Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN

TINDAK ASUSILA DI KELURAHAN BAIYA,


KECAMATAN TAWAELI KOTA PALU
Dosen Pengampu : Dr. Jamaluddin M.Si dan Roy Kulyawan, S.Pd.,M.Pd

Di Susun Oleh:
Kelompok 1
Aprianto A32122084
Ahmad Arif A32122039
Nurhaliza A32122006
Dewi Agustin A32122001
Mawar A32122011
Preti Sinta A32122016
Siti Zahrotul Jannah A32122025
Lilis Setiawati A32122020
Sri Yulitayani A32122005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN


KEWARGANEGARAAN
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan yang
berjudul “Tindak Asusila Di Kelurahan Baiya” ini tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Hukum Adat.
Maka dengan selesainya pengerjaan laporan ini, kami selaku kelompok 1
kelas A mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Hukum Adat yaitu bapak Dr. Jamaludin, M.Si., bapak Roy Kulyawan, S.Pd., M.Pd
dan bapak Windy Makmur, S.Pd., M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah
Hukum Adat yang telah membimbing dalam menyelesaikan tugas ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian tugas ini. Kami selaku penulis menyadari bahwa
tugas yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun kami butuhkan demi kesempurnaan laporan ini.

Palu, 11 November 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

SAMPUL .............................................................................................................. 1

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2

DAFTAR ISI........................................................................................................ 3

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 4


1.2 Maksud dan Tujuan................................................................................. 5

BAB 2 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 6

2.1 Hasil .......................................................................................................... 6


2.2 Pembahasan ............................................................................................. 6
2.2.1 Tindak asusila ................................................................................ 7
2.2.2 Kategori yang termasuk tindak asusila ....................................... 7
2.2.3 Prosedur penyelesaian ................................................................... 7

BAB 3 PENUTUP................................................................................................ 8

3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 8


3.2 Saran ........................................................................................................ 8

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 9

LAMPIRAN ......................................................................................................... 10

Lembar Observasi ......................................................................................... 10

DOKUMENTASI ................................................................................................ 13

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karakteristik bangsa Indonesia yang terdiri dari ragam bahasa, budaya, dan
adat istiadat dalam masyarakat maka bermacam-macam pula kaidah-kaidah,
normanorma yang hidup dan tumbuh serta berkembang dalam setiap masyarakat.
Di setiap masyarakat yang terdapat dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, memiliki hukum adatnya masing-masing yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya sebagai norma pengatur dalam kehidupan bermasyarakat.
UUD 1945 dengan tegas mengakui keberadan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sebagaimana disebutkan pada Pasal 18 B (2) UUD
1945 yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis, hidup, tumbuh dan berkembang
dalam setiap kelompok masyarakat sebagai aturan hidup masyarakat yang
dipelihara dan ditaati oleh setiap kelompok masyarakat. hukum adat itu berbeda
beda antara kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang
lainnya dan selalu dipertahankan kemurniannya yang merupakan warisan turun-
menurun.
Sekitar abad 17 m sampai dengan 18 m Kelurahan Baiya berstatus Boya
yang dipimpin oleh seorang gelar Tadulako yang dalam bahasa Kaili disebut Toma
Langgai atau Punggawa yang konon dalam kedudukannya Tadulako yang
dimaksud oleh masyarakat tidak diperkenankan menyebut namanya.
Pada awal abad ke 19 m sekitar tahun 1908 secara administrasi
pemerintahan telah dilakukan peralihan status dari Boya Baiya menjadi Kampung
Baiya, yang di pimpin oleh seorang Kepala Kampung selanjutnya disebut Kampung
Baiya.
Kampung Baiya pada masa itu di diami mayoritas suku Kaili dengan bahasa
sehari-hari adalah bahasa Rai. Dan secara keseluruhan suku Kaili yang mendiami
Kampung Baiya memeluk agama Islam. Kata Baiya menurut pengakuan
masyarakat yang bersumber dari sejara memiliki dua makna :

Pertama : Diartikan sebagai pembaiyatan ( Baiya ) yang berarti pengukuhan atau


pengambilan sumpah para Raja dan orang-orang yang pertama kali masuk memeluk
agama Islam.

4
Kedua : Diartikan sebagai aliran air yang kering yang dalam bahasa Kaili Rai, di
sebut Kabaiya venomena ini dapat dibuktikan dengan keadaan alam yakni adanya
bekas aliran air yang sudah kering membentuk Lembah memanjang dari arah Timur
Baiya menuju ke laut. Dimana bentangan lembah tersebut melintas tepat ditengah
kampung Baiya. Dilembah tersebut bermunculan titik mata air yang sampai saat ini
masih difungsikan warga masyarakat untuk kegiatan minum, mandi dan cuci.
Dalam perjalanan sistim Pemerintah Kelurahan Baiya dari sekitar abad ke
19 M sampai saat ini telah empat kali berganti status Yakni :
Pertama : Berstatus Kampung dari tahun 1908 sampai dengan 1966
Kedua : Berstatus Desa dari Tahun 1966 sampai dengan 1996
Ketiga : Berstatus setingkat Kelurahan Tahun 1996 sampai dengan 1999
Keempat : Berstatus Kelurahan dari Tahun 1999 sampai dengan Sekarang.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1 Bagi Program Studi
a. Sebagai penunjang akreditas
b. Terdapat kesesuaian antara program studi dan mata kuliah
1.2.2 Bagi Mahasiswa
a. Terdapat kesesuaian antara teori dan praktek
b. Mahasiswa akan lebih paham cara bersosialisasi dalam masyarakat
dengan memerhatikan perilaku, sikap dan tindakan sesuai dengan
lingkungan masyarakat
c. Hasil praktikum akan lebih bermakna sebagai bekal hidup dan
pengembangan diri

5
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Hasil
Perbuatan yang melanggar norma kesusilaan, khususnya perbuatan yang
berkaitan dengan kelamin, atau bagian badan yang membuat rasa malu, jijik atau
merangsang birahi orang lain.
Secara etimologi, kata "asusila" berasal dari bahasa Sanskerta. "Asu" berarti
"aksi jahat" atau "berperilaku buruk", sementara "sila" berarti "moral" atau "etika".
Jadi, secara harfiah, "asusila" dapat diterjemahkan sebagai "berperilaku buruk yang
melanggar moral atau etika".
Pemahaman dan penilaian terhadap tindakan asusila dalam suku Kaili dapat
dipengaruhi oleh norma-norma budaya dan nilai-nilai yang berkembang di
masyarakat mereka. Seringkali, konsep asusila dapat melibatkan perilaku yang
dianggap tidak pantas atau melanggar norma sosial setempat.
Penting untuk diingat bahwa interpretasi tentang tindakan asusila dapat
bervariasi, dan pandangan ini mungkin dipengaruhi oleh nilai-nilai tradisional,
agama, adat istiadat, dan norma-norma sosial di dalam suku Kaili. Untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam, akan bermanfaat untuk berdialog
langsung dengan anggota komunitas atau sumber daya lokal yang memiliki
pengetahuan tentang budaya suku Kaili.
Kategori-Kategori yang Termasuk Dalam Tindak Asusila dalam hukum
adat yaitu yang bersumber dari kejahatan perilaku, perbuatan dan ucapan. Ada
beberapa kategori asusila dalam hukum adat yaitu kategori berat yang istilahnya
salah gana yang berasal dari perbuatan dan kategori ringan yang istilahnya salah
baba atau salah mbifi yang berasal dari perkataan.

2.1 PEMBAHASAN
2.1.1 Tindak Asusila
Tindak Asusila adalah perbuatan yang melanggar norma kesusilaan,
khususnya perbuatan yang berkaitan dengan kelamin, atau bagian badan yang
membuat rasa malu, jijik atau merangsang birahi orang lain. Jadi dalam
perspektif adat tindakan asusila itu sendiri adalah tindakan yang melanggar
norma adat, dalam bentuk perbuatan atau perilaku yang menimbulkan rasa malu
dan ketidak nyamanan bagi orang lain.

2.1.2 Kategori Yang Termasuk Tindak Asusila


Dalam tindak asusila ini terdapat kategori-kategoi yang di dalamnya
tedapat tindak asusila yaitu kategori ringan dan berat.

6
a. Kategori Berat
Kategori berat yaitu salah gana, yang hukumannya dengan denda seekor
sapi atau seekor kerbau, seperti laki-laki dengan perempuan yang bukan
muhrim melakukan suatu hal yang semena-mena berarah pada
seksualitas, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perselingkuhan,
hubungan sedarah (Inses)
b. Kategori Ringan
Kategori ringan yaitu salah baba atau salah bivi , yang hukumannya
dengan denda 1 atau 2 ekor kambing, di tambah dengan denda denda
yang lain seperti piring, kain putih, mahar (uang Riyal). Dalam kategori
ringan ini terdapat dua kategori lagi yaitu secara visual dan verbal.Verbal
atau tindak asusila yang di sebabkan oleh ucapan seperti berbicara kotor,
menghina, membawa cerita hoaxs, dan visual atau tindak asusila yang
berhubungan dengan pancaindra penglihatan seperti mengintip, melihat
lawan jenis dengan waktu yang lama tanpa menoleh.

2.1.3 Prosedur Penyelesaian


Dikelurahan baiya, ketua adat mengusulkan jika ada permasalahan yang
indikasinya terdapat pelanggaran tentang pelanggaran adat, pemerintah harus
menangani terlebih dahulu dari pihak RT dan RW. Kalau terjadi perbedaan
antara RT dan RW jika tidak terdapat penyelesaian maka akan ditindak lanjuti
oleh urutan struktur pemerintah yang lebih tinggi. Mengapa demikian? Karena
hukum adat ini bersifat mutlak tidak bisa di interpensi orang lain. Jika terjadi
perbutan tindak asusila Denda yang diberikan juga harus sesuaikan dengan
ekonomi si pelaku, dan jika perbutan itu dimaafkan atau diselesaikan secara
damai maka denda itu ditiadakan sesuai dengan kesepakatan kedua bela pihak
serta para pemangku adat dan tokoh masyarakat.

7
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemahaman dan penilaian terhadap tindakan asusila dalam suku Kaili dapat
dipengaruhi oleh norma-norma budaya dan nilai-nilai yang berkembang di
masyarakat mereka. Seringkali, konsep asusila dapat melibatkan perilaku yang
dianggap tidak pantas atau melanggar norma sosial setempat.
Penting untuk diingat bahwa interpretasi tentang tindakan asusila dapat
bervariasi, dan pandangan ini mungkin dipengaruhi oleh nilai-nilai tradisional,
agama, adat istiadat, dan norma-norma sosial di dalam suku Kaili. Untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam, akan bermanfaat untuk berdialog
langsung dengan anggota komunitas atau sumber daya lokal yang memiliki
pengetahuan tentang budaya suku Kaili.
Kategori-Kategori yang Termasuk Dalam Tindak Asusila dalam hukum
adat yaitu yang bersumber dari kejahatan perilaku, perbuatan dan ucapan. Ada
beberapa kategori asusila dalam hukum adat yaitu kategori berat yang istilahnya
salah gana yang berasal dari perbuatan dan kategori ringan yang istilahnya salah
baba atau salah mbifi yang berasal dari perkataan. Jadi kelestarian hukum adat juga
adalah hal yang urgen sebagai alternatif hukum non litigasi agar masyarakat mampu
hidup secara beradab di lingkungan sosialnya masing masing dengan tradisinya
yang mengikat sebagai perangkat untuk menyelesaikan masalah tertentu.

3.2 Saran
Dalam praktikum hukum adat, biasanya terdapat mekanisme penyelesaian
sengketa yang melibatkan tokoh-tokoh adat dan masyarakat setempat.Namun,
dalam kasus tindakan asusila, perlu ada keterlibatan aparat penegak hukum untuk
memastikan bahwa pelaku mendapatkan hukuman yang sesuai dengan
perbuatannya.Selain itu,praktik hukum adat juga dapat di gunakan untuk mencegah
terjadinya tindakan asusila di Baiya.Misalnya,dengan mengadakan upacara adat
atau ritual yang bertujuan untuk memperkuat nilai-nilai moral dan etika dalam
masyarakat.Namun,praktik hukum adat tidak dapat menjadi satu-satunya solusi
dalam menangani tindakan asusila.Di perlukan juga penegsksn hukum yang tegas
dan penguatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mencegah tindak
asusila.Dengan demikian,praktik hukum adat dapat menjadi salah satu alternatif
yang dapat di gunakan secara bersamaan dengan upaya-upaya lainnya untuk
menangani kasus tindakan asusila di Baiya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Samrin S.pd.”Tindak Asusila”. Kelurahan Baiya Kecamatan Tawaeli,10/11/2023.


Afip,S.Ag.”Tindak Asusila”. Kelurahan Baiya Kecamatan Tawaeli,11/11/2023.
https://novaappai.page.link/iG3uEwtk5Zo4qzzq5

https://baiya.palukota.go.id/sejarah-singkat/

9
LAMPIRAN
A. Lembar Observasi
Nama Narasumber : Samrin, S.Pd
Afip,S.Ag

1. Apa saja kategori-kategori yang dikatakan tindak asusila,apa saja yang


dikatakan asusila,menurut hukum adat di sini?
Jawab :
Terdapat beebrapa kategori dalam tindak asusila yang ada di desa baiya
yaitu kategori ringan dan kategori berat. Tindak asusila kategori rendah yaitu
istilahnya mrnurut hukum adat disini yaitu salah gana yang berhubungan dengan
tingkahlaku dan tidak asusila kategori berat yaitu salah mbaba atau salah bifi yang
berhubungn dengan perkataan.
Apabila laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim berdua-duaan dan
saling melakukan tindakan.Tindakan yang termasuk hukum adat bersumber dari
kejahatan,perilaku,dan ucapan perbuatan.Laki-laki dan perempuan yang bukan
muhrimnya mealkukan suatu hal yang semenah-menah berarah pada
sexsualitas,maka dari itu dikatakan tindakan asusila.
Kemudian asusila itu bisa berarah pada kasus KDRT.Terkadang rumah
tangga itu berantakan dari hari ke hari yang tak kunjung selesai kedua belah pihak
itu tidak bisa mengontrol dan melakukan pemukulan dan lain-lain.Maka ada
ketentuan hukum adat yang mengatur hal tersebut.

2. Jadi kasusnya ini dapat diselesaikan dengan jalur hukum adat/hukum positif
menurut UU atau mekanismenya melalui hukum adat saja?
Jawab :
Kalau ini tidak mutlak,kalau di keluarkan baiya saya selaku ketua hukum
adat mengusulkan bahwa setiap permasalahan ini yang indikasinya terdapat
pelanggaran tentang pelanggaran adat,pemerintah harus menangani trlebih dahulu
dari phak RT dan RW maka tidak terdapat penyelesaian maka akan lanjut oleh
urutan struktur pemerintah teratas lagi.
Mengapa demikian? karena hukum adat ini bersiat mutlak tidak bisa di
interpensi orang lain tidak ada lanjutannya.Yang akhirnya di denda,terkadang
ekonomi orang itu tidak sama,maka dari itu lembaga adat berpendapat masalah
tersebut sebaiknya di diskusikan terlebih dahulu di RT dan pihak-pihak berwajib
yaitu polisi,namun jika mereka tidak mau di selesaikan dengan pihak berwajib
/polisi maka akan di selesaikan melalui hukum adat yaitu lembaga adat oleh suro-
suro mengenai masalah-masalahnya,lalu dari suro lanjut ke ketua adat.

10
3. Apa saja kategori tindak peristiwa menurut hukum adat di Baiya?
Jawab :
Yaitu asusila timbul dari musik-musik zaman sekarang (DJ) sehingga
timbulnya nafsu yang mengakibatkan asusila sanksi adat (gifu) antara lain di nilai
dari tindakan itu bisa dengan satu ekor kerbau jantan atau sapi atau 2 ekor
kambing/piring adat.

4. Apakah terdapat sanksi lainnya seperti di cambuk?


Jawab :
Tidak ada,namun terdapat satu hukuman berat yaitu di labu (di
tenggelamkan) namun selama saya hidup dan menjadi ketua adat belum pernah
terjadi hal/tindakan sanksi seperti itu,kemungkinan ada namun sebelum saya lahir.

5. Apa saja cara prosedur hukum adat di Baiya?


Jawab :
a. Melapor
b. Memproses laporan
c. Sidang adat

6. Bagaimana jika ada perempuan yang hamil tapi tidak ada yang mau menikahi
dikarenakan laki-laki yang menghamili tidak mau bertanggung jawab.Apakah
perempuan ini di usir dari kelurahan Baiya ini dan jikalau tidak ada yang
menikahi itu pasti berpotensi mendatangkan balak,bagaimana pendapat bapak
mengenai kasus tersebut?
Jawab :
Yang pertama kita lihat penyebab hamilnya perempuan itu apakah hamil
dengan keadaan terpaksa,di paksa atau keinginan bersama.Kesimpulannya kalau
keinginan bersama,orang berpacaran kalau di paksa berarti orang yang perkosa
kalau terpaksa mungkin karena satu hal yaitu ekonomi.Keinginan diri dan hal
seperti itu lembaga adat atau hukum adat kepada pos PP atau tempat terjadinya itu
kalau mereka berdua pacaran maupun biasanya orang pacaran ada kerja sama
dengan pihak lain atau orang ketiga begitu terjadi pembuahan dua-dua tidak ada
yang mengaku maka harus salah satu yang bertanggung jawab.
Yang kedua,perempuan berkhianat yang menggatakan bahwa perkataan
yang berbeda antara tempat satu dan tempat yang lain.Sehingga dilaporkan dan
laki-laki itu ingin bertanggung jawab tetap hukum adat di tegakkan kemudian
mencari tahu apa salahnya dan jika benar itu di kategorikan hukum adat salah gana
yang berupa seekor sapi atau kerbau.

11
7. Apa saja denda yang di berikan kepada laki-laki yang menghamil perempuan?
Jawab :
Dendanya yaitu 2 ekor kambing yang satu ekor di berikan kepada orang
yang di rugikan dan yang satu ekor lagi di potong di rumah lembaga ketua adat dan
di makan bersama-sama oleh lembaga adat,pemangku adat,dan tokoh masyarakat.

12
DOKUMENTASI

13
14
15

Anda mungkin juga menyukai