KARAKTERISTIK MASYARAKAT
PEDESAAN DAN PERKOTAAN
Dosen Pengampu : Iis Ismawati, SST,M.Tr.Keb
Disusun Oleh:
Khusnil Khotimah Puspitasari (2204014)
Nur Salsabila (2204024)
Rizka Aisya Kamila (2204026)
Salma Tia Aryani (2204001)
Selviana Afriza (2204036)
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan......................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Masyarakat.................................................................................................
B. Masyarakat Desa......................................................................................................
C. Masyarakat Kota......................................................................................................
D. Karakteristik dan Ciri-ciri Masyarakat Desa...........................................................
E. Karakteristik dan Ciri-ciri Masyarakat Kota...........................................................
F. Masalah-masalah Yang Terjadi di Pedesaan...........................................................
G. Masalah-masalah Yang Terjadi di Perkotaan..........................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat desa dan kota dari dahulu memiliki sesuatu daya tarik untuk diteliti lebih
dalam. Banyak aspek-aspek yang menarik perhatian dan hubungan antara desa dan
kota tanpa disadari sangat kuat dan penting untuk dipahami secara lebih mendalam.
Dari permasalahan-permasalahan dalam masing-masing masyarakat kelompok urban
dan rural mendapatkan perhatian dan memiliki sesuatu yang menarik. Bukan hanya
mengenai permasalahan yang ada dalam kedua kelompok tersebut tetapi masih
banyak masyarakat yang tidak mengetahui apa itu kelompok urban dan kelompok
rural. Melihat kenyataan tersebut perlu dibuat sebuah pembahasan yang sistematis
yang mampu menjelaskan seperti apa komunitas rural dan urban yang terjadi disekitar
masyarakat. Proses-proses terbentuknya masyarakat urban dan rural cukup menarik
untuk diamati dan dapat mengetahui bagaimana solusi yang diberikan akibat
munculnya kedua kelompok tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa perbedaan karakteristik antara masyarakat pedesaan dan perkotaan?
2. Bagaimana keadaan kemajuan, perkembangan dan pembangunan antara desa dan
kota?
3. Apa saja masalah yang terjadi di pedesaan dan perkotaan?
C. Tujuan
1. Mampu menjelaskan perbedaan karakteristik masyarakat pedesaan dan
masyarakat perkotaan.
2. Mampu memahami masalah-masalah yang terjadi di desa dan di kota.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Masyarakat
Para ilmuan dibidang sosial sepakat bahwa tidak ada definisi tunggal tentang
masyarakat dikarenakan sifat manusia selalu berubah dari waktu ke waktu. Pada
akhirnya para ilmuan memberikan definisi yang berbeda-beda antara satu dengan
yang lain. Berikut ini beberapa definisi masyarakat menurut pakar sosiologi:
1. Selo Soemardjan mengartikan masyarakat sebagai orang-orang yang hidup bersama
dan menghasilkan kebudayaan.
2. Max Weber mengartikan masyarakat sebagai struktur atau aksi yang pada
pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.
3. Emil Durkheim mendefinisikan masyara,at sebagai kennyataan objektif individu-
ondividu yang merupakan anggotanya (Bambang,2014: 38).
B. Masyarakat Desa
Masyarakat desa adalah masyarakat yang bertempat tinggal dimana terdapat jumlah
penduduk 2500 orang, ditandai dengan derajat intimitas pergaulan antar warga yang
tinggi (Syamsul Nizar, 2013: 249.). Masyarakat desa, sebagai bentuk dari kehidupan
berama, mempunyai kterkaitan yang sangat erat dengan lingkungan hidupnya, baik
yang berupa manusia maupun yang berupa benda. Hal ini dapat dimengerti bahwa
kehidupan masyarakat tradisional sasngat bergantung pada manusia lain dan kondisi
alamnya. ,ata pencahariannya berpusat pada sector pertanian dan nelayan (Mawardi at
all, 2000: 121). Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin
yang kuat antar sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat
yang amat kuat hakekatnya, bahwa seseprang merasa merupakan bagiam tang tidak
dapat dipisahkan dri masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai
perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakat atau anggota-
anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebagai masyarakat yang saling
mencintai dan saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama
terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama didalam masyarakat (Sumanto
Soerjono, 2012: 76). Pola-pola tingkah laku yang sudsh terlambangkandalam
masyarakat (bangsa) tertentu (seperti dalam bentuk adat istiadat dimana biasanya ada
dalam masyarakat pedasaan). Sangat memungkinkan mereka untuk memiliki
karakteristik kepribadian yang sama. Kesamaan karakteristik ini membangun
berkembangnya konsep-konsep tipe kepribadian dasar (basic personality tipe, dari
kardiner, 1945), dan karakter nasional atau bangsa (National Character,dari Gorer,
1950) (Syamsu Yusuf, 2011: 30). Dengan adanya kebudayaan kita bisa mengetahui
bahwa kebudayaan sangat kental dengan adanya agama. Karakteristik ajaran islam
dalam bidang ilmu dan kebudayaan, akomodatif, tetapi juga selektif. Dari satu segi
islam terbuka dan akomodatif untuk menerima masukan dari luar, tetapi bersamaan
dengan itu islam juga selektif, yakni tidak begitu saja menerima seluruh jenis ilmu
dan kebudayaan, melainkan ilmu dan kebudayaan yang sejalan dengan islam. Banyak
hal yang dalam masyarakat pedesaan yang berbicara tentang kebudayaan dan agama
(Abuddin Nata, 2014: 85). Desa adalah suatu hasil perpaduan antara kegiatan
sekelompok manusiadengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu adalah suatu
wujud atau kenampakan di bumi yang di timbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial,
ekonomi, politik, dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan dalam
hubungannya dengan daerah lain (Zubaeidi, 2013: 206). Corak kehidupan di desa
berdasarkan pada ikatan kekeluargaan yang erat. Masyarakat merupakan sesuatu
“gemeinschaft” yang memiliki unsur gotong royong yang 3 kuat. Hal ini dapat
dimengerti, karena pendudukn desa merupakan “face to face group” dimana mereka
saling mengenal betul seolah-olah mengenal dirinya sendiri (Jacobus Rancabar, 2016:
131). Faktor lingkungan geografis memberi pengaruh juga terhadap kegotng royongan
seperti faktor topografi setempat yang memberikan suatu ajang hidup dan suatu
adaptasi kepada pendudukdan juga faktor iklim yang dapat memberikan pengaruh
positif dan negatif terhadap penduduk terutama petani-petaninya. Dan bukan hanya
itu, bencana alam juga menjadi faktor yang mana harus dihadapi dan di alami
bersama-sama. Jadi persamaan nasib dan pengalaman menimbulkan hubungan yang
akrab (Zainuddin Sardar, 1996: 141). Hubungan manusia pada masyarakat desa
terjadi secara kekeluargaan, dan jauh menyangkut masalah-masalah pribadi. Satu
dengan yang lain mengenal secara rapat, menghayati secara mendasar. Suka atau duka
yang dirasakan oleh salah satu anggota akan dirasakan oleh seluruh anggota.
Pertemuan-pertemuan dan kerjasama untuk kepentigan sosial lebih diutamakan
daripada kepentingan individu. Segala kehidupan sehari-hari diwarnai dengan gotng
royong. Misalnya mendirikan rumah, mengerjakan sawah, menggali sumur, maupun
melayat orang yang meninggal (Mohammad Mahfud MD, 2011: 98). Tetapi dilain
pihak pengendalian sosial terasa sangat ketat, sehingga perkembangan jiwa individu
sulit untuk dilaksanakan. Keadaan demikian berjalan terus menerus dan sulit untuk
mengadakan perubahan. Jalan pikiran yang kolot, tidak ekonomis yang sudah menjadi
tradisi juga sulit untuk di ubah, walaupun pandangan-pandangan tersebut sebenarnya
tidak dapat diterima oleh akal pikiran manusia. Sehingga bilamana seorang anggota
masyarakat desa yang bersangkutan tidak melaksanakan sesuatu yang sudah menjadi
tradisi desa tersebut, dinyatakansalah dan dikucilkan. Kehidupa keagamaan (magis
religius) berlangsung sangat serius. Semua kehidupan dan tingkah laku dijiwai oleh
agama, hal ini disebabkan cara berpikir masyarakat desa yang kurang rasional (Pior
Stompka, 2008: 67)
C. Masyarakat Kota
Masyarakat modern merupakan pola perubahan dari masyarakat tradisional yang telah
mengalami kemajuan dalam berabagai aspek kehidupan. Salah satu ukuran kemajuan
dapat terlihat pada pola hidup dan kehidupannya. Dibidang mata pencaharian, merka
tidak bergantung pada sektor pertanian semata, tetapi merambat pada sektor lain
seperti jasa dan perdagangan (Mohammad Budyatna, 2012: 40.). Sektor pertanian
sebagai salah satu garapannya, dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan
memadukan sumber daya alam, sumber daya manusia dan tehnologi. Apabila
masyarakat tradisional bergantung pada kemurahan alam semesta seperti cuaca,
kesnuran tanah dan lain-lain. Pada masyarakat modern dapat diantisipasi sedemikan
rupa dengan mempergunakan tekhnologi, seperti tekhnologi penumpukan unntuk
mendapatkan kesuburan tanah atau green house (rumah kaca) untuk menghindari kaca
yang beru bahrubah, atau dengan hujan buatan untuk menghindari kekeringan dan
sebagainya (Bdul Cher, 2014: 58). Pertambahan penduduk dan kemajuan teknik
merupakan dua hal yang sangat besar pengaruhnya atas situasi dan perkembangan
masyarakat kota. Makin besar pertambahan penduduk , makin nampak pula ciri
kekotaan suatu tempat. Semakin padat penduduk kota maka berkurang kebebasan
individu, semakin tajam persaingan antar manusia sehingga akan mendorong
terciptanya organisasi-organisasi kolektif, demi terjaminnya kebutuhan hidup serta
pembelaan kepentingan mereka, ikatan sosial dan ikatan kekeluargaan menjadi lemah,
pudar, dan menghilangm (Hartomo, 1997: 229). Walaupun jumlah penduduknya
padat, hidup berdekatan satu dengan yang lain, tetapi hubungan di antara mereka
terjadi sepintas kilas saja, kurang akrab dan dingin. Hidup di antara tetangga yang
sangat berdekatan tetapi terasa sepi dan hampa. Perasaan malu, enggan, gengsi, dan
takut menjiwai setiap anggotanya (masyarakat kota) dalam menjalin hubungan
bertetangga. Semua tali hubungan dijalin secara formal dan kaku (Eni Maryani, 2011:
77). 4 Sifat kerukunan dan gotong royong yang asli sangat tipis, yang di sebut dengan
sifat individualistis dan materialistis. Masyarakat kota lebih mengarah pada
perhitungan rugi laba yaitu yang memberi keuntungan pada dirinya. Sifat gotong
royong berusaha mereka ganti dengan uang, sedang ia sendiri melakukan pekerjaan
lain yang lebih menguntungkan. Di dalam hidup bertetangga saling bersaing, yang di
ukur dengan materi yang di milikinya. Bila mana ada masyarakat yang berkehidupan
lebih, yang tidak mengerti asalnya, di anggap hasil korupsi. Sebaliknya bilamana ada
anggota masyarakat yang berkehidupan kurang/sengsara mereka biarkan tanpa ada
pertolongan (Tedy Mulyana, 2014: 133). Maka dari itu hidup di kota sebenarnya
kurang aman/tentram, di samping individualistis dan kikir. Rasa suka atau duka harus
dipikul sendiri oleh anggota masyarakat yang bersangkutan bersama keluarganya.
Uluran tangan dari para tetangga sulit untuk di harapkan. Namun juga pernah kita
jumpai ada anggota masyarakat yang juga dermawan tetapi itupun terjadi sangat
jarang ( Wiliam L. Livers, 2004: 243). Dala sistem kegiatan ekonomi di kota tugas
dan pekerjaan pada umumnya dilakukan secara terus-menerus baik pagi, siang dan
malam. Ini merupakan penyebab hubungan antara anggota masyarakat di kota
menjadi renggang dan terbatas. Bagi masyarakat kota kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa (kehidupan magis religius), biasanya cukup terarah dan di tekankan
pada pelaksanaan ibadah. Upacara-upacara keagamaan sudah berkurang, demikian
pula upacara-upacara adat sudah menghilang. Hal ini disebabkan bahwa masyarakat
kota sudah menekankan pada rasional pikir dan bukan pada emosionalnya. Semua
kegiatan agama, adat berlandaskan pada pengetahuan dan pengalaman yang mereka
miliki ( ibid, 232).
B. Saran
Pembangunan wilayah perkotaan seharusnya berbanding lurus dengan
pengembangan wilayah desa yang berpengaruh besar terhadap pembangunan
kota. Masalah yang terjadi di kota tidak terlepas karena adanya problem yang
terjadi di desa, kurangnya sumber daya manusia yang produktif akibat
urbanisasi menjadi masalah yang pokok untuk diselesaikan dan paradigma
yang sempit bahwa dengan mengadu nasib di kota maka kehidupan menjadi
bahagia dan sejahtera menjadi masalah serius. Problem itu tidak akan menjadi
masalah serius apabila pemerintah lebih fokus terhadap perkembangan dan
pembangunan desa tertinggal dengan membuka lapangan pekerjaan di
pedesaan sekaligus mengalirnya investasi dari kota dan juga menerapkan
desentralisasi otonomi daerah yang memberikan keleluasaan kepada seluruh
daerah untuk mengembangkan potensialnya menjadi lebih baik, sehingga kota
dan desa saling mendukung dalam segala aspek kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Budyatna, Mohammad. (2012). Teori Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta: Kencana Prenada
Burn, Tom R. (1987). Manusia, Keputusan, Masyarakat. Jakarta: PT. Pranadya Paramita.
Dandjaja.
Metodologi. (2012). Metodologi Penelitian Sosial. Jogjakarta: Graha Ilmu.
Cher, Bdul. (2014). Sosiolinguestik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hartomo. (1997). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Livers, Wiliam L. (2004). Media Masa dan Masyarakat Modern. Jakarta: Prenada Media.
Maryani, Eni. (2011). Media dan Perubahan Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mawardi. (2000). IAD ISD IBD. Bandung: Pustaka Setia.
MD, Mohammad Mahfud. (2011). Pembentukan Peraturan Desa Patisipatif. Malang: UB
Press.
Mulyana, Tedy. (2014). Komunikasi Antar Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nata, Abuddin. (2014). Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada.
Nizar, Syamsul. (2013). Sejarah Sosial dan dinamika intelektual. Jakarta: Kencana Prenada
Media Gruop.
Rancabar, Jacobus. (2016). Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bandung: Alfabeta CV.
Sardar, Zainuddin. (1996). Dunia islam Aba. Bandung: Angota IKAPI.
Sharbaini, Syahrial. (2012). Dasar-dasar Sosiologi. Jogjakarta: Graha Ilmu.
Soerjono, Sumanto. (2012). Sosiologi Satu pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Stompka, Pior. (2008). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media Gruop.
Suratman. (2013). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Malang: Inti Media.
Yusuf ,Syamsu. (2011). Teori Kepribadian. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Zubaeidi. (2013). Pengembangan Masyarakat. Jakarta: PT Karisma Putra Utama.
Ariwidodo, Eko. Hasan, Muhammad. Virdyana Nina Khayatul. (2014). Pengetahuan
Masyarakat Tentang Lingkungan dan Etika Lingkungan Dengan Partisipasinya Dalam
Pelestarian Lingkungan. Jurnal Of Nuansa. 11(1), 1-20. doi:
http://dx.doi.org/10.19105/nuansa.v11i1.179.
Bambang. (2014). Dinamika Masyarakat Sebagai Sumber Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial.
Journal of Geoedukasi. 3(1), 38-43. Retrieved from
http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/GeoEdukasi/article/view/588/0