Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KARAKTERISTIK MASYARAKAT
PEDESAAN DAN PERKOTAAN
Dosen Pengampu : Iis Ismawati, SST,M.Tr.Keb

Disusun Oleh:
Khusnil Khotimah Puspitasari (2204014)
Nur Salsabila (2204024)
Rizka Aisya Kamila (2204026)
Salma Tia Aryani (2204001)
Selviana Afriza (2204036)

PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN + PROFESI BIDAN


POLITEKNIK KESEHATAN AISYIYAH BANTEN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam
nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik
kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua
cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Kami ucapkan terima kasih kepada dosen serta teman-teman sekalian yang telah membantu,
baik bantuan berupa moriil maupun materiil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu
yang telah ditentukan.
Kami menyadari bahwa didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta
banyak kekurangan-kekurangannya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam
pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya
menuruti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang
membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang
kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin
mengambil hikmah dari judul ini (Karakteristik Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan) atau
menyempurnakan lagi dan sebagai tambahan dalam referensi yang telah ada.

Cilegon, 29 September 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan......................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Masyarakat.................................................................................................
B. Masyarakat Desa......................................................................................................
C. Masyarakat Kota......................................................................................................
D. Karakteristik dan Ciri-ciri Masyarakat Desa...........................................................
E. Karakteristik dan Ciri-ciri Masyarakat Kota...........................................................
F. Masalah-masalah Yang Terjadi di Pedesaan...........................................................
G. Masalah-masalah Yang Terjadi di Perkotaan..........................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat desa dan kota dari dahulu memiliki sesuatu daya tarik untuk diteliti lebih
dalam. Banyak aspek-aspek yang menarik perhatian dan hubungan antara desa dan
kota tanpa disadari sangat kuat dan penting untuk dipahami secara lebih mendalam.
Dari permasalahan-permasalahan dalam masing-masing masyarakat kelompok urban
dan rural mendapatkan perhatian dan memiliki sesuatu yang menarik. Bukan hanya
mengenai permasalahan yang ada dalam kedua kelompok tersebut tetapi masih
banyak masyarakat yang tidak mengetahui apa itu kelompok urban dan kelompok
rural. Melihat kenyataan tersebut perlu dibuat sebuah pembahasan yang sistematis
yang mampu menjelaskan seperti apa komunitas rural dan urban yang terjadi disekitar
masyarakat. Proses-proses terbentuknya masyarakat urban dan rural cukup menarik
untuk diamati dan dapat mengetahui bagaimana solusi yang diberikan akibat
munculnya kedua kelompok tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa perbedaan karakteristik antara masyarakat pedesaan dan perkotaan?
2. Bagaimana keadaan kemajuan, perkembangan dan pembangunan antara desa dan
kota?
3. Apa saja masalah yang terjadi di pedesaan dan perkotaan?

C. Tujuan
1. Mampu menjelaskan perbedaan karakteristik masyarakat pedesaan dan
masyarakat perkotaan.
2. Mampu memahami masalah-masalah yang terjadi di desa dan di kota.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Masyarakat
Para ilmuan dibidang sosial sepakat bahwa tidak ada definisi tunggal tentang
masyarakat dikarenakan sifat manusia selalu berubah dari waktu ke waktu. Pada
akhirnya para ilmuan memberikan definisi yang berbeda-beda antara satu dengan
yang lain. Berikut ini beberapa definisi masyarakat menurut pakar sosiologi:
1. Selo Soemardjan mengartikan masyarakat sebagai orang-orang yang hidup bersama
dan menghasilkan kebudayaan.
2. Max Weber mengartikan masyarakat sebagai struktur atau aksi yang pada
pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.
3. Emil Durkheim mendefinisikan masyara,at sebagai kennyataan objektif individu-
ondividu yang merupakan anggotanya (Bambang,2014: 38).

B. Masyarakat Desa
Masyarakat desa adalah masyarakat yang bertempat tinggal dimana terdapat jumlah
penduduk 2500 orang, ditandai dengan derajat intimitas pergaulan antar warga yang
tinggi (Syamsul Nizar, 2013: 249.). Masyarakat desa, sebagai bentuk dari kehidupan
berama, mempunyai kterkaitan yang sangat erat dengan lingkungan hidupnya, baik
yang berupa manusia maupun yang berupa benda. Hal ini dapat dimengerti bahwa
kehidupan masyarakat tradisional sasngat bergantung pada manusia lain dan kondisi
alamnya. ,ata pencahariannya berpusat pada sector pertanian dan nelayan (Mawardi at
all, 2000: 121). Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin
yang kuat antar sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat
yang amat kuat hakekatnya, bahwa seseprang merasa merupakan bagiam tang tidak
dapat dipisahkan dri masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai
perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakat atau anggota-
anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebagai masyarakat yang saling
mencintai dan saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama
terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama didalam masyarakat (Sumanto
Soerjono, 2012: 76). Pola-pola tingkah laku yang sudsh terlambangkandalam
masyarakat (bangsa) tertentu (seperti dalam bentuk adat istiadat dimana biasanya ada
dalam masyarakat pedasaan). Sangat memungkinkan mereka untuk memiliki
karakteristik kepribadian yang sama. Kesamaan karakteristik ini membangun
berkembangnya konsep-konsep tipe kepribadian dasar (basic personality tipe, dari
kardiner, 1945), dan karakter nasional atau bangsa (National Character,dari Gorer,
1950) (Syamsu Yusuf, 2011: 30). Dengan adanya kebudayaan kita bisa mengetahui
bahwa kebudayaan sangat kental dengan adanya agama. Karakteristik ajaran islam
dalam bidang ilmu dan kebudayaan, akomodatif, tetapi juga selektif. Dari satu segi
islam terbuka dan akomodatif untuk menerima masukan dari luar, tetapi bersamaan
dengan itu islam juga selektif, yakni tidak begitu saja menerima seluruh jenis ilmu
dan kebudayaan, melainkan ilmu dan kebudayaan yang sejalan dengan islam. Banyak
hal yang dalam masyarakat pedesaan yang berbicara tentang kebudayaan dan agama
(Abuddin Nata, 2014: 85). Desa adalah suatu hasil perpaduan antara kegiatan
sekelompok manusiadengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu adalah suatu
wujud atau kenampakan di bumi yang di timbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial,
ekonomi, politik, dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan dalam
hubungannya dengan daerah lain (Zubaeidi, 2013: 206). Corak kehidupan di desa
berdasarkan pada ikatan kekeluargaan yang erat. Masyarakat merupakan sesuatu
“gemeinschaft” yang memiliki unsur gotong royong yang 3 kuat. Hal ini dapat
dimengerti, karena pendudukn desa merupakan “face to face group” dimana mereka
saling mengenal betul seolah-olah mengenal dirinya sendiri (Jacobus Rancabar, 2016:
131). Faktor lingkungan geografis memberi pengaruh juga terhadap kegotng royongan
seperti faktor topografi setempat yang memberikan suatu ajang hidup dan suatu
adaptasi kepada pendudukdan juga faktor iklim yang dapat memberikan pengaruh
positif dan negatif terhadap penduduk terutama petani-petaninya. Dan bukan hanya
itu, bencana alam juga menjadi faktor yang mana harus dihadapi dan di alami
bersama-sama. Jadi persamaan nasib dan pengalaman menimbulkan hubungan yang
akrab (Zainuddin Sardar, 1996: 141). Hubungan manusia pada masyarakat desa
terjadi secara kekeluargaan, dan jauh menyangkut masalah-masalah pribadi. Satu
dengan yang lain mengenal secara rapat, menghayati secara mendasar. Suka atau duka
yang dirasakan oleh salah satu anggota akan dirasakan oleh seluruh anggota.
Pertemuan-pertemuan dan kerjasama untuk kepentigan sosial lebih diutamakan
daripada kepentingan individu. Segala kehidupan sehari-hari diwarnai dengan gotng
royong. Misalnya mendirikan rumah, mengerjakan sawah, menggali sumur, maupun
melayat orang yang meninggal (Mohammad Mahfud MD, 2011: 98). Tetapi dilain
pihak pengendalian sosial terasa sangat ketat, sehingga perkembangan jiwa individu
sulit untuk dilaksanakan. Keadaan demikian berjalan terus menerus dan sulit untuk
mengadakan perubahan. Jalan pikiran yang kolot, tidak ekonomis yang sudah menjadi
tradisi juga sulit untuk di ubah, walaupun pandangan-pandangan tersebut sebenarnya
tidak dapat diterima oleh akal pikiran manusia. Sehingga bilamana seorang anggota
masyarakat desa yang bersangkutan tidak melaksanakan sesuatu yang sudah menjadi
tradisi desa tersebut, dinyatakansalah dan dikucilkan. Kehidupa keagamaan (magis
religius) berlangsung sangat serius. Semua kehidupan dan tingkah laku dijiwai oleh
agama, hal ini disebabkan cara berpikir masyarakat desa yang kurang rasional (Pior
Stompka, 2008: 67)

C. Masyarakat Kota
Masyarakat modern merupakan pola perubahan dari masyarakat tradisional yang telah
mengalami kemajuan dalam berabagai aspek kehidupan. Salah satu ukuran kemajuan
dapat terlihat pada pola hidup dan kehidupannya. Dibidang mata pencaharian, merka
tidak bergantung pada sektor pertanian semata, tetapi merambat pada sektor lain
seperti jasa dan perdagangan (Mohammad Budyatna, 2012: 40.). Sektor pertanian
sebagai salah satu garapannya, dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan
memadukan sumber daya alam, sumber daya manusia dan tehnologi. Apabila
masyarakat tradisional bergantung pada kemurahan alam semesta seperti cuaca,
kesnuran tanah dan lain-lain. Pada masyarakat modern dapat diantisipasi sedemikan
rupa dengan mempergunakan tekhnologi, seperti tekhnologi penumpukan unntuk
mendapatkan kesuburan tanah atau green house (rumah kaca) untuk menghindari kaca
yang beru bahrubah, atau dengan hujan buatan untuk menghindari kekeringan dan
sebagainya (Bdul Cher, 2014: 58). Pertambahan penduduk dan kemajuan teknik
merupakan dua hal yang sangat besar pengaruhnya atas situasi dan perkembangan
masyarakat kota. Makin besar pertambahan penduduk , makin nampak pula ciri
kekotaan suatu tempat. Semakin padat penduduk kota maka berkurang kebebasan
individu, semakin tajam persaingan antar manusia sehingga akan mendorong
terciptanya organisasi-organisasi kolektif, demi terjaminnya kebutuhan hidup serta
pembelaan kepentingan mereka, ikatan sosial dan ikatan kekeluargaan menjadi lemah,
pudar, dan menghilangm (Hartomo, 1997: 229). Walaupun jumlah penduduknya
padat, hidup berdekatan satu dengan yang lain, tetapi hubungan di antara mereka
terjadi sepintas kilas saja, kurang akrab dan dingin. Hidup di antara tetangga yang
sangat berdekatan tetapi terasa sepi dan hampa. Perasaan malu, enggan, gengsi, dan
takut menjiwai setiap anggotanya (masyarakat kota) dalam menjalin hubungan
bertetangga. Semua tali hubungan dijalin secara formal dan kaku (Eni Maryani, 2011:
77). 4 Sifat kerukunan dan gotong royong yang asli sangat tipis, yang di sebut dengan
sifat individualistis dan materialistis. Masyarakat kota lebih mengarah pada
perhitungan rugi laba yaitu yang memberi keuntungan pada dirinya. Sifat gotong
royong berusaha mereka ganti dengan uang, sedang ia sendiri melakukan pekerjaan
lain yang lebih menguntungkan. Di dalam hidup bertetangga saling bersaing, yang di
ukur dengan materi yang di milikinya. Bila mana ada masyarakat yang berkehidupan
lebih, yang tidak mengerti asalnya, di anggap hasil korupsi. Sebaliknya bilamana ada
anggota masyarakat yang berkehidupan kurang/sengsara mereka biarkan tanpa ada
pertolongan (Tedy Mulyana, 2014: 133). Maka dari itu hidup di kota sebenarnya
kurang aman/tentram, di samping individualistis dan kikir. Rasa suka atau duka harus
dipikul sendiri oleh anggota masyarakat yang bersangkutan bersama keluarganya.
Uluran tangan dari para tetangga sulit untuk di harapkan. Namun juga pernah kita
jumpai ada anggota masyarakat yang juga dermawan tetapi itupun terjadi sangat
jarang ( Wiliam L. Livers, 2004: 243). Dala sistem kegiatan ekonomi di kota tugas
dan pekerjaan pada umumnya dilakukan secara terus-menerus baik pagi, siang dan
malam. Ini merupakan penyebab hubungan antara anggota masyarakat di kota
menjadi renggang dan terbatas. Bagi masyarakat kota kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa (kehidupan magis religius), biasanya cukup terarah dan di tekankan
pada pelaksanaan ibadah. Upacara-upacara keagamaan sudah berkurang, demikian
pula upacara-upacara adat sudah menghilang. Hal ini disebabkan bahwa masyarakat
kota sudah menekankan pada rasional pikir dan bukan pada emosionalnya. Semua
kegiatan agama, adat berlandaskan pada pengetahuan dan pengalaman yang mereka
miliki ( ibid, 232).

D. Karakteristik dan Ciri-ciri Masyarakat Desa


1. Homogenitas Sosial
Masyarakat desa pada umumnya terdiri dari satu atau beberapa kekerabatan saja,
sehingga pola hidup tingkah laku maupun kebudayan sama/homogen. Oleh karena
itu kehidupan di desa biasanya terasa tentram aman dan tenang. Hal ini di
sebabkan oleh pola pikir, pola penyikap dan pola pandangan yang sama dari setiap
warganya dalam menghadapi suatu masalah (Tom R. Burn, 1987: 271).
2. Hubungan Primer
Pada masyarakat desa hubungan kekeluargaan dilaksanakan secara akrab, semua
kegiatan dilakukan secara musyawarah. Mulai dari masalah-masalah
umum/masalah bersama sampai masalah pribadi.
3. Kontrol Sosial Yang Sosial
Hubungan pada masyarakat pedesaan sangat intim dan diutamakan, sehingga
setiap anggota masyarakatnya saling mengetahui masalah yang di hadapi anggota
yang lain. Bahkan ikut mengurus terlalu jauh masalah dan kepentingan dari
anggota masyarakat yang lain.
4. Gotong Royong
Nilai-nilai gotong royong pada masyarakat pedesaan tumbuh dengan subur dan
membudaya. Semua masalah kehidupan dilaksanakan secara gotong royong, baik
dalam arti gotong royong murni maupun gotong royong timbal balik. Gotong
royong murni dan sukarela misalnya: melayat, mendirikan rumah dan sebagainya.
Sedang gotong royong timbal balik misalnya: mengerjakan sawan, nyumbang
dalam hajat tertentu dan sebagainya.
5. Ikatan Sosial
Setiap anggota masyarakat desa diikat dengan nilai-nilai adat dan kebudayaan
secara ketat. Bagi anggota yang tidak memenuhi norma dan kaidah yang sudah di
sepakati, akan di hukum dan dikeluarkan dari ikatan sosial dengan cara
mengucilkan. Oleh karena itu setiap anggota harus patuh dan taat melaksanakan
aturan yang di tentukan.
6. Magis Religius
Kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakat desa sangat mendalam.
Bahkan setiap kegiatan kehidupan sehari-hari di jiwai bahkan di arahkan
kepadanya.
7. Pola Kehidupan
Masyarkat desa bermata pencaharian di bidang agraris, baik pertanian,
perkebunan, perikanan dan peternakan. Dalam mengolah mata pencaharian
tersebut semata-mata tetap tidak ada perubahan atau kemajuan. Hal ini di
sebabkan pengetahuan dan keterampilan para petani yang masih kurang memadai.
Oleh karena itu masyarakat desa sering dikatakan msyarakat statis dan menoton
( Syahrial Sharbaini, 2012 : 43).

E. Karakteristik dan Ciri-ciri Masyarakat Kota


1. Heterogenitas Sosial
Kota merupakan melting pot bagi aneka suku maupun ras, sehingga masing-
masing kelompok berusaha di atas kelompok yang lain. Misalnya mengumpulkan
atau mengorganisir anggota kelompoknya secara rapi, memelihara jumlah anak
yang banyak bagi kelompok minoritas dan sebagainya. Di samping itu kepadatan
penduduk memang mendorong terjadinya persaingan dalam pemanfaatan ruan
(Suratman, 2013: 76).
2. Hubungan Sekunder
Dalam masyarakat kota pergaulan antar anggota serba terbatas pada bidang hidup
tertentu. Misalnya teman kerja, teman seagama, atau seorganisasi yang lain. Jadi
pergaulan yang mendalam, secara kekeluargaan dan saling mengisi kebutuhan
sangat sulit dilakukan (Dandjaja, 2012 : 105).
3. Toleransi Sosial
Pada masyarakat kota orang tidak memperdulikan tingkah laku sesamanya secara
mendasar dan pribadi, sebab masing-masing anggota memiliki kesibukan
tersendiri. Sehingga kontrol sosial pada masyarakat kota dapat di katakan lemah
sekali.
4. Kontrol Sekunder
Anggota masyarakat kota secara fisik tinggal berdekatan, tetapi secara pribadi
atau sosial berjauhan. Dimana bila ada anggota masyarakat yang susah, senang,
jahat dan lain sebagainya, anggota masyarakat yang lain tidak mau mengerti.
Urusan orang lain biarlah diurus sendiri, sedangkan ia sibuk mengurus tugasnya
sendiri.
5. Mobilitas Sosial
Di kota sangat mudah sekali terjadi perubahan atau perpindahan status, tugas
maupun tempat tinggal. Tidak jarang orang semula bekerja pada suatu instansi
kemudian bekerja kepada instansi lain yang lebih menguntungkan.
6. Individual
Akibat hubungan sekunder, maupun kontrol sekunder, maka kehidupan
masyarakat di kota menjadi individual. Apakah yang mereka inginkan dan
rasakan, harus mereka rencana dan laksanakan sendiri. Bantuan dan kerjasama
dari anggota masyarakat yang lain sulit untuk di harapkan.
7. Ikatan Sukarela
Walaupun hubungan sosial bersifat sekunder, tetapi dalam organisasi tertentu
yang mereka sukai (kesenian, olah raga, politik), secara sukarela ia
menggabungkan diri dan berkorban.
8. Segregasi Keruangan
Akibat dari heterogenitas sosial dan kompetisi ruang, terjadi pola sosial yang
berdasarkan pada sosial ekonomi, ras, agama, suku bangsa dan sebagainya. Maka
dari itu terjadi pemisahan dalam kelompok-kelompok tertentu. Oleh karena itu di
kota sering kita jumpai kampung cina, kampung arab, kampung beragama islam
(kauman), kampung elite, dan sebagainya (Dandjaja, 2012 : 105-106).

F. Masalah-masalah yang terjadi di pedesaan


1. Pendidikan
Umumnya masyarakat
pedesaan kurang begitu sadar akan pentingnya Pendidikan, mereka lebih memilih
mengajak anak-anak mereka berkebun/bertani, ketimbang menyekolahkan
mereka. Alhasil banyak dari masyarakat pedesaan yang buta tulis dan hitung.
2. Tingginya Angka Kemiskinan
Dalam upaya percepatan pembangunan disegala bidang masih terdapat beberapa
kedala, antara lain masih tingginya angka penduduk miskin, walaupun selama 4
tahun terakhir jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sekitar 19,51% dari
jumlah penduduk miskin tahun 2001 yaitu sebanyak 164,125 jiwa. Dari penurunan
penduduk miskin tersebut sampai pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin masih
sebanyak 132,125 jiwa atau 24,28%.
3. Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia
Peningkatan layanan Pendidikan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan
kompetensi anak didik. Output layanan Pendidikan dengan pendeketan indek
pembangunan manusia (IPM) masih menunjukkan kondisi yang jauh dari harapan.
Indek pembangunan manusia komponen Pendidikan tahun 2004 menunjukkan
angka 6,18 tahun/masih lebih rendah dari rata-rata IPM Jawa Timur dengan capai
6,55. Namun bila dibandingkan dengan IPM 2003 terdapat kenaikan 0,13.
Demikian pula segi Kesehatan masih banyak yang diperlukan mendapatkan
perhatian khususnya angka kematian ibu dan anak, malaria masih rekative tinggi.

G. Masalah-masalah yang terjadi di perkotaan


1. Banjir
Penyebab banjir di DKI JKT secara umum terjadi karena 2 faktor utama yakni,
faktor alam dan factor manusia. Penyebab banjir dari faktor alam antara lain
karena lebih dari 40% Kawasan di DKI JKT dibawah muka air laut pasang.
Sehingga Jkt Utara akan menjadi sangat rentan terhadap banjir saat ini. Berbagai
faktor penyebab memburuknya kondisi banjir Jakarta saat ini ialah pertumbuhan
pemukiman yang tak terkendali disepanjang bantaran sungai, sedimentasi berat
serta tidak berfungsinya kanal-kanal dan system drinase yang memadai. Kondisi
ini diperparah oleh kecilnya kapasitas tamping sungai saat ini dibandingkan
limpasan (debit) air yang masuk ke Jakarta. Kapasitas sungai dan saluran makro
ini disebabkan karena konversi badan air untuk perumahan, sedimentasi dan
pembuangan sampah secara sembarangan.
2. Urbanisasi
Berdasarkan survey pedudukan antar sensus (supas) 1995, tingkan urbanisasi di
Indonesia pada tahun 1995 adalah 35,91% yang berarti bahwa 35,91% penduduk
Indonesia tinggal di daerah perkotaan. Tingkat ini telah meningakt dari sekitar
22,4% pada tahun 1980 yang lalu. Sebaliknya proporsi penduduk yang tinggal di
aderah pedesaan meurun dari 77,6% pada tahun 1980 menjadi 64,09% pada tahun
1995. Meeningkatnya kepadatan penduduk perkotaan membawa dampak yang
sangat besar kepada tingakat kenyamanan yang tinggi. Kota seperti Jakarta
misalnya tidak dirancang untuk melayani mobilitas penduduk dari 10 juta orang
dengan jumlah penduduk lebih dari 8 juta saat ini, ditambah dengan 4-6 juta
penduduk yang melaju dari berbagai kota sekitar Jakarta, menjadikan Jakarta
sangatlah sesak.
3. Kriminalitas
Kejahatan atau kriminalitas di kota-kota besar sudah menjadi permasalahan sosial
yang membuat semua warga yang tinggal atau menetap menjadi resah, karena
tingkat kriminalitas yang terus meningkat setiap tahunnya. Faktor penyebab
tingkat pengangguran yang tinggi kurangnya lapamgan pekerjaan membuat
tingakat kriminal juga meningkat karena kurangnya lapangan pekerjaan dan
kemiskinan yang dialami oleh rakyat kecil kadang membuat mereka berpikir
untuk melakukan tindakan kriminal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam makalah ini membahas tentang arti dan karakteristik masyarakat desa,
dan kota. Kita tau bahwa arti dari masyarakat, para ilmuan dibidang sosial
sepakat bahwa tidak ada definisi tunggal tentang masyarakat dikarenakan sifat
manusia selalu berubah dari waktu ke waktu.
Dalam arti masyarakat desa ialah masyarakat yang bertempat tinggal dimana
terdapat jumlah penduduk 2500 orang, ditandai dengan derajat intimitas
pergaulan antarwarga yang tinggi dan juga di masyarakat desa sangatlah erat
tali silaturrahim dan kekeluargaan antara satu sama lain.
Serta arti masyarakat kota ialah pola perubahan dari masyarakat tradisional
yang telah mengalami kemajuan dalam berabagai aspek kehidupan. Salah satu
ukuran kemajuan dapat terlihat pada pola hidup dan kehidupannya. Di bidang
mata pencaharian, mereka tidak bergantung pada sektor pertanian semata,
tetapi merambat pada sektor lain seperti jasa dan perdagangan, dan juga dalam
bekerja pada masyarakat kota di lakukan setiap saat baik pagi, siang, sore, dan
malam.

B. Saran
Pembangunan wilayah perkotaan seharusnya berbanding lurus dengan
pengembangan wilayah desa yang berpengaruh besar terhadap pembangunan
kota. Masalah yang terjadi di kota tidak terlepas karena adanya problem yang
terjadi di desa, kurangnya sumber daya manusia yang produktif akibat
urbanisasi menjadi masalah yang pokok untuk diselesaikan dan paradigma
yang sempit bahwa dengan mengadu nasib di kota maka kehidupan menjadi
bahagia dan sejahtera menjadi masalah serius. Problem itu tidak akan menjadi
masalah serius apabila pemerintah lebih fokus terhadap perkembangan dan
pembangunan desa tertinggal dengan membuka lapangan pekerjaan di
pedesaan sekaligus mengalirnya investasi dari kota dan juga menerapkan
desentralisasi otonomi daerah yang memberikan keleluasaan kepada seluruh
daerah untuk mengembangkan potensialnya menjadi lebih baik, sehingga kota
dan desa saling mendukung dalam segala aspek kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Budyatna, Mohammad. (2012). Teori Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta: Kencana Prenada
Burn, Tom R. (1987). Manusia, Keputusan, Masyarakat. Jakarta: PT. Pranadya Paramita.
Dandjaja.
Metodologi. (2012). Metodologi Penelitian Sosial. Jogjakarta: Graha Ilmu.
Cher, Bdul. (2014). Sosiolinguestik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hartomo. (1997). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Livers, Wiliam L. (2004). Media Masa dan Masyarakat Modern. Jakarta: Prenada Media.
Maryani, Eni. (2011). Media dan Perubahan Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mawardi. (2000). IAD ISD IBD. Bandung: Pustaka Setia.
MD, Mohammad Mahfud. (2011). Pembentukan Peraturan Desa Patisipatif. Malang: UB
Press.
Mulyana, Tedy. (2014). Komunikasi Antar Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nata, Abuddin. (2014). Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada.
Nizar, Syamsul. (2013). Sejarah Sosial dan dinamika intelektual. Jakarta: Kencana Prenada
Media Gruop.
Rancabar, Jacobus. (2016). Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bandung: Alfabeta CV.
Sardar, Zainuddin. (1996). Dunia islam Aba. Bandung: Angota IKAPI.
Sharbaini, Syahrial. (2012). Dasar-dasar Sosiologi. Jogjakarta: Graha Ilmu.
Soerjono, Sumanto. (2012). Sosiologi Satu pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Stompka, Pior. (2008). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media Gruop.
Suratman. (2013). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Malang: Inti Media.
Yusuf ,Syamsu. (2011). Teori Kepribadian. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Zubaeidi. (2013). Pengembangan Masyarakat. Jakarta: PT Karisma Putra Utama.
Ariwidodo, Eko. Hasan, Muhammad. Virdyana Nina Khayatul. (2014). Pengetahuan
Masyarakat Tentang Lingkungan dan Etika Lingkungan Dengan Partisipasinya Dalam
Pelestarian Lingkungan. Jurnal Of Nuansa. 11(1), 1-20. doi:
http://dx.doi.org/10.19105/nuansa.v11i1.179.
Bambang. (2014). Dinamika Masyarakat Sebagai Sumber Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial.
Journal of Geoedukasi. 3(1), 38-43. Retrieved from
http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/GeoEdukasi/article/view/588/0

Anda mungkin juga menyukai