Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH PEMERIKSAAN DI LABORATORIUM KLINIK

DOSEN : RATIH PHARAMITA S.SI, M.SI

DI SUSUN OLEH :
BERLIANA SIAGIAN
NIM : 2015302240

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


UNIVERSITAS HAJI SUMATERA UTARA
T/A : 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “CARA PEMERIKSAAN DI
LABORATORIUM KLINIK.” Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang
diberikan dalam mata kuliah aplikasi fisika kesehatan dan biokimia dalam praktik keidanan di
Universitas Haji Sumatera Utara.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Medan, 17 November 2020

Penyusun

Berliana Siagian

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................3
1. LATAR BELAKANG...................................................................................... 3
2. TUJUAN............................................................................................................3
3. MAMFAAT.......................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................4
1. PEMERIKSAAN DARAH.............................................................................. 4
2. PEMERIKSAAN URINE................................................................................ 12
3. PEMERIKSAAN SEKRET VAGINA........................................................... 17
4. PEMERIKSAAN SEREBRO SPINAL.......................................................... 21
5. PEMERIKSAAN LIMFE................................................................................28
BAB III PENUTUP..................................................................................................30
1. KESIMPULAN.................................................................................................30
2. SARAN.............................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTA.....................................................................................................31

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laboratorium klinik adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan
dan pengujian terhadap bahan dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, kondisi
kesehatan atau faktor yang dapat berpengaruh pada kesehatan perorangan dan masyarakat
(Sukorini, dkk., 2010). Kondisi kesehatan setiap orang tentunya saling berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan aktivitas metabolisme setiap orang
berbeda-beda, sehingga berpengaruh terhadap komponen yang terkandung di dalamnya.
Tubuh manusia terdapat dua komponen hasil metabolisme, yaitu komponen yang masih
dapat dipergunakan kembali yang nantinya akan diserap oleh tubuh melalui tubulus ginjal
dan komponen yang tidak diperlukan oleh tubuh yang nantinya akan dibuang dalam bentuk
urine. Komponen yang jumlahnya tidak sesuai dengan nilai normal, tentunya akan
menyebabkan ketidakseimbangan di dalam tubuh atau bahkan menjadikan indikasi
abnormalnya fungsi organ tertentu. Pemeriksaan urine tidak hanya dapat memberikan
fakta-fakta tentang ginjal dan saluran urine, tetapi juga mengenai faal berbagai organ dalam
tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, cortex adrenal, dan lain-lain. (Gandasoebrata,
2010).
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh penundaan pemeriksaan terhadap kadar darah dalam urine ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui adanya pengaruh penundaan pemeriksaan terhadap kadar darah dalam urine.

2. Mengetahui besar pengaruh penundaan terhadap hasil pemeriksaan kadar darah dalam
urine yang ditunda selama 1 jam, 2 jam, 3 jam, dan 4 jam.6

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa :

1. Dapat membuktikan bahwa ada pengaruh penundaan pemeriksaan sampel urine terhadap
kadar darah dalam urine.

3
2. Dapat menjadikan bahan evaluasi bagi tenaga laboratorium terhadap hasil pemeriksaan
spesimen urine yang tidak segera diperiksa.

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP


A. HEMOGLOBIN
a. Pengertian
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai
media transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa
karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru paru. Kandungan zat besi yang terdapat
dalam hemoglobin membuat darah berwarna merah.
Harga normal atau tidaknya kadar hemoglobin seseorang kita harus memperhatikan
faktor umur, walaupun hal ini berbeda-beda di tiap laboratorium klinik, yaitu :
 Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl
 Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl
 Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl
 Anak anak : 11-13 gram/dl
 Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl
 Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl
 Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl
 Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl
Kadar hemoglobin dalam darah yang rendah dikenal dengan istilah anemia.
b. Tujuan :
Pemeriksaan hemoglobin dilakukan untuk mendeteksi adanya anemiadan penyakit
ginjal. Peningkatan hemoglobin dapat menunjukan indikasi adanya dehidrasi,
penyakit paru-paru obstruksi menahun, gagal jantung kongestif dan lain-lain
c. Bahan Pemeriksaan :
Darah kapiler atau darah vena dan darah tepi.
d. Prinsip Pemeriksaan :
Mengukur kadar HB berdasarkan warna yang terjadi akibat perubahan Hb yang
menjadi asam hematin oleh adanya HCl 0,1N
e. Alat Dan Bahan :
1. Haemometer set terdiri dari :
 Tabung pengukur

5
 2 tabung standar warna
 Pipet Hb dengan pipa karetnya
 Pipet HCl
 Batang pengaduk
 Botol tempat HCl dan aquadest
 Sikat pembersih
2. Perlak kecil dan pengalas
3. Kapas alkohol 70%
4. Jarum/Lancet
5. Handscoon steril
6. Kapas kering
7. Bengkok

f. Prosedur Kerja :
 Masukan larutan HCl 0,1N dengan pipet HCl kedalam tabung pengencer sampai pada
angka 2
 Memberitahu pasien dan menjelaskan tujuan dan langkah prosedur pemeriksaan
 Membawa alat-alat ke dekat pasien
 Mencuci tangan
 Memasang perlak dan pengalas dibawah tangan pasien yang akan diambil darahnya
 Menyiapkan bengkok
 Memakai handscoon steril
 Menyiapkan jari klien dan mengumpulkan darah ke bagian jari tangan dengan cara
memijat
 Menghapus hamakan ujung jari yang akan diambil darahnya dengan alcohol
 Menusukan jarum pada ujung jari sebelah tepi sampai darah keluar
 Menghapus darah yang pertama kali keluar dengan kapas kerin
 Dengan pipet Hb menghisap darah sampai angka 20 cm, jangan sammpai ada
gelembung udara yang sampai ikut terhisap
 Hapus darah yang melekat pada ujung pipet dengan menggunakan kapas kering
 Menuangkan darah tersebut ke dalam tabung pengencer yang sudah berisi HCl
15.0,1 N dengan posisi tegak lurus dan hindarkan darah mengenai dinding tabung
 Sisa darah yang mungkin masih melekat di dalam lumen pipet Hb di bilas dengan
jalan meniup dan menyedotnya.

6
 Tunggu sampai 1 menit
 Tambahkan aquadest sedikit demi sedikit, pada setiap kali penambahan warna dari
larutan asam hematin yang terjadi, bandingkan dengan warna dari larutan standar
 Pada saat warna tersebut sama, maka penambahan aquadest dihentikan dan kadar Hb
dibaca skala itu dengan satuan pembacaan gr
 Mengambil perlak dan pengalas, merapikan alat-alat
 Melepaskan handscoon
 Mencuci tangan
B. HEMATOKRIT
Hematokrit merupakan ukuran yang menentukan banyaknya jumlah sel darah merah
dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam persent (%). Nilai normal hematokrit
untuk pria berkisar 40,7% - 50,3% sedangkan untuk wanita berkisar 36,1% - 44,3%.
Seperti telah ditulis di atas, bahwa kadar hemoglobin berbanding lurus dengan kadar
hematokrit, sehingga peningkatan dan penurunan hematokrit terjadi pada
penyakit-penyakit yang sama.
1) Hematokrit Mikro
Tujuan :
Utk mengetahui Nilai Ht seseorang dlm vol %
Prinsip :
Darah dengan anticoagulant (heparin) dimasukkan ke dalam pipet kapiler kemudian
dipusing dalam waktu 3 – 5 menit dengan kecepatan 16.000 rpm sehingga sel-sel
terpisah dalam keadaan memadat, prosentase pemadatan sel terhadap volume darah
semula dicatat sebagai hasil px dalam vol%
Alat dan bahan yang digunakan :
 pipet kapiler / mikro kapiler dengan antikoagulan Heparin.
 Sentrifuge mikro hematocrit
 Skala pembacaan
 Dempul
Cara Kerja
 Isi darah ¾ pipet kapiler
 Sumbat dengan dempul
 Pemusingan (16.000 rpm selama 3 – 5 menit)
 Posisi dempul menghadap keluar
 Seimbang

7
 Diulang jika
1. Hemolisa
2. Darah keluar pipet
3. Hasil Ht > 50 vol %
Perhitungan
 Hb : Ht x 0.34
 AE : Ht x 120.000
 AL : BC x 10.000
2) Hematocrit Makro
Prinsip :
Darah dengan anticoagulant Na2EDTA dimasukkan ke dalam tabung wintobe
kemudian dipusing 3000 rpm selama 30 menit sehingga sel-sel terpisah dalam
keadaan memadat, prosentase pemadatan sel terhadap volume darah semula dicatat
sebagai hasil px dalam vol%
Cara Kerja :
 Darah dengan antikoagulant dihomogenkan.
 Masukkan darah kedalam tabung wintrobe dengan pipet pasteur hingga mencapai
garis tanda 100.
 Dipusing selama 30 menit dengan kecepatan 3000 rpm.
Pembacaan Hasil :
 Tinggi kolom eritrosit yang dibaca sebagai nilai hematokrit dan dinyatakan dalam
vol%.
 Tebalnya lapisan putih diatas eritrosit yang tersusun dari lekosit dan trombosit.
 Lapisan ini disebut sebagai buffi coat dan dinyatakan dalam mm.
 Warna kuning dari lapisan plaama yang disebut indek ikterik.

C. LEUKOSIT
Leukosit merupakan komponen darah yang berperanan dalam memerangi infeksi
yang disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun proses metabolik toksin, dll. Nilai
normal leukosit berkisar 4.000 - 10.000 sel/ul darah. Penurunan kadar leukosit bisa
ditemukan pada kasus penyakit akibat infeksi virus, penyakit sumsum tulang, dll,
sedangkan peningkatannya bisa ditemukan pada penyakit infeksi bakteri, penyakit
inflamasi kronis, perdarahan akut, leukemia, gagal ginjal, dll

8
Tujuan :
Untuk menghitung jumlah leukosit dalam darah
Prinsip kerja :
darah yang telah di encerkan lalu di hitung jumlah leukosit dalam volume pengenceran
tertentu dengan cara mengalikan terhadap faktor perhitungan jumlah leukosit dan di peroleh
jumlah leukosit dalam satuan volume darah
Alat :
 pipet thoma leukosit
 kamar hitung (improved neubaure)
 dek glass/cover glass
 counter tally
 tissue
 mikroskop
Bahan pemeriksaan :
darah yang telah di beri EDTA
Reagen :
larutan turk
Cara kerja:
 hisaplah darah dengan pipet thoma leukosit sampai tanda garis tanda 0,5 tepat
 hapuslah kelebihan darah yang melekat pada bagian luar pipet
 lau hisaplah larutan turk samapai tanda 11 (hati - hati jangan sampai terjadi
gelembung udara)
 lalu kedua ujung pipet di tutup dengan menggunakan jari lalu kocok sampai darah dan
larutan turk homogen
 letakkan kamar hitung (improved neubaure) dan kaca penutungnya / cover glass
(supaya kaca penutupmudah lengket pada bagian kedua tunggul di basahi dengan
sedikit air)
 lalu ambil pipet thoma tadi dan kocok kembalai, lalu buang kira - kira 3 - 4 tetes
 tetesan selanjutnya di masukkan kedalam kamar hitung (improved neubaure) dan
diamkan sebentar
 kemudian leukosit di hitung dalam 4 bidang besar dengan perbesaran lensa objektif
10x dan 40x untuk memperjelas

9
D. TROMBOSIT
Trombosit merupakan bagian dari sel darah yang berfungsi membantu dalam proses
pembekuan darah dan menjaga integritas vaskuler. Beberapa kelainan dalam morfologi
trombosit antara lain giant platelet (trombosit besar) dan platelet clumping (trombosit
bergerombol).
Nilai normal trombosit berkisar antara 150.000 - 400.000 sel/ul darah. Trombosit
yang tinggi disebut trombositosis dan sebagian orang biasanya tidak ada keluhan.
Trombosit yang rendah disebut trombositopenia, ini bisa ditemukan pada kasus demam
berdarah (DBD), Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP), supresi sumsum tulang, dll.
Tujuan :
Untuk mengetahui jumlah trombosit dan leukosit dalam lapang pandang
Prinsip kerja :
Darah di campur dengan reagen rees ecker kedalam pipet erytrosit sampai tanda 101.
Dilakukan dengan penambahan Magnesium Sulfat yang berfungsi sebagai pengenceran .
Alat :
 Pipet eritrosit
 Bilik hitung
 Lancet
 reagen rees ecker dan Giemsa Mikroskop
 Magnesium sulfat
 Kaca preparat Alkohol
Bahan pemeriksaan:
 darah vena
 darah kapiler
Cara kerja :
1. Cara Langsung (Rees dan Ecker)
 Isaplah larutan REES ECKER ke dalam pipet eritrosit samapi garis tanda “1″ dan
buanglah lagi cairan itu.
 Isaplah darah sampai garis tanda “0,5″ dan cairan REES ECKER sampai garis tanda
“101″. Segeralah kocok selama 3 menit.
 Teruskan tindakan seperti menghitung eritrosit dalam kamar hitung.
 Biarkan kamar hitung yang telah terisi dalam sikap datar dengan deglass tertutup
selama 10 menit agar trombosit mengendap

10
 Hitunglah semua trombosit dalam seluruh bidang besar di tengah-tengah (1 mm
kuadrat) memakai lensa objektif besar.
 Jumlah itu dikalikan 2.000 menghasilkan jumlah trombosit per ul darah.
2. Cara tidak langsung (Fonio)
 Bersihkan ujung jari dengan alkohol dan biarkan kering lagi.
 Taruhlah di atas ujung jari tersebut setetes besar larutan magnesium sulfat 14%.
 Tusuklah ujung jari dengan lanset melalui tetesan lar magnesium sulfat tersebut.
 Setelah jumlah darah keluar kurang lebih 1/4 jumlah larutan magnesium sulfat,
campurlah darah dengan magnesium sulfat tersebut.
 Buatlah sedian hapus (dengan pewarnaan Giemsa)
 Hitung jumlah trombosit yang dilihat bersama dengan 1.000 eritrosit.
 Lakukanlah tindakan menghitung jumlah eritrosit per ul darah.
 Perhitungkanlah jumlah trombosit per ul darah berdasarkan kedua angka itu.

E. ERITROSIT
Eritrosit atau sel darah merah merupakan komponen darah yang paling banyak, dan
berfungsi sebagai pengangkut / pembawa oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke
seluruh tubuh dan membawa kardondioksida dari seluruh tubuh ke paru-paru.Nilai
normal eritrosit pada pria berkisar 4,7 juta - 6,1 juta sel/ul darah, sedangkan pada
wanita berkisar 4,2 juta - 5,4 juta sel/ul darah.Eritrosit yang tinggi bisa ditemukan
pada kasus hemokonsentrasi, PPOK (penyakit paru obstruksif kronik), gagal jantung
kongestif, perokok, preeklamsi, dll, sedangkan eritrosit yang rendah bisa ditemukan
pada anemia, leukemia, hipertiroid, penyakit sistemik seperti kanker dan lupus, dll.
Prinsip :
Darah diencerkan lalu dihitung jumlah eritrosit dalam volume tertentu dengan
mengalikan terhadap faktor perhitungan,sehingga diperoleh jumlah eritrosit dalam satuan
volume darah. Pengenceran darah dengan Hayem menyebabkan lisisnya sel selain eritrosit
dan trombosit, sehingga memudahkan pehitungan sel eritrosit , darah diencerkan 201x dan sel
eritrosit dihitung pada 5 bidang kecil.
Bahan : Darah vena
Alat :
 Mikroskop
 Bilik hitung
 Deck Glass

11
 Transferpet 4 ml, dan 20 mikroliter
 Tabung
Reagensia : Larutan Hayem
Cara Kerja :
 Bilik hitung dan deck glass disiapkan dalam keadaan bersih.
 Masukkan 4 ml reagen Hayem dalam tabung.
 Ditambahkkan 20 mikroliter darah ke dalam tabung berisi larutan Hayem.
 Tabung digojok agar larutan Hayem benar-benar melisiskan sel-sel selain eritrosit dan
trombosit.
 Bilik hitung dengan kaca penutupnya diletakkan di atas bidang yang datar.
 Larutan campuran (darah+Hayem) dipipet dengan pipet pasteur kemudian ujung pipet
disentuhkan dengan sudut 300 pada permukaan bilik hitung dengan menyinggung
kaca penutup. Biarkan bilik hitung terisi perlahan-lahan dengan daya kapilaritasnya
sendiri.
 Biarkan bilik hitung tersebut selama 2-3 menit supaya eritrosit dapat mengendap.
 Sel-sel eritrosit yang terdapat pada 5 petak kecil (bagian tengah bilik hitung)
menggunakan mikroskop perbesaran 40X.

12
2. PEMERIKSAAN URINE
A. Pengertian
Urinalisis merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium yang memeriksa
senyawa-senyawa yang terkandung di dalam urin. Pemeriksaan tersebut meliputi
pemeriksaan makroskopis, pemeriksaan mikroskopis, dan pemeriksaan kimia.
Manfaat pemeriksaan urinalisis antara lain:
1. Diagnostik infeksi saluran kemih
2. Pemeriksaan batu ginjal
3. Pemeriksaan ginjal
4. Skrining kesehatan
5. Evaluasi berbagai penyakit ginjal
6. Memantau perkembangan penyakit ginjal
B. Pemeriksaan makroskopis
Pemeriksaan makroskopis ini dilakukan dengan mengamati keadaan yang ada pada
sampel urin meliputi:
a) Warna
Urin normal memiliki warna khusus yang menunjukkan adanya penyakit atau
infeksi.
 Urin normal berwarna kuning karena pigmen urokrom dan urobilin.
 Urin encer hampir tidak berwarna
 Urin pekat berwarna kuning tua atau sawo matang
Beberapa keadaan warna urin dan penyebabnya adalah :
 Merah : Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin.
Penyebab nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab (kelembak),
senna.
 Oranye : Penyebab patologik : pigmen empedu. Penyebab nonpatologik : obat untuk
infeksi saliran kemih (piridium), obat lain termasuk fenotiazin.
 Kuning : Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin, urobilin. Penyebab
nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
 Hijau : Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas). Penyebab
nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
 Biru : tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.

13
 Coklat : Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu. Pengaruh
obat : levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
 Hitam atau hitam kecoklatan : Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat,
indikans, urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat : levodopa, cascara, kompleks
besi, fenol.
b) Berat jenis
Pengukuran berat jenis urin menggunakan alat yang disebut urinometer. Urinometer
adalah hidrometer untuk penentuan bobot jenis dari urine dan ditera khusus untuk
penentuan tersebut. Urinometer memiliki skala 1.0000-1.0060 (tiga desimal) dan
umumnya dipergunakan pada temperatur 60oF atau 15,5 oC.
Prosedur Pemeriksaan:
40 mL urin dimasukkan ke dalam gelas ukur, lepas pelan-pelan urinometer ke dalam
gelas ukur.
Pembacaan:
Rumus : berat jenis terbaca + (suhu kamar-suhu kamar)/3x0.001
c) pH urin
pH urin adalah asam. pH urin diukur menggunakan ph universal yang dicelupkan ke
dalam urin. Perubahan warna paha ph universal disamakan pada skala pH yang ada
pada bungkus pH universal. Urin yang akan diperiksa harus memiliki pH asam karena
jika pH urin sudah basa maka bisa dikatakan bahwa urin tersebut sudah rusak karena
aktivitas mikroorganisme yang ada di dalam urin yang mengubah ureum menjadi
amoniak sehingga pH menjadi basa. Perubahan pH menjadi basa tersebut
membutuhkan waktu tidak 1 menit 2 menit jadi bisa dikatakan jika ph urin tersebut
sudah berubah menjadi basa maka senyawa-senyawa yang ada dalam urin tersebut
juga sudah berubah baik bentuk maupun struktur kimia (rusak, teroksidasi, kadar
turun, dll) sehingga tidak baik digunakan untuk digunakan sebagai sampel untuk
pemeriksaan.
d) Kejernihan urin
Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urine
asam) atau fosfat (dalam urine basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan
selular berlebihan atau protein dalam urin.

14
e) Volume urin
Volume urin normal orang dewasa 600 – 2500 ml/ hari. Jumlah ini tergantung pada
masukan air, suhu luar, makanan dan keadaan mental/ fisik individu, produk akhir
nitrogen dan kopi, teh serta alkohol mempunyai efek diuretic.
f) Buih
Pada urin normal yang baru saja dikeluarkan tidak akan langsung menimbulkan buih
namun jika dikocok akan menimbulkan buih putih. Pada urin yang baru saja
dikeluarkan langsung membentuk buih putih maka urin tersebut mengandung protein.
Pada urin yang berbuih kuning maka urin tersebut mengandung bilirubin.
g) Bau
Urin normal beraroma seperti zat-zat yang sudah dimakan.

C. Pemeriksaan mikroskopis
Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan sedimen
urin. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan memutar (centrifuge) urin lalu
mengamati endapan urin di bawah mikroskop. Tes ini bertujuan untuk mengetahui
unsur-unsur organik (sel-sel : eritrosit, lekosit, epitel), silinder, silindroid, benang
lendir; unsur anorganik (kristal, garam amorf); elemen lain (bakteri, sel jamur, parasit
Trichomonas sp., spermatozoa).
1) Eritrosit
Dalam keadaan normal, terdapat 0 – 2 sel eritrosit dalam urin. Jumlah eritrosit yang
meningkat menggambarkan adanya trauma atau perdarahan pada ginjal dan saluran
kemih, infeksi, tumor, batu ginjal.
2) Leukosit
Dalam keadaan normal, jumlah lekosit dalam urin adalah 0 – 4 sel. Peningkatan
jumlah lekosit menunjukkan adanya peradangan, infeksi atau tumor.
3) Epitel
Ini adalah sel yang menyusun permukaan dinding bagian dalam ginjal dan saluran
kemih. Sel-sel epitel hampir selalu ada dalam urine, apalagi yang berasal dari
kandung kemih (vesica urinary), urethra dan vagina.
4) Silinder (cast)
Ini adalah mukoprotein yang dinamakan protein Tam Horsfal yang terbentuk di
tubulus ginjal. Terdapat beberapa jenis silinder, yaitu : silinder hialin, silinder
granuler, silinder eritrosit, silinder lekosit, silinder epitel dan silinder lilin (wax cast).

15
Silinder hialin menunjukkan kepada iritasi atau kelainan yang ringan. Sedangkan
silinder-silinder yang lainnya menunjukkan kelainan atau kerusakan yang lebih berat
pada tubulus ginjal.
5) Kristal
Dalam keadaan fisiologik / normal, garam-garam yang dikeluarkan bersama urine
(misal oksalat, asam urat, fosfat, cystin) akan terkristalisasi (mengeras) dan sering
tidak dianggap sesuatu yang berarti. Pembentukan kristal atau garam amorf
dipengaruhi oleh jenis makanan, banyaknya makanan, kecepatan metabolisme dan
konsentrasi urin (tergantung banyak-sedikitnya minum).Yang perlu diwaspadai jika
kristal-kristal tersebut ternyata berpotensi terhadap pembentukan batu ginjal. Batu
terbentuk jika konsentrasi garam-garam tersebut melampaui keseimbangan kelarutan.
Butir-butir mengendap dalam saluran urine, mengeras dan terbentuk batu.
6) Benang lendir
Ini didapat pada iritasi permukaan selaput lendir saluran kemih.

D. Pemeriksaan kimia
1) Glukosa
Pada percobaan uji glukosa dilakukan dengan menambahkan 5 ml larutan benedict
kedalam tabung reaksi yang berisi 8 tetes urin dan kemudian dipanaskan. Hasilnya
adalah larutan yang semula berwarna biru menjadi biru kehijauan. Uji positif ditandai
dengan terbentuknya endapan merah bata. Benedict spesifik dengan gula pereduksi.
Sehingga apabila hasil uji glukosa positif akan menyebabkan warna merah bata
karena ada endapan yang terbentuk (Cu2O) dan urine tersebut mengandung gugus OH
bebas yang reaktif. Reaksinya adalah sebagai berikut:
(D-glukosa) + 2 CuO → (asam glukonat) + Cu2O
Berikut ini adalah skala uji pemeriksaan glukosa:

No. Warna Hasil


1. Biru negatif
2. Biru kehijauan Ada gula
3. Kuning kehijauan 1+
4. Coklat kehijauan 2+

16
5. Jingga-kuning 3+
6. Merah bata dengan endapan 4+

2) Protein
Untuk mengetahui adanya unsur protein dalam urin, pada percobaan ini
menggunakan reagen millon. Setelah 3 ml supernatan urine ditambah 5 tetes reagen
millon maka larutan yang awalnya berwarna putih keruh, tetap tidak terjadi perubahan
yang signifikan, yakni tetap berwarna putih keruh.
Reaksi negatif dari reagen millon karena tidak terbentuknya ikatan antara Hg dari
pereaksi millon dengan gugus hidroksifenil yang terdapat dalam urine, sehingga tidak
didapatkan warna merah. Reaksi pembentukan reagen millon yaitu:
HgCl2 + 2HNO3 → Hg(NO3)2 + Cl2
(merkuri klorida) (asam nitrat) (merkuri nitrat)

3) Pigmen Empedu
Untuk mengetahui adanya pigmen empedu, pada percobaan ini cukup dengan
mengocok tabung reaksi yang berisi urin dengan baik dan benar. Hasilnya terdapat
buih yang berwarna putih. Reaksi yang dihasilkan negatif jika buih yang dihasilkan
berwarna bening (tidak ada pigmen empedu). Reaksi positif ditandai dengan buih
berwarna kunin.

17
3. PEMERIKSAAN SEKRET VAGINA

A. Persiapan Pengambilan Spesimen Cairan Vagina

1. Alat dan Bahan :

a. Kapas lidi steril atau aose

b. Gelas obyek

c. Bengkok

d. Sarung tangan

e. Spekulum

f. Kain kassa, kapas sublimat

g. Perlak

2. Prosedur Pelaksanaan

1. Memberitahu dan menjelas kan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan

2. Menyiapkan alat dan bahan membawa ke dekat pasien

3. Memasang sampiran

4. Membuka atau menganjurkan pasien menanggalkan pakaian bawah (tetap


jaga privacy pasien)

5. Memasang pengalas dibawah bokong pasien

6. Mengatur posisi pasien dengan kaki ditekuk (dorsalrecumbent)

7. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir mengeringkan dengan handuk bersih

8. Memakai sarung tangan

9. Buka labia mayora dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang tidak dominan

10. Mengambil sekret vagina dengan kapas lidi dan tangan yang dominan sesuai kebutuhan

11. Menghapuskan sekret vagina pada gelas obyek yang disediakan

12. Membuang kapas lidi dalam bengkok

13. Memasukkan gelas obyek dalam piring petri atau ke dalam tabung kimia dan ditutup

14. Memberi label dan mengisi formulir pengiriman spesimen untuk dikirim ke
laboratorium

15. Membereskan alat

18
16. Melepas sarung tangan

17. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir serta mengeringkannya dengan
handuk bersih

18. Melakukan dokumentasi tindakan yang telah dilakukan

B. Pemeriksaan Spekulum Steril

Pemeriksaan Spekulum Steril diindikasikan untuk menentukan apakah membran


amnion sudah ruptur atau utuh. Fungsi-fungsi lain antara lain untuk mengambil kultur;
mengobservasi serviks untuk mendeteksi servisitis, prolaks tali pusar, atau bagian janin; dan
memperkirakan dilatasi atau penipisan serviks. Pemeriksaan vagina dengan spekulum steril
dan sarung tangan steril dilakukan jika ketuban sudah ruptur untuk menghindari
memasukkkan organisme menuju janin didalam lingkungan intra uterus. Lubrikan tidak
digunakan karena dapat mengubah temuan.

Faktor berikut mengindikasikan ruptur ketuban:

 Tetesan atau aliran kecil cairan amnion melewati serviks

 Berkumpulnya cairan di liang vagina

 Kertas nitrazin menunjukkan reaksi basa terhadap cairan vagina (berubah menjadi warna
biru kurang lebih pH nya 7,15)

 Gambaran pakis cairan vagina jika dikeringkan pada preparat mikroskop dan diperiksa
secara mikroskopik.

Berbagai zat dan kondisi dalam vagina dapat mengubah keakuratan pemeriksaan ini :

 Hasil negatif palsu semua hasil pengukuran dapat terjadi jika ketuban sudah ruptur dan
bocor selama waktu yang lama , atau jika selaput ketuban bocor darisuatu tempat diatas
bagian presentasi dan hanya terdapat cairan minimal di dalam vagina pada saat
pemeriksaan vagina.

 Hasil positif palsu Nitrazin dapat terjadi ketika kertas terkontiminasi dengan darah,
semen, lendir serviks, urine, air mandi, antiseptik yang basah, atau lubrikan larut air.

19
 Gambaran pakis positif palsu kan muncul jika lendir serviks atau darah mengontaminasi
spesimen pada preparat.

 Gambaran pakis lendir serviks tampak “lebih seperti kerangka” dari pada gambaran pakis
cairan amnion. Mekonium, pH vagina, dan darah dalam cairan amnion (hingga 20 %)
tidak akan mengisi gambaran pakis

C. Sediaan Basah ( Wet Mount )

Selama pemeriksaan spekulum di vagina, sediaan basah dari sekret vagina dapat disiapkan
dengan menempatkan sedikitnya disebuah preparat, yang ditetesi Salin Normal kemudian
tutup dengan lembaran penutup. Sel petunjuk, bakteri, sel darah merah, trikomonas, dan
sperma dapat terlihat. Preparat lain dibuat dengan larutan Kalium Hidroksida(KOH)
10%. Bau amina setelah menempatkan KOH mengesankan vaginosis bakteri (“uji whiff”).
Jamur atau Psedohyfae Candidae lebih mudah terlihat pada penggunakan KOH.

D. Pemeriksaan Sekret Vagina ( mencari kuman neisseria gonorrhea dalam secret vagina )

Dengan pewarnaan gram, kuman neisseria gonorrhea akan menyerap cat carbol
fuchsin sehingga kuman akan bewarna merah
Persiapan pasien :
 Pasien dalam pengobatan, obat perlu dihentikan sehari sebelum pengambilan specimen
 Sebaiknya pengambilan specimen pada pagi hari sebelum buang air kecil
 Pada wanita gonorrhea kronis, specimen sebaiknya diambil sebelum atau sesudah haid
 Pengambilan specimen, pembuatan dan pengiriman sediaan :

E. Pengambilan specimen
· Alat (loop/lidi kapas steril, kaca objek yang kering, bersih, lampu spiritus, kursi obstetric,
speculum vagina steril, sarung tangan, pinsil kaca, larutan salin steril
Pasien wanita :
 Pasien terbaring terlentang kedua lutut ditekuk pada kursi obstetric (posisi litotomi)
 Masukan speculum steril dengan hati-hati dan speculum dibuka
 Masukan ujung kapas lidi dan oleskan pada daerah endoservik. Gerakan lidi melingkar
ke kanan diamkan beberapa saat untuk penyerapan
 Secret yang didapat dioleskan pada kaca objek yang telah di beri nomor untuk dibuat
sediaan

20
F. Pembuatan sediaan
Alat (forcep, rak pewarna, rak pengering)
Reagen (lar carbol gentian violet, lugol/iodin, larutan carbol fuchsin)
Cara :
 Pasca pengolesan di objek glas biarkan di udara beberapa saaat mongering, fiksasi
dengan melakukan diatas nyala api lampu spiritus
 Tuangi larutan carbol gentian violet selama 2-3 menit
 Cuci dengan air kran atau air mengalir
 Tuangi dengan alcohol 95% selama 20-30 detik cuci kembali
 Tuangi carbol fuchsin selama 1-2 menit kembali
 Keringkan

G. Pengiriman sediaan
Bila perlu uji silang (cross cek) dila fasilitas lab kurang sediaan perlu di kirim ke
laboratorium
Cara pengiriman :
 Setelah sediaan difiksasi bungkus dengan kertas tik tipis di bagi 2 menurut pjnya, tiap
potong untuk 15-20 sediaan
 Bungkus lagi dengan kertas karton bergelombang menurut lebarnya dan ikat 2 kali
 Bungkus lagi dengan kertas karton bergelombang menurut panjangnya dan ikat satu kali
 Bungkus kagi dengan kertas karton bergelombang menurut panjangnya dan ikat dua kali
 Bungkus lagi dengan kertas sampul dan ikat 3 kali

21
4. PEMERIKSAAN SEREBRO SPINAL
A. Pemeriksaan Cairan Otak (Liquor Cerebro Spinalis )
1. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan spesimen cairan otak
a. Jangan menunda-nunda pemeriksaan cairan otak. Barbagai selk dan tripanosoma
cepat lisis pada sampel cairan otak. Glukosa juga cepat rusak, kecuali kalau dengan
fluorida-oksalat.
b. Bekerjalah dengan hati-hati dan hemat. Spesimen yang dapat diambil untuk
pemeriksaan cairan otak atau Liquor cerebro spinalis sering kali hanya sedikit
karena pengambilannya sulit..
c. Liquor cerebro spinalis mengandung organisme virulen. Pakailah pipet dengan
sumbat kapas yang tak menyerap cairan, atau pakailah penghisap karet untuk
menarik cairen dalam pipet

2. Jenis-jenis pemeriksaan
a. Pemeriksaan Makroskopik
b. Pemeriksaan tentang kekeruhan
Untuk melihat adanya kekeruhan maka cairan oatak dibandingkan dengan yang
berisi aquadest, dalam keadaan normal cairan otak jernih. Keadaan patologis dapat
terjadi sebagai berikut:
a. Opalescent : seperti kabut halus, gris hitam pada dasar tabung masih dapat dilihat.
b. Keruh : garis hitam pada dasar tabung tidak tampak lagi [ada keadaan ini jumlah
sel umumnya lebih besar 500 sel/mm3
Keadaan ini bisa disbabkan oleh perdarahan, sel-sel radang, dan kuman, leukositosis
tidak selalu disertai kekeruhan misalnya pada meningitis tuberculosa, meningitis
syphili catabes dorsalis dan polio myelitis pada keadaan ini cairan otak masih jernih.

3. Pemeriksaan tentang pH
Cairan otak dalam keadaan normal pH bereaksi sedikit alkalis

4. Pemeriksaan tentang Berat Jenis


Dalam keadaan normal Berat Jenis cairan otak sekitar 1.003-1.008

22
5. Pemeriksaan tentang warna
Dalam keadaan normal cairan otak tidak berwarna, dalam keadaan patologis cairan
otak berwarna :
1) Kekuning-kuningan
Warna ini dapat disebaakan derivat hemoglobin dari perdarahan yang telah lama
terjadi ( minimum 6 jam maximum 1-1,5 minggu), brasal dari bilirubin darah bila
intensitas ikterus hebat. Cairan otak xanthocrome karena kadar protein yang sangat
tinggi atau pendarahan dapat membeku.
2) Merah
Warna merah disebakan oleh karena:
 Pendarahan artifisialyang merupakan komplikasi dari punksi
 Pendarahan sub arachnoidal
3) Coklat
Warna coklat disebabkan perdarahan yang lama disertai dengan adanya hemolisis ,
maka LC akan berwarna coklat.
4) Keabu-abuan
Warna keabu-abuan ini disebabkan oleh adanya leukosit dalam jumlah besar

B. Pemeriksaan Tentang Pellicle ( Bekuan Halus)


Pada cairan otak yang normal pellicle / bekuan halus dapat diperlihatkan. Bila cairan
otak dibiarkan pada suhu kamar pada 24 jam. Pada meningitis purulenta, pellicle akan cepat
terbentuk besar dan kasar dalam waktu beberapa menit sampai 1 menit sampai 1 jam.
C. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopi diarahkan kepada jumlah dan jenis sel dalam cairan otak dan
kepada adanya bakteri serta jenis secara bakterioskopik.
a. Menghitung jumlah sel
Pemeriksaan ini di lakukan sebaik-baiknya setengah jam setelah mendapat liquor karna
leukosit sangat cepat rusak. Selain itu penyebaran sel dalam cairan itu cepat menjadi
serbaneka (teristimewa dalam cairan keruh) dan tidak dapat lagi di jadikan homogen dengan
mengocok.
Tabung ketigalah yang baik dipakai untuk menghitung jumlah sel karena merupakan
sampel yang paling murni. Jika terdapat darah dalam cairan otak, penetapan jumlah sel
(leukosit ) tidak mungkin teliti lagi dan banyak orang menggap usaha itu tanpa arti. Dalam

23
keadaan normal di dapat 0-5 sel/µl cairan otak, karenaitu dipakai pengenceran dan kamar
hitung yang berlainai dari pada cara menghitung leukosit dalam darah.

Kamar hitung yang sering dan sebaiknya dipakai ialah menurut fuchs-Rosenthal, tinggi
kamar hitung itu 0,2 mm dan luasnya 16 mm2 . Larutan pengencer ialah larutan turk pekat :
methylviolet (gentianviolet) 200 mg, asam asetat glacial 4 ml, aquadest 100 ml. Saring
sebelum dipakai.
Cara kerja :
1) Kocoklah dulu cairan otak yang akan di periksa.
2) Isaplah lebih dulu larutan turk pekat sampai garis tanda 1 dalam pipet leukosit.
3) Kemudian isap lah cairan otak sampai garis 11
4) Kocoklah pipat benar-benar, buanglah 3 tetes dari pipet dan kemidian isilah kamar
hitung fuchs-rosenthal dan biarkan kamar hitung itu mendatar selama 5 menit.
5) Hitunglah semua sel yang dilihat dalam seluruh bidang yang dibagi dengan memakai
lensa objektif 10 x.

b. Menghitung jenis sel


Meskipun dalam cairan otak ada lebih dari dua jenis sel, namun dalam praktek
sehari –hari hanya dibuat perbedaan antar sel yang berinti (hanya limfosit) dan polinuklear
(segmen).
Cara kerja :
1) Cairan yang jernih atau yang agak keruh saja, harus dipusing terlebih dahulu dengan
kecepatan sedang, umpamanya 1500-2000 rpm selama 10 menit.
2) Cairan yang dibuat dan sedimen dipakai untuk membuat sediaan apus yang
dibiarkan kering pada hawa udara. Jangan memakai panas untuk merekat sediaan it.
3) Buanglah hitung jenis sel.

c. Bakterioskopi
Diantara kuman yang paling sering didapat dalam getah otak ialah M.
Tuberculosis, meningococci, pneumococci, streptococci dan H. Influenzae.
Dengan mengadakan pemeriksaan bakterioskopi, sering sudah dapat diperoleh
petunjuk ke arah etiologi radang ; sebaiknya disamping itu diusahakan biakan dan
percobaan hewan pula. Yang diperlukan untuk bakterioskopi ialah pulasan menurut
gram dan menurut ziehl-neelsen atau kinyoun, pulasan itu dikerjakan dengan memakai

24
sedimen sebagai bahan pemeriksaan. Pulasan terhadap batang tahan asam baik sekali
dilakukan dengan bekuan halus atau dengan selaput permukaan. Tidak terdapatnya
batang tahan asam dalam bahan itu tidak mengesampingkan kemungkinan meningitis
tuberculosa.

D. Pemeriksaan Kimia
Diantara banyak macam pemeriksaan kimia yang dapat dilakukan atas cairan otak, ada
beberapa macam yang sering dikehendaki, yaitu pemeriksaan terhadap kadar protein ,glukosa
dan cholorida. Selain itu,meskipun bukan bersifat penetapan kimia sebenar-benarnya sering
dikendaki juga test-test koloid.
a. Protein
Pemeriksaan terhadat protein dalam cairan otak ialah yang paling penting diantara
pemeriksaan kimia. Usaha mengetahui jumlahnya dapat dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Jiak ada darah dalam cairan otak, hasil pemeriksaan ini ( dengan cara maupun
juga ) tidak ada artinya lagi.
1) Test busa
Percobaan ini merupakan test kasar terhadap kadar protein yang sangat meningkat.
Kalau cairan otak normal dikocok kuat-kuat, maka busa yang terjadi hanya sedikit
saja dan menghilang setelah ditenangkan selama 1-2 menit. Kalau kadar protein
sangat meninggi, lebih banyak busa terbentuk dan busa itu juga belum lenyap selama
5 menit. Test ini hanya memberi kesan saja tentang kadar protein dalam cairan otak.
2) Test Pandy
Reagens pandy, yaitu larutan jenuh fenol dalam air ( penolum liquefactum 10 ml :

aqua dest 90 ml; simpan beberapa hari dalam lemari peneram 37 dengan sering
dikocok-kocok) bereaksi dengan globulin dan dengan albumin.
Cara kerja:
· Sediakanlah 1 ml reagens pandy dalam tabung serologi yang kecil bergaris tengah 7
mm.
· Tambahkan 1 tetes cairan otak tanpa sedimen.
· Segeralah baca hasil tes itu dengan melihat kepada derajat kekeruhan yang terjadi.

Test pandy ini mudah dapat dilakukan pada waktu melakukan fungsi dan memang sering
dijalakan demikian sebagai bedside test. Itulah sebabnya maka test Pandy masih juga

25
dipertahankan dalam penuntun ini, meskipun pada waktu ini dikenal test-test terhadap protein
yang lebih spesifik dan lebih bermanfaat bagi klinik.
Dalam keadaan normal tidak akan terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang sangat ringan
berupa kabut halus. Semakin tinggi kadar protein, semakin keruh hasil reaksi ini yang selalu
harus segera dinilai setalah pencampuran liquor dengan reagens. Tak ada kekeruhan atau
kekeruhan yang sangat halus berupa kabut menandakan hasil reaksi yang negatif. Kekeruhan
yang lebih berat berarti test Pandy ini menjadi lebih positif.

3) Test Nonne
Percobaan ini yang juga dikenal seperti test Nonne-Apelt atau test Ross-Jones,
memggunakan larutan jenuh amoniumsulfat sebagai reagens. ( amonium sulfat 80 g:
aquadest 100 ml; saring sebelum memakainya ). Test seperti dilakukan dibawah ini
terutama menguji kadar globulin dalam cairan otak.
Cara kerja :

· Taruhlah ½ -1 ml reagens Nonne dalam tabung kecil yang bergaris kira-kira 7 mm.
· Dengan berhati-hati masukan sama banyak cairan otak kedalam tabung itu, sehinggga
kedua macam cairan tinggi terpisah menyusun dua lapisan.
· Tengakanlah selama 3 menit, kemudian selidiki perbatasan kedua cairan tersebut.
Seperti juga test Pandy, test Nonne sering dilkukan seperti badside test pada waktu
mengambil cairan otak dengan pungsi. Sebenarnya test Nonne ini sudah usang, dalam
laboratorium klinik modern ia sudah kehilangan tempatnya. Dalam keadaan normal hasil test
ini negatif, artinya: tidak terjadi kekeruhan pada perbatasan. Semakin tinggi kadar globulin
semakin tebal cincin keruh yang terjadi. Laporkan hasil test ini sebagai negatif atau positif
saja.
Test Nonne memakai lebih banyak bahan dari test Pandy, tetapi lebih bermakna dari test
Pandy karena dalam keadaan normal test ini berhasil negatif: sama sekali tidak ada kekeruhan
pada batas cairan.

4) Penetapan Protein Kountitatif


Kadar protein dapat di ukur secara kuantitatif dengan bermacam-macam cara yang
menggunakan dasar fotokolorimeter atau turbidimeter. Cara fotokolorimeter mengukur
absorbansi larutan setelah membuat warna dengan reaksi biuret atau mengukur warna hasil

26
reaksi warna dengan tirosin atau triptofan. Pada turbidimeter diukur kekeruhan yang timbul
akibat reaksi antara protein sulfosalisilat atau reagens lain yang mengendapkannya.
Cara-cara kuantitatif ini mudah dijalankan dan jauh lebih bermakna dari pada hanya
melakukan test Pandy atau Nonne saja. Kalau cairan otak tercampur darah hasil penetapan
inipun akan menjadi tanpa arti. Batas-batas normal kadar protein dipengaruhi oleh tempat
mengabil cairan otak; semakin kranial, semakin kurang kadian lubar protein. Kadar protein
dalam cairan otak dalam ventriculi; 55-15 mg/dl; dalam cisterna magna 10-25 mg/dl dan dari
bagian lumbal 15-40 mg/dl.
Dalam keadaan normal terutama albumin yang ada dalam cairan otak, pada keadaan
patologik globulin-globulin juga akan muncul beserta fibrinogen. Laboratorium klinik
modern selayaknya dapat memisah-misahkan fraksi-fraksi itu dengan elektroforesis dan
dengan imunoelektroforesis. Untuk melakukan elektroforesis dan dengan memakai cellulose
acetat sebagai media pendukung, perlu terlebih dahulu melakukan pemekatan dari
protein-protein dengan cara dianalisis. Dalam cairan otak normal didapat fraksi-fraksi protein

sbb: prealbumin 4,6 1,3%, albumin 49,5 ; alfa-1-globulin 6,7 2,1%;

alfa-2-globulin 8,3 2,1%; beta-globulin 8,2 2,7 %. Perubahan dalam konsentrasi


fraksi-fraksi protein dapat dihubungkan dengan kelainan neurologis tertentu.
Pada banyak keadaan abnormal kadar protein total mengikat kadar protein yang sangat
tinggi ( 200- 1000 mg/dl) didapat pada meningitis purulate, pada perdarahan subarachnoidal
dan jika ada satu penyumbatan (block). Hampir semua macam penyakit organik pada susunan
saraf pusat disertai meningginya kadar protein : dearajat meningkatnya sesuai dengan
breatnya lesi. Kombinasi kadar protein tinggi, xanthochromi dan pleiositosis limpositik
dikenal dengan nama sindroma froin.

b. Glukosa
Penetapan glukosa harus dikerjakan dengan cair otak segar karena sel-sel dan
mikroorganismus akan mengurangi jumlhnya. Penetapan biasanya mengunakan 0,1 ml cairan,
tetapi ada juga yang memakai lebih banyak tergantung cara penetapan.
Normal 50-80 mg/dl glukosa atau kira-kira setengah dari kadar dalam plasma. Kadar
glukosa dalamm liquor sangat dipengaruhi oleh kadar glukosa dalam plasma, maka itu
sebainya setelah melakukan penetapan kadar glukosa darah disamping kadar dalam liquor
untuk dapat menafsirkan hasil penetapan. Pada hipoglikemia kadar glukoisa merendah dan
pada hiperglikemia meningkat.

27
Indikasi terutama pada penetapan glukosa dalam cairan otak ialah persangkaan
meningitis. Pada meningitis kadar bakterial menurun. Kadar yang normal yang mendampingi
pleisitosis mengarah kepada peradangan nonbakterial. Juga pada meningitis purulenta kadar
glukosa turun, mungkin hingga menjadi nol. Kadar glukosa biasanya tidak berubah pada
encephalitis, tumor otak dan neurosyphilis. Pemakaian cairan celup seperti diterangkan pada
bab uirinalisis untuk penetapan kadar glukosa dalam cairan otak tidak dianjurkan.

c. Chlorida
Seperti juga kadar glukosa, kadar chorida dalam cairan otak turut naik turun dengan
kadar chorida dalam plasma darah, maka dari itu penetapan chorida serum disamping chorida
liquor membawa manfaatnya. Dalam keadaan normal terdapat 720-750 mg chorida per dl
( disebut sebagai NaCL ) dalam cairan otak. Bandingkanlah nilai normal dalam plasma darah :
550-620 mg/dl sebagai NaCL. Penetapan kadar chlorida berguana dala diagnosa meningitis :
pada meningitis acuta kadar itu akan merendah hingga kurang dari 680 mg/dl.
Pada meningitis cubertulosa didapat penyusutan yang sangat besar, biasanya sampai
kurang dari 600 mg/dl. Peradangan setempat, peradangan non-bakterial, tumor otak,
encephalitis dan neurosyphilis tidak disertai perubahan dalam kadar chlorida. Pendapat:
cairan otak jernih dengan tekanan meninggi, pleiositosis, kadar protein meninggi, kadar
glukosa dan chlorida kedua-duanya merendah merngarahkan persangkaan kepada meningitis
tuberculosa.

28
5. PEMERIKSAAN LIMFE

A. Penegrtian Limfe
Limfedema, atau disebut juga dengan obstruksi limfatik adalah kondisi jangka panjang
ketika terjadi akumulasi cairan dalam jaringan yang menyebabkan terjadinya pembengkakan
atau edema. Sistem limfatik sendiri adalah bagian dari sistem kekebalan tubuh dan vital untuk
fungsi kekebalan tubuh.
Cairan yang disebut getah bening bersirkulasi dalam sistem limfatik. Nah, limfedema
biasanya disebabkan oleh penyumbatan pada sistem limfatik ini. Gangguan kesehatan ini
menyerang salah satu lengan atau kaki. Namun, dalam beberapa kasus, kedua lengan atau
kedua kaki bisa terserang. Bahkan, beberapa orang mengalami pembengkakan di kepala, dada,
hingga alat kelamin.
Ada dua jenis utama dari limfedema yang umum dijumpai, yaitu:
a. Limfedema primer yang disebut juga limfedema kongenital. Terjadi saat lahir atau
tidak lama setelah masa pubertas. Limfedema jenis ini jarang terjadi.
b. Limfedema sekunder yang terjadi sebagai akibat dari sesuatu yang lain, seperti
infeksi cedera, trauma, atau kanker yang memengaruhi sistem limfatik.
Limfedema primer disebabkan oleh mutasi pada beberapa gen yang terlibat dalam
pengembangan sistem limfatik. Gen yang tidak tepat ini mengganggu perkembangan sistem
limfatik, merusak kemampuannya untuk mengalirkan cairan dengan baik. Sementara itu,
limfedema sekunder bisa terjadi karena sejumlah kemungkinan, seperti operasi kanker,
pernah menjalani terapi radiasi, infeksi, peradangan, penyakit kardiovaskular, cedera, dan
trauma.
B. Pemeriksaan Untuk Deteksi Limfedema
Diagnosis limfedema dilakukan dengan mengesampingkan kemungkinan penyebab
terjadinya pembengkakan lainnya, termasuk gumpalan darah atau infeksi yang tidak
melibatkan kelenjar getah bening. Jika kamu berisiko terkena limfedema, deteksi limfedema
biasanya dilakukan dengan mengenali gejalanya.
Jika penyebab limfedema masih kurang jelas, dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan
lebih menyeluruh, seperti:
a. MRI dilakukan dengan bantuan medan magnet yang kuat dan gelombang radio untuk
membuat gambar detail organ dan jaringan di dalam tubuh.
b. CT scan. Teknik sinar-X ini menghasilkan gambar penampang struktur tubuh yang
terperinci. Pemeriksaan ini bisa mengungkapkan penyumbatan dalam sistem limfatik.

29
c. USG Doppler. Variasi USG konvensional ini melihat aliran dan tekanan darah
dengan memantulkan gelombang suara frekuensi tinggi dari sel darah merah.

C. Pencitraan radionuklida dari sistem limfatik atau lymphoscintigraphy. Kamu


akan disuntik dengan pewarna radioaktif dan dipindai oleh mesin. Gambar yang
dihasilkan menunjukkan pewarna bergerak melalui pembuluh getah bening.
Ada pun faktor yang dapat meningkatkan risiko mengembangkan limfedema adalah usia,
kelebihan berat badan, rheumatoid atau arthritis psoriatik. Sementara itu, komplikasi serius
dari limfedema di tangan atau kaki yang tidak segera ditangani, termasuk:
a. Infeksi. Infeksi yang terjadi termasuk selulitis dan infeksi pembuluh limfa. Cedera
kecil pada lengan atau kaki bisa menjadi titik terjadinya infeksi.
b. Limfangiosarkoma. Bentuk kanker jaringan lunak yang langka ini dapat disebabkan
oleh kasus limfedema yang paling parah dari limfedema yang tidak ditangani. Gejala
yang mungkin muncul termasuk munculnya tanda biru kemerahan atau ungu pada
permukaan kulit.

30
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dalam makalah ini menyangkut soal
“Peranan Laboratorium Bagi Kesehatan Masyarakat” maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :

Laboratorium kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran,


penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan bukan
berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi
kesehatan atau faktor yang dapat berpengaruh pada kesehatan perorangan dan
kesehatan masyarakat.

2. Saran

Laboratorium perlu memperhatikan kualitas pelayanan yang ditawarkan


kepada kosumen dalam hal ini adalah masyarakat yang akan menggunakan jasa
laboratorium, sehingga masyarakat merasakan kepuasan dan loyal terhadap kualitas
yang ditawarkan, hal ini juga bertujuan agar terselenggaranya pelayanan laboratorium
kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam rangka mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

31
DAFTAR PUSTAKA

http://analisbanjarmasin.blogspot.com/2010/08/peran-labkes-dalam-upaya-peningkata
n.html

http://ekawhiniethepooh.blogspot.com/2010/12/jenis-laboratorium.html
http://biomedika.setiabudi.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=17
0:pengaruh-kualitas-pelayanan-terhadap-tingkat-kepuasan-pasien-di-laboratorium-ru
mah-sakit-medik-dasar-hidayah-sukoharjo&catid=73:nomor-02-september-2010
http://labkesehatan.blogspot.com/2010/02/perencanaan-sdm-laboratorium-kesehatan.h
tml http://reg2tingkat2.blogspot.com/2011/12/proposal-laboratorium-klinik.html

32

Anda mungkin juga menyukai