Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH LIVING QURAN SEBAGAI FENOMENA SOSIAL

KEAGAMAAN
Disusun untuk memenuhi tugas,

Mata Kuliah : Al-Qur’an dan Sosial Budaya (Living Qur’an)

Dosen Pengampu : Waffada Arief Najiyya, S.TH.I., M.A

Oleh:

Kelompok – 4 B3IQR

1. Khalifia Mida Putri (2030110057)


2. Ferra Viana (2030110061)
3. Khilma Khildatus Syifa (2030110071)

PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
IAIN KUDUS
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sejarah Living Qur’an
Sebagai Fenomena Sosial Keagamaan” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bpk.
Waffada Arief Najiyya,S.TH.I.,M.A. dalam mata kuliah Living Qur’an. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Sejarah living qur’an sebagai fenomena sosial
keagamaan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Bp. Waffada Arief Najiyya, S.TH.I., M.A selaku
dosen pengampu mata kuliah Living Qur’an yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kudus, 29 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................2

DAFTAR ISI...............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
C. Tujuan Masalah...............................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Sosial Keagamaan.........................................................................................5


B. Keadaan Sosial Keagamaan di Indonesia.......................................................................6
C. Sejarah Living Qur’an Sebagai Sosial Keagamaan........................................................7

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN..............................................................................................................9
B. SARAN...........................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................9

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan
membutuhkan bantuan sesama makhluk. Perilaku manusia dalam berinteraksi
berdasarkan pada aturan-aturan dalam agama itulah sosial keagamaan. Kepercayaan dan
pedoman manusia selalu membaca dengan agama dalam kehidupan sehari-hari. Seiring
dengan maraknya modernisasi yang melanda Nusantara saat ini, banyak terdapat
penyimpangan yang dilakukan oleh anak-anak, remaja, bahkan orang tua sekalipun. Hal
tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang perilaku sosial yang positif dan
bermanfaat bagi diri mereka.
Sebuah kajian atau penelitian ilmiah tentang berbagai peristiwa sosial terkait
dengan kehadiran Al-Quran biasa disebut dengan Living Qur’an. Al-Qur’an yang
dipahami secara kontekstual akan berdampak pada kehidupan sosial yang penuh dengan
nilai-nilai yang berpengaruh terhadap hubungan mereka kepada Tuhan dan kehidupan
dengan manusia lain.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Sosial Keagamaan?
2. Bagaimana Keadaan Sosial Kegamamaan di Indonesia?
3. Seperti Apa Sejarah Living Qur’an Sebagai Fenoma Sosial Keagamaan?

C. Tujuan
A. Mengetahui Pengertian Sosial Keagamaan
B. Mengetahui Keadaan Sosial Kegamamaan di Indonesia
C. Mengetahui Sejarah Living Qur’an Sebagai Fenoma Sosial Keagamaan

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sosial Keagamaan


Kata sosial memiliki arti sesuatu yang berhubungan dengan perilaku
interpersonal atau berkaitan dengan proses sosial. Sidi Gazalba mendefinisikan kata
sosial dengan kelompok manusia yang sudah cukup lama dan bekerja sama sehingga
mereka dapat mengorganisasikan diri dan berfikir mengenai dirinya sebagai satu kesatuan
sosial yang membentuk kebudayaan. 1

Sedangkan kata keagamaan itu sendiri berasal dari kata “gama” dan mendapat
awalan “ke” dan akhiran “an”. Agama itu sendiri mempunyai arti kepercayaan kepada
Allah, ajaran kebaikan yang bertalian dengan kepercayaan. Kata keagamaan mempunyai
arti segala aktivitas dalam kehidupan yang didasarkan pada nilai-nilai agama yang
diyakininya agar tidak terjadi kekacauan di dalam kehidupan sehari-hari. 2

Jadi, sosial keagamaan adalah perilaku manusia dalam berinteraksi yang


berdasarkan pada aturan-aturan dalam agama.

B. Keadaan Sosial Keagamaan di Indonesia


Kepercayaan dan pedoman manusia selalu membaca dengan agama dalam
kehidupan sehari-hari. Agama penting bagi manusia karena dengan agama kita bisa
menjalani kehidupan dengan baik dan benar, kita memiliki aturan yang sangat baik untuk

1
Najtama, “Religiusitas Dan Kehidupan Sosial Keagamaan,” 422.
2
Najtama, 422.
5
bertindak baik untuk diri sendiri terutama dalam kehidupan sosial, sebab masyarakat
sosial yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan hidup. Sosial keagamaan
merupakan hasil perilaku yang sering dilakukan oleh sejumlah orang dengan nilai dan
ajaran tentang hal-hal yang berkaitan dengan kesadaran kekeagamaan.
Islam Nusantara menjadi pemahaman keagamaan yang berusaha untuk
menjadikan agama (Islam) dan budaya lokal tidak saling terpecahkan, melainkan wujud
dalam pola nalar religius yang tidak lagi mengambil bentuk yang autentik (asli) dan
murni (murni) dari agama dan berusaha menjadi jembatan yang selama ini memisahkan
antara keduanya (agama dan budaya). Hal tersebut didasari oleh kepedulian terhadap
meluasnya pemahaman Islam yang mengikuti dimensi lokalitas dan Keragaman dalam
kehidupan..
Masyarakat Indonesia dalam kenyataannya terdapat kesatuan-kesatuan sosial
berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, ras, agama, adat istiadat dan perbedaan
dari berbagai kawasan lainnya. Dengan demikian tentu merupakan modal sosial dan
sekaligus menjadi potensi terjadinya konflik sosial yang bukan saja dapat mengganggu
keharmonisan sosial tetapi lebih dari itu mengakibatkan disintegrasi sosial yang sangat
luas. Dalam dimensi sosiologis, perilaku keberagamaan memiliki fungsi yang muncul dan
fungsi yang potensial, karena satu hal yang harus kita perhatikan ketika menelaah fungsi-
fungsi sosial dari perilaku keagamaan dalam membedakan antara yang ingin dicapai dan
akibat yang ingin dicapai dari perilaku mereka dalam kehidupan bermasyarakat. Tanpa
adanya tujuan yang bebas dari kebebasan untuk melakukan aktivitas. Namun demikian,
menurut pengamatan sosiologi, justru banyak hasil yang tidak dilakukan dari tingkah laku
keagamaan sering kali lebih penting bagi pemeliharaan masyarakat dari tujuan yang
mereka perhatikan.
Kehidupan sosial yang teratur di kalangan sosial, menurut Radcliffe
Brown, tergantung pada hadirnya pandangan tertentu dalam pemikiran dalam anggota
masyarakat yang mengatur perilaku individu dalam hubungan dengan yang lain. Dalam
pandangan Malinowski, peribadahan dapat berubah kecemasan menjadi
kepercayaan. Bagi Malinowski, walaupun agama dianggap bersumber dari pengalaman
individual, namun ritual-ritual publik memiliki fungsi sosial, karena ia merupakan dasar

6
dalam struktur sosial dan tidak bisa ditolak bahwa agama mempunyai fungsi dalam
mempertahankan moral. Uraian di atas menggambarkan betapa agama dalam aspek ritual
peribadatannya memiliki peran dan fungsi yang bermakna dalam mendorong
terwujudnya solidaritas sosial.

C. Sejarah Living Qur’an sebagai Fenomena Sosial Keagamaan

Living Qur’an sebenarnya bermula dari fenomena Qur’an in everyday life, yakni
makna dan fungsi al-Qur’an yang riil dipahami dan dialami masyarakat muslim. Berbeda
dengan studi al-Quran yang objek kajiannya berupa tekstualitas al-Qur’an maka studi
living Qur’an memfokuskan objek kajiannya berupa fenomena lapangan yang dijumpai
pada komunitas muslim tertentu.3
Sejarah singkatnya, Living Qur'an sudah ada sejak masa Nabi Muhammad Saw,
hal ini bisa dilihat dalam praktek ruqyah, yaitu mengobati dirinya sendiri dan orang lain
yang menderita sakit dengan membacakan ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur'an. Menurut
suatu riwayat, Nabi Muhammad SAW pernah menyembuhkan penyakit dengan ruqyah
menggunakan surat Al-Fatihah atau menolak sihir dengan bacaan surat Al-
Mu'aawwizatain. Lebih dari itu, para sahabatlah yang sebenarnya telah melakukan kajian
living Qur'an secara ilmiah dan empiris untuk pertama kalinya. Nabi Muhammad SAW
menginstruksikan agar jangan shalat Ashar kecuali jika sudah sampai di perkampungan
Bani Quraizhah. Namun, para sahabat di tengah perjalanan, justru berbeda pendapat.
Sebagian sahabat tetap melaksanakan shalat pada waktunya, meskipun masih dalam
perjalanan dan menyalahi instruksi Nabi Muhammad SAW. Sebagian sahabat yang lain
justru tetap setia terhadap instruksi Nabi Muhammad SAW. Para sahabat ini baru shalat
Ashar ketika mereka telah sampai di perkampungan Bani Quraizhah walaupun waktu
shalat Ashar telah lewat. Hal ini kemudian dipertanyakan oleh sahabat untuk mengetahui
mana perbuatan mereka yang lebih baik, kemudian kejadian ini direspon oleh Nabi
dengan bijak.
Living Qur'an mulai menjadi objek kajian para pemerhati studi Al-Qur'an non
Muslim. Bagi mereka banyak hal yang menarik disekitar Al-Qur'an ditengah kehidupan

3
Atabik, “The Living Qur’an: Potret Budaya Tahfiz al-Qur’an Di Nusantara,” 161.
7
kaum Muslim yang berwujud berbagai fenomena sosial. Misalnya, fenomena sosial
terkait dengan pelajaran membaca Al-Qur'an di lokasi tertentu, fenomena penulisan
bagian tertentu dari Al-Qur'an ditempat tertentu, pemenggalan ayat-ayat Al-Qur'an yang
kemudian menjadi sarana pengobatan, do'a-do'a dan sebagainya yang ada dalam
masyarakat Muslim lainnya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sosial keagamaan adalah sosial keagamaan adalah perilaku manusia dalam
berinteraksi yang berdasarkan pada aturan-aturan dalam agama. Dan Living Qur’an yang
sebenarnya bermula dari fenomena Qur’an in everyday life, yakni makna dan fungsi al-
Qur’an yang riil dipahami dan dialami masyarakat muslim.
Living Qur'an mulai menjadi objek kajian para pemerhati studi Al-Qur'an non
Muslim. Bagi mereka banyak hal yang menarik disekitar Al-Qur'an ditengah kehidupan
kaum Muslim yang berwujud berbagai fenomena sosial. Misalnya, fenomena sosial
terkait dengan pelajaran membaca Al-Qur'an di lokasi tertentu, fenomena penulisan
bagian tertentu dari Al-Qur'an ditempat tertentu, pemenggalan ayat-ayat Al-Qur'an yang
kemudian menjadi sarana pengobatan, do'a-do'a dan sebagainya yang ada dalam
masyarakat Muslim lainnya.

8
B. SARAN

Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan manfaat bagi
pembaca dan penulis khususnya. Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna dan masih banyak kekurangannya, maka dari itu kami memohon kritik dan
saran agar bisa membangnn kesempurnaan makalah kami.

DAFTAR PUSTAKA

 Atabik, Ahmad. “The Living Qur’an: PotreT Budaya Tahfiz al-Qur’an Di Nusantara” 8
(2014).
 Najtama, Fikria. “Religiusitas Dan Kehidupan Sosial Keagamaan.” Tasamuh 9, no. 2
(2017).

Anda mungkin juga menyukai