Anda di halaman 1dari 31

PENDIDIKAN PANCASILA

“PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN


BIDANG KEHIDUPAN BERAGAMA”

Dosen Pengampu: Dr. I Nyoman Bontot, S.TP.,M.Fil.H.

OLEH KELOMPOK 1
1. Ni Kadek Nia Yunita Dewi (2302622010367 / 02)
2. Ni Wayan Sulatri (2302622010368 / 03)
3. Ni Wayan Tia Liana Putri (2302622010370 / 05)
4. Ni Putu Twentina Kusuma Dewi (2302622010371 / 06)
5. Ni Luh Hepi Pridayanti (2302622010373 / 08)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
GIANYAR
2024
ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nyalah, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata
kuliah Pendidikan Pancasila dengan baik dan tepat waktu.
Dalam proses penyusunan tugas ini kami menjumpai hambatan, namun berkat
dukungan materil dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas ini
dengan baik, oleh karena itu melalui kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih
dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak terkait yang telah membantu
terselekaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang berjudul “Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Bidang Kehidupan Beragama” ini masih memerlukan penyempurnaan,
oleh karena itu segala saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi
perbaikan pada tugas makalah selanjutnya. Apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi kami dan bagi pembaca lain pada umumnya.

Gianyar, 12 April 2024

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan..................................................................................................3
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................4
2.1 Definisi Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Beragama......4
2.2 Definisi Moderasi Beragama................................................................................5
2.3 Definisi Toleransi Beragama................................................................................6
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................8
3.1 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Beragama....................8
3.2 Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama......................................................10
3.3 Kerukunan dan Toleransi Umat Beragama di Indonesia......................................12
3.4 Contoh Kasus Intoleransi Antar Umat Beragama di Indonesia............................14
3.5 Contoh Perilaku Toleransi Antar Umat Beragama di Indonesia..........................17
3.6 Solusi Konflik Antar Umat Beragama di Indonesia.............................................19
BAB IV PENUTUP..................................................................................................23
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................23
4.2 Saran.....................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Bekalang
Pancasila merupakan ideologi sekaligus menjadi dasar negara Indonesia.
Pancasila mengandung nilai yang sangat dalam dan luas untuk di uraikan dalam
kehidupan bernegara begitu juga dalam kehidupan beragama. Namun saat ini,
apakah nilai nilai pancasila tersebut sudah diterapkan dengan baik sesuai isi dan
makna dari pancasila itu sendiri? Nilai-nilai pancasila tersebut belum dapat
diterapkan sesuai dengan yang diharapkan pendiri pancasila itu sendiri, baik
dalam kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan beragama maupun dalam
kehidupan bernegara. Untuk kehidupan beragama, Pancasila mengatur sendiri
sebagaimana tercantum pada sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sudah jelas salah satu makna dari sila pertama ini adalah kebebasan dan keadilan
dalam menjalankan agamanya masing-masing sesuai dengan agama yang telah
diakui di Indonesia.
Pancasila juga merupakan sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Artinya seluruh tatanan
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara menggunakan Pancasila sebagai dasar
moral atau norma dan tolak ukur tentang baik buruk, benar salahnya sikap,
perbuatan dan tingkah laku warga masyarakat bangsa Indonesia. Peranan dari
Pancasila yang jauh lebih besar adalah pancasila sebagai paradigma pembangunan
bangsa, mulai dari pembangunan pendidikan, ideologi, politik, ekonomi, sosial-
budaya, ketahanan nasional, hukum, ilmu dan teknologi, hingga kehidupan
beragama.
Telah kita ketahui bersama bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
plural, baik dari segi etnis, bahasa, agama, suku, ras, adat, dan lain sebagainya.
Namun, tak semua masyarakat menyadari akan perbedaan tersebut dan
kemajemukan Bangsa Indonesia, sehingga yang terjadi adalah timbulnya berbagai
konflik di berbagai daerah yang disebabkan oleh SARA. Selain itu, penyebab
utama timbulnya konflik yang berbau SARA, khususnya pada agama adalah
minimnya pemahaman dan pengamalan akan sila pertama Pancasila oleh
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Minimnya rasa toleransi pun menjadi
salah satu unsur penyebab konflik agama.

1
Studi tentang kehidupan beragama di Indonesia adalah sebuah kajian tentang
bagaimana bangsa Indonesia dapat hidup rukun di tengah-tengah keanekaragaman
agama dan atau kepercayaan. Kehidupan di Indonesia yang demikian tentu saja
menjadi suatu keunikan tersendiri sekaligus tantangan bagi setiap penganut agama
maupun bagi pemerintah Indonesia. Sebab jika keanekaragaman tersebut tidak
disikapi secara bijak, maka akan menjadi salah satu pemicu terjadinya perpecahan
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mengingat salah satu kebebasan yang dimiliki oleh warga negara Indonesia
adalah dalam menentukan agama yang dipeluknya. Setiap warga Indonesia berhak
menentukan pilihan agama masing-masing, tanpa ada paksaan dari pihak manapun
juga kecuali pada keadaan tertentu, misalnya berpindah agama oleh karena
desakan keluarga, terkait pernikahan, waris, dan sejenisnya. Tidak ada orang yang
mengganggu atau ikut campur dalam menentukan pilihan agama seseorang. Pada
umumnya di Indonesia, agama dipandang sebagai urusan pribadi setiap orang dan
menjadi urusan dirinya sendiri dengan Tuhannya sehingga orang lain tidak perlu
harus ikut campur.
Pada dasarnya setiap agama tentu mengajarkan nilai-nilai kebaikan bagi para
penganutnya. Namun sekalipun agama menawarkan nilai-nilai kedamaian, kasih
sayang, dan bahkan bertolong menolong, akan tetapi oleh karena ajaran tersebut
juga bersinggungan dengan kepentingan kehidupan sehari-hari, baik yang bersifat
sosial, politik, ekonomi, dan juga lainnya, maka akhirnya tidak menutup
kemungkinan menjadi faktor penyebab pergesekan antar kelompok atau intern
pemeluk agama itu sendiri. Akibatnya, agama tidak sebatas sebagai sistem
kepercayaan tetapi juga akan menjadi basis organisasi, kelompok, aliran, dan
semacamnya. Agama pada posisinya seperti itu, maka sudah barang tentu akan
mengikuti logika kehidupan masyarakat pada umumnya.
Atas dasar pertimbangan tersebut, maka sangat diperlukan pemahaman
mendalam tentang kehidupan keagamaan di Indonesia yang bersifat plural.
Kendati di dalam keadaan normal, masing-masing pemeluk agama yang berbeda
dapat hidup rukun, saling menghormati, berempati di antara sesama. Di antara
pemeluk agama yang berbeda bisa saja saling bekerja sama, saling menyapa, dan
bahkan membangun tempat ibadah berdekatan dan dikerjakan secara bergotong
royong, tetapi tatkala agama sudah menjadi bagian dari kehidupan sosial, akan
sangat mungkin terjadi saling bergesekan yang tidak selalu mudah diselesaikan.

2
Namun, bisa saja sewaktu-waktu kerukunan itu terganggu oleh gesekan-gesekan
yang menyebabkan terjadinya perseteruan antar umat beragama.
Oleh sebab itu untuk menghidupkan kembali dan membangun
paradigma kehidupan masyarakat yang beragama dan kerukunan antar umat
beragama maka dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat nilai-nilai Pancasila
harus ada dalam proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan
maupun dalam evaluasinya. Untuk mengetahui lebih mendalam, maka makalah
ini membahas mengenai pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang
kehidupan beragama.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk Mengetahui Bagaimana Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Kehidupan Beragama.
2. Untuk Mengetahui Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama.
3. Untuk Mengetahui Toleransi dan Intoleransi Antar Umat Beragama di
Indonesia.
4. Untuk Mengetahui Bagiamana Solusi Konflik Antar Umat Beragama di
Indonesia.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Kehidupan


Beragama
Istilah paradigma awalnya dipergunakan dan berkembang dalam dunia ilmu
pengetahuan, terutama dalam filsafat ilmu pengetahuan. Kata paradigma
(paradigm) mengandung arti model, pola atau contoh. Dalam kamus umum bahasa
Indonesia paradigma diartikan sebagai seperangkat unsur bahasa yang sebagian
bersifat konstan (tetap) dan sebagian berubah-ubah. Paradigma dapat juga
diartikan sebagai suatu gagasan sistem pemikiran (kerangka berfikir).
Menurut Thomas S. Kuhn dalam bukunya yang berjudul The Structure of
Scientific Revolution (1970:49), paradigma adalah asumsi-asumsi teoritis (suatu
sumber nilai), yang merupakan sumber hukum, metode, tatacara penerapan dalam
ilmu tersebut. Sedangkan menurut Drs. Kaelan, MS. Paradigma berkembang
menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai kerangka
berfikir, orientasi dasar, sumber, asas, serta arah dan tujuan dari suatu
perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk
dalam bidang pembangunanm, reformasi, maupun dalam pendidikan.
Paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang
harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab
dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui
persoalan tersebut.
Sedangkan kata Pengembangan (development) menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) yaitu proses, cara, perbuatan mengembangkan ataun
menjadi/mengarah bertambah sempurna. Kata Pengembangan menunjukkan
adanya pertumbuhan, perluasan yang terikat dengan keadaan yang harus digali
dan harus dibangun agar dicapai kemajuan dimasa yang akan datang. Atas dasar
arti kata pembangunan, dapat dipahami bahwa dalam pembangunan terdapat
proses perubahan yang terus menerus diupayakan untuk meraih kemajuan dan
perbaikan untuk mewujudkan tujuan yang dicita-citakan. Pembangunan adalah

4
usaha manusia untuk memerangi kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan
untuk menuju masyarakat uang sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kata Pengembangan atau Pembangunan adalah proses perubahan ke arah
kondisi yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana
(Kartasasmita, 1997). Menurut Sumodiningrat (2001), pembangunan adalah
proses natural untuk mewujudkan cita-cita bernegara, yaitu terwujudnya
masyarakat makmur sejahtera secara adil dan merata.
Paradigma Pengembangan adalah suatu model, pola yang merupakan sistem
berfikir sebagai upaya mewujudkan perubahan yang direncanakan sesuai dengan
cita-cita kehidupan masyarakat menuju hari esok yang lebih baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. (Inuk Inggit Merdekawati, 2008: 26)
Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara
normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolak ukur segenap aspek
pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi
atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar
negara dan ideologi nasional.

2.2 Definisi Moderasi Beragama


Kata moderasi diadopsi dari bahasa Inggris “moderation” yang mempunyai
arti sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan, dan tidak memihak. Sedangkan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “moderasi” diambil dari kata moderat
yang berarti perilaku atau perbuatan yang wajar dan tidak menyimpang, tengah-
tengah, dan mau mempertimbangkan pandangan orang lain lain. Berdasarkan
pengertian secara umum, moderasi beragama mempunyai arti mengedepankan
keseimbangan berbagai hal keyakinan, moral, serta watak sebagai sikap agama
individu atau kelompok tertentu.
Dengan demikian, moderasi beragama memiliki pengertian seimbang dalam
memahami isi atau ajaran agama, di mana sikap seimbang tersebut dapat
diekspresikan secara konsisten dalam memegangi prinsip ajaran agamanya dengan
mengakui keberadaan pihak lain. Perilaku moderasi beragama menunjukkan sikap
toleran, menghormati atas setiap perbedaan pendapat, menghargai kemajemukan,
dan tidak memaksakan kehendak atas nama paham keagamaan dengan cara
kekerasan.

5
2.3 Definisi Toleransi Beragama
Secara bahasa atau etimologi toleransi berasal dari bahasa Arab tasyamuh
yang artinya ampun, ma’af dan lapang dada. Dalam Webster‟s Wolrd Dictonary of
American Language, kata ‟toleransi” berasal dari bahasa Latin, “tolerare” yang
berarti menahan, menanggung, membetahkan, membiarkan, dan tabah. Dalam
bahasa Inggris, toleransi berasal dari kata tolerance/ tolerantion yaitu kesabaran,
kelapangan dada, atau suatu sikap membiarkan, mengakui dan menghormati
terhadap perbedaan orang lain, baik pada masalah pendapat (opinion), agama atau
kepercayaan maupun dalam segi ekonomi, sosial dan politik.
Di Indonesia, istilah toleransi dipadankan dengan kata kerukunan. Toleransi
beragama di Negara Indonesia ini tidak hanya menjadi kenyataan sosial namun
juga menjadi diskursus politik dan hukum. Telah banyak regulasi yang lahir
terkait pengaturan toleransi beragama di Indonesia. Regulasi-regulasi tersebut
mengatur berbagai aspek menyangkut penciptaan iklim toleransi di tangah
masyarakat. ada regulasi yang mengatur pendirian tempat ibadah, bantuan dari
luar negeri kepada lembaga-lembaga keagamaan, hal perayaan hari besar
keagamaan, regulasi menyangkut aliran-aliran keagamaan hingga masalah
perkawinan dan lain-lain.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa, ternyata perlu tata aturan dan
nila-nilai apa dan bagaimana menciptakan sikap toleran. Agama secara legal
formal mempunyai dua muka. Di satu sisi, bahwa agama mempunyai nilai-nilai
yang mengajarkan pada sikap inklusif, universal dan transenden, namun di sisi
lain ternyata agama juga mengandung nilai yang mengajarkan pada ekslusif,
partikuler dan primordial. Semua orang tentu tidak menghendaki jika perbedaan
agama menjadi kekuatan yang destruktif, tetapi sebaliknya mampu menjadi
pemicu bagi kemajuan. Dengan dinamika perbedaan, perkembangan manusia akan
mencapai pada tingkat maksimal, terutama kaitan bahwa manusia tidak bisa
dilepas dengan yang lain. Jadi, toleransi adalah cara berperilaku yang baik kepada
setiap individu untuk menciptakan suatu kondisi yang damai di dalam masyarakat
yang berbeda agama.
Toleransi beragama memepunyai arti sikap lapang dada seseorang untuk
mengormati dan membiarkan pemeluk agama untuk melaksanakan ibadah mereka

6
menurut ajaran dan ketentuan agama masing-masing yang diyakini tanpa ada yang
mengganggu atau mamaksakan baik dari orang maupun dari keluarga sekalipun.
Toleransi tidak dapat diartikan bahwa seseorang yang telah mempunyai suatu
keyakinan kemudian pindah/merubah keyakinannya (konversi) untuk mengikuti
dan membaur dengan keyakinan atau peribadatan agamaagama lain, serta tidak
pula dimaksudkan untuk mengakui kebenaran semua agama/kepercayaan, namun
tetap suatu keyakinan yang diyakini keberannya, serta memandang benar pada
keyakinan orang lain, sehingga pada dirinya terdapat kebenaran yang diyakini
sendiri menurut suatu hati yang tidak didapatkan pada paksaaan orang lain atau
didapatkan dari pemberian orang lain.
Sikap toleransi merupakan ciri kepribadian bangsa Indonesia, dorongan hasrat
koletif untuk bersatu. Situasi Indonesia sedang berada dalam era pembangunan,
maka toleransi yang dimaksud dalam pergaulan antar umat beragama bukanlah
toleransi statis yang pasif, melainkan toleransi dinamis yang aktif. Bila pergaulan
antara umat beragama hannya bentuk statis, maka kerukunan anatar umat
beragama hannya dalam bentuk teoritis. Kerukunan teritis melahirkan toleransi
semu. Di belakang toleransi semu berselimut sikap hipokritis, hingga tidak
membuahkan sesuatu yan diharapkan bersama baik oleh Pemerintah atau oleh
masyarakat sendiri. Toleransi dinamis adalah toleransi aktif yang melahirkan
kerjasama untuk tujuan bersama, sehingga kerukunan antar umat beragama bukan
dalam bentuk teoritis, tetapi sebagai refleksi dari kebersamaan umat beragama
sebagai satu bangsa.

7
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Beragama


Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Pancasila sebagai
paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar,
kerangka acuan, dan tolak ukur segenap aspek pembangunan nasional yang
dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan
penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
nasional.
Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara
Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup
manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolak ukur
penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya
meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,
pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional
sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat
manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di
berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan,
meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, ketahanan nasional,
hukum, ilmu dan teknologi, hingga kehidupan beragama.
Namun pada saat ini, Indonesia sedang mengalami kemunduran ke arah
kehidupan beragama yang tidak berkemanusiaan. Pancasila memiliki peran untuk
mengembalikan suasana kehidupan beragama yang penuh perdamaian, saling
menghargai dan menghormati, serta saling mencintai sebagai manusia yang
beradab. Pancasila memberikan dasar nilai yang fundamental bagi umat bangsa
Indonesia untuk hidup secara damai dalam kehidupan beragama di Negara
Indonesia. Negara memberikan kebebasan kepada warganya untuk memeluk dan
menjalankan agamanya sesuai dengan keyaninan dan kepercayaannya masing –

8
masing, yang menunjukkan bahwa dalam Negara Indonesia memberikan
kebebasan untuk berkehidupan agama dan menjamin atas demokrasi di bidang
agama karena setiap agama memiliki hak – hak dan dasar masing – masing. Hal
tersebut sesuai dengan:
1. Sila Pertama Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Untuk paradigma pembangunan kehidupan beragama, sangat berkaitan erat
dengan Pancasila, sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. (Dwi
Siswoyo, 2008: 131)
Uraian atau penjelasan dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu:
a. Merupakan bentuk keyakinan sebagai hak yang paling asasi yang
berpangkal dari kesadaran manusia sebagai makhluk Tuhan
b. Negara menjamin kebebasan setiap penduduk untuk beribadat menurut
agama dan kepercayaan masing-masing
c. Tidak boleh melakukan perbuatan yang anti ketuhanan dan anti kehidupan
beragama
d. Mengembangkan kehidupan toleransi baik intern umat beragama, antara
umat beragama maupun kerukunan antara umat beragama dengan
pemerintah.
Searah dengan perkembangan, sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat
dijabarkan dalam beberapa point penting atau biasa disebut dengan butir-butir
Pancasila, yaitu:
e. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaanya kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
f. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
g. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra
pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
h. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
i. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha
Esa.

9
j. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
k. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
2. Pasal 29 UUD 1945
a. Ayat 1 yang berbunyi “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha
Esa”
b. Ayat 2 yang berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut
agamanya dan kepercayaannya”.
3. Pasal 28E UUD 1945
Yang berbunyi “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali”.
Pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Pasal 29 serta 28E UUD 1945
yang dilaksanakan menuju ke arah dan gerak pembangunan, yaitu mencakup
tanggung jawab bersama dari semua golongan beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk secara terus-menerus dan bersama-sama
meletakkan landasan spiritual, moral dan etik yang kukuh bagi pembangunan
nasional sebagai pengamalan Pancasila.

3.2 Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama


Moderasi beragama sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan
kerukunan, baik ditingkat lokal, nasional, maupun global. Pilihan pada moderasi
dengan menolak ekstremisme dan liberalisme dalam beragama adalah kunci
keseimbangan, demi terpeliharanya peradaban dan terciptanya perdamaian.
Dengan cara inilah masing- masing umat beragama dapat memperlakukan orang
lain secara terhormat, menerima perbedaan, serta hidup bersama dalam damai dan
harmoni. Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, moderasi beragama
bisa jadi bukan pilihan, melainkan keharusan.
Banyaknya kasus penodaan dan penghinaan agama baik secara langsung
maupun melalui hiburan maya, adanya pemusnahan dan perusakan tempat ibadah
serta saling unjuk kebenaran hingga menyebabkan kehancuran antara satu umat

10
dengan umat lainnya merupakan peristiwa yang memicu munculnya pertikaian
sosial yang didorong oleh agama dan terjadi secara lokal. Dengan adanya berbagai
peristiwa tersebut diikuti dengan sikap sentiment keagamaan membuat Indonesia
kerap kali menjadi sorotan dari berbagai belahan dunia, entah itu dari dalam
negeri maupun luar negeri.
Hal tersebut tentu membuat Indonesia membutuhkan suatu pengajaran agama
yang komprehensif untuk dijadikan solusi dari setiap masalah yang ada. Dalam
hal menyeimbangkan umat beragama dan membuat setiap individu dapat bersikap
secara netral atau bersikap menengah dalam beragama, moderasi beragama
menjadi hal yang penting untuk digaungkan. Karena Indonesia sendiri merupakan
negara homogen yang memiliki banyak sekali ragam di dalamnya, hal ini jelas
dapat menimbulkan konflik antar agama dan antar golongan, adanya pemahaman
moderasi beragama yang diterapkan secara tegas dan menyeluruh akan
memberikan pemahaman tentang bagaimana harus bertindak, baik dalam
keragaman budaya maupun bertindak dalam beragama, dengan penanaman paham
moderasi beragama akan menjadikan individu sebagai orang yang tidak
berprasangka buruk, egois, berpikiran sempit, dll. Karenanya kita harus terus
fokus pada gagasan moderasi beragama secara ketat dan menghargai semua
perbedaan dari berbagai agama yang ada, agar kita tidak terjebak dalam kerangka
pikiran kekejaman, fanatisme, dan prasangka.
Sebagaiman menurut (Fadl, 2005: 343) moderasi adalah dasar rujukan dalam
menjawab berbagai macam problematika khususnya dalam hal keagamaan dan
peradaban global. Yang harus kita pahami adalah moderasi beragama di Indonesia
itu tidak di maknai dengan Indonesia yang di moderatkan, akan tetapi cara
pemahaman kita dalam beragama itu yang sebetulnya yang harus moderat.
Memahami moderasi beragama secara kontekstual bukan secara tekstual dengan
demikian akan meningkatkan kualitas kerukunan masyarakat Indonesia yang
toleran dan yang adil dan beradab. (Darmayanti and Maudin 2021).
Oleh karena itu, moderasi bergama merupakan solusi yang mampu membawa
perubahan pada masyarakat umum terlebih generasi muda agar dapat menciptakan
keharmonisan dalam menjaga tali persaudaraan beragama. Kemudian dengan
memahami pentingnya moderasi beragama akan membuat kehidupan menjadi
tenang dan dijauhi dari segala perpecahan yang mempengaruhi solidaritas dan
kesatuan republik Indonesia. Penerapan gagasan tentang nilai moderasi dalam

11
beragama untuk generasi milenial adalah suatu hal yang sangat serius, namun
perlu digaris bawahi bahwa lingkungan akan sangat berperan dalam
menumbuhkan sikap yang moderat pada masyarakat umum & generasi muda.
Seandainya mereka tinggal di tempat dengan suasana yang tenang, masyarakat
yang berpikiran terbuka dan bersahabat maka jiwa dan perilaku mereka juga akan
memiliki mentalitas yang berwawasan luas dan memiliki jiwa yang sehat.
Sebaliknya, jika mereka dan tinggal di tempat yang dipenuhi dengan
berprasangkaan, penuh dengan kebiadaban dan banyak meremehkan maka hal ini
tentu akan memberi pengaruh pada pikirannya.

3.3 Kerukunan dan Toleransi Umat Beragama di Indonesia


Kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan
tercipta berkat adanya toleransi agama. Kerukunan umat beragama bertujuan
untuk memotivasi dan mendinamisasikan semua umat beragama agar dapat ikut
serta dalam pembangunan bangsa dan menjadi hal yang sangat penting untuk
mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini. Ada tiga kerukunan umat
beragama, yaitu sebagai berikut:
1. Kerukunan intern umat beragama
a. Pertentangan di antara pemuka agama yang bersifat pribadi jangan
mengakibatkan perpecahan di antara pengikutnya.
b. Persoalan intern umat beragama dapat diselesaikan dengan semangat
kerukunan atau tenggang rasa dan kekeluargaan
2. Kerukunan antar umat beragama
a. Keputusan Menteri Agama No.70 tahun 1978 tentang pensyiaran agama
sebagai rule of game bagi pensyiaran dan pengembangan agama untuk
menciptakan kerukunan hidup antar umat beragama.
b. Pemerintah memberi perintah pedoman dan melindungi kebebasan
memeluk agama dan melakukan ibadah menurut agamanya masing-
masing.
c. Keputusan Bersama Mendagri dan Menag No. l tahun 1979 tentang tata
cara pelaksanaan pensyiaran agama dan bantuan luar negeri bagi lembaga
keagamaan di Indonesia.
3. Kerukunan umat beragama dengan pemerintah.

12
a. Semua pihak menyadari kedudukannya masing-masing sebagai komponen
orde baru dalam menegakkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
b. Antara pemerintah dengan umat beragama ditemukan apa yang saling
diharapkan untuk dilaksanakan.
c. Pemerintah mengharapkan tiga prioritas, umat beragama, diharapkan
partisipasi aktif dan positif dalam Pemantapan ideologi Pancasila,
pemantapan stabilitas dan ketahanan nasional dan suksesnya pembangunan
nasional.
Penyebab timbulnya ketegangan intern umat beragama, antar umat beragama,
dan antara umat beragama dengan pemerintah dapat bersumber dari berbagai
aspek antara lain:
1. Sifat dari masing-masing agama, yang mengandung tugas dakwah atau misi.
2. Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan
agama pihak lain.
3. Minimnya rasa menghargai para pemeluk agama lain, sehingga kurang
menghormati bahkan memandang rendah agama lain.
4. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi
dalam kehidupan masyarakat.
5. Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain, maupun antara umat
beragama dengan pemerintah.
6. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat
Dalam menghadapi konflik agama yang terjadi di Indonesia dan sesuai
prinsip-prinsip kerukunan hidup beragama di Indonesia, kebijakan umum yang
harus dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Kebebasan beragama tidak membenarkan menjadikan orang lain yang telah
menganut agama tertentu menjadi sasaran propaganda agama yang lain.
2. Menggunakan bujukan berupa memberi uang, pakaian, makanan dan lainnya
supaya orang lain pindah agama adalah tidak dibenarkan.
3. Penyebaran pamflet, majalah, buletin dan buku-buku dari rumah ke rumah
umat beragama lain adalah terlarang.
4. Pendirian rumah ibadah harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan umat dan
dihindarkan timbulnya keresahan penganut agama lain karena mendirikan
rumah ibadah di daerah pemukiman yang tidak ada penganut agama tersebut.

13
5. Sasaran pembangunan bidang agama adalah terciptanya suasana kehidupan
beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang penuh
keimanan dan ketaqwaan, kerukunan yang dinamis antar dan antara umat
beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa secara
bersamasama makin memperkuat landasan spiritual, moral dan etika bagi
pembangunan nasional.
Manusia Indonesia satu bangsa, hidup dalam satu negara, satu ideologi yaitu
Pancasila, hal tersebut sebagai titik tolak pembangunan. Perbedaan suku, adat dan
agama bukanlah menjadi tombak permusuhan melainkan untuk memperkokoh
persatuan. Kerukunan serta toleransi umat beragama dapat menjamin stabilitas
sosial sebagai syarat mutlak pembangunan. Selain itu kerukunan dan toleransi
juga dapat dikerahkan dan dimanfaatkan untuk kelancaran pembangunan.
Ketidakrukunan dan intoleransi menimbulkan bentrok dan perang agama serta
mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara. Kehidupan keagamaan dan
kepercayaan harus dikembangkan sehingga terbina hidup rukun diantara sesama
umat beragama untuk memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dalam
membangun masyarakat. Selain itu, kebebasan beragama merupakan beban dan
tanggungjawab untuk memelihara ketentraman masyarakat.

3.4 Contoh Kasus Intoleransi Antar Umat Beragama di Indonesia


1. Buka Paksa Portal saat Nyepi, 2 Warga di Bali Didakwa Penodaan
Agama
Adapun Acmat Saini dan Mokhamad Rasad menjadi tersangka kasus dugaan
penodaan agama. Keduanya memaksa masuk Pantai Segara Rupek di Desa
Sumberklampok, Buleleng, yang sedang ditutup saat Hari Raya Nyepi 2023
pada 22 Maret 2023 lalu. "Bahwa perbuatan terdakwa Acmat Saini dan
Mokhamad Rasad pada saat Hari Raya Nyepi tahun Caka 1945 yang dengan
sengaja memaksa untuk masuk ke Pantai Segara Rupek dengan membuka
paksa portal yang dijaga Pecalang telah menyatakan permusuhan, kebencian,
atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia
terutama agama Hindu," ujar jaksa. Forum Kerukunan Umat Beragaa (FKUB)
Kabupaten Buleleng telah memberikan seruan agar umat agama lainnya
menjaga dan menghormati Nyepi. Majelis agama juga telah menyosialisasikan
seruan itu," lanjutnya. Jaksa mendakwa Acmat Saini dan Mokhamad Rasad

14
dengan Pasal 156 a KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwan
pertama. Kemudian dalam dakwaan kedua dengan Pasal 156 KUHP juncto
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

2. Kasus Ratna Sarumpaet Langgar Saat Nyepi Dibawa ke Wantilan Desa


Adat, Terungkap Soal Sanksi Adat
Kasus pelanggaran aktivis Ratna Sarumpaet saat Nyepi di Bali dibahas
Bendesa adat Tandeg, Desa Tibubeneng, Kuta Utara, Badung. Rapat
pembahasan kasus Ratna Sarumpaet melintas saat Nyepi juga melibatkan
tokoh masyarakat setempat, termasuk ketua pecalang dan jagabaya di wantilan
desa adat pada Selasa 12 Maret 2024. Rapat intern dilaksanakan dalam rangka
menindaklanjuti ramainya di media sosial foto Ratna Sarumpaet melintas di
Jalan Pantai Berawa menggunakan mobil saat hari raya Nyepi. Bendesa Adat
Tandeg, I Wayan Wartana saat ditemui usai rapat mengakui bahwa rapat
tersebut merupakan agenda tunggal yakni membahas permasalahan saat hari
raya Nyepi, yakni Ratna Sarumpaet melintas menggunakan mobil. "Saat itu
ketua pecalang dan pecalang lainnya memberhentikan mobil dan menanyakan
akan pergi kemana. Saat itu beliau bilang mau cari ATM," ujarnya. "Jadi
saat pecalang kami menyampaikan hari raya Nyepi, ternyata beliau
menyampaikan miss komunikasi, karena beliau diinfokan oleh karyawannya
bahwa hari raya Nyepi sudah berlangsung pada 9 Maret 2024 lalu. Sehingga
beliau mengira hari raya Nyepi sudah lewat," bebernya. "Jadi beliau sudah
minta maaf dan karena salah informasi dan tidak macam-macam, sehingga
kita tidak berikan sanksi adat yang lebih. Jadi sanksinya kita hanya kembali ke
villa lagi," bebernya.

3. Senator Bali Arya Wedakarna Dianggap Rasis Soal Hijab


Senator Bali Arya Wedakarna mendadak menjadi sorotan publik setelah
beredar potongan sebuah video di media sosial Twitter tentang dirinya sedang
memarahi Kepala Kanwil Bea Cuka Bali Nusra, Kepala Kanwil Bea Cukai
Ngurah Rai dan pengelola bandara. Pasalnya ucapan Anggota DPD RI Bali
yang akrab disapa AWK itu dianggap rasis dan trending di Twitter.
Pernyataannya dianggap menyinggung penggunaan hijab untuk wanita
muslimah.

15
Dalam potongan video yang diunggah oleh akun X @HisyamMochtar, AWK
mengucap secara lantang ketidaksukaannya terhadap perempuan berhijab yang
bertugas di bagian depan melayani masyarakat. Dia menginginkan petugas
perempuan asal Bali ditempatkan di depan bukan yang memakai hijab atau
jilbab. Pernyataannya itu diungkapkan saat AWK memimpin rapat DPD
dengan Kepala Bea Cuka Bali Nusra dan Kepala Bea Cukai I Gusti Ngurah
Rai.
"Saya tidak mau yang front line - front line itu, saya mau gadis Bali yang
kayak kamu yang rambutnya kelihatan terbuka," kata AWK dalam potongan
video yang di unggah akun @HisyamMochtar di media sosial X, Senin, 1
Januari 2024. AWK juga menyebut bahwa hijab merupakan penutup yang
tidak jelas.
4. Dosen Muallah Ini Diduga Lakukan Penistaan Agama dan Sebut Bali
Sebagai Pusat Setan Terbesar
Desak Made Darmawati sempat menjadi sorotan, sebab dugaan penistaan
agama yang dilakukannya. Dosen Pendidikan Ekonomi FKIP UHAMKA yang
disebut sebgai ustadzah pindah agama itu menghina Hindu, agama yang justru
dianutnya sebelum menjadi muallaf–dalam ceramahnya. Naasnya, yang
dikatakannya tentang agama Hindu malah kekeliruannya dalam memahami
konsep ketuhanan agama Hindu. Sebagaimana yang beredar dalam video
berdurasi 1 menit, Desak Darmawati mengaku, kala kecil diajak ayahnya
melihat upacara ngaben. Justru keliru dengan menyebutkan lokasi upacaranya
di alun-alun. Padahal, upacara tersebut biasanya dilaksananakan di setre atau
seme (kuburan). Saya dari umur 5 tahun, digendong bapak saya, diajak ke
alun-alun. Di situ ada orang meninggal, diaben, dibakar, dan sebagainya. Saya
ketkutan dan panas dingin,” kata Desak Darmawati dalam ceramahnya.
Kemudian ia juga mengaku bingung dengan konsep ketuhanan Hindu dengan
mengatakan bahwa Tuhan agama Hindu banyak. Yang sebenarnya, Tuhan
dalam Hindu sebagaimana keyakinan Tuhan Yang Maha Esa. Sedang yang
lainnya dianggap sebagai dewa. “Ada Trimurti Brahma, Wisnu, Siwa, Pelebur,
Pemelihara. Jadi saya lebih bingung juga, kok ada banyak Tuham gitu loh,
bapak Ibu hehehe,” ujarnya seraya teratawa. Tak hanya itu, Desak Darmawati
juga menyebut agama Hindu agama akal-akalan, dan menghina Bali sebagai
pusat setan terbesar di dunia selain India, China, dan Korea. “Pohon beringin

16
diselimuti pakai kain hitam putih. Saya pribadi mengasosiakan itu. Mohon
maaf, nih. Agama Hindu itu budi akal manusia. Kenapa? Diakal-akali gitu loh,
Bapak Ibu,” cecarnya lalu disambut tawa jamaahnya. “Menurut saya, setan
terbesar di dunia ini India, Bali, China, Korea. Kenapa? Pertama tidak ada
azan. Dijemput setannya, pakai sesajen, pakai potong ayam putih, itam,
disajikan di rumah,” imbuhnya. Atas aksinya dalam video yang sempat viral
tersebut, Aliansi Masyarakat Bali melaporkannya ke polisi pada Jumat
(16/4/21) agar segera mengusut kasus penistaan agama itu.

3.5 Contoh Perilaku Toleransi Antar Umat Beragama di Indonesia


1. Indahnya Toleransi di Bali, Pemuda Hindu Takbir Keliling di Kampung
Islam Kepaon
Kemeriahan malam takbiran berbalut kerukunan antarumat di Bali tersaji di
Kampung Islam Kepaon, Denpasar. Puluhan anak muda Hindu ikut
memeriahkan malam takbiran dengan iringan baleganjur. Para pemuda itu
datang dari Sekaa Teruna Teruni (STT) Banjar Dukuh Tangkas. Suasana makin
ramai dengan iringan baleganjur para pemuda itu, Selasa (9/4/2024) malam.
Mereka ikut menyambut Lebaran Idul Fitri yang jatuh pada 10 April 2024.
Ketua STT Banjar Dukuh Tangkas I Komang Okiana Saputra mengatakan
spesial untuk malam takbiran tersebut pihaknya membawakan instrumen
Samsara. Total ada 25 anggota STT yang terlibat dalam penampilan tersebut.
Menurutnya, tujuan keterlibatan pihaknya dalam malam takbiran tak lain
adalah untuk mendukung pelaksanaan umat Islam saat menyelenggarakan
malam takbiran. Serta, sebagai bentuk toleransi antarumat beragama.
"Sistemnya seperti Bali-nya itu menyama braye sebagai toleransi. Kami
menjunjung tinggi toleransi yang berada di Bali ini dan jangan sampai
terpecah belah," akunya. "Ini karena kami pada hakikatnya orang Bali asli
karena nenek dan kakek moyang kami ada juga di banjar-banjar lain yang
beragama Hindu dan kakek-kakek mereka juga ada di sini beragama Islam.
Jadi, kami sebenarnya satu pertalian," imbuhnya.

17
2. Indahnya Toleransi Antar Umat Beragama di Bali, Puluhan Pecalang
Ikut Jaga Salat Idul Fitri
Puluhan pecalang atau petugas pengamanan khas Bali turut menjaga semeton
umat muslim untuk menjalankan ibadah salat Idul Fitri. Hal ini terlihat saat
ribuan umat muslim di Kabupaten Klungkung menggelar salat Idul Fitri di
Alun-alun Ida Dewa Agung Jambe Klungkung, Rabu (10/4/2024) pagi.
Para pecalang yang memakai pakaian adat Bali berwarna hitam turut menjaga
jalannya salat Idul Fitri sehingga menjadi lebih khusyuk.
Koordinator pecalang Kota Semarapura Putu Yudi Pasek Kusuma mengatakan,
umat Muslim dengan Hindu khususnya di Klungkung tidak ada sekat, hanya
cara sembahyang saja yang berbeda. Dikatakan, setiap kegiatan adat dan
kegiatan kemanusiaan saling hadir dan bergotong royong bersama. Tak hanya
turut menjaga salat Idul Fitri, para pecalang juga turut menjaga kegiatan pawai
takbir.

3. Viral, Perempuan Berhijab Ini Bagikan Air Minum Untuk Umat Hindu
Yang Sedang Melasti
Sebelum menyambut Hari Raya Nyepi, Umat Hindu di Bali biasanya
melakukan ritual Melasti atau upacara penyucian diri. Melasti ini dilaksanakan
dipinggir pantai dengan tujuan mensucikan diri dari segala perbuatan buruk
dimasa lalu dan membuangnya ke laut. Dalam Melasti kali ini, ada salah satu
momen sederhana namun maknanya cukup mendalam, yaitu seorang ibu-ibu
yang berbagi minuman. Mungkin terdengar cukup biasa, lantaran hanya
memberi sebuah minuman air putih. Namun yang membuat berbeda adalah,
hal ini dilakukan oleh seorang Perempuan berhijab yang tidak lain adalah
seorang muslim. Iya, seorang ibu-ibu muslim hatinya tergerak untuk
memberikan minuman kepada setiap umat Hindu yang sedang berjalan kaki
mengikuti upacara Melasti menuju Pantai Petitenget. Ibu ini menggelar meja
di pinggir jalan dan meja tersebut dipenuhi dengan minuman air putih dalam
kemasan gelas. Terlihat ia sedang menata satu per satu minuman itu di atas
meja, agar orang-orang yang mengikuti Melasti mudah mengambil sembari
berjalan melanjutkan perjalanannya. Terlihat di bawah meja, ibu ini sudah
membuka 3 kardus kemasan yang kira-kira berjumlah 144 buah. Rupanya

18
masyarakat yang tinggal di Bali memiliki toleransi agama yang cukup tinggi.
Mereka tak memandang berbeda, semuanya dianggap sama di mata Tuhan.
Video yang diunggah akun Instagram @infobali.viral ini sontak mengundang
komentar dari warganet. “Trimakasih Buk... Semoga Berkah, Sehat selalu,”
ucap @nanikrider. “Adem bgt ngeliatnya ... #ToleransiTanpaBatas,” sahut
@maseryshop. “Sederhana tapi bikin terharu,” tulis @mbeduk_prakoso.

4. Indonesia Itu Damai, 5 Rumah Ibadah Bisa Berjajar di Bali


Indonesia punya banyak bukti hidup antar umat beragama yang rukun dan
damai. Di Nusa Dua, Bali ada Puja Mandala, area dimana 5 rumah ibadah
saling bersebelahan dengan harmonis. Perbedaan agama seharusnya tidak
menjadi halangan bagi masyarakat Indonesia untuk hidup dengan damai. Jika
berkunjung ke daerah Nusa Dua di Bali, sempatkanlah mampir ke Puja
Mandala untuk melihat salah satu bukti damainya perbedaan agama yang
beriringan dengan toleransi. Puja Mandala merupakan sebuah komplek area
rumah ibadah lima agama sekaligus. Dimulai dari yang kiri ke kanan, adalah
Masjid Agung Ibnu Battutah, Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa,
Vihara Buddha Guna, Gereja Protestan GKPB Jemaat Bukit Dua serta Pura
Jagatnatha.
Melihat lima rumah ibadah yang saling berjajar di satu area Puja Mandala,
sungguh sangat menyejukkan hati. Hanya kurang kelenteng yang merupakan
tempat ibadah umat Konghucu saja, maka lengkaplah semua tempat ibadah
dari enam agama yang diakui di Indonesia. Sekilas, kondisi tersebut
mengingatkan akan Bukit Kasih di Minahasa yang juga memiliki lima tempat
ibadah sekaligus dalam satu tempat. Kesejukan yang sama juga dapat dilihat
dari lokasi Gereja Katedral Jakarta dan Masjid Istiqlal serta beberapa lainnya
yang terletak beriringan. Selain lokasi rumah ibadah yang berjajar, komplek
rumah ibadah Puja Mandala juga saling berbagi parkiran untuk kendaraan.
Jadi ke mana pun Anda beribadah, parkirnya tetap di dalam satu area bersama
yang telah disediakan. Puja Mandala juga menjadi simbol dari toleransi antar
umat beragama di Bali. Di tengah peristiwa pembakaran masjid hingga gereja
yang belakangan terjadi, dapat melihat tempat ibadah yang saling berjajar
memang sungguh menyejukkan. Bahkan tidak sedikit turis yang singgah ke
Puja Mandala untuk melihat keunikannya. Selain mengagumi toleransi yang

19
ada, tidak sedikit juga yang berfoto di depan sejumlah rumah ibadah. Salah
satu yang menjadi favorit adalah Vihara Buddha Guna yang tampak seperti
vihara di Thailand dengan ornamen keemasan serta patung gajah. Pulau
Dewata Bali memberi contoh toleransinya yang tinggi antar umat beragama.
Sekiranya hal tersebut juga dapat menjadi contoh bagi saudara-saudara
setanah air di daerah lain Indonesia, bahwa perbedaan bukan menjadi
halangan untuk berjalan beriringan dan saling mengerti satu sama lain.
Perbedaan itu indah!

3.6 Solusi Konflik Antar Umat Beragama di Indonesia


Solusi dari konflik antar umat beragama yang terjadi di Indonesia, antara lain:
1. Meningkatkan pemahaman dan pengalaman sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Prinsip tata cara Pengamalan Sila Pertama Pancasila berikut ini:
a. Bangsa Indonesia percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut kemanusiaan
yang adil dan beradab.
b. Saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya.
d. Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada orang lain
sesuai yang tertuang dalam batang tubuh UUD 1945, Pasal 29 ayat 1 dan
2.
2. Dialog Antar Umat Beragama
Untuk mencairkan kebekuan yang terjadi antar umat beragama, alternatif yang
bisa dikemukakan adalah dengan mekanisme dialog keagamaan atau yang
dikenal pula dengan istilah dialog antar iman. Dialog antar umat beragama ini
diperkirakan bisa mengantarkan para pemeluk agama pada satu corak
kehidupan yang inklusif dan terbuka. Ada beberapa model yang bisa dilakukan
untuk melaksanakan dialog antar umat beragama atau antar iman yang di
kemukakan oleh Kimball sebagai berikut:
a. Dialog Parlementer. Dialog ini dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh
umat beragama di tingkat dunia.

20
b. Dialog Kelembagaan. Dialog ini dilakukan dengan melibatkan Organisasi-
organisasi keagamaan.
c. Dialog Teologi. Tujuannya adalah untuk membahas persoalan-persoalan
teologis –filosofi.
d. Dialog dalam Masyarakat. Dialog ini dilakukan dalam bentuk kerjasama
dari komunitas agama yang plural yang menggarap dan menyelesaikan
masalah-masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari.
e. Dialog Kerohanian. Tujuannya adalah untuk mengembangkan dan
memperdalam kehidupan spiritual di antara berbagai agama. (Ajat
Sudrajat, 2009:158)
3. Meningkatkan Rasa Toleransi
Manfaat-manfaat yang diperoleh dari sikap toleransi antara lain:
a. Menghindari Terjadinya Perpecahan
Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam
mengamalkan agama. Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran
pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi sosial. Toleransi
dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya 19 dengan
eksisnya berbagai agama samawi maupun agama ardli dalam kehidupan
umat manusia ini.
b. Memperkokoh Silaturahmi dan Menerima Perbedaan
Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama adalah menjalin dan
memperkokoh tali silaturahmi antar umat beragama dan menjaga
hubungan yang baik dengan manusia lainnya. Pada umumnya, manusia
tidak dapat menerima perbedaan antara sesamanya, perbedaan dijadikan
alasan untuk bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan agama merupakan
salah satu faktor penyebab utama adanya konflik antar sesama manusia.
Merajut hubungan damai antar penganut agama hanya bisa dimungkinkan
jika masing-masing pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan sikap
toleransi beragama, bahwa setiap penganut agama boleh menjalankan
ajaran dan ritual agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan. Oleh karena
itu, hendaknya toleransi beragama kita jadikan kekuatan untuk
memperkokoh silaturahmi dan menerima adanya perbedaan. Dengan ini,
akan terwujud perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.

21
c. Menumbuhkan kesadaran bahwa masyarakat terdiri dari berbagai pemeluk
agama yang berbeda dan kebersamaan merupakan hal yang tidak dapat
dihindarkan utnuk menjaga kententraman kehidupan
d. Menjalin kontak dengan agama lain, walaupun mungkin tidak sampai pada
belajar tentang ajaran agama lain. Sehingga, menjalin interaksi sosial
dengan agama lain.
e. Informasi yang adil tentang agama lain. Mungkin ini merupakan
kelanjutan kontak diatas, namun bisa juga terjadi karena banyaknya media
massa yang tidak mengenal batas kelompok.
f. Sikap pemerintah, seperti negara Pancasila, yang tidak memperlakukan
umat-umat beragama dengan berat sebelah.
g. Pendidikan yang tidak hanya mempertemukan beberapa anak pemeluk
agama yang berbeda-beda namun juga mencerahkan pikiran dan
memungkinkannya untuk membuka diri terhadap orang lain. (Hamdan
Farchan, 1999:5)
h. Segala macam bentuk ketidakadilan struktural agama harus dihilangkan
atau dibuat seminim mungkin.
i. Saling mentautkan hati di antara umat beragama, mempererat persahabatan
dengan saling mengenal lebih jauh, serta menumbuhkan kembali
kesadaran bahwa setiap agama membawa misi kedamaian.
j. Perlu dikembangkan adanya identitas bersama (common identity)
misalnya kebangsaan (nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat
menyadari pentingnya persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
k. Kesenjangan sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin, dan
sedapat-dapatnya dihapuskan sama sekali.

22
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Paradigma Pembangunan adalah suatu model, pola yang merupakan sistem
berfikir sebagai upaya mewujudkan perubahan yang direncanakan sesuai dengan
cita-cita kehidupan masyarakat menuju hari esok yang lebih baik secara kuantitatif
maupun kualitatif.
Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara
normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolak ukur segenap aspek
pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Paradigma pembangunan
kehidupan beragama berkaitan erat dengan Pancasila sila pertama yaitu
“Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan diwujudkan dalam Pembukaan UUD 1945 aline
ketiga, Pasal 29 UUD 1945 dan Pasal 28E UUD 1945.
Moderasi bergama merupakan solusi yang mampu membawa perubahan pada
masyarakat umum terlebih generasi milenial agar dapat menciptakan keharmonian
dalam menjaga tali persaudaraan beragama.
Kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan
tercipta berkat adanya toleransi agama. Tiga kerukunan umat beragama,

23
yaitu kerukunan intern umat beragam, kerukunan antar umat beragama, dan
kerukunan umat beragama dengan pemerintah.
Konflik antar umat beragama di Indonesia memang kerap terjadi,
penyebabnya antara lain: tidak adanya keampuhan Pancasila dan UUD 1945,
kurangnya rasa menghormati, adanya kesalahpahaman yang timbul karena adanya
kurang komunikasi antar pemeluk agama, perbedaan suku, ras dan agama
Solusi dari konflik antar umat beragama di Indonesia antara lain yaitu dengan
meningkatkan pemahaman dan pengalaman sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
dialog antar umat beragama, meningkatkan rasa toleransi, menumbuhkan
kesadaran pluralisme, saling mentautkan hati di antara umat beragama,
kesenjangan sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin dan sedapat–
dapatnya dihapuskan sama sekali, sikap pemerintah, seperti negara Pancasila,
yang tidak memperlakukan umat-umat beragama degan berat sebelah, segala
macam bentuk ketidakadilan struktural agama harus dihilangkan atau dibuat
seminim mungkin.

4.2 Saran
1. Menjadikan Pancasila terutama sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa,
sebagai pondasi dalam paradigma pembangunan kehidupan beragama.
Memahami dan mengamalkan butir-butir Pancasila terutama sila pertama,
sehingga pembangunan kehidupan beragama di Indonesia dapat berjalan
dengan lancar.
2. Mendorong pendidikan multikultural yang mempromosikan pemahaman dan
penghargaan terhadap beragam kepercayaan dan tradisi agama. Ini dapat
dilakukan melalui kurikulum yang inklusif dan kegiatan ekstrakurikuler yang
memperkenalkan mahasiswa pada keragaman agama.
3. Mendukung dan memfasilitasi dialog antarumat beragama untuk membangun
pemahaman bersama, meningkatkan toleransi, dan memecahkan konflik yang
mungkin timbul. Program-program dialog antaragama dapat diadakan di
tingkat lokal, regional, dan nasional.
4. Mendukung pengembangan media yang menghormati keragaman agama dan
menghindari stigmatisasi atau stereotip negatif terhadap kelompok agama
tertentu. Media dapat menjadi sarana yang kuat untuk mempromosikan
toleransi dan pemahaman antarumat beragama.

24
5. Memberikan pelatihan keterampilan toleransi kepada pemimpin agama,
pendidik, dan anggota masyarakat lainnya. Pelatihan ini dapat mencakup
strategi untuk mengelola konflik, mempromosikan kerukunan, dan
membangun hubungan yang saling menghormati antarumat beragama.
6. Menegakkan hukum yang adil dan melindungi hak asasi manusia untuk semua
warga negara, tanpa memandang agama atau kepercayaan. Ini termasuk
perlindungan terhadap diskriminasi agama, intoleransi, dan kekerasan berbasis
agama.
Dengan menerapkan saran-saran ini, Indonesia dapat memperkuat Pancasila
sebagai paradigma pembangunan bidang kehidupan beragama dan menciptakan
masyarakat yang inklusif, adil, dan harmonis bagi semua warga negara.

DAFTAR PUSTAKA

Willius Kogoya, S. (2017). Kehidupan Beragama Di Indonesia. Indonesia: Widina


Bhakti Perdana Bandung.

Willyprayoga, D. (2015). PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA UNTUK


MEMBANGUN KEHIDUPAN BERAGAMA. Retrieved from academia.edu:
https://www.academia.edu/34546010/PANCASILA_SEBAGAI_PARADIGM
A_UNTUK_MEMBANGUN_KEHIDUPAN_BERAGAMA

Khotimah, N. K. (2012). PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN


KEHIDUPAN BERAGAMA. Retrieved from nunung kyeopta: https://nunung-
kyeopta.blogspot.com/2012/04/pancasila-sebagai-paradigma-
pembangunan.html

Aryanta, I. K. (2024). Kasus Ratna Sarumpaet Langgar Saat Nyepi Dibawa ke


Wantilan Desa Adat, Terungkap Soal Sanksi Adat. Retrieved from tribunnews
bali.com: https://bali.tribunnews.com/2024/03/12/kasus-ratna-sarumpaet-
langgar-saat-nyepi-dibawa-ke-wantilan-desa-adat-terungkap-soal-sanksi-adat

25
Assifa, F. (2024). Buka Paksa Portal saat Nyepi, 2 Warga di Bali Didakwa Penodaan
Agama. Retrieved from kompas.com:
https://denpasar.kompas.com/read/2024/01/18/210708078/buka-paksa-portal-
saat-nyepi-2-warga-di-bali-didakwa-penodaan-agama

Nurdin, S. (2024, Januari). Senator Bali Arya Wedakarna Dianggap Rasis Soal Hijab.
Retrieved from viva.co: https://www.viva.co.id/trending/1673268-geger-
senator-bali-arya-wedakarna-dianggap-rasis

Prakoso, J. R. (2015). Indonesia Itu Damai, 5 Rumah Ibadah Bisa Berjajar di Bali.
Retrieved from detiktravel: https://travel.detik.com/domestic-destination/d-
3059272/indonesia-itu-damai-5-rumah-ibadah-bisa-berjajar-di-bali

Putri, N. M. (2024). Indahnya Toleransi di Bali, Pemuda Hindu Takbir Keliling di


Kampung Islam Kepaon. Retrieved from detikbali:
https://www.detik.com/bali/berita/d-7286797/indahnya-toleransi-di-bali-
pemuda-hindu-takbir-keliling-di-kampung-islam-kepaon#google_vignette

Sandi, E. P. (2024). Perempuan Berhijab Ini Bagikan Air Minum untuk Umat Hindu
yang Sedang Melasti. Retrieved from suara.com:
https://www.suara.com/news/2024/03/08/163818/viral-perempuan-berhijab-
ini-bagikan-air-minum-untuk-umat-hindu-yang-sedang-melasti

Suputra, E. M. (2024). Indahnya Toleransi Antar Umat Beragama di Bali, Puluhan


Pecalang Ikut Jaga Salat Idul Fitri. Retrieved from tribunbali:
https://bali.tribunnews.com/2024/04/10/indahnya-toleransi-antar-umat-
beragama-di-bali-puluhan-pecalang-ikut-jaga-salat-idul-fitri

Zuhad, A. (2021). Kronologi Laporan Penistaan Agama Desak Made, Bermula dari
Ceramah. Retrieved from kompastv:
https://www.kompas.tv/nasional/166112/kronologi-laporan-penistaan-agama-
desak-made-bermula-dari-ceramah?page=all

Willius Kogoya, S. (2017). Kehidupan Beragama Di Indonesia. Indonesia: Widina


Bhakti Perdana Bandung.
Aisyah, D. F. (2022). Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Bagi Generasi
Milenial di Indonesia. Retrieved from academia.edu:
https://www.academia.edu/81756453/Pentingnya_Pemahaman_Moderasi_Ber
agama_Bagi_Generasi_Milenial_di_Indonesia

26
27

Anda mungkin juga menyukai