Anda di halaman 1dari 15

AL-QUR’AN DAN SOSIAL BUDAYA: MUNTIJ DAN MUNTAJ

AL-TSAQAFAH

Makalah:
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Al-Qur’an dan Sosial Budaya

Oleh:
NUZILA ADDINA FAHMA (07010322019)
MUHAMMAD ROQY HAIKAL (07040322116)
SAFNA FARADISH MEI D ALIEK (07040322127)

Dosen Pengampu:
DR. HJ. KHOIRUL UMAMI, M.AG

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

SURABAYA
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada seluruh hambanya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Al-qur’an dan Sosial Budaya: Muntij dan Muntaj Al-
Tsaqafah” dengan lancar tanpa halangan.
Makalah ini disusun sebagai sebagian dari upaya penulis guna memenuhi
persyaratan tugas mata kuliah Al-Qur’an dan Sosial Budaya yang diampu oleh Ibu
Dr. Hj. Khoirul Umami, M.Ag. Tujuan utama dari makalah ini adalah untuk
mengurai konsep “Muntij” dan “Muntaj al-Tsaqafah” yang merupakan
terminologi yang relevan dalam kajian keislaman, terutama dalam konteks
korelasi al-Qur’an dengan perkembangan sosial budaya.
Selama penulisan makalah ini, penulis berupaya menyuguhkan informasi
dengan sebaik-baiknya dan menghindari kesalahan. Namun, penulis menyadari
bahwa keterbatasan ilmu dan pemahaman masih ada. Oleh karenanya, saran dan
kritik serta masukan dari pembaca sangat diharapkan untuk meningkatkan kualitas
penulisan di masa mendatang.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif bagi
semua pembaca khususnya bagi pengkajinya.

Surabaya, 27 Februari 2024

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................3
A. Latar Belakang.....................................................................................................3
B. Rumusan Masalah................................................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
JALINAN AL-QUR’AN DENGAN SOSIAL BUDAYA................................................5
A. Relasi Dasar Antara Teks Al-Qur’an dan Keterkaitannya dengan Fonemena
Sosial Budaya...............................................................................................................5
B. Konsep Muntij dan Muntaj al-Tsaqofah..........................................................10
BAB III...........................................................................................................................13
KESIMPULAN..............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, al-Qur’an telah menjadi sumber
utama agama dalam mengatur kehidupan individu dan umat muslim. Namun,
pemahaman terhadap ayat-ayat tidak terbatas hanya memuat aspek-aspek
keagamaan semata, melainkan juga menawarkan panduan bagi dimensi sosial dan
budaya. Pemahaman dan interpretasi terhadap al-Qur’an telah menjadi fokus
kajian yang luas, terutama dalam konteks dampaknya terhadap budaya sosial
masyarakat muslim.

Dalam memahami hubungan antara al-Qur’an dan budaya sosial, konsep


“Muntij al-Tsaqofah” dan “Muntaj al-Tsaqofah” menjadi relevan. Sebab konsep-
konsep ini tidak hanya terkait dengan upaya merekontruksi nilai-nilai budaya
Islam yang otentik, tetapi juga dengan memahami peran aktif al-Qur’an dalam
membentuk karakter dan prinsip-prinsip yang membimbing kehidupan sosial
masyarakat muslim secara lebih luas.

Makalah ini berupaya mengeksplorasi konsep-konsep muntij dan muntaj


al-tsaqofah dalam al-Qur’an serta relevansinya dalam konteks budaya sosial
modern. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan pemahamam baru mengenai
peran kitab suci al-Qur’an tidak hanya sebagai panduan spiritual, melainkan juga
sebagai landasan bagi nilai-nilai sosial dan budaya dalam kehidupan umat muslim.

B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan di atas, ada beberapa masalah yang teridentifikasi:

1. Bagaimana relasi antara teks al-Quran dengan fenomena sosial budaya?


2. Bagaimana korelasi al-Qur’an dan sosial budaya dalam konteks muntij dan
muntaj al-tsaqofah?

3
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana relasinya antara
ayat al-Qur’an dengan fenomena sosial budaya, serta menjelaskan korelasi al-
Qur’an dan sosial budaya dalam konteks muntij dan muntaj al-tsaqofah.

4
BAB II
JALINAN AL-QUR’AN DENGAN SOSIAL BUDAYA

A. Relasi Dasar Antara Teks Al-Qur’an dan Keterkaitannya dengan


Fonemena Sosial Budaya
Banyak sekali ayat al-Qur’an yang berisikan tentang fenomena sosial
budaya. Ayat tentang sosial budaya lebih mendominasi daripada ayat-ayat
tentang ritual atau ibadah maupun ayat tentang akidah. Namun dalam
memahami ayat-ayat tentang sosial budaya dibutuhkan pemahaman secara
kontekstual. Hal ini dikarenakan persoalan sosial budaya di dalam al-Qur’an
bersifat lokal jika dipahami secara tekstualis.

Saat pertama kali al-Qur’an diturunkan, yaitu saat Nabi Muhammad


bertahanus di Gua Hira. Kejadian tersebut hakikatnya adalah sebuah refleksi
terhadap kenyataan sosial budaya yang terjadi di wilayah Arab pada saat itu.
Di mana saat itu bangsa Arab dalam sistem ekonominya lebih
mengunggulkan yang kaya. Lalu terdapat pula ketidaksetaraan gender.
Selain itu sitem politik yang dikuasai oleh pihak-pihak yang mendominasi
saja.1 Hal ini menunjukkan bahwa al-Qur’an selalu merespon terhadap
persoalan sosial-budaya. Tidak hanya merespon hal yang berhubungan
dengan sosial-budaya tetapi juga terhadap ekonomi dan politik.

Salah satu dasar yang menunjukkan bahwa al-Qur’an merespon


persoalan sosial budaya ialah dalam surah al-Taka>thur. Surah ini berisi
kritik terhadap orang yang mengumpulkan harta atau kekayaan tanpa batas.
Jelas sekali berdasarkan surah tersebut al-Qur’an merespon terhadap
persoalan sosial. Dengan turunnya surah tersebut bisa dimaknai atau
diimplementasikan ke dalam kondisi yang terjadi zaman sekarang. Dalam

1
Muhammad Nur Effendi, “PENDIDIKAN SOSIAL BUDAYA DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN,” n.d.

5
kehidupan, manusia memiliki tiga fungsi, yaitu sebagai hamba Allah,
sebagai makhluk sosial, dan juga sebagai individu.2

Manusia adalah makhluk sosial, oleh karena itu manusia tidak bisa
terlepas dari interaksi dengan orang lain. Manusia tidak bisa lepas dari
pengaruh orang lain, baik di rumah, di sekolah, di tempat bekerja, di jalan,
dan di mana pun manusia berada. Dalam diri manusia terdapat dorongan
untuk bersosialisasi dengan orang lain. Terdapat dorongan untuk selalu
mencari teman guna untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri.
Manusia tidak akan bisa hidup sendiri. Bahkan sejak bayi manusia tidak
bisa tiba-tiba muncul dengan sendirinya tanpa bantuan orang lain.

Manusia juga merupakan makhluk budaya. Dalam memenuhi


kebutuhan hidupnya, manusia memiliki kemapuan untuk menciptakan
sesuatu. Dengan akal, tenaga, daya pikir, dan kekreatifitasan yang dimiliki
manusia dapat menciptakan sebuah kebudayaan yang berinteraksi dengan
alam. Kebudayaan adalah produk dari manusia. Atau bisa dikatakan budaya
ada karena diciptakan oleh manusia.

Di masa lampau Islam datang ditengah-tengah bangsa Arab


(Mekkah-Madinah) yang secara otomatis berinteraksi langsung dengan nilai
kebudayaan lokal Arab pada saat itu. Hal ini menunjukkan bahwa
sebenarnya di daerah manapun kebudayaan telah ada sejak dahulu bahkan
sebelum Islam datang. Budaya telah diciptakan oleh manusia terdahulu.
Interaksi sosial juga telah ada sejak zaman dahulu jauh sebelum Islam
datang.3

Sebagai contoh, pada masa awal Islam bangsa Arab terkenal dengan
kebiasaan meminum khamar. Meminum khamar bisa dikatakan suatu
kebudayaan dalam masyarakat Arab pada zaman itu. Nabi Muhammad SAW

2
Lukman, “DESINTEGRASI SOSIAL BUDAYA,” September 15, 2018,
https://doi.org/10.5281/ZENODO.3555397.
3
Budi Riva, “SETTING SOSIAL DAN BUDAYA DALAM AL-QUR’AN SEBAGAI PEDOMAN
PELAKSANAAN DAKWAH,” n.d.

6
diangkat menjadi Nabi pasa masa itu. Sehingga turun wahyu surah al-Nahl
ayat 67, sebagai berikut:

‫ِم َمَثٰر ِت الَّنِخ ِل اَاْل اِب َّتِخ ُذ َن ِم ْن َك ا َّوِر ًقا ۗا ِاَّن ٰذ ِل ٰاَل ًة ِّلَق ٍم‬
‫ْي َو ْعَن َت ْو ُه َس ًر ْز َح َس ًن ْيِف َك َي ْو‬ ‫َو ْن‬

‫َّيْع ِق ُلْو َن‬

Arti: “Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang
memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda kebesaran Allah bagi orang yang memikirkan”

Dari ayat tersebut Allah tidak mengharamkan meminum khamar,


namun pada tahap selanjutnya turun wahyu yaitu surah al-Baqarah ayat 219,
sebagai berikut:

‫ِم‬ ‫ِا‬ ‫ِف ِل‬ ‫ِا‬ ‫ِف‬ ‫ِس‬


‫َيْس َٔـُلْو َنَك َعِن اَخْلْم ِر َواْلَم ْي ِۗر ُق ْل ْيِه َم ٓا ٌمْث َك ِبْيٌر َّوَم َن ا ُع لَّناِۖس َو ُمْثُه َم ٓا َاْك َبُر ْن‬
‫ِت‬ ‫ّٰل‬ ‫َۗو ِل‬ ‫ِف‬ ‫ِعِه ۗا‬
‫َّنْف َم َوَيْس َٔـ ُلْو َنَك َم اَذا ُيْن ُق ْو َن ۗە ُق ِل اْلَعْف َك ٰذ َك ُيَبُنِّي ال ُه َلُك ُم اٰاْلٰي َلَعَّلُك ْم‬
‫َف َّك َۙن‬
‫َتَت ُرْو‬
Arti: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat
bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”

Setelah turun ayat tersebut, pada tahap berikutnya turun surah al-
Nisa’ ayat 43 sebagai lanjutan dari surah al-Baqarah ayat 219 yang artinya
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sholat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan .” Ayat
tersebut berisi larangan melaksanakan sholat dalam keadaaan mabuk. Namun
setelah itu turun wahyu lagi yaitu surah al-Maidah ayat 90 yang memiliki arti “ Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi,

7
berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.”

Uraian di atas yang berisi ayat-ayat al-Qur’an menjadi bukti yang


cukup kuat bahwa memang al-Qur’an tidak acuh terhadap persoalan sosial
budaya sejak masa awal Islam. Islam juga tidak secara langsung
menghakimi kebudayaan yang telah ada bahkan mengakar di bangsa Arab
saat itu. Sehingga ajaran Islam bisa diterima secara bertahap. Dengan begitu
al-Qur’an yang berisi ajaran Islam bisa membenarkan tindakan-tindakan
sosial yang tidak baik sehingga mengarahkan manusia untuk menghasilkan
budaya yang baik atau membenahi kebudayaannya yang lama sehingga
menjadi umat yang selamat.

Al-Qur’an seacara istilah berarti sebuah kitab atau kalamullah yang


diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.4 Al-Qur’an berisi perintah dan
larangan dari Allah. Selain itu terdapat pula kisah-kisah nabi terdahulu.
Tidak hanya itu, al-Qur’an juga berisi nilai-nilai sosial yang mengarah pada
tata aturan dalam bersosial dan berbudaya. Secara terminologi kata “sosial”

dikenal di dalam al-Qur’an dengan sebutan ‫أمة‬,‫ ش''عوبا قبائ''ل‬,‫قوم‬ atau ‫أه''ل‬

‫القرى‬. Sedangkan budaya dikenal dengan istilah ‫ كسب‬,‫ص''نع‬, dan ‫عمل ص''نع‬
berarti mengerjakan sesuatu.5

Sosial atau ‫ قوم‬memiliki kata dasar yang terdiri atas huruf “ ‫و‬ ,‫ق‬,
dan ‫”م‬. Salah satu ungkapan yang menggunakan ‫ قوم‬yaitu dalam surah al-

Ra’du ayat 11, dan surah al-Maidah ayat 8. Dalam surah al-Ra’du ayat 11

ungkapan ‫قوم‬ yang berarti “kaum” begitu pula dengan makna ‫ قوم‬dalam

4
T.M. Hasbi Al- Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur’an dan Tafsir, Jakarta; Bulan
Bintang, 1977,h.16.
5
Ar Raqib Al Ispihaniy, Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an, Libanon-Beirut: Dar al Fiqr, tth

8
surah al-Maidah ayat 8. Kata ‫شعوبا‬ berarti kabilah.6 Dalam al-Qur’an kata

‫ش''عوبا‬ terdapat dua kali pengulangan yaitu dalam surah al-Hujurat ayat 13

yang berarti berbangsa-bangsa. Sedangkan kata ‫قبائ''ل‬ berasal dari kata ,‫ق‬

‫ ء‬,‫ب‬, dan ‫ل‬ yang berarti sebelum atau menyatakan masa. Ungkapan sosial

lainnya yang dimuat dalam al-Qur’an adalah ‫أمة‬. Kata ‫ أمة‬disebutkan dalam
al-Qur’an, misalnya dalam surah .al-Ra’du ayat 11, surah al-A’raf ayat 34,
dan surah Ali Imran ayat 110.

Budaya dalam bahasa Arab disebut ‫ كسب‬,‫صنع‬, dan ‫عمل صنع‬ yang

memiliki arti mengerjakan sesuatu. Kata ‫ص ''نع‬ terdapat dalam surah Hud

ayat 15-16, surah Thaha 69, surah. al-Nur ayat 30. ‫كسب‬ dalam bahasa

Arab berarti memperoleh, kata ‫كسب‬ terdapat dalam al-Qur’an seperti

dalam surah al-Baqarah ayat 81 dan ayat 134, surah Ali Imran ayat 25, dan

surah al-An’am ayat 70. Sedangkan ‫عمل‬ dalam bahasa Arab berarti

membuat. Kata ‘amila terdapat dalam al-Qur’an, seperti dalam surah al-
Baqarah ayat 25, surah al-Qasas ayat 84, dan surah al-Furqan ayat 23.

Dalam al-Qur’an diajarkan bagaimana cara untuk bersosial dengan


baik. Al-Qur’an mengajarkan untuk menyambung tali silaturahim, tolong
menolong, berpikir positif, bermusyawarah, dan banyak hal lainnya. 7 Tentu
perintah Allah yang terdapat dalam al-Qur’an adalah demi kebaikan umat
Islam sendiri. Jika umat Islam memiliki perilaku sosial yang baik atau
bahkan tertanam nilai-nilai sosial tersebut, tentu akan menghasilkan
kebudayaan yang baik dan berkualitas. Hal ini menunjukkan bahwa al-
Qur’an memiliki hubungan yang erat terhadap persoalan sosial-budaya.
6
Ar Raqib Al Ispihaniy, Mu’jam ... h. 268
7
Muhammad Amin, “RELASI SOSIAL DALAM AL-QUR’AN,” QiST: Journal of Quran and Tafseer
Studies 1, no. 1 (February 17, 2022): 30–47, https://doi.org/10.23917/qist.v1i1.523.

9
B. Konsep Muntij dan Muntaj al-Tsaqofah
Al-Qur'an sebagai pedoman hidup bagi umat Islam membawa tidak
hanya dimensi spiritual, tetapi juga menjadi panduan dalam membentuk dan
memahami sosial budaya. Konsep korelasi antara Al-Qur'an dan sosial
budaya dijelaskan melalui dua aspek penting: Muntij sebagai pondasi
pengembangan budaya dan Muntaj al-Tshaqofah sebagai pencapaian
tertinggi dalam budaya berbasis Al-Qur'an.

1. Muntij as Al-Tshaqofah
 Nilai-nilai Fundamental

Al-Qur'an memandu umat Islam dengan nilai-nilai fundamental seperti


keadilan, kasih sayang, dan kebenaran. Muntij as Al-Tshaqofah menciptakan
pondasi budaya yang mendasarkan nilai-nilai ini, membentuk karakter
masyarakat yang adil dan peduli.

 Toleransi dan Keanekaragaman

Al-Qur'an mengajarkan toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan.


Muntij as Al-Tshaqofah membawa konsep ini ke dalam budaya,
menciptakan ruang untuk keanekaragaman budaya tanpa konflik.
Masyarakat yang menerapkan Muntij ini menghormati dan merangkul
pluralitas.

10
 Pendidikan dan Pengetahuan

Al-Qur'an mendorong pencarian ilmu. Muntij as Al-Tshaqofah


menggerakkan masyarakat untuk menghargai pendidikan, merangsang
perkembangan intelektual dan ilmiah, serta menciptakan budaya
pengetahuan yang dinamis.

Contoh konkret dari muntij dapat dilihat dalam sejarah peradaban Mesir
kuno yang memberi kontribusi besar terhadap bidang arsitektur, ilmu
pengetahuan, dan sistem penulisan. Peradaban ini menjadi muntij yang
memberi dampak jangka panjang terhadap budaya dan peradaban di seluruh
dunia.

2. Muntaj al-Tsaqofah
 Keseimbangan antara Keislaman dan Kemajuan

Al-Qur'an menuntun umat Islam untuk mencapai keseimbangan antara


keislaman dan kemajuan dunia. Muntaj as Al-Tshaqofah mewujudkan hal ini
dengan menciptakan budaya yang memadukan nilai-nilai Islam dengan
inovasi, menciptakan masyarakat yang maju tetapi tidak kehilangan akar
spiritualnya.

 Kepemimpinan Adil

Al-Qur'an menekankan pentingnya kepemimpinan adil. Muntaj as Al-


Tshaqofah menciptakan sistem kepemimpinan yang transparan, akuntabel,
dan berkeadilan, membentuk masyarakat yang diperintah dengan
kebijaksanaan dan keadilan.

 Konservasi Nilai-nilai Tradisional

Meskipun mengadopsi kemajuan, Muntaj as Al-Tshaqofah melestarikan


nilai-nilai tradisional yang sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini menciptakan
keseimbangan yang menghargai sejarah dan kearifan lokal tanpa menolak
perkembangan positif.

11
Sebagai contoh, ketika bangsa Romawi menaklukkan berbagai wilayah,
mereka menjadi muntij yang memberi pengaruh besar terhadap budaya dan
tsaqofah di wilayah-wilayah yang dikuasainya. Masyarakat yang menerima
pengaruh ini, atau menjadi muntajah, mengalami perubahan dalam sistem
hukum, arsitektur, dan bahasa.

Dalam esensi konsep Muntij dan Muntaj al-Tshaqofah yakni


membangun korelasi yang integral antara Al-Qur'an dan sosial budaya.
Muntij sebagai pondasi pengembangan budaya, sementara muntaj sebagai
pencapaian tertinggi yang menggabungkan kekayaan Islam dengan
dinamika kemajuan. Dengan memahami dan menerapkan konsep ini,
masyarakat Muslim dapat membentuk budaya yang harmonis, inovatif, dan
sesuai dengan ajaran Islam yang mendalam. Melalui implementasi Muntij
dan Muntaj al-Tshaqofah, kita dapat menciptakan masyarakat yang
mencerminkan nilai-nilai keislaman dalam realitas sosial budaya yang
berkembang pesat.

12
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa teks-teks


dalam al-Qur’an tidak mengesampingkan persoalan sosial budaya sejak awal
Islam, dan Islam tidak secara langsung mengkritik kebudayaan yang sudah ada
pada saat itu. Ini menunjukkan bahwa ajaran Islam dapat diterima secara bertahap,
dan dengan turunnya al-Qur’an memberikan dukungan pada tindakan sosial yang
positif serta mengarahkan manusia untuk membangun budaya yang baik atau
memperbaiki budaya yang sudah ada, sehingga menciptakan kehidupan yang
selamat.

Oleh karenanya, perlulah mengkaji dua konsep penting guna mengetahui


korelasi antara Al-Qur'an dan sosial budaya, yakni “muntij” sebagai pondasi
pengembangan budaya dan “muntaj al-tsaqofah” sebagai pencapaian tertinggi
dalam budaya berbasis Al-Qur'an.

13
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Muhammad. “RELASI SOSIAL DALAM AL-QUR’AN.” QiST: Journal


of Quran and Tafseer Studies 1, no. 1 (February 17, 2022): 30–47.
https://doi.org/10.23917/qist.v1i1.523.
Effendi, Muhammad Nur. “PENDIDIKAN SOSIAL BUDAYA DALAM
PERSPEKTIF AL QUR’AN,” n.d.
Lukman. “DESINTEGRASI SOSIAL BUDAYA,” September 15, 2018.
https://doi.org/10.5281/ZENODO.3555397.
Riva, Budi. “SETTING SOSIAL DAN BUDAYA DALAM AL-QUR’AN
SEBAGAI PEDOMAN PELAKSANAAN DAKWAH,” n.d.

14

Anda mungkin juga menyukai