,
Penerimaan kembali atas pengeluaran tahun-tahun anggaran sebelumnya,
Pengeluaran kembali atas penerimaan tahun-tahun anggaran sebelumnya,
Pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran ybs
maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Saldo anggaran lebih tahun anggaran yang lalu.
Seperti yang telah diketahui, selama tahun 2016 hingga 2019, pemerintah telah
melakukan Kebijakan Anggaran Defisit (Kebijakan Fiskal Ekspansif). Akan tetapi,
tidak tanpa alasan dan sewenang-wenang saja pemerintah menerapkan anggaran
defisit ini, buktinya selama menerapkan anggaran defisit, pemerintah dapat
mengendalikan kebijakan tersebut sehingga defisit yang terjadi tiap tahun dapat
semakin berkurang seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar di atas menunjukkan komitmen pemerintah dalam menurunkan defisit
yang terjadi dari tahun 2016 hingga 2019, dari 2.49% menuju 1.84%. Dari hal
tersebut juga dapat dikatakan bahwa selama mengelola APBN setiap tahunnya, defisit
Pemerintah mengikuti Trend Menurun. Trend defisit menurun ini merupakan
indikator baik, karena hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tingkat
investasi, konsumsi dan tabungan masyarakat dan inflasi yang semakin bisa
dikendalikan oleh pemerintah.
Setelah mengetahui bagaimana pemerintah mengelola APBN hingga
menimbulkan defisit yang mengalami trend menurun, kemudian pada bagian berikut
ini akan dibahas alasan-alasan apa saja yang menyebabkan Pemerintah melakukan
anggaran defisit. Menurut Barro (1989), ada beberapa sebab terjadinya defisit
anggaran, yaitu:
A. Kebijakan Pemerintah Dalam Mempercepat Pembangunan
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian bangsa,
pemerintah menjalankan program-program pembangunan.
Pembangunan tersebut antara lain berupa pembangunan infrastruktur,
pembangunan desa-desa dan pembangunan yang berkaitan dengan
pertumbuhan ekonomi, bidang pertahanan-keamanan, bidang hukum
sosial pendidikan, kesahatan dan lain-lain. Oleh karenanya pemerintah
memerlukan dana dan investasi yang besar sehingga negara melakukan
kebijakan anggaran defisit
B. Rendahnya Daya Beli Masyarakat
Masyarakat di negara berkembang yang mempunyai pendapatan per
kapita rendah, dikenal mempunyai daya beli yang rendah pula dan
ketika kondisi ekonomi sedang lesu, masyarakat cenderung tidak
membelanjakan uang mereka yang menyebabkan semakin rendahnya
daya beli masyarakat. Apabila dibiarkan saja menurut mekanisme pasar,
maka akan menyebabkan para produsen mengalami kerugian yang
akhirnya akan berakibat pada penurunan penerimaan negara. Oleh
karena itu, negara harus melakukan pengeluaran untuk mensubsidi
barang-barang yang diproduksi produsen yang juga secara langsung
akan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga roda perekonomian
dapat bergerak kembali.
C. Melemahnya Nilai Tukar
Bila suatu negara melakukan pinjaman luar negeri, maka negara tersebut
akan mengalami masalah bila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya.
Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta
asing, sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman
dihitung dengan mata uang negara peminjam tersebut. Misalnya apabila
nilai tukar rupiah depresiasi terhadap mata uang dollar AS, maka
pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang akan dibayarkan
juga membengkak. Sehingga pembayaran cicilan pokok dan bunga
pinjaman yang diambil dari APBN bertambah, lebih dari apa yang
dianggarkan semula
D. Pengeluaran Akibat Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi akan menyebabkan meningkatnya pengangguran, ketika
tingkat pengangguran meningkat, kinerja sector-sektor ekonomi akan
menurun yang berakibat pada menurunnya penerimaan pajak .
Pemerintah dalam hal ini bertanggung jawab untuk menaikkan daya beli
masyarakat yang tergolong rendah. Dalam hal ini pemerintah terpaksa
mengeluarkan dana tambahan untuk program-program bantuan sosial
dan pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah yang terkena krisis
tersebut.
E. Pengeluaran Karena inflasi
Penyusunan APBN pada awal tahun didasarkan pada standar harga dan
asumsi-asumsi makro yang telah ditetapkan. Harga standar itu sendiri
dalam perjalanan tahun anggaran, tidak dapat dijamin ketepatannya.
Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu
dapat meningkat tetapi jarang yang menurun. Apabila terjadi inflasi,
dengan adanya kenaikan harga-harga itu berarti biaya pembangunan
program juga akan meningkat, sedangkan anggarannya tetap sama.
Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan kualitas
program, sehingga anggaran negara perlu direvisi. Pengguna Anggaran
sulit untuk bisa menyesuaikan apabila terjadi kenaikan harga barang
yang melampaui harga standar anggaran negara yang telah tercantum
terlalu rinci dalam dokumen anggaran tersebut. Untuk melaksanakan
pembangunan proyek yang melampaui standar yang telah ditentukan,
Pengguna Anggaran wajib mempertanggungjawabkan perbuatannya
kepada Badan Pengawas Keuangan, sebaliknya juga apabila Pengguna
Anggaran terpaksa mengurangi volumenya.
F. Pemerataan Pendapatan
Pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang
pemerataan di seluruh wilayah, sehingga pemerintah mengeluarkan
biaya yang besar untuk pemerataan pendapatan tersebut. Misalnya
pengeluaran subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan terpencil,
agar masyarakat diwilayah itu dapat menikmati hasil pembangunan
yang tidak jauh berbeda dengan wilayah yang lebih maju. Akibatnya,
negara terpaksa harus mengeluarkan dana untuk eskalasi dalam rangka
terdapat revisi standar harga itu.
3.2 Perbandingan Realisasi dan Anggaran Defisit Tahun 2016-2019
Defisit Anggaran Tahun 2016
Defisit anggaran tahun 2018 mencapai Rp269.442,9 miliar atau 1,81 persen
terhadap PDB tahun 2018. Realisasi tersebut berada dibawah target defisit anggaran
pada APBN tahun 2018 sebesar Rp325.936,6 miliar dengan persentase 2,19 persen
terhadap PDB. Realisasi defisit anggaran tersebut, merupakan defisit anggaran yang
paling rendah sepanjang tahun 2012. Selain dengan defisit anggaran yang terendah,
realisasi anggaran pada belanja negara mengalami kenaikan dengan signifikan. Hal
ini menggambarkan besarnya komitmen pemerintah dalam menjaga keberlanjutan
fiskal yang sehat melalui optimalisasi pendapatan negara yang berupa pendapatan
pajak dan PNBP dan penguatan kualitas belanja produktif yang efisien serta
perbaikan kinerja penyerapan anggaran.
Defisit Anggaran Tahun 2019
Arah kebijakan fiskal yang ditempuh pemerintah pada tahun 2019 tidak
berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu bersifat ekspansif. Arah kebijakan
fiskal ini diharapkan : (1) mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan berkeadilan;(2) mendukung kegiatan produktif guna meningkatkan
kapasitas produksi dan daya saing;(3) menjaga pengelolaan fiskal yang sehat dan
berkesinambungan.
Dengan arah kebijakan fiskal ekspansif ini, pemerintah menargetkan defisit
anggaran tahun 2019 sebesar Rp296.000,2 miliar rupiah atau 1,84 persen terhadap
PDB. Target defisit ini lebih rendah dari target defisit anggaran tahun 2019 yang
mencapai Rp.325.936,6 miliar atau 2,19 persen terhadap PDB dengan realisasi
sebesar 269.442,9 miliar atau 1,81 persen terhadap PDB.
Penurunan ini disebabkan adanya recofusing program pemerintah khususnya
untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan, perlindungan
sosial, dan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat. Akan tetapi, meskipun
defisit anggaran tahun 2019 jauh lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya,
kebijakan ini tetap ditujukan untuk menstimulus fiskal dalam rangka mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan.
2,500.0000
2,213.1178 2,165.1118
1,864.2750
2,000.0000 1,864.2750 1,943.6749 1,864.2770
1,666.3759
1,555.9341
1,500.0000
1,000.0000
500.0000 397.2000
340.9759 325.9000
308.3409
296.7000 269.4429 296.0002
.0000
2016 2017 2018 2019 (Anggaran)
Tahun
Pembiayaan utang dalam APBN berperan untuk menutup defisit kas tahun
berjalan karena penerimaan APBN pada saat tertentu tidak dapat memenuhi
kebutuhan belanja. Pembiayaan utang untuk tahun 2019 dipenuhi dari penerbitan
Surat Berharga Negara dan penarikan pinjaman, dimana penerbitan Surat Berharga
Negara ini masih menjadi sumber terbesar dan utama dalam pembiayaan utang.
Dari data yang terekam hingga 30 November 2019, telah terealisasi penerbitan
Surat Berharga negara yang merupakan bagian dari Pembiayaan utang sebesar Rp
442,5 Triliun, dimana jumlah ini telah mencapai angka 94,7% dari anggarannya dan
lebih banyak dibanding dengan outlook tahun 2018. Untuk penerimaan pembiayaan
berupa penarikan pinjaman dalam negeri baru terealisasi 39,8% yaitu sebesar Rp 1
Triliun, dimana angka yang terealisasi ini masih jauh dari yang diharapkan dan
jumlahnya lebih rendah dibanding tahun 2018. Sedangkan untuk penerimaan
pembiayaan berupa penarikan pinjaman luar negeri telah terealisasi Rp 31 Triliun dari
anggaran sebesar Rp 57,5 Triliun.
Penerimaan Pembiayaan
(Dalam Triliun Rupiah)
500
450 442.5
441.8
400 407.3
358.4
350
Penerbitan SBN
300
Pinjaman DN
Pinjaman LN
250
200
150
100
88.6
63.4
50 51.7
31
0 1.3 1.3 2.4 1
2016 2017 2018 2019
Defisit anggaran pada tahun 2016-2019 mengalami tren perubahan yang stabil
dan sedikit menurun pada target defisit anggarannya yang menjadi bukti adanya
usaha pemerintah dalam menjaga angka defisit anggaran agar tetap stabil dan aman.
Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negara_Indonesia.
Diakses pada 23 Desember 2019, pukul 20:30 WIB
http://www.djpk.kemenkeu.go.id/?ufaq=apa-yang-dimaksud-dengan-defisit-apbd-
dan-bagaimana-tindak-lanjutnya. Diakses pada 23 Desember 2019, pukul 20:30 WIB
https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/realisasi-apbn/
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/laporan/laporan-keuangan-pemerintah-pusat/
Direktorat Penyusunan APBN. (2019), Buku Informasi APBN 2019, DKI Jakarta,
Kementerian Keuangan.
Barro, Robert J. (1989), The Ricardian Approach to Budget Deficits, Journal of
Economic Perspectives—Volume 3, Number 2 Pages 37-54.
(https://www.aeaweb.org/articles?id=10.1257/jep.3.2.37)
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN-SETJEN DPR RI, (2015), PERAN
POSITIF DEFISIT ANGGARAN DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN
EKONOMI, DKI Jakarta, SETJEN DPR RI.