Anda di halaman 1dari 11

Yasa Paramita Singgih Pencetus Men’s Republic

Yasa Paramita Singgih lebih dikenal dengan sebutan Yasa Singgih merupakan
seorang pengusaha muda sukses yang saat ini memiliki penghasilan ratusan juta perbulan.

Yasa Paramita Singgih lahir di Bekasi 23 April 1995. Dia adalah anak ketiga dari tiga
bersaudara. Prajna, Viriya, dan Yasa sendiri. Ayahnya bernama Marga Singgih dan ibunya
bernama Wanty Sumarta. Pendidikan dasarnya ia selesaikan di SD Ananda dan SD Surya
Dharma, lalu melanjutkan di sekolah menengah dan akhir di SMA Regina Pacis Jakarta.

Saat Yasa duduk di bangku ketiga SMP, ayahnya menderita sakit jantung.
Penghasilan sang ayah saat itu digunakan untuk membiayai sekolah anak-anaknya daripada
membiayai pengobatan sakit sang ayah. Melihat keadaan tersebut hatinya terketuk untuk
mencari penghasilan sendiri untuk membantu orang tua. Ia pun mulai menjadi pembawa
acara guna mencari uang jajan sendiri. Usaha pertamanya adalah melamar sebagai Master of
Ceremony, bekerja sebagai pembawa acara di sebuah pusar perbelanjaan. Dalam seminggu ia
menerima uang Rp 350.000 setiap kali tampil sehari.

Selepas masuk SMA Regina Pacis, Jakarta, barulah dimulai usahanya sendiri untuk
mencari uang. Selepas kontrak sebagai pembawa acara selsai, ia mulai berbisnis lampu hias
warna-warni selama enam bulan. Sebuah buku berjudul “The Power Of Kepepet” karya Jaya
Setiabudi, membuatnya terbakar semangat berbisnis mandiri. Kala itu Yasa langsung
mennghubungi temannya yang memiliki usaha konveksi (milik ayahnya).

Ia mulai mencoba membuat desain gambar untuk kaos, setelah jadi cuma beberapa
yang terjual, akhirnya ia mencoba pergi ke Tanah Abang, membeli selusin pakaian kaos
hingga menghabiskan 4 juta. Bisnis ini pun ia tinggalkan tanpa meraih untung.Selanjutnya ia
mulai menata strategi bisnisnya yang ia rancang dengan matang.

Mulai serius berbisnis

Dia membuka bisnis minuman yang diberi nama “Ini Teh Kopi” di tahun 2012,
sebuah usaha kedai menjual minuman kopi duren di kawasan Kebon Jeruk. Usahanya
tersebut bisa dibilang sukses besar ditambah dengan namanya yang dikenal. Tak lama
kemudian, sekitar enam bulan kemudian, ia sudah membuka cabang baru tepatnya di Mall
Ambassador Jakarta Selatan. Namun ternyata bisnis baru yang ia kelola tersebut mengalami
kebangkrutan yang membuatnya malah mendapat kerugian.

Pada tahun 2013 ia memutuskan untuk menutup kafenya, dan bahkan bisnis kaosnya
pun juga turut dihentikan. Menurutnya, jika dihitung kerugian yang ia dapat mencapai 100
juta dari kegagalan yang ia alami.

Men’s Republic

Setelah usai Ujian Nasional, ia kembali lagi terjun ke dunia bisnis, kali ini dengan
sebuah konsep yang jelas dengan dilengkapi rencana bisnis yang tersusun rapi. Dia kembali
mengibarkan bendera Men’s Republik yang menjual perlengkapan model khusus pria.

Pada awalnya, Yasa Singgih hanya menjual sepatu kasual untuk pria, Namun semakin
besar usahanya membuat brand yang ia kelola semakin menawarkan produk yang beragam.
Saat ini Men’s Republic menjual produk celana dalam, jaket, dan juga sandal untuk pria.

Kini, produk Men’s Republic telah menjual 500 bauh pasang sepatu perbulan. Tanpa
ada pabrik Yasa mampu menghasilkan omzet ratusan juta rupiah. Dari usaha tersebut ia
mampu mendapatkan laba bersih 40%. Tak puas pada produknya sekarang, masih ada
pemikiran di benaknya untuk menjual produk ikat pinggang dan celana. Yang paling pasti
adalah ia akan terus mematangkan konsep bisnis sambil berjalan.

Yasa juga sering dipanggil mengisi seminat atau memberikan training. Melalu Tritter,
ia rajin menyemangati para pengusaha muda agar selalu semangat. Prinsipnya satu yaitu
“Never too young to become a billionaire” atau artinya tidak ada kata terlalu muda untuk
menjadi seorang miliarder.

Men’s Republic adalah bisnis ketiganya yang berfokus pada penjualan secara online.
Dia menjual produk yang dikhususkan untuk pria. Dia menjual baik produk miliknya sendiri
atau produk milik orang lain. Ia juga berencana membangun “Bilionary Versity” , yaitu
sekolah bisnis non-formal untuk para pengusaha muda.

Yasa telah mendapatkan berbagai macam penghargaan dan telah diliput oleh berbagai
macam majalah, radio & stasiun TV. Ia juga telah diundang oleh banyak komunitas dan
universitas untuk memberikan sharing seputar bisnis, inspirasi dan pengembangan diri.

Sampai dengan sekarang ia masih sering kali gagal, gagal, dan gagal dalam setiap hal
yang ia lakukan, karena Yasa percaya bahwa gagal sama dengan belajar. Bahkan ia telah
menghabiskan uang puluhan juta rupiah untuk mengikuti seminar, training, dan workshop
pengembangan diri dan bisnis. When you stop learning, you stop growing
Nurhayati Subakat, Bos dari Wardah

Nurhati Subakat, Direktur Utama PT Paragon Technology & Innovation, suatu


perusahaan kosmetik dengan produk andalannya Wardah, mengungkap keberhasilan yang
dicapainya sampai kini didapat lewat cara yang benar-benar simpel. Dalam melakukan usaha
Nurhayati mengaku hanya bermodalkan DUIT. Jangan salah kira dulu, duit yang dimaksud di
sini yaitu singkatan dari doa, usaha, ikhtiar, dan tawakal. "Hanya empat huruf itu saja,"
ungkap Nurhayati.

Tapi ternyata tidak hanya DUIT, wanita ini mengakui mempunyai pegangan lain
dalam menggerakkan bisnisnya, Pengusaha yang telah 29 tahun malang-melintang di bisnis
kecantikan ini mengakui, bahwa dirinya menggerakkan bisnisnya melalui dasar usaha 5P.
"Bila untuk usaha ya pegangan saya hanya 5P. Bila orang lain kan umumnya hanya 4P. Nah
5P itu adalah price (harga), product, promotion, place (tempat), dan pertolongan dari Allah,"
tutur Nurhayati yang mengawali bisnisnya dengan jual sampo hasil racikannya ke warung
dekat tempat tinggalnya.
Kosmetik kecantikan ini sekarang sudah dipakai berjuta orang mulai dari wanita
muda, ibu rumah tangga, wanita karir, dan para pesohor yang bermunculan di layar televisi.
Bahkan hingga ke manca negara. Wardah juga sudah mensponsori begitu banyak hajatan
besar. Sekedar menyebut satu : Indonesia Idol, tayangan yagn membetot berjuta pasang mata
itu.

Sampo Putri

Sebelumnya Nurhayati pernah bekerja di perusahaan kosmetik raksasa di Jakarta.


Lantaran tak cocok dengan petinggi di perusahaan itu, ia keluar. Tapi ia tak mau menyerah.
Dapur harus mengepul. Semangat harus menyala. Dua anaknya yang beranjak remaja saat itu
sudah membutuhkan uang uang cukup banyak. Ia lalu memulai bisnis sendiri. Itu terjadi
tahun 1985. Ia mengawali dengan membuka industri rumahan. Semula tenaga kerjanya hanya
satu orang, yaitu pembantu rumah tangganya sendiri. Produk pertamanya adalah sampo
dengan merek Putri. Membesarkan Putri itu dengan penuh perjuangan dan kucuran keringat.

Si Putri makin lama makin mekar berkembang. Keuangannya mulai berkilau. Meski
pelan akhirnya bisa diterima pasar. Alhamdulillah, sebagian besar salon menerima produk
kami," kata Nurhayati mengenang masa pahitnya dulu. Saat itu sejumlah produk besutannya
mulai dikenal di salon-salon ternama di Jakarta.

Kebakaran

Cobaan berat itu datang lima tahun kemudian. Pabriknya hangus terbakar. Usaha yang
dirintis dari nol itu tiba-tiba saja jadi arang. Lenyap juga semua mimpi yang sudah lama
menyala.

Dihantam krisis ke titik nadir seperti itu, Nurhayati hendak menutup perusahaannya.
Matematika bisnis sudah tak mampu membangkitkan usahanya. Sudah tak masuk akal. Utang
di bank belum lunas. Ketika usaha ini merangkak naik, Nurhayati memang membeli mobil
box secara kredit. Mobil itu yang mengantarkan si Putri ke salon-salon. Jalan paling masuk
akal, tutup usaha. Nurhayati bukan seorang pebisnis belaka. Ia seorang ibu rumah tangga
yang mudah melelehkan air mata memikirkan nasib para karyawannya. "Bila perusahaan
tutup, bagaimana nasib mereka," kenangnya. Namun mencoba bangkit juga tak gampang.
Nurhayati adalah kata lain dari tekad. Ia mulai lagi dari nol. Modal awal pinjam dari
tabungan suami. Bayar gaji karyawan diambil dari gaji bulanan suaminya. Kerja keras
episode kedua ini ada hasilnya. Mesin pabriknya kembali menyala, bahkan bisa bayar gaji
dan THR para karyawan.

Wardah

Sesudah itu mesin pabriknya terus menderu. Begitu untung, Nurhayati melakukan
inovasi. Salah satu inovasi itu masuk ke bisnis kosmetik. Ia jitu membidik konsumen.
Merekam apa yang diperlukan dunia di sekitarnya. Dari pergaulan sehari-hari ia merasa
bahwa ada kebutuhan di kalangan para muslimah untuk tampil ilegan. Merias diri secara
bebas tanpa perlu cemas soal halal-tidaknya sebuah produk.

Nurhayati seperti menemukan rumah usahanya. Ia membidik segmen muslimah itu.


Meramu produk kosmetik yang kini dikenal dengan nama Wardah. Bunga mawar yang indah.
Perlahan si bunga itu mekar. Merangsek pasar. Mulai dikenali dan jadi kosmetik langganan
kalangan kelas menengah ke atas. Kaki bisnisnya mencengkeram kuat. Konsumen juga setia.
Kesetiaan pemakai dan menejemen yang kuat membuat Wardah sanggup melewati badai
krisis yang menggulung ekonomi Indonesia 1997.

Banyak cara yang ditempuh Nurhayati dalam memasarkan produk kosmetiknya.


Selain lewat sejumlah agen di beberapa kota, Wardah juga dipasarkan dengan cara Multi
Level Marketing (MLM). Kerja keras itu ada hasilnya. Produk Wardah terus berkembang
seiring dengan membaiknya ekonomi nasional. Modalnya kian banyak. Laba yang diraih
dipakai untuk memperluas jaringan pasar. Wardah kemudian merangsek ke pasar negara
tetangga. Masuk ke kota-kota di Malaysia. Di sana sejumlah produknya laku keras. Itu
artinya diminati banyak muslimah di sana. Mampu bersaing dengan produk negeri serumpun.

Kini Wardah menjadi salah satu produk kosmetik terbesar di negeri ini. Banyak tokoh
wanita dan pesohor yang memakai produk kosmetik dan menjadi bintang iklan
perusahaannya. Inneke Koesherawati dan Dian Pelangi, yang ada di baliho kecil di ruang
tamu itu, adalah dua contoh bintang itu. Inneke adalah mantan artis. Dian Pelangi adalah
desainer hijab yang sukses dan sudah melalang buana ke sejumlah negara. Dua wanita cantik
itu adalah bintang iklan Wardah. Syuting iklan itu hingga ke kota Paris.
Nicholas Kurniawan, sang pengusaha ikan hias
Inilah Nicholas Kurniawan, sejak SMA sudah bisa menghasilkan uang Rp2-3 juta
setiap bulannya. Di usia 23 tahun, dia sudah meraup keuntungan ratusan juta dari berbisnis
ikan hias.Pembayaran uang sekolah Nicholas Kurniawan terkadang tersendat alias
menunggak dan membuat Nicholas harus menerima “surat cinta” tagihan pembayaran uang
sekolah.

Tetap Berprestasi Meski Keuangan Tak Mumpuni

Pria yang kerap disapa Nicho ini adalah anak yang berprestasi di sekolah. Dengan
segala keterbatasan finansial keluarga, ia tetap membanggakan orangtua melalui prestasi
yang ia torehkan di bangku sekolah.Beberapa prestasi yang ia raih diantaranya adalah lulusan
terbaik di SD Santa Maria Djuanda. Peraih nilai tertinggi matematika dan sejak SMP hingga
SMA kelas 1. Nicho memiliki nilai rata-rata rapor di atas rata-rata kelas. Selain itu, ia juga
aktif dalam kegiatan OSIS dan ekstrakurikuler. Ia sempat menjadi kapten tim sepak bola dan
mengikuti berbagai kegiatan seperti band.

Apapun Dijual Asalkan Halal


Di tengah keterpurukan kondisi keuangan keluarga, Nicholas Kurniawan bertekad
untuk membantu orangtuanya dalam usaha dan ingin menjadi orang sukses. Kehidupannya
yang serba berkekurangan membuat Nicholas sudah terbiasa untuk berjualan sejak ia berusia
8 tahun atau saat ia duduk di kelas 2 sekolah dasar. Barang dagangan yang ia jual diantaranya
makanan, minuman, pakaian dan lain sebagainya.

Saat duduk di bangku SMP, Nicholas Kurniawan juga pernah masuk dalam bisnis
MLM hingga asuransi. Bermodalkan tekad dan kemauan keras, ia melakoni semua usaha itu
namun jatuh bangun ia rasakan.Ia menganggap setiap kegagalan yang ia dapatkan adalah
bukti, dimana ia belum menemukan cara yang tepat untuk mencapai kesuksesan.

Jual Ikan, Penghasilan Lebih dari Lumayan

Banyak hal yang sudah Nicholas kerjakan, namun hasilnya ia rasa biasa-biasa saja
bahkan ada saja yang tidak menghasilkan.Nicholas Kurniawan memiliki prinsip bahwa
gengsi tidak akan membuatnya sukses, tetapi sukseslah yang kelak akan membuatnya
bergengsi.

Dewi Fortuna pun akhirnya berpihak padanya. Kala itu, Nicholas duduk di bangku
SMA kelas 2 dan ada seorang temannya yang memberikan sepaket ikan Garra Rufa, ikan
yang biasanya banyak dijumpai di mall untuk terapi.Sebetulnya, Nicho bukanlah orang yang
suka memelihara ikan. Bermodalkan iseng, ia mencoba untuk menjual ikan-kan tersebut di
forum jual-beli Kaskus. Ternyata, ikan yang ia jual tersebut banyak yang berminat. Kejadian
itu membuat bisnisnya langsung bekerja.

Dengan segera Nicholas yang saat itu adalah siswa dari Sekolah Menengah Atas
Kolese Kanisius, mencari informasi dan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan ikan
Garra Rufa.Ia berhasil mendapatkan informasi tempat membeli ikan tersebut dengan harga
yang murah. Tak lama kemudian, lahirlah “Garra Rufa Center”, toko online khusus menjual
ikan Garra Rufa beserta perlengkapannya.

Untuk anak sekolahan kelas 2 SMA, profit bersih Rp2-3 juta per bulan sudah sangat
lumayan dan itulah hasil “keisengannya” menjual ikan terapi tersebut.Banyak pelanggannya
yang berlatar belakang orang terkenal seperti anggota DPR, pengusaha besar hingga artis dan
juga berbagai pengunjung di mall.Dari usahanya tersebut, ia berhasil mengantongi tabungan
sebesar Rp10 juta.
Bisnis Meningkat, Prestasi Sekolah Menurun

Namun demikian, kesuksesannya dalam berbisnis malahan membuat prestasinya


menurun dan ia dinyatakan tidak naik kelas dari kelas 2 SMA ke kelas 3 SMA. Tak lama
kemudian, ia pun sempat diputus pacar.Hal ini membuatnya malu dan ia memutuskan untuk
pindah sekolah. Kejadian ini membuat Nicholas mulai merenungkan bahwa ia terlalu
berbangga diri hingga ia lupa dengan kuasa Tuhan. Ia mengaku bahwa pada waktu itu, ia
sedang jauh dari Tuhan.

Di titik inilah ia mulai menata diri dengan mindset bahwa segala yang ia raih adalah
berkat kuasa Tuhan.Dengan dukungan dari orangtua, ia mulai bangkit dan kembali
merancang tujuan hidup dan impiannya.

Meroket Naik dari Bisnis Ikan Hias

Kala itu, Nicholas ingin berkuliah di Prasetiya Mulya Business School, namun ia
tidak memiliki cukup uang untuk berkuliah. Ia pun tidak ingin menyusahkan
orangtuanya.Karena keinginan dan tekadnya yang begitu kuat, ia memiliki mimpi untuk
mendapatkan uang Rp10 juta setiap bulannya untuk membayar uang kuliah.

Ia berpikir, menjadi pedagang ikan hias tidaklah memungkinkan untuk menabung


Rp10 juta setiap bulannya. Lain halnya jika ia menjadi eksportir ikan hias. Dari sinilah, ia
mulai menjajal bisnis ekspor ikan hias.Awal mula memulai bisnis ini, ia akui cukup sulit
karena tidak banyak ilmu yang ia dapatkan dari orang-orang pengusaha dan eksportir ikan
hias.

Banyak orang yang menyarankan untuk mencoba bisnis lainnya. Setiap saran yang ia
terima malahan membuat ia bertekad bulat bahwa ia pasti bisa.Ia pun tetap berusaha untuk
mencari berbagai informasi yang berkaitan dengan bisnis ekspor ikan hias. Mulai dari
bagaimana mempromosikan bisnis, tempat-tempat memasang iklan, mencari supplier yang
baik hingga informasi tentang shipment agent yang menolongnya untuk mengurus segala
dokumen untuk keperluan ekspor.

Sambil menyelam minum air, Nicholas Kurniawan membangun website dengan


mencontek website eksportir lainnya.Website yang ia bangun dengan nama Tropical Fish
Indonesia. Nicho pilih nama tersebut karena agen penggemar ikan hias di luar negeri kerap
menggunakan kata “ikan tropis” dalam bahasa inggris dalam mencari ikan buruannya di
dunia maya.Selain mengiklankan usahanya melalui dunia maya, Nicholas Kurniawan juga
mendekati berbagai toko ikan hias satu per satu dengan memberikan proposal bisnis

Walaupun dari 100 proposal yang ia kirimkan hanya ada 10 yang merespon dan
belum tentu satupun yang “nyantol” untuk bekerja sama dengannya.

Namun, tetap saja ia membuahkan hasil dengan kepercayaan toko ikan hias yang ia
raih oleh karena kualitas produknya yang memuaskan disamping pembayaran yang lancar
kepada para pemasok dari sejumlah penangkar di Pulau Jawa, Kalimantan hingga Papua.
Berkat pasokan yang besar, jumlah kliennya mulai berkembang lebih banyak.

Awal mula memulai bisnis ini, ia akui cukup sulit karena tidak banyak ilmu yang ia
dapatkan dari orang-orang pengusaha dan eksportir ikan hias.Banyak orang yang
menyarankan untuk mencoba bisnis lainnya. Setiap saran yang ia terima malahan membuat ia
bertekad bulat bahwa ia pasti bisa.

Ia pun tetap berusaha untuk mencari berbagai informasi yang berkaitan dengan bisnis
ekspor ikan hias. Mulai dari bagaimana mempromosikan bisnis, tempat-tempat memasang
iklan, mencari supplier yang baik hingga informasi tentang shipment agent yang
menolongnya untuk mengurus segala dokumen untuk keperluan ekspor.

Sambil menyelam minum air, Nicholas Kurniawan membangun website dengan


mencontek website eksportir lainnya.Website yang ia bangun dengan nama Tropical Fish
Indonesia. Nicho pilih nama tersebut karena agen penggemar ikan hias di luar negeri kerap
menggunakan kata “ikan tropis” dalam bahasa inggris dalam mencari ikan buruannya di
dunia maya.Selain mengiklankan usahanya melalui dunia maya, Nicholas Kurniawan juga
mendekati berbagai toko ikan hias satu per satu dengan memberikan proposal bisniswalaupun
dari 100 proposal yang ia kirimkan hanya ada 10 yang merespon dan belum tentu satupun
yang “nyantol” untuk bekerja sama dengannya.

Namun, tetap saja ia membuahkan hasil dengan kepercayaan toko ikan hias yang ia
raih oleh karena kualitas produknya yang memuaskan disamping pembayaran yang lancar
kepada para pemasok dari sejumlah penangkar di Pulau Jawa, Kalimantan hingga
Papua.Berkat pasokan yang besar, jumlah kliennya mulai berkembang lebih banyak.

Anda mungkin juga menyukai