MAKSIM-MAKSIM
Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Pragmatik
Disusun oleh:
Kelompok II
2020
1
KATA PENGANTAR
Pertama-tama mari kita haturkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “Maksim-maksim” dengan baik.
Penyelesaian makalah ini bukan tanpa mengalami hambatan, tetapi berkat kerja keras dan
ketekunan serta dorongan dan do’a, serta kerja sama dari kelompok kami, maka kami dapat
mengatasi segala masalah. Oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Dosen mata kuliah Pragmatik, Ibu Nurmiwati, M.Pd yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk menyelesaikan tugas dalam bentuk makalah ini.
2. Teman-teman satu jurusan Bahasa Indonesia, yang sudah memberikan dorongannya
untuk menyelesaikan makalah ini.
Semoga perhatian dan dorongan kalian mendapatkan balasan setimpal dari Tuhan Yang Maha
Pengasih Amin. Akhir kata dari kelompok kami mengucapkan terimakasih kepada Dosen
matakuliah dan teman-teman jurusan Bahasa Indonesia, semoga tulisan ini dapat menambah
wawasan dan meningkatkan pengetahuan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER....................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Simpulan...............................................................................................12
3.2 Saran......................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
Berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial yang lain,
kegiatan berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya. Di dalam berbicara,
penutur dan mitra tutur sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur
tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan
ucapan lawan tuturnya. Setiap peserta tindak tutur bertanggung jawab terhadap tindakan dan
penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual itu. Saat ini ilmu
pragmatik sudah tidak asing lagi di telinga. Ilmu ini muncul untuk menangani ilmu-ilmu
kebahasaan lainnya yang mulai "angkat tangan" terhadap tuturan yang secara struktur
melanggar kaidah atau tidak sesuai dengan prinsip.
Penyimpangan dalam tuturan memang sering terjadi, baik itu secara struktur kalimat atau
pun terhadap prinsip. Penyimpangan terhadap struktur kalimat sudah tentu dapat diatasi oleh
ilmu sintaksis dan "kawan-kawan", namun beda lagi dengan pelanggaran terhadap prinsip.
Pelanggaran terhadap prinsip ini hubungannya dengan makna secara eksternal dan situasi
tuturan, sehingga ilmu yang cocok untuk menangani masalah ini adalah ilmu pragmatik.
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang kesantuanan berbahasa dan pembagiannya
berdasarkan prinsip-prinsip serta skala dalam kesantuana dalam berbicara.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian maksim.
2. Mengetahui pembagian dari maksim.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
atau pembicara memberikan informasi yang cukup, relatif dan seinformatif
mungkin.
Contoh yang sesuai:
A : Apakah Anda sudah mengerjakan tugas?
B : Ya, sudah.
Contoh yang tidak sesuai:
A : Apakah Anda sudah mengerjakan tugas?
B : Belum. Kemarin saya berlibur di rumah nenek di Yogya. Sampai rumah
sudah larut sehingga saya tidak sempat mengerjakan tugas.
b. Maksim Kualitas
Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan sesuatu
yang nyata dan sesuai dengan fakta sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan
hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Apabila patuh pada
prinsip ini, jangan pernah mengatakan sesuatu yang diyakini bahwa itu kurang
benar atau tidak benar.
Contoh yang sesuai:
A : Kamu tahu, Eko kuliah dimana?
B : di ITB.
Contoh yang tidak sesuai:
A : Kamu tahu, Eko kuliah dimana?
B : Dia tidak kuliah di UNJ seperti kita, tapi di ITB.
c. Maksim Relevansi
Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta tutur dapat memberikan
kontribusi yang relevan (sesuai) tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan.
Contoh yang sesuai:
A : Dimana kotak permenku?
B : Di kamar belajarmu.
Contoh yang tidak sesuai:
A : Dimana kotak permenku?
B : Saya harus segera pergi kuliah.
6
d. Maksim Pelaksanaan
Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara
secara langsung, jelas tidak kabur, dan tidak berlebih-lebihan.
Contoh:
A : “Ayo, cepat dibuka!”
B : “Sebetar dulu, masih dingin”
7
Anak kos B : “Tidak usah, mbak. Nanti siang saya akan mencuci juga kok.”
Dari tuturan tersebut, dapat dilihat dengan jelas bahwa Anak kos A berusaha
memaksimalkan keuntungan pihak lain dengan cara menambahkan beban bagi
dirinya sendiri. Hal itu dilakukan dengan cara menawarkan bantuan untuk
mencucikan pakaian kotornya si B.
c. Maksim Penghargaan
Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa seseorang akan dapat dianggap
santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada
pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak
saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Peserta
tutur yang sering mengejek peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan
dikatakan sebagai orang yang tidak sopan. Dikatakan demikian karena tindakan
mengejek merupakan tindakan tidak menghargai orang lain. Pelaksanaan maksim
penghargaan dapat dilihat pada contoh tuturan berikut ini.
Dosen A : “Pak, aku tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas Business
English.”
Dosen B : “Oya, tadi aku mendengar Bahasa Inggrismu bagus sekali.”
Pemberitahuan yang disampaikan dosen A terhadap rekan dosennya pada contoh
di atas ditanggapi dengan sangat baik bahkan disertai dengan pujian dari dosen B.
d. Maksim Kesederhanaan
Dalam maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur
diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap
dirinya sendiri. Orang akan dikatakan sombong dan congkak hati jika di dalam
kegiatan bertutur selalu memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri. Pelaksanaan
maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati dapat dilihat pada contoh
tuturan berikut ini.
Ibu A : “ nanti ibu yang memberikan sambutan dalam rapat Dasa Wisma”
Ibu B : “waduh, nanti grogi aku”
Dalam contoh di atas ibu B tidak menjawab dengan: “Oh, tentu saja. Memang itu
kelebihan saya.” Ibu B mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri dengan
mengatakan:
8
” Waduh..nanti grogi aku.”
e. Maksim Pemufakatan/Kecocokan
Dalam maksim ini, diharapkan para peserta tutur dapat saling membina
kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat
kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan
bertutur, masing-masing dari mereka dapat dikatakan bersikap santun.
Pelaksanaan maksim pemufakatan/kecocokan dapat dilihat pada contoh tuturan
berikut ini.
Guru A : “ruangannya gelap ya, bu”
Guru B : “ He’eh. Saklarnya mana ya?”
Pada contoh di atas, tampak adanya kecocokan persepsi antara Guru A dan B
bahwa ruangan tersebut gelap. Guru B mengiyakan pernyataan Guru A bahwa
ruangan gelap dan kemudian mencari saklar yang member makna perlu
menyalakan lampu agar ruangan menjadi terang.
f. Maksim Kepastian
Dalam maksim kesimpatian, diharapkan agar para peserta tutur dapat
memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya. Jika
lawan tutur mendapatkan kesuksesan atau kebahagiaan, penutur wajib
memberikan ucapan selamat. Bila lawan tutur mendapat kesusahan, atau musibah
penutur layak berduka, atau mengutarakan bela sungkawa sebagai tanda
kesimpatian. Sikap antipati terhadap salah satu peserta tutur akan dianggap
tindakan tidak santun. Pelaksanaan maksim kesimpatian dapat dilihat pada contoh
tuturan berikut ini.
Mahasiswa A : “mas, aku aku akan ujian tesis minggu depan
Mahasiswa B : “ wah, selamat ya. Semoga sukses.”
9
a. Skala Kesantunan Leech
Di dalam model kesantunan Leech, setiap maksim interpersonal itu dapat
dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Berikut
skala kesantunan Leech selengkapnya.
1) Cost benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan
Menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang
diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan
tersebut merugikan diri penutur, akan semakin dianggap santunlah tuturan itu.
Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur
akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu. Apabila hal yang demikian
itu dilihat dari kacamata si mitra tutur dapat dikatakan bahwa semakin
menguntungkan dari mitra tutur, akan semakin dipandang tidak snatunlah
tuturan itu.
2) Optionality Scale atau pilihan
Menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampikan si
penutur kepada si mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan
itu memungkinkan penutur atau mitra tutur untuk menentukan pilihan yang
banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu.
3) Indirectness scale atau skala ketidak langsungan
Menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsngnya maksud
sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin
tidak santunlah tuturan itu.
4) Social distance scale atau skala jarak social
Menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra
tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecendurungan bahwa
semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan menjadi
semakin kurang santunlah tuturan itu. Serta semakin jauh jarak peringkat
sosial antara penutur dengan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan
cenderung menjadi semakin santun.
10
b. Skala kesantunan Brown – Levinso
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Salah satu kaidah berbahasa adalah seorang penutur harus selalu berusaha agar
tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas, dan mudah dipahami sehingga lawan
tuturnya dapat memahami maksud tuturan. Demikian pula dengan lawan tutur, ia harus
memberikan jawaban atau respons dengan apa yang dituturkan oleh penutur. Bila keduanya
tidak ada saling pengertian maka tidak akan terjadi komunikasi yang baik. Oleh sebab itu
diperlukan semacam kerja sama antara penutur dengan lawan tutur agar proses komunikasi
itu berjalan secara lancar.
3.2 Saran
Untuk mengetahui lebih jauh dan lebih banyak bahkan lebih lengkap tentang
pembahasan Pagmatik, pembaca dapat membaca dan mempelajari buku-buku Pragmatik dari
berbagai pengarang, karena di dalam makalah ini penulis hanya membahas garis besarnya
saja tentang pembahasan Pragmatik dan hanya membahas lebih dalam tentang maksim-
maksim.
12
Di sini penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan penulisan makalah-makalah selanjutnya sangat diharapkan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ikmi Nur Oktavianti & Ifa Rolyna. 2018. Prinsip Kesopanan (Politeness Principles) di
https://littlestoriesoflanguages.wordpress.com/tag/maksim/ 16 Mei
14