Disusun Oleh :
SALSABILA SALWA YUSRIANDI
2015041070
UNIVESITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena atas rahmat, karunia serta
kasih sayangnya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai “LARANGAN DALAM
BUDAYA ADAT ALAMPUNG” ini dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga
tetap tercurah kepada Nabi terakhir, penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah
kita, Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Ir.
Azhar,M. T selaku dosen mata kuliah Pendidikan Etika dan Kearifan Lokal.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik pengetikan,
walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selaku para penulis usahakan.
Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan
sebagaimana mestinya.
Penulis
DAFTAR ISI
2
halaman
KATA PENGANTAR................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
2.1 Latar Belakang..........................................................................................................................1
2.2 Rumusan Masalah dan Tujuan Penulis...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................3
2.1 Definisi Etika..............................................................................................................................3
2.2 Mitos Dalam Masyarakat Lampung........................................................................................3
2.3 Susunan Masyarakat Hukum Adat Lampung........................................................................5
2.4 Etika Dalam Adat Lampung (Larangan Tertulis)..................................................................5
2.5 Kitab Kuntara Raja Niti...........................................................................................................5
2.6 Etika Dalam Adat Lampung (Larangan Tidak Tertulis).....................................................11
BAB III PENUTUP.................................................................................................................................13
A. Kesimpulan..................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang kaya akan warisan seni dan budaya. Keberagaman
warisan budaya Indonesia tidak terlepas dari banyak faktor, antara lain keanekaragaman
suku bangsa Indonesia dan tingginya kreativitas masyarakat Indonesia dalam bidang seni
dan budaya. Dari perspektif keragaman penduduk, Indonesia memiliki keanekaragaman
suku dan budaya yang beragam, yang tercermin pada bahasa daerah, adat istiadat, rumah
adat, senjata khusus, alat musik tradisional, tarian daerah dan kegiatan nilai seni lainnya,
dan Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika.
Sebagai salah satu ras yang ada di Indonesia, masyarakat Lampung juga memiliki
budaya tertentu yang membedakan mereka dengan ras lainnya. Beberapa referensi
menunjukkan bahwa budaya masyarakat Lampung di daerah tertentu memiliki ciri khas
yang membedakannya dengan subkultur sosial lainnya di Provinsi Lampung. Hal ini
membuktikan bahwa tipe kepribadian masyarakat Lampung memiliki perbedaan budaya
yang cukup kaya.
Secara adat, masyarakat Lampung terdiri dari dua kelompok utama, yaitu Jurai
Pepadun dan Jurai Saibatin. Asal muasal kedua masyarakat adat ini diwujudkan sebagai
simbol dan semboyan provinsi Lampung Sai Bumi Ruwa Jurai (SABURAI). Terlihat
perbedaan antara dialek Saibaitin yaitu A dan Pebatun berdialek O.
Masyarakat Lampung yang hidup di bagian barat dan selatan Lampung terutama
daerah pesisir dan kepulauan yang biasa disebut Saibaitin, sedangkan orang Lampung
yang beradat pepadun biasanya tinggal di daerah pedalaman khususnya, yaitu wilayah
timur dan tengah Provinsi Lampung.
Di wilayah yang sangat luas, larangan adat dikembangkan di masyarakat oleh
para pembela tatanan sosial dan ketertiban hukum, diikuti dan dipelihara sebagian,
sehingga semua bencana dan bahaya yang mungkin atau terancam dapat dihindari.
Tatanan yang dipertahankan oleh kebiasaan larangan tersebut terlihat atau tidak terlihat
secara mental dan fisik, namun dipercaya dan diyakini sejak usia dini hingga terkubur di
bawah tanah. Di mana ada komunitas, di situ ada kebiasaan umum.
4
Adat istiadat dengan pengaruh yang melarang disebut hukum adat. Jika
masyarakat melanggar peraturan adat, maka adat istiadat juga akan ada konsekuensinya.
Adat istiadat ini tidak tertulis dan telah dilestarikan secara turun-temurun, sehingga
meskipun adat istiadat tersebut dipengaruhi oleh kepercayaan (doktrin) nenek moyang
kita yaitu animisme dan vigorisme serta agama lain, namun tetap berakar pada
masyarakat. Karenanya, adat istiadat akan mempengaruhi bentuk kepercayaan sebagian
orang yang memiliki akhlak campur aduk dalam kesehariannya. (Iman Sudiyat, 1982:
33).
a) Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas, maka penulis megemukakan rumusan masalah yang ada
sebagai berikut :
5
BAB II
PEMBAHASAN
Wilayah adat antara Pepaton dan Sebaitin tak pelak melahirkan mitos berdasarkan
pembagian wilayah geografis berdasarkan tantangan dan kondisi masyarakatnya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa meskipun Pepaton dan Saibaitin memiliki mitos yang serupa, namun esensi
mitos tersebut berbeda. Masyarakat Lampung Pepadun lebih cenderung kepada adat istiadat
masyarakatnya, sedangkan masyarakat Saibatin lebih religius atau religius, ini mitos masyarakat
Lampung Saibatin. Mitos dari cerita rakyat atau cerita rakyat Lampung Pepadun dan Saibatin
sangat beragam. Keberagaman ini menunjukkan betapa dinamisnya kehidupan masyarakat
Lampung. Cerita rakyat masyarakat adat Lampung menunjukkan interaksi antara masyarakat
Lampung, hubungan dengan alam, hubungan dengan penguasa, hubungan dengan pencipta, dan
bagaimana masyarakat Lampung melakukan aktivitas sehari-hari berdasarkan budaya dan
agama.
6
Sebagian besar mitos masyarakat Lampung bersumber dari cerita rakyat, kemudian
diklasifikasikan dan diklasifikasikan menurut konsep mitologi Marcea. Personifikasi Marcea
dilambangkan dengan benda, binatang atau larangan. Beberapa kebiasaan atau ciri muncul dan
diindikasikan dalam mitos, seperti:
Merujuk pada identifikasi dan klasifikasi mitos maka mitologi lokal masyarakat
Lampung baik pepadun maupun saibatin dibedakan atas:
1. Cerita rakyat
2. Tempat keramat
3. Cerita tentang makhluk halus
4. Lokasi yang angker
5. Benda-benda keramat
6. Pantangan dan larangan, dan
7. Kekuatan-kekuatan gaib.
Klasifikasi mitos tersebut juga dapat dikonversikan ke dalam tipologi mitos sebagaimana
konsep Eliade sehingga diperoleh bahwa karakteristik mitos Lampung terdiri atas:
7
2.3 Susunan Masyarakat Hukum Adat Lampung
Populasi wilayah Lampung menyumbang 25% populasi Lampung dan 75% populasi
imigran. Struktur sosial masyarakat Lampung adalah genealogi. Di desa, umumnya berdiam
warga yang berasal dari satu cikal bakal yang sama yang disebut buay atau kampong yang
kemudian di pedesaan itu didirikan Nuwo Balak (rumah besar) sebagai tempat berdiam keluarga
besar. Semula, setiap Buay mendiami suatu wilayah disebut Marga atau Merga. Marga atau
Merga terdiri beberapa kampung disebut dengan Tiyuh. Tiyuh biasanya didiami beberapa suku
yang terdiri dari beberapa cangkoi dan cangkoi ini terduru dari beberapa Nuwo.
Oleh karena itu marga, tiyuh, dan kampong merupakan faktor kesatuan wilayah,
sedangkan Buay, suku, cangkoi dan nuwo menunjukkan kesatuan dalam silsilah. Sistem
kekerabatan masyarakat Lampung adalah patrilineal, berdasarkan keturunan sepihak, yaitu laki-
laki atau bapak.
Artinya di dalam suatu negeri akan tercela apabila penduduknya tidak bisa menjaga
kebersihan lingkungan serta halaman rumahnya masing-masing.
8
Artinya di dalam negeri akan tercela apabila tidak ada tempat pemandian khusus baik
khusus pria maupun wanita, bila mandi bercampur baur di satu tempat.
Artinya di dalam negeri akan tercela apabila tidak memiliki balai adat tempat
bermusyawarah sehingga permasalahan tidak pernah dimusyawarahkan bersama.
Artinya di dalam negeri akan tercela apabila tidak memiliki masjid atau langgar tempat
beribadah, menunjukkan masyarakat tidak pernah sholat berjamaah sebagai kerukunan beragama
dalam beribadah.
Artinya di dalam suatu negeri akan tercela apabila tidak menggantungkan kentongan
sebagai pertanda keamanan lingkungan tidak dipedulikan dengan tidak adanya ronda malam.
Artinya di dalam negeri akan tercela apabila tidak mempunyai beduk, maksudnya suatu
negeri tidak ada alat untuk mengingatkan waktu untuk beribadah sebagai hamba Allah swt.
Artinya di dalam negeri akan tercela apabila orang lain yang masuk ke wilayah itu tidak
melihat tanda atau perbedaan rumah seorang pemimpin dengan masyarakat biasa, jadi
menunjukkan bahwa masyarakat tidak patuh dan menghormati pemimpin.
Artinya di dalam negeri akan tercela apabila masyarakatnya tidak berkemauan atau tidak
memiliki prakarsa, sehingga dari waktu ke waktu daerah itu tidak ada perubahan situasi.
Artinya di dalam negeri akan tercela apabila terjadi kekurangan persediaan makanan,
sehingga terjadi kelaparan.
9
Ayat 10: Punyimbang lom tiyuh mak sai tungkul
Artinya di dalam negeri akan tercela apabila para pemimpin dalam wilayah negeri itu
sudah tidak seiya sekata, maksudnya hanya salung menonjolkan diri sendiri tidak perlu dengan
pemimpin lainya bahkan saling bermusuhan.
Artinya satu kata sudah cukup dari pada sepuluh tapi bertele-tele, maksudnya suatu
negeri akan berbahagia jika penduduknya dalam menyelesaikan suatu masalah tidak bertele-tele
atau terlalu banyak kiasan, tidak terlalu banyak pembicaraan yang tidak bermanfaat.
Artinya bujang gadis yang rajin bekerja, maksudnya suatu negeri akan berbahagia jika
bujang gadisnya sebagai generasi penerus kader yang kreatif, tidak malas, maka masa depan
bangsa akan cerah.
Artinya rajanya sabar. Maksudnya seorang pemimpin haruslah yang arif dan bijaksana
dalam menghadapi masyarakat yang beraneka ragam sifat dan harus selalu sabar dalam
memimpin.
Artinya masyarakat sebagai warga akan selalu tertanam rasa berperasaan serta tenggang
rasa terhadap sesama, serta tahu diri.
Artinya tanaman tumbuh subur. Maksudnya negeri akan berbahagia jika masyarakatnya
selalu berusaha bertani, berupaya dalam segala hal agar tanaman menghasilkan hasil yang
melimpah sesuai dengan kesuburan daerahnya.
10
Artinya pemimpin rajin ke masjid atau langgar. Memberikan contoh kepada masyarakat
sebagai umat muslim yang selalu berserah diri dengan cara menunaikan rukun Islam secara
bersama-sama di masjid.
Ayat 1: Nemuiko hun tandang tawa himpun manuk uttawa himpun tahlui
Artinya suatu negeri akan bangga bila didatangi orang bertandang ke negeri itu untuk
mencari kebutuhan yang banyak berupa hasil bumi, ayam, telur, dsb. Itu menunjukkan negeri itu
makmur dalam berbagai segi.
Artinya ternak yang banyak hasil gembala yang melimpah ruah, suasana bersih
pemandian mengalir deras. Maksudnya negeri itu sangat berbahagia jika ternak melimpah,
kebersihan terjaga, air yang cukup, dan pemandian yang teratur.
Artinya jalan raya selalu bersih, terhindar dari rumput dan kotoran, ternak yang
berkeliaran, dan anak-anak tidak mengganggu lalu lintas suasana umum.
Ayat 5: Juwal bughugan sai ghanta kejung jama punyimbangni ngedok hajat mak ngunut
kekughanganni di humbul baghih
Artinya bakat terampil dan kreatif masyarakat suatu daerah atau negeri dalam hasil
karyanya merupakan tambahan dalam mencukupi kebutuhan hajat sendiri ataupun hajat
pemimpinnya, tanpa mencari ke daerah lain.
Dalam "Kitab Kuntara Raja Niti", banyak menjelaskan bagaimana adanya larangan
tersebut demi tercapainya kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut bertujuan agar
masyarakat Lampung memiliki integritas moral yang baik dalam kehidupan bernegara dan
bernegara. Menurut buku "Kuntara Raja Niti", masyarakat Lampung memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
11
1. Piil Pesenggiri
2. Juluk Adek
3. Nemui-Nyimah
Pertemuan dengan Nima menunjukkan bahwa masyarakat Lampung memiliki rasa saling
menghormati dan bersahabat dengan pengunjung. Artinya dalam kehidupan sosial masyarakat
Lampung harus ramah, baik tua maupun muda.
4. Nengah Nyapur
5. Sakai Sambaian
Sakai sambaian artinya masyarakat Lampung suka gotong royong dan saling membantu
dengan sesama anggota masyarakat. Masyarakat Lampung selalu bergotong royong mengajarkan
hal-hal besar agar bisa santai. Masyarakat Lampung sangat antusias saling membantu karena
menyadari bahwa hidup adalah persatuan.
Sifat-sifat ini dilambangkan dengan lima kembang penghias segokh pada lambing
Provinsi Lampung. Selain Kitab Kuntara Raja Niti ada juga istilah Cepalo Ghuwa Belas. Cepalo
Ghuwa Belas berisikan 12 larangan dalam rangka menjaga kesopanan dan kerukunan dalam
kehidupan. Adapun isi dari Cepala Ghuwa Belas ini antara lain:
12
1. Dilarang mandang majeu ulun maupun anak mulei ulun jamo pandangan jamo birahi.
Hukumano dendo.
Artinya dilarang memandang istri orang maupun anak gadis orang dengan pandangan
yang mengandung birahi, hukumannya denda.
2. Dilarang balahkamah atau cabul, ngehasut, mitnah, kabagh buhung. Hukumano dendo.
3. Dilarang mejeng dipok sai lebih gecak anjak pok mejeng ulun tuho, atau ulun sai gham
hormati. Hukumano dendo.
Artinya dilarang duduk di tempat yang lebih tinggi dari tempat duduk orang tua atau
orang yang kita hormati. Hukumannya denda.
5. Dilarang nepuk beteng didepan ulun sai lagei meteng hukumano dendo.
Artinya dilarang menepuk perut di depan orang yang sedang hamil, hukumannya denda.
Artinya dilarang tidur tertelungkup di siang hari, di tengah kampung atau di gardu.
Hukumannya denda.
Artinya dilarang memasuki orang lain tanpa izin melalui pintu belakang, hukumannya
denda.
Artinya dilarang melewati ruangan orang lain tanpa izin, hukumannya denda.
13
Artinya dilarang mengambil hak orang lain tanpa izin pemiliknya, hukumannya denda.
Kitab Kuntara Raja Niti dan Cepalo Ghuwa Belas merupakan salah satu bentuk dari
aturan atau larangan yang bersifat tertulis. Biasanya dijadikan sebuah buku atau kitab. Perbedaan
antara Kitab Kuntara Raja Niti dengan Cepalo Ghuwa Belas adalah, kitab Kuntara Raja Niti
lebih berisikan larangan-larangan dalam menjalankan kehidupan bernegara, sedangkan Cepalo
Ghuwa Belas lebih berisikan larangan-larangan dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat.
Selain contoh di atas masih banyak lagi larangan yang tidak tertulis. Contoh tersebut
antara lain:
Tata tertib adat adalah ketentuan-ketentuan adat yang bersifat tradisional yang harus
ditaati oleh setiap orang dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Seperti ketentuan yang ada di
dalamnya yang bersifat adat sesungguhnya yaitu mengenai adat istiadat, adat nan diadatkan dan
adat nan teradat. Apabila ketentuan-ketentuan adat tersebut dilanggar, maka akan berakibat
timbulnya reaksi dan koreksi dari petugas hukum adat dan masyarakat. Contoh pelanggaran
aturan dusin di Lampung yang saat ini diabaikan masyarakat contohnya:
Seseorang bertamu kerumah orang lain melalui tangga belakang maka orang tersebut
akan dikenakan denda yang telah ditetapkan oleh ketua adat yang biasanya berupa beras.
Kemudian beras tersebut akan diberikan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan
misalnya janda, lansia, dan sebagainya.
14
2. Keseimbangan masyarakat terganggu
Dengan demikian bukan saja perbuatan menghina pemuka adat yang hidup merupakan
perbuatan yang mengganggu keseimbangan melainkan juga perbuatan menghina Poyang asala
keturunan yang sudah dikeramatkan merupakan perbuatan yang mengganggu keseimbangan
masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa isi dasar etika adalah tentang hal-hal
yang baik atau tentang hal-hal buruk yang tidak dapat dilakukan atau dicapai dalam masyarakat.
Unsur dasar etika adalah berbuat baik dan tidak berbuat. Dengan kata lain, moralitas termasuk
15
perintah atau larangan. Moralitas tidak hanya berfokus pada hal-hal baik yang harus dilakukan,
tetapi juga mempertimbangkan hal-hal buruk yang belum pernah dilakukan.
Dalam masyarakat Lampung ada larangan tertulis dan larangan tidak tertulis. Larangan
tertulis masyarakat Lampung tertuang dalam kitab-kitab Kuntara Raja Niti dan Cepalo Ghuwa
Belas, sedangkan banyak larangan yang tidak tertulis diberikan turun-temurun oleh pendiri adat
di setiap daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Kitab Hukum Adat Lampung. Diambil dari kitab hukum adat lampung
(berpikirceria.com). Diakses pada tanggal 28 Desember 2020.
Anonim. 2019. MATERI KUNTARA RAJA NITI BAHASA LAMPUNG. Diambil dari MATERI
KUNTARA RAJA NITI BAHASA LAMPUNG KELAS 10 KURIKULUM 2013 MATERI
KUNTARA RAJA NITI - KELAS UMUM ID. Diakses pada 28 Desember 2020.
16
Margaretha, R.. 2017. Analisis Klasifikasi Mitos dalam Tradisi Lisan Masyarakat Lampung.
Resty. 2017. Makalah Hukum Adat (Lampung). Diambil dari Adat Lampung: Makalah Hukum
Adat (LAMPUNG) (restydesma.com) , Diakses pada 28 Desember 2020.
17